Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TEORI AKUNTANSI
CONCEPTUAL FRAMEWORK

Disusun oleh:
Stephen Sanjaya - 6042101026
Natasya Jane Christine - 6042101093
Devina Nathania - 6042101108

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
SEMESTER GANJIL 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat Nya
dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah “Conceptual Framework”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya
kepada dosen mata kuliah Teori Akuntansi yakni Dr. Elizabeth Tiur Manurung M. Si.
Ak. CA yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak - pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu dengan
keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan, kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami
dan pada pihak lain yang berkepentingan, sekali lagi kami ucapkan Terima Kasih.

Bandung, 8 Oktober 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


BAB 1 ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 1
BAB 2 ........................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1 Pendahuluan ................................................................................................. 2
2.2 The Role of a Conceptual Framework ............................................................ 2
2.3 Objectives of Conceptual Frameworks ........................................................... 4
2.4 Developing a Conceptual Framework ............................................................. 7
2.5 A Critique of Conceptual Framework Projects ............................................. 11
2.6 Conceptual Framework for Auditing Standard ............................................ 25

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerangka konseptual adalah struktur teori akuntansi yang didasarkan pada penalaran
logis yang menjelaskan kenyataan yang terjadi dan menjelaskan apa yang harus dilakukan
apabila ada fakta atau fenomena baru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa peran dari kerangka konseptual?
2. Apa tujuan dari kerangka konseptual?
3. Bagaimana cara mengembangkan kerangka konseptual?
4. Apa saja kritik terhadap proyek kerangka konseptual?
5. Bagaimana hubungan kerangka konseptual dengan standar akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui peran dari kerangka konseptual.
2. Untuk mengetahui tujuan dari kerangka konseptual.
3. Untuk mengetahui cara mengembangkan kerangka konseptual.
4. Untuk mengetahui apa saja kritik terhadap proyek kerangka konseptual.
5.Untuk mengetahui bagaimana hubungan kerangka konseptual dengan standar akuntansi.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Akademisi akuntansi dan pembuat standar berupaya melakukan kerangka konseptual
yang memberikan pernyataan definitif mengenai sifat akuntansi dan pelaporan keuangan
yang berguna untuk memberikan panduan bagi praktik akuntansinya. Individual
academics bertujuan untuk mendorong upaya awal yang memberikan dasar teoritis yang
kuat untuk menjelaskan akuntansi dan membuat pemikiran akuntansi tersebut menjadi
logis. Proyek kerangka konseptual dilaksanakan pada awal tahun 1980 an di Amerika
Serikat, Kanada, Inggris, dan Australia. Namun kemajuan dari kerangka konseptual yang
diadakan dari seluruh yurisdiksi berjalan lambat yang disebabkan beberapa masalah yaitu
Ketidaksepakatan mengenai konten dan penerapannya hal itu menyebabkan pembuat
standar mengalami kesulitan untuk mencoba melihat issue mental yang berkaitan dengan
pengukuran. Tidak hanya ketidaksepakatan mengenai konten yang menghambat
pengembangan kerangka konseptual namun Intervensi politik juga membuat
pengembangan menjadi lebih lambat. Setelah melambat maka dibentuk konvergensi
IASB/FASB tahun 2002 menghidupkan kembali minat terhadap kerangka konseptual.
Pada periode sampai 2 tahun kemudian kerangka konseptual mulai dikembangkan menjadi
tunggal, lengkap, dan konsisten secara internal. Namun proyek tersebut akan menghadapi
kesulitan yang dihadapi dalam upaya sebelumnya untuk mengembangkan kerangka
konseptual.

