Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

KASUS ARTHUR ANDERSEN

DOSEN PENGEMPU : DRS.EC ENDANG KARTINI ,M.AK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. WIRA HADI KUSUMA (201836SA)


2. NOVITA (201866SA)
3. YUNIA UTAMI (21A1902SA)
4. RATU AYU LESTARI (21A1898SA)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AMM MATARAM

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
tugas ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Untuk memenuhi tugas
perkuliahan pada mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan

Penulis sangat berharap semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan tugas ini.

Mataram, 24 MEI 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah Enron di Amerika Serikat membuat banyak pihak terkejut, apalagi hal tersebut
melibatkan salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) internasional yakni Arthur Andersen.
Banyak pihak menempatkan auditor sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
masalah ini. Independensi auditor merupakan salah satu faktor yang diduga memicu masalah ini
(Giri, 2010). Perikatan audit yang dilakukan Arthur Andersen sudah hampir 20 tahun,
seharusnya Arthur Andersen banyak mengetahui mengenai kliennya. Kondisi tersebut
menimbulkan tanda tanya dan diduga bahwa tugas audit yang terlalu lama dilakukan seorang
auditor maupun KAP menyebabkan keterikatan secara emosional dan menurunkan
independensinya. Keraguan lainnya yang muncul mengenai reputasi auditor yang berkaitan
dengan sikap independensi dalam menghasilkan kualitas audit yang tinggi.

Kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur Andersen berdampak sangat besar, baik di Amerika
maupun di Indonesia. Dampak atas kasus tersebut diantaranya adalah terjadinya pembaharuan
tatanan kondisi maupun regulasi praktik bisnis di Amerika Serikat seperti diterbitkannya
Sarbanes Oxley Act (SOX) pada bulan Juli 2002 yang membuat perubahan terhadap praktik
audit seperti pelarangan memberikan jasa non audit kepada perusahaan yang diaudit.

Perubahan yang terjadi diduga karena adanya pemberian jasa non audit, sehingga kualitas audit
yang dihasilkan oleh suatu kantor akuntan publik tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
terjadi di perusahaan klien.De Angelo (1981, dalam Novianti dkk., 2010) mendefinisikan
kualitas audit sebagai probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang
adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi auditeenya. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit
yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil.

Dari pengertian tentang kualitas audit tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit
merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien
dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya
dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor
berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.

Dikaitkan dengan kondisi di Indonesia, diberlakukannya Sarbanes Oxley Act memberi dampak
kepada peraturan pengauditan di Indonesia. Salah satu peraturan yang diberlakukan oleh
pemerintah Indonesia sebagai tanggapan Sarbanes Oxley Act adalah Keputusan Menteri
Keuangan nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan tersebut sampai
dengan saat ini sudah beberapa kali mengalami perubahan. Yang berawal dari KMK nomor
43/KMK.17/1997 kemudian peraturan tersebut dirubah menjadi KMK nomor
470/KMK.17/1999. Pada saat peraturan itu berlaku belum ada peraturan mengenai pembatasan
perikatan antara perusahaan dengan Akuntan Publik (AP) maupun KAP. Kemudian 2 (dua)
bulan setelah Sarbanes Oxley Act diterbitkan tepatnya tanggal 30 September 2002, pemerintah
mengganti KMK nomor 43/KMK.17/1997 dengan KMK Nomor 423/KMK.06/2002 yang
kemudian diubah dengan KMK nomor 359/KMK.06/2003 pada tanggal 21 Agustus 2003.

Menurut Novianti dkk (2010) perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah menimbulkan


hal menarik yaitu adalah adanya perubahan peraturan mengenai masa perikatan KAP yakni dari
lima tahun buku berturut-turut menjadi enam tahun buku berturut-turut yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.17/PMK.01/2008. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa keputusan tersebut dibuat oleh pemerintah sebagai upaya untuk menghindari
terjadinya kasus-kasus manipulasi laporan keuangan atau skandal-skandal keuangan lainnya
yang mungkin dapat melibatkan auditor dengan cara memberlakukan aturan-aturan yang dapat
meningkatkan kinerja dan kualitas akuntan publik dan kantor akuntan publik (Yeni 2009, dalam
Novianti dkk, 2010).

