Anda di halaman 1dari 7

NAMA : HERDINA ASTYA ANINDI

NIM : D101121065
MATA KULIAH : REKAYASA LINGKUNGAN

Kualitas Air Kapuas


PENDAHULUAN

Indonesia memiliki segala macam bentuk kenampakan alam yang begitu indah. Tidak
hanya kenampakan alamnya saja, namun juga sumber daya alamnya yang melimpah menjadikan
Indonesia sebagai negara yang cukup unggul di kawasan ASEAN. Berbicara mengenai
kenampakan alam, Indonesia sendiri bisa dikatakan hampir memiliki semua kenampakan alam
yang ada di seluruh dunia. Terletak di garis khatulistiwa serta diapit oleh 2 samudra yaitu Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik, serta berada di antara 2 benua yaitu Benua Australia dan Benua Asia
menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup strategis di kawasan Asia.

Julukan sebagai salah satu negara maritim tentu tidak mungkin dipisahkan dari kawasan
yang bernama perairan. Selain dikelilingi oleh lautan, Indonesia juga mempunyai kawasan
perairan lain seperti danau dan juga sungai. Berbicara mengenai sungai, ada lebih dari 300 sungai
yang tersebar di seluruh pulau–pulau di Indonesia. Setiap sungai yang ada mempunyai sejarah dan
fungsi yang berbeda – beda di setiap tempat di mana sungai itu berada.

Dahulu orang–orang akan memanfaatkan sungai sebagai sumber air yang dapat
manfaatkan kapanpun. Tidak hanya itu, sungai juga dijadikan sebagai jalur air untuk pergi ke suatu
tempat. Sebelum dibangun jembatan, biasanya akan banyak ditemukan parahu atau sampan untuk
membantu orang – orang dalam menyebrangi sungai. Tidak semua sungai yang ada di Indonesia
mempunyai ciri dan karakteristik yang sama. Hal itu dapat dilihat dari lebar sungai, debit
air sungai, arus air serta keanekaragaman hayati apa saja yang dapat ditemukan di dalam maupun
di sekitar sungai. Dan salah satu sungai yang paling terkenal dan menjadi sungai paling panjang
di Indonesia adalah Sungai Kapuas.
Menurut sejarah, nama Kapuas sendiri berasal dari nama daerah yang juga bernama
Kapuas. Hingga tidak heran jika sungai yang mengalir dari Kapuas Hulu sampai ke tempat
bermuara diberi nama Kapuas. Pada masa Kesultanan Banjar, Sungai Kapuas diberi nama Sungai
Batang Lawai hal ini disesuaikan dari nama suatu daerah yaitu Lawie atau Lawai (sekarang
bernama Melawi). Pemberian nama tersebut berdasarkan atas tempat mengalirnya sungai tersebut
yang masuk di kawasan Kabupaten Melawi hingga terus mengalir dan bermuara di sekitar Kota
Pontianak.

Dahulu Sungai Kapuas dijadikan sebagai jalur transportasi yang sangat penting terutama
di Kalimantan Barat. Pada masa pemerintahan Belanda, Sungai Kapuas menjadi tempat yang
paling strategis dan mereka kuasai. Sebab Sungai Kapuas menjadi tempat terjadinya transaksi
barang dagang, pengiriman supply dan lain sebagainya yang ada di wilayah Kalimantan Barat.
Pada masa penjajahan, sungai ini ikut berperan dalam memperjuangan bangsa Indonesia. Tahun
1963, Sungai Kapuas dijadikan sebagai jalur mobilisasi pasukan dari Pontianak menuju ke
sepanjang perbatasan dengan menggunakan perahu motor.

Dengan panjang total mencapai 1.143 km atau 68,39 persen dari total luas Provinsi Kalbar
(146.807 km²), sungai ini mengalir dari Kabupaten Kapuas Hulu hingga Kota Pontianak, yang
melintasi 7 kabupaten lainnya. Yakni Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten
Sekadau, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten
Mempawah.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,


setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pengelolaan
lingkungan termasuk sungai. Banyak masyarakat di Kalimantan Barat sangat bergantung pada
keberadaan Sungai Kapuas, mulai dari aktivitas permukiman, pelayaran, perdagangan, industri
serta pariwisata. Konsekuensinya, dampak dari berbagai aktivitas tersebut menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan sungai dan kehidupan penduduk di sekitarnya.
PEMBAHASAN
Sungai kapuas memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Kalbar, khususnya
masyarakat Kota Pontianak, selain untuk mandi banyak masyarakat memanfaatkan sungai ini
untuk berwirausaha satu diantaranya seperti bertambak ikan. Namun pada kenyataannya sungai
yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat kini sudah jauh dari harapan, dilihat
dari warna sungai. Tampak warna sungai Pontianak sudah mulai keruh, bahkan menguning. Yang
konon katanya dahulu air sungai kapuas bisa di minum secara langsung dari sungai dan punya
cerita kalau kita tak minum airnya tak sah berkunjung di Kota Pontianak.