2.2 The Role of a Conceptual Framework


Kerangka konseptual akuntansi bertujuan untuk memberikan teori akuntansi yang
terstruktur. Dalam tingkat konseptual fundamental berikutnya, ia mengidentifikasi dan
mendefinisikan kualitatif karakteristik mengenai informasi keuangan seperti relevansi,
keandalan, perbandingan ketepatan waktu dan pemahaman dan Elemen dasar akuntansi
seperti Asset, Liability, Equity, Revenue, Expense, dan Profit. Dalam tingkat operasional
yang lebih rendah kerangka konseptual berkaitan dengan prinsip dan aturan Disclosure
dan Measurement elemen dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam laporan
keuangan.

2
Dalam gambar ini memberikan suatu representasi diagram dari kemungkinan
komponen kerangka konseptual. Diagram ini mempertimbangkan dalam berbagai tingkat
kerangka konseptual. Metodologi Ilmiah diterapkan untuk menentukan prinsip dan aturan
measurement dan perhitungan disimpulkan dari yang ditentukan sebelumnya. Misal FASB
mendefinisikan kerangka konseptual sebagai sistem yang koheren dari tujuan dan
fundamental yang saling terkait yang diharapkan dapat memimpin dengan standar yang
konsisten dan yang mengatur sifat, fungsi dan batasan keuangan akuntansi dan pelaporan.
Beberapa orang menganut pandangan bahwa praktik akuntansi terlalu permisif karena
mengizinkan praktik alternatif akuntansi yang akan diterapkan dalam keadaan serupa.
Mode operasi yang bersifat permisif dijelaskan bahwa alternatif yang lebih praktis adalah
membiarkan setiap perusahaan untuk bebas memilih pilihan metode akuntansi sendiri
dalam batasan yang sangat luas yang menjadi acuan. Regulator akuntansi telah mencoba
untuk menegakkan ketertiban dengan mengeluarkan berbagai resolusi dan standar
akuntansi. Praktik ini disebabkan oleh pengaruh langsung undang - undang, peraturan

3
lembaga pemerintah, tekanan dari bisnis manajer dan kepentingan politik. Manajer bisnis
dan eksekutif terkadang membujuk akuntan untuk melakukan perancangan skema
akuntansi yang dapat diterima untuk meminimalkan beban pajak mereka. Solomos
berpendapat bahwa seseorang harus membuat penilaian tentang tipe standar yang
diinginkan, beliau menentang standar yang ditetapkan karena hasil dari proses ini adalah
Suatu prinsip atau praktik akan dinyatakan 'benar' karena diterima secara umum.
Kebijakan akuntansi dapat diimplementasikan hanya dengan membuat penilaian nilai,
tetapi tak ada cara untuk membuktikan bahwa penilaian nilai individu atau kelompok mana
pun lebih baik bagi masyarakat. Manfaat kerangka Konseptual adalah:

1. Persyaratan pelaporan akan lebih konsisten dan logis karena akan membendung dari
serangkaian konsep yang teratur.
2. Penghindaran persyaratan pelaporan akan jauh lebih sulit karena adanya ketentuan
yang mencakup seluruh pelaporan.
3. Dewan yang menetapkan persyaratan akan lebih bertanggung jawab atas tindakan
dalam hal pemikiran di balik persyaratan tertentu akan lebih eksplisit.
4. Kebutuhan akan standar akuntansi khusus akan dikurangi sesuai dengan keadaan
dimana penerapan konsep yang tepat tidak jelas, sehingga meminimalkan risiko
peraturan yang berlebihan.
5. Penyusun dan auditor akan dapat lebih memahami pelaporan keuangan persyaratan
yang mereka hadapi.
6. Penetapan kebutuhan akan lebih ekonomis karena permasalahan tidak seharusnya
perlu diperdebatkan kembali dari sudut pandang yang berbeda.