Adanya peraturan pergantian auditor yang ada di Indonesia, ternyata dinilai lebih ketat daripada
peraturan di Amerika Serikat. Ketatnya aturan rotasi ini telah menimbulkan banyak reaksi dan
perdebatan. Perdebatan mengenai perlu tidaknya keberadaan regulasi rotasi ini telah mendorong
dilakukannya penelitian yang ditujukan untuk memberikan bukti empiris bagi masing-masing
argumen mengenai konsep masa bertugas (tenure) partner audit maupun kantor akuntan publik.
Namun demikian, hingga kini penelitian- penelitian tersebut masih memperlihatkan hasil yang
berseberangan. Sejumlah penelitian menunjukkan hasil yang memberikan dukungan bagi
keberadaan regulasi rotasi kantor akuntan publik dan partner audit. Misalnya penelitian Chi dan
Huang (2005), Carey dan Simnett (2006), Stanley dan Dezoort (2007) yang tertuang dalam
penelitian Novianti dkk (2010) mendapatkan hasil bahwa kualitas audit semakin rendah seiring
dengan bertambahnya tenure kantor akuntan publik.

Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian di atas yaitu dalam
penelitian Myers et al. (2003, dalam Novianti dkk, 2010) yang menunjukkan hasil bahwa
kualitas audit justru semakin meningkat seiring dengan bertambah lamanya tenure kantor
akuntan publik dan tenure partner audit, serta penelitian Chen et al. (2008, dalam Novianti dkk,
2010) yang membuktikan adanya peningkatan kualitas audit seiring bertambahnya tenure partner
audit. Selain itu, penelitian Carcello dan Nagy (2004) juga menunjukkan bahwa kegagalan audit
lebih banyak terjadi pada tiga tahun pertama perikatan audit, dan tingkat kegagalan ini semakin
berkurang seiring dengan tenure kantor akuntan publik yang semakin lama.

Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas ,penulisan ingin mengetahui dan menganalisis kasus Arthur
Andersen