COD (Chemical Oxygen Demand ) dan BOD (Biological Oxygen Demand) Sudah di
Ambang Batas dari Tahun 2012-2013. COD atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan di dalam air. Tes ini biasanya digunakan untuk mengukur secara tidak
langsung jumlah senyawa organik di air. Kebanyakan aplikasi COD menentukan jumlah organik
polutan yang ditemukan di permukaan air (misalnya danau dan sungai), membuat COD ukuran
yang berguna kualitas air. Hal ini dinyatakan dalam miligram per liter (mg / L), yang menunjukkan
massa oksigen yang dikonsumsi per liter larutan. Referensi lebih tua dapat menyatakan unit
sebagai bagian per juta (ppm). BOD atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan
buangan di dalam air oleh mikroorganisme. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu
analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar-benar
terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraijan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis
yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi
air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan
air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses
oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air.BOD merupakan salah satu indikator yang menyatakan dampak
biologis dari jasad organik yang hidup di air, dan merupakan salah satu parameter kualitas air.
Berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Pontianak, di kecamatan Pontianak
Timur, Utara, Selatan dan Pontianak Kota, dengan jenis perairan sungai kapuas besar dan sungai
kapuas kecil pada tahun 2012.
Pemantauan kualitas air permukaan dilakukan dengan kondisi cuaca cerah keadaan air
parit dalam kondisi surut, parameter pemeriksaan berdasarkan pada peraturan pemerintah (PP)
tahun 2001 tentang pengendalian kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dari hasil
pemeriksaan perolehan bahwa parameter yang melampaui ambang batas baku mutu sebagai
berikut TSS, COD, Nitrit dan BOD. Baku mutu TSS, Max.50 dengan hasil sampel batas kota
Pontianak Sungai Raya 14,3 kemudian COD, Max.25 pada batas kota Pontianak Sungai Raya 95
dan BOD. Max.3. Pada tahun 2013 BLH Kota kembali melakukan penelitian baku mutu TSS,
Max.50 dengan hasil sampel batas kota Pontianak Sungai Raya 14,3 kemudian COD, Max.25
pada batas kota Pontianak Sungai Raya 95, BOD. Max.3 dengan hasil sampel yang melampaui
ambang batas baku mutu air adalah COD, Nitrit, BOD dan Cu. Dari pemerikasaan yang
dilakukan oleh BLH Kota Pontianak dari tahun 2012 dan 2013, BOD dan COD selalu masuk
menjadi daftar hitam yang perlu diperhitungkan. Bukan tanpa sebab jika COD dan BOD mampu
melampaui ambang batas baku mutu air. Ditinjau dari pemerintah kota yang belum menerapkan
pengelolaan limbah yang terpadu serta ramah lingkungan. Berdasarkan perolehan data dari
PDAM Kota Pontianak pada bulan Desember 2013 ada 86.517 jumlah konsumen dan 2.421.771
jumlah kubikasi air baku yang digunakan, dengan jumlah total adalah 31.470.353. Sedangkan
populasi penduduk yang ada di Pontianak pada tahun 2010 ada 554.764 jiwa manusia (sumber:
pontianak.go.id). Jika kita akumulasikan lebih lanjut maka ada sekitar 468.247 yang tidak
menggunakan air dari PDAM Kota Pontianak.

Walaupun sampai saat ini belum ada peran pemerintah kota untuk mengantisipasi hal ini.
Karena jelas dalam peraturan pemerintah No 38 tahun 2011 tentang sungai, jelas memaparkan di
pasal 3 bahwa pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan
lingkungan dengan tujuan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan. Dan diperkuat pada
pasal 4-nya yang mengatakan bahwa pengelolaan sungai itu dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota yang berwenang. Perihal tersebut Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pontianak yang berfungsi untuk memantau kualitas air secara
umum melalui Kepala bidang (Kabid) revitalisasi lingkungan dan pengembangan kapasitas,
Firman mengatakan kualitas air di sungai kapuas sangat sulit untuk menyimpulkan bahwa air ini
sudah tercemar atau belum. Banyak parameter yang harus diukur, terkait hal ini laboratorium
sangat menentukan sekali apalagi laboratorium kita belum terakreditasi,
Kualitas air sangat berpengaruh dari titik-titik yang menjadi pengambilan sample, karena
pengambilan sample sangat berpengaruh pada hasil yang akan diperoleh. Laboratorium penguji
status tipe A relatif tinggi dan belum terakreditasi karena masih dalam persiapan. Oleh karena itu
PDAM mempunyai kewajiban untuk menguji dulu air baku sesuai standar yaitu kelas 1. Air
sungai kapuas jelas tercemar hanya secara spesifikasi belum bisa di vonis karena harus banyak
parameter air sungai kapuas untuk diukur. BLH Kota Pontianak secara rutin mengadakan
pemantauan terhadap sungai kapuas dua kali dalam setahun, dari hasil itu dirasa masih sangat
kurang untuk memantau pencemaran di sungai kapuas. Banyak limbah-limbah yang dibuang
langsung ke sungai kapuas, mulai dari limbah rumah tangga maupun limbah industri.