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui kasus Arthur Andersen


BAB II

LANDASAN TEORI

B. PEMBAHASAN

karena klien begitu besar, auditor cenderung menjadi identik dengan mereka. Banyak personel
auditbahkan berpikiran untuk bergabung dengan klien mereka. Dalam hal apa pun, kehilangan
klien utamaakan menyisihkan karir seorang auditor yang terlibat, setidaknya untuk sementara,
atau jika tidak secarapermanen. Untuk berbagai alasan, mengambil sikap yang berlawanan
dengan manajemen dari klienutama memerlukan kegigihan pemahaman akan peran auditor,
dukungan dari rekan senior (di perusahaanauditor tersebut), dan keberanian.Tekanan untuk
menghasilkan keuntungan dirasakan sepanjang sisa profesi audit, tidak hanya didalam Arthur
Andersen. Teknik audit telah diubah hingga lebih tinggi, memerlukan dan investasi tingkatwaktu
analisis yang lebih yang rendah. Sampling penilaian telah digantikan oleh sampling statistik,
dankemudian digantikan dengan audit risiko strategis Meskipun setiap teknik audit yang baru
dianggap lebihbaik dari pendahulunya, tren ini memperketat anggaran waktu, dan fokus audit
diperluas agar mencakuppengembangan nilai tambah hasil non audit, saran,atau layanan bagi
klien. Layanan non audit tersebutmencakup nasihat tentang penataan transaksi untuk hasil
pengungkapan yang diinginkan dan pekerjaanyang lain, di mana nantinya auditor harus
memberikan opini auditnya.Berdasarkan pembahasan dalam dan pers profesional, banyak auditor
profesional tidak melihatkonflik kepentingan suatu permasalahan. Konflik antara
memaksimalkan keuntungan audit bagiperusahaan dan menyediakan kualitas yang memadai
agar investasi publik seharusnya dapat diselesaikan/sehingga tidak ada seorang pun yang akan
dirugikan. Konflik antara audit untuk publik dengan integritasdan objektivitas yang
menimbulkan kebutuhan terus terang mengkritik kesalahan yang anda atau yangtelah dibuat oleh
perusahaan dianggap tidak mengkhawatirkan. Selain itu, konflik antara
pertumbuhankompleksitas transaksi-terutama yang instrumen keuangan derivatif, lindung nilai,
barter, dan seterusnya-dan keinginan untuk menahan waktu audit untuk kepentingan laba
dianggap berada dalam kapasitasauditor dan perusahaan untuk menyelesaikannya. Konflik
yang berkembang bagi para auditor antaramelayani kepentingan tim manajemen, yang sering
menjadi alat dalam membuat keputusan penunjukanauditor, dan kepentingan pemegang
saham telah diakui tetapi tidak mendatangkan pernyataanpenguatandaribadanatau kantor
akuntansi profesional. Beberapa akuntan profesional tidak mengertiapakah mereka harus
melayani kepentingan para pemegang saham saat ini atau masa depan,atau apakahmelayani
kepentingan publik memiliki hubungan dengan melayani kliennya. Mereka tidak
memahamiperbedaan antara profesi dan bisnis. Etika perilaku dalam suatu organisasi dipandu
oleh budaya etika organisasi tersebut, oleh norma-norma dan kode profesional yang relevan,
serta terutama oleh "sikap bagian atas" dan teladan darieksekutif puncak. Demikian juga,
diasumsikan bahwa pemilihan CEO sebagian didasarkan pada pilihandari nilai-nilai organisasi
yang harus dimajukan. Joe Berardino terpilih menjadi CEO AA pada tanggal 10Januari 2001,
tetapi ia menjadi mitra penanggung jawab atas praktik audit AA di AS selama hampir tigatahun
sebelumnya. Ia adalah pemimpin yang mendorong nilai-nilai perusahaan dari tahun 1998
danseterusnya, dan mungkin melanjutkan yang telah dilakukan pendahulunya. Apakah nilai-nilai
tersebut?Barbara Ley Toffler, mantan mitra Andersen selama periode ini dan
sebelumnya, telah memberikanwawasan sebagai berikut:Ketika Berardino akan berbicara
pada suatu pertemuan mitra, segala sesuatu yang dilaporkan tentangkesuksesan adalah
dolar (atau keuntungan). Kualitas tidak dibahas. Konten tidak dibahas. Segala sesuatu diukur
darisegi uang .... Joe tidak bisa melihat konfliktual adalah pengejar pendapatan paling agresif
yang pernah saya temui.

Arthur Andersen dulu adalah sebuah perusahaan induk yang berkantor pusatdi Chicago, Amerika
Serikat. Sebelumnya merupakan salah satu dari lima biro akuntansi terbesar di dunia (bersama
PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst & Young, dan KPMG), perusahaan
ini menyediakan jasa audit, pajak, dan konsultansi ke sejumlah perusahaan besar. Hingga tahun
2001, perusahaan ini merupakan salah satu PLL Arthur Andersen perusahaan multinasional
terbesar di dunia.Perusahaan swasta Akuntansi Jasa profesional Pajak Konsultansi Lisensi
Akuntan Publik dikembalikan pada tahun 2002 Dipisah setelah divonis akibat Skandal Enron.
Bisnis auditnya ditutup.Accenture Andersen Tax LLC 1913 Arthur E. Andersen Agustus 2002

Pada tahun 2002, perusahaan ini secara sukarela mengembalikan lisensi akuntan publiknya di
Amerika Serikat setelah terbukti bersalah dalam mengaudit Enron, sebuah perusahaan energi asal
Chicago, Illinois, Amerika Serikat Jasa profesional US$9,3 milyar (pada tahun 2002 Sekitar 200
orang hingga tahun 2007 85.000 (pada tahun 2002)
Texas yang telah mengajukan kebangkrutan pada tahun 2001.[1] Pada tahun 2005, Mahkamah
Agung Amerika Serikat membatalkan vonis terhadap Arthur Andersen, karena adanya kesalahan
nyata pada instruksi hakim kepada juri yang memvonis perusahaan ini.[2] Walaupun begitu,
vonis tersebut telah merusak reputasi Andersen, sehingga tidak dapat lagi berbisnis seperti
semula, bahkan dalam skala kecil sekalipun.Bekas bisnis konsultansi dan alih daya dari
perusahaan ini kemudian dipisah dari bisnis akuntansinya, dan dipisah dari Andersen Worldwide
pada tahun 2000, saat mereka mengubah namanya menjadi Accenture, yang masih eksis hingga
hari ini.

Sejarah
Lahir pada tanggal 30 Mei 1885 di Plano, Illinois, dan menjadi yatim piatu pada usia 16 tahun,
Arthur E. Andersen pun mulai bekerja sebagai pengantar surat pada siang hari dan bersekolah
pada malam hari. Ia kemudian menjadi asisten pengawas keuangan dari Allis-Chalmers di
Chicago. Pada tahun 1908, ia lulus dari Sekolah Kellogg di Universitas Northwestern dengan
gelar sarjana ekonomi. Pada tahun yang sama, di usia 23 tahun, ia menjadi akuntan publik
termuda di Illinois.Pada tahun 1913, Arthur Andersen dan Clarence DeLany mendirikan sebuah
biro akuntansi dengan nama Andersen, DeLany & Co. Perusahaan tersebut kemudian diubah
namanya menjadi Arthur Andersen & Co. pada tahun 1918. Klien pertama Arthur Andersen
adalah Joseph Schlitz Brewing Company asal Milwaukee.Pada tahun 1915, karena banyaknya
kontrak di sana, perusahaan inipun resmi membuka kantor kedua di Milwaukee.
Andersen percaya bahwa pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan profesi akuntansi. Ia
pun membuat program pelatihan terpusat pertama di bidang akuntansi dan mengadakan pelatihan
di jam kerja. Ia juga berkomitmen membantu organisasi amal, kemanusiaan, dan pendidikan.
Pada tahun 1927, ia dipilih menjadi salah satu wali amanat dari Universitas Northwestern dan
menjadi presidennya dari tahun 1930 hingga 1932. Ia juga menjadi chairman dewan penguji
akuntan publik Illinois.Andersen, yang memimpin perusahaan ini hingga kematiannya pada
tahun 1947, merupakan pendukung standar tinggi pada industri akuntansi.
lokasi. Selama beberapa tahun, motto Andersen adala sebuah aksioma yang diwariskan dari
ibunya.Pada saat masih baru berdiri, diberitakan bahwa Andersen dibujuk oleh seorang pimpinan
perusahaan utilitas perkeretaapian untuk menandatangani laporan keuangan mereka yang
mengandung kesalahan akuntansi, atau perusahaan tersebut tidak akan menggunakan jasa
Andersen lagi. Andersen menolak untuk tanda tangan, dan menyatakan bahwa "tidak ada cukup
uang di Chicago" untuk membuatnya mau menandatangani laporan tersebut. Perusahaan tersebut
kemudian memutuskan hubungannya dengan Andersen, dan akhirnya bangkrut beberapa tahun
kemudian.Arthur Andersen juga memimpin dalam sejumlah standar akuntansi. Sebagai salah
satu yang dapat mengidentifikasi kemungkinan terjadinya ledakan subprima, Arthur Andersen
memutuskan hubungannya dengan sejumlah klien pada dekade 1970-an. Kemudian, dengan
munculnya opsi saham sebagai salah satu bentuk kompensasi, Arthur Andersen merupakan biro
akuntansi besar pertama yang mengajukan ke FASB bahwa opsi saham karyawan seharusnya
dimasukkan ke dalam laporan beban, sehingga dapat mempengaruhi laba bersih, sebagaimana
kompensasi tunai.Pada dekade 1980-an, standar di industri akuntansi jatuh, karena biro akuntansi
kesulitan untuk menyeimbangkan komitmen mereka mengenai independensi audit dengan
keinginan mereka untuk mengembangkan bisnis konsultansinya. Setelah reputasinya makin baik
di bidang konsultansi teknologi informasi pada dekade 1980- an, Arthur Andersen pun
mengalami kesulitan yang sama. Perusahaan ini mengembangkan praktek konsultansinya hingga
akhirnya mayoritas pendapatannya berasal dari konsultansi,sementara mitra auditnya terus
didorong untuk mencari komisi konsultansi dari kliennya selama ini. Pada akhir dekade 1990-an,
Arthur Andersen berhasil meningkatkan pendapatan mitranya hingga tiga kali lipat.
Arthur Andersen pun kesulitan untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga standar
akuntansinya, sementara klien selalu ingin memaksimalkan laba, terutama pada laporan
pendapatan kuartalan. Arthur pun dituduh terlibat dalam praktek akuntansi dan audit curang
terhadap Sunbeam Products, Waste Management, Inc, Asia Pulp & Paper Baptist Foundation of
Arizona, WorldCom, Enron, dsb.