Untuk mengatasi pencemaran yang dilakukan oleh industri-industri tersebut pemerintah


melalui BLH Kota mengantisipasinya dengan mengirim data Izin Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) agar pihaknya bisa mengontrol kegiatan pelaku usaha yang ada di Pontianak. Hanya
tidak semua pelaku usaha melakukan itu karna meliat kapasitas usahanya, padahal dalam
perundang-undangan jelas harus semua pelaku usaha melakukan itu. BLH Kota Pontianak juga
menampung aspirasi dari masyarakat untuk pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindak
lanjuti, Seperti meneliti dan mengecek dilapangan apakah betul pengaduan dari masyarakat dan
biasanya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) meminta kepada pelaku usaha untuk mengelola
limbah dan IPAL usahanya atau melalui pembinaan. Jelas ada sanksi hukum jika pelaku usaha
melakukan pelanggaran pembuangan limbah dan IPAL.

Akibat Limbah Rumah Tangga dan Limbah Industri, perihal air sungai kapuas yang ada
di kota pontianak bukan tanpa sebab, aktivitas Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI) yang
menghasilkan limbah berupa mercury, limbah rumah tangga berupa hasil dari kegiatan
masyarakat dan limbah industri yang dihasilkan oleh para pelaku usaha yang ada di kota
Pontianak. Secara fisika (bau,warna dan rasa) sudah tercemar dilihat dari aktifitas masyarakat
dan kegiatan di hulu sungai kapuas. Pembuangan limbah ini cukup berbahaya, selain berdampak
bagi kesehatan manusia juga bisa mengganggu ekosistem sungai yang ada. Perihal ini tidak
menutup kemungkinan dari limbah yang ada bisa mengkontaminasi ikan kecil dari ikan ini akan
dimakan ikan besar lainnya, lalu dimakan oleh manusia dan akhirnya manusia juga ikut
terkontaminasi. Semakin tinggi perekonomian di kota maka akan semakin tinggi juga
pembuangan limbahnya. Untuk pengguna limbah itu ada 80% dari pengguna air bersih. Tak
hanya limbah pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan juga akan berdampak pada
lingkungan sekitar khususnya air sungai. Sementara di kota Pontianak juga belum memakai
sistem pengelolaan limbah terpadu. Kota Pontianak sementara ini belum menerapkannya karna
aktifitas manusia yang bertambah akan bertambah pula pengguna air bersihnya, belum lagi
semakin tinggi perekonomian di kota akan semakin tinggi juga pembuangan limbahnya.
Seharusnya pemerintah kota sudah memakai sistem untuk pengelolaan limbah yang terpadu.
Seperti contoh daerah Kubu Raya dan Bali yang sudah menerapkan pengelolaan limbah yang
terpadu. Pemerintah kota seharusnya menanggapi pelaki usaha industri yang belum ada
pengelolaan limbahnya.

Beberapa penelitian saat ini baru mencoba menggunakan vegetarian filtrasi seperti
tanaman bayam yang menyerap bakteri timbal dan akan Tumbuh kembang sendiri. Tapi ini
hanya mengantisipasi bekteri yang muncul di permukaan sungai. “Vegetarian filtrasi ini kan
hanya untuk permukaan saja sementara yang bahaya adalah masih banyak di bawah sungainya
yang bersifat mengendap, tetapi kalau bisa untuk masyarakat harusnya diarahkan la untuk
mengelola limbah industri nya sendiri, karena lingkungan ini kan untuk anak cucu kita nanti.

KESIMPULAN

Banyak masyarakat di Kalimantan Barat sangat bergantung pada keberadaan Sungai


Kapuas, mulai dari aktivitas permukiman, pelayaran, perdagangan, industri serta pariwisata.
Konsekuensinya, dampak dari berbagai aktivitas tersebut menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan sungai dan kehidupan penduduk di sekitarnya. Limbah Rumah Tangga dan Limbah
Industri menjadi penyebabnya juga, Pemerintah kota seharusnya menanggapi pelaku usaha
industri yang belum ada pengelolaan limbahnya, dan masyarakat harus punya kesadaran menjaga
lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/sungai/sungai-kapuas

https://siap-adpim.kalbarprov.go.id/sungai-kapuas-merupakan-sungai-terpanjang-di-indonesia/

https://mimbaruntan.com/sungai-terpanjang-kini-mulai-terancam/

Anda mungkin juga menyukai