Dua dari tiga KepalaAmerika Serikat (kini Government Accountability Office) pernah menjadi
pimpinan di Arthur Andersen.Bisnis konsultansi dari perusahaan ini menjadi makin penting pada
dekade 1970-an dan 1980-an, karena tumbuh lebih cepat dari bisnis akuntansi, audit, dan pajak.
Pertumbuhan yang timpang tersebut membuat mitra di bisnis konsultansi merasa bahwa mereka
tidak mendapat jatah yang adil dari total laba perusahaan, sehingga menciptakan gesekan antara
kedua bisnis tersebut.
Pada tahun 1989, Arthur Andersen dan Andersen Consulting resmi menjadi unit terpisah di
bawah Andersen Worldwide Société Coopérative. Arthur Andersen pun meningkatkan
pemanfaatan bisnis akuntansinya sebagai batu loncatan bagi kliennya, agar berminat
menggunakan jasa Andersen Consulting yang lebih menguntungkan.
Andersen Consulting meraup laba yang cukup besar pada dekade 1990-an. Namun mereka tidak
senang dengan pembayaran transfer yang harus mereka lakukan ke Arthur Andersen. Pada bulan
Agustus 2000, berdasarkan kesimpulan arbitrase perselisihan Kamar Dagang Internasional,
arbitrator menyatakan bahwa Andersen Consulting resmi independen dari Arthur Andersen,
namun juga diharuskan membayar US$1,2 milyar (yang telah disimpan di escrow sebelum
keputusan dibuat) ke Arthur Andersen, dan menyatakan bahwa Andersen Consulting tidak dapat
lagi menggunakan nama Andersen. Sehingga Andersen Consulting mengubah namanya menjadi
Accenture pada Hari Tahun Baru 2001 sementara Arthur Andersen yang memegang hak untuk
memakai nama Andersen, juga mengubah namanya menjadi "Andersen".
Empat jam setelah arbitrator menetapkan keputusannya, CEO Arthur Andersen, Jim Wadia resmi
mengundurkan diri. Analis industri dan profesor sekolah bisnis melihat keputusan ini sebagai
kemenangan mutlak untuk Andersen Consulting. Jim Wadia lalu menceritakan penyebab
pengunduran dirinya beberapa tahun kemudian di Sekolah Bisnis Harvard. Ia menyatakan bahwa
dewan direksi Arthur Andersen pada saat itu telah menetapkan sebuah resolusi yang
mengharuskannya mengundurkan diri apabila perusahaan tidak dapat memperoleh setidaknya
US$4 milyar (baik melalui negosiasi atau melalui keputusan arbitrator) dari pemisahan bisnis
konsultansi, sehingga ia akhirnya mengundurkan diri.Ada beberapa pendapat mengenai kenapa
pemisahan tersebut terjadi. Pimpinan kedua bisnis tersebut menyatakan bahwa pemisahan terjadi
karena arogansi dan keserakahan. Pimpinan Andersen Consulting menuduh Arthur Andersen
melanggar kontrak dengan mendirikan bisnis konsultansi kedua, yakni AABC (Arthur Andersen
Business Consulting) yang bersaing langsung dengan Andersen Consulting.
AABC pun tumbuh pesat, terutama di bidang teknologi dan perawatan kesehatan. Sejumlah
anggota AABC dibeli oleh perusahaan konsultasi yang lain pada tahun 2002, terutama oleh
Deloitte (terutama di Eropa), Hitachi Consulting, PwC Consulting, yang kemudian dibeli oleh
IBM, dan KPMG Consulting, yang kemudian mengubah namanya menjadi BearingPoint.
Pasca skandal pada tahun 2001, di mana perusahaan energi Enron terbukti melaporkan
pendapatan sebesar $100 milyar melalui penipuan akuntansi yang sistematis, performa dan
kelayakan Andersen sebagai auditor pun dipertanyakan. The Powers Committee (ditunjuk oleh
direksi Enron untuk mengecek akuntansi perusahaannya pada bulan Oktober 2001) mencapai
kesimpulan berikut: "Bukti yang dapat kami temukan menunjukkan bahwa Andersen tidak
memenuhi tanggung jawab profesionalnya terkait dengan audit terhadap laporan keuangan
Enron, ataupun kewajibannya untuk memberitahu direksi Enron (atau Komite Kepatuhan dan
Audit) tentang kontrak internal Enron atas transaksi dengan pihak lain".

Pada tanggal 15 Juni 2002, Andersen divonis menghalangi hukum, karena merobek dokumen
yang terkait dengan auditnya terhadap Enron yang menyebabkan Skandal Enron. Walaupun
Mahkamah Agung Amerika Serikat kemudian membatalkan vonis tersebut, dampak dari skandal
tersebut dan ditambah dengan adanya keterlibatan tindak kriminal, akhirnya menghancurkan
perusahaan ini. Nancy Temple (karyawan departemen hukum Andersen) dan David Duncan
(mitra utama Andersen untuk Enron) disebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas skandal
ini, karena merekalah yang memerintahkan anak buahnya untuk merobek dokumen yang terkait.
Karena Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat tidak akan menerima audit dari perusahaan
yang tervonis, perusahaan ini akhirnya mengembalikan lisensi kantor akuntan publiknya pada
tanggal 31 Agustus 2002. Bisnis perusahaan ini di Amerika Serikat pun makin lemah akibat
vonis tersebut, dan sejumlah akuntannya akhirnya bergabung ke perusahaan lain. Perusahaan ini
lalu menjual mayoritas bisnisnya di Amerika ke KPMG, Deloitte & Touche, Ernst & Young, dan
Grant Thornton LLP. Reputasi buruk Andersen di Amerika Serikat pun ikut menghancurkan
bisnisnya di luar Amerika Serikat. Sebagian besar bisnis perusahaan ini di luar Amerika Serikat
akhirnya dibeli oleh biro akuntansi internasional lain.
Vonis tersebut juga memunculkan kesalahan audit dari perusahaan ini terhadap perusahaan lain,
terutama terhadap Waste Management, Inc., Sunbeam Products, Baptist Foundation of Arizona,
dan WorldCom. Kebangkrutan WorldCom, yang melewati Enron sebagai kebangkrutan terbesar
dalam sejarah (yang kemudian dilewati oleh Kebangkrutan Lehman Brothers dan WaMu pada
krisis finansial 2007-2012) menyebabkan efek domino skandal akuntansi dan korporasi.
Pada tanggal 31 Mei 2005, dalam kasus ,
Mahkamah Agung Amerika Serikat membatalkan vonis terhadap Andersen, karena adanya
kesalahan dalam instruksi juri dari hakim.Mahkamah Agung menyatakan bahwa instruksi
tersebut terlalu ambigu untuk memungkinkan juri menemukan bahwa penghalangan hukum telah
terjadi. Mahkamah menemukan bahwa instruksi tersebut sengaja disusun agar Andersen dapat
divonis tanpa ada bukti bahwa perusahaan tersebut telah melanggar hukum atau tanpa ada
hubungan ke peraturan yang melarang penghancuran dokumen. Keputusan tersebut, yang ditulis
oleh Ketua Mahkamah William Rehnquist, juga mengungkapkan skeptismenya mengenai konsep
pemerintah tentang "bujukan korup", yakni membujuk orang untuk melakukan hal yang
melawan hukum, tanpa mengetahui bahwa hal tersebut sebenarnya melawan hukum.
Putusan pada tahun 2005 secara teoretis membuat Andersen dapat melanjutkan bisnisnya.
Namun, CNN kemudian memberitakan bahwa Andersen "hampir bubar," dengan hanya 200
orang pegawai, dari yang sebelumnya mencapai 28.000 orang pada tahun 2002.[14] Pasca
putusan tersebut, William Mateja, mantan penasehat Jaksa Agung yang telah mengawasi
Andersen, menyatakan pada NPR bahwa ia tidak percaya bahwa pemerintah akan melakukan
penuntutan ulang karena "tidak ada lagi yang tersisa di Arthur Andersen, dan menghabiskan
uang untuk penuntutan ulang akan sangat tidak masuk akal." Senada dengan itu, wakil presiden
Kamar Dagang Amerika Serikat, Stephen Bokat mengumumkan bahwa Andersen "telah mati,"
dan menyatakan bahwa "perusahaan tersebut tidak dapat bangkit lagi."Pada bukunya mengenai
skandal Enron, jurnalis Kurt Eichenwald menyatakan bahwa walaupun Andersen berhasil
selamat dari skandal Enron, perusahaan ini kemungkinan tetap akan runtuh akibat penipuan
akuntansi di WorldCom. Penipuan WorldCom muncul hanya beberapa hari setelah Andersen
divonis bersalah atas kasus di Enron.
Pasca vonis tersebut, Andersen tidak dapat bangkit lagi, bahkan dalam skala kecil sekalipun.
Kepemilikan perusahaan ini akhirnya diserahkan ke empat perseroan terbatas yang diberi nama
Omega Management I hingga IV.

Pada tahun 2002, perusahaan ini secara sukarela mengembalikan lisensi akuntan publiknya di
Amerika Serikat setelah terbukti bersalah dalam mengaudit Enron, sebuah perusahaan energi asal
Chicago, Illinois, Amerika Serikat Texas yang telah mengajukan kebangkrutan pada tahun 2001
Pada tahun 2005, Mahkamah Agung Amerika Serikat membatalkan vonis terhadap Arthur
Andersen, karena adanya kesalahan nyata pada instruksi hakim kepada juri yang memvonis
perusahaan ini.Walaupun begitu, vonis tersebut telah merusak reputasi Andersen, sehingga tidak
dapat lagi berbisnis seperti semula, bahkan dalam skala kecil sekalipun.Bekas bisnis konsultansi
dan alih daya dari perusahaan ini kemudian dipisah dari bisnis akuntansinya, dan dipisah dari
Andersen Worldwide pada tahun 2000,saat mereka mengubah namanya menjadi Accenture, yang
masih eksis hingga hari ini.pada tanggal 30 Mei 1885 di Plano, Illinois, dan menjadi yatim piatu
pada usia 16 tahun, Arthur E. Andersen pun mulai bekerja sebagai pengantar surat pada siang
hari dan bersekolah pada malam hari. Ia kemudian menjadi asisten pengawas keuangan dari
Allis-Chalmers di Chicago. Pada tahun 1908, ia lulus dari Sekolah Kellogg di Universitas
Northwestern dengan gelar sarjana ekonomi. Pada tahun yang sama, di usia 23 tahun, ia menjadi
akuntan publik termuda di Illinois.

Pada tahun 1913, Arthur Andersen dan Clarence DeLany mendirikan sebuah biro akuntansi
dengan nama Andersen, DeLany & Co.Perusahaan tersebut kemudian diubah namanya menjadi
Arthur Andersen & Co. pada tahun 1918. Klien pertama Arthur Andersen adalalah Joseph
Schlitz Brewing Company asal Milwaukee.Pada tahun 1915, karena banyaknya kontrak di sana,
perusahaan inipun resmi membuka kantor kedua di Milwaukee.
Andersen percaya bahwa pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan profesi akuntansi. Ia
pun membuat program pelatihan terpusat pertama di bidang akuntansi dan mengadakan pelatihan
di jam kerja. Ia juga berkomitmen membantu organisasi amal, kemanusiaan, dan pendidikan.
Pada tahun 1927, ia dipilih menjadi salah satu wali amanat dari Universitas Northwestern dan
menjadi presidennya dari tahun 1930 hingga 1932. Ia juga menjadi chairman dewan penguji
akuntan publik Illinois.Andersen, yang memimpin perusahaan ini hingga kematiannya pada
tahun 1947, merupakan pendukung standar tinggi pada industri akuntansi. Ia pun menyatakan
bahwa akuntan bertanggung jawab kepada investor dari kliennya, bukan kepada manajemen dari
kliennya. Hal tersebut pun memunculkan sebutan karena para pegawainya bertekad menyediakan
jasa yang sama untuk semua klien di semua
lokasi. Selama beberapa tahun, motto Andersen adalah sebuah aksioma yang diwariskan dari
ibunya.Pada saat masih baru berdiri, diberitakan bahwa Andersen dibujuk oleh seorang pimpinan
perusahaan utilitas perkeretaapian untuk menandatangani laporan keuangan mereka yang
mengandung kesalahan akuntansi, atau perusahaan tersebut tidak akan menggunakan jasa
Andersen lagi. Andersen menolak untuk tanda tangan, dan menyatakan bahwa "tidak ada cukup
uang di Chicago" untuk membuatnya mau menandatangani laporan tersebut. Perusahaan tersebut
kemudian memutuskan hubungannya dengan Andersen, dan akhirnya bangkrut beberapa tahun
kemudian.
Arthur Andersen juga memimpin dalam sejumlah standar akuntansi. Sebagai salah satu yang
dapat mengidentifikasi kemungkinan terjadinya ledakan subprima, Arthur Andersen
memutuskan hubungannya dengan sejumlah klien pada dekade 1970-an. Kemudian, dengan
munculnya opsi saham sebagai salah satu bentuk kompensasi, Arthur Andersen merupakan biro
akuntansi besar pertama yang mengajukan ke FASB bahwa opsi saham karyawan seharusnya
dimasukkan ke dalam laporan beban,sehingga dapat mempengaruhi laba bersih, sebagaimana
kompensasi tunai.
BAB III

METODE PENELITIAN

C METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam mini riset bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif ,yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu kejadian dengan mendalam dan dilakukan
dengan mengumpulkan data sedalam dalamnya.Menurut melong 2005 pendekatan deskriptif
kualitatif yaitu pendekatan penelitian dimana data-data yang dikumpulkan berupa kata-
kata ,gambar-gambar maupun artikel yang ada di internet.
BAB IV

PENUTUP

D.KESIMPULAN

Dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis paling paling mengemuka
disini adalah adalah adanya manipulasi laporan keuangan untuk menunjukkan seolah-olah
kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder untuk
memberikan suatu informasi yang adil mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam
mengemban amanah.
 
Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai
keadilan dalam Islam dan dalam bisnis membahayakan. Faktor penyebab kecurangan tersebut
diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah,
dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Hal tersebut akan dapat dihindari melalui
meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena tindakan yang bermoral
akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik.

Anda mungkin juga menyukai