2.3 Objectives of Conceptual Frameworks


Menurut FASB Statement of Financial Accounting Concept yang dilakukan pada tahun
1978 menyatakan bahwa tujuan dari dasar pelaporan keuangan eksternal untuk entitas
bisnis adalah Pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna bagi investor
saat ini dan potensial, kreditur, dan pengguna lain dalam membuat keputusan investasi dan
kredit. Tujuan ini dianggap tercapai apabila melaporkan informasi yang:

1. Berguna dalam membuat keputusan ekonomi


2. Berguna dalam menilai prospek arus kas
4
3. Mengenai sumber daya perusahaan, klaim dan perubahannya

Akuntan harus bisa memilih informasi mana yang harus disampaikan sehingga perlu
dikembangkan hirarki kualitas yang menjadikan informasi itu berguna. Karakteristik
kualitatif utama meliputi pemahaman oleh para pengambil keputusan, relevansi, keandalan
dan komparabilitas. Pengaturan hierarki ini dapat dilihat dalam gambar ini. IASB hanya
memiliki satu pernyataan konsep.

Kerangka Kerja IASB menjelaskan bahwa kemampuan informasi untuk dipahami oleh
pengguna yang dianggap memiliki pengetahuan yang wajar tentang kegiatan bisnis dan
ekonomi serta akuntansi, mereka bersedia untuk mempelajari informasi dengan teliti yang
wajar. Informasi memiliki kualitas relevansi ketika informasi mempengaruhi keputusan
ekonomi dan membantu mengevaluasi kegiatan masa lalu, sekarang, dan masa depan.
FASB pun mengeluarkan tujuh pertanyaan konsep yang mencakup topik:

1. Tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi laba


2. Karakteristik kualitatif dan informasi akuntansi yang berguna
3. Unsur laporan keuangan
4. Kriteria pengakuan dan pengukuran unsur tersebut
5. Penggunaan informasi Cash flow dan Present Value dalam pengukuran akuntansi

5
IASB memiliki satu pernyataan konsep yaitu Kerangka Kerja untuk Persiapan dan
Penyajian laporan keuangan yang dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi
Internasional (IASC) yakni pendahulu IASB pada tahun 1989 dan diadopsi pada tahun
2001. Kerangka ini menjelaskan konsep dasar dalam penyusunan laporan keuangan dan
berfungsi sebagai pengembangan Standar Akuntansi dan panduan masalah akuntansi dan
secara tidak langsung dijelaskan dalam IFRS. Beberapa poin yang dicakup dalam kerangka
kerja ini adalah:

1. Tujuan Laporan Keuangan: tujuan dari laporan keuangan, yang termasuk didalamnya
adalah menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
2. Karakteristik Kualitatif: mengidentifikasi karakteristik kualitatif yang membuat
informasi dalam laporan keuangan menjadi berguna.
3. Elemen Dasar Laporan Keuangan: elemen dasar dari laporan keuangan dan konsep-
konsep untuk mengakui dan mengukur elemen-elemen tersebut dalam laporan
keuangan (misalnya, biaya historis, biaya saat ini, nilai realisasi bersih, dan nilai
sekarang), tetapi tidak termasuk prinsip-prinsip untuk memilih metode pengukuran.

Hubungan dengan Standar IASB: Standar IAS 1 Penyajian Laporan Keuangan dan IAS
8 Kebijakan Akuntansi, Perubahan dalam Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan berurusan
dengan penyajian laporan keuangan dan merujuk pada Kerangka Kerja. Manajemen harus
menggunakan penilaian mereka dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan
akuntansi yang menghasilkan informasi yang:

1. Relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi dari pengguna Andal,


dalam arti bahwa laporan keuangan:
(i) Mewakili dengan setia posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas;
(ii) Merefleksikan substansi ekonomi dari transaksi, peristiwa, dan kondisi, bukan
hanya bentuk hukumnya;
(i) Netral, yaitu bebas dari bias;
(ii) Hati-hati; dan
(iii) Lengkap dalam semua hal yang material.

Manajemen harus merujuk dan mempertimbangkan berlakunya sumber-sumber berikut,


dalam urutan:
6
1. Persyaratan dan panduan dalam Standar dan Interpretasi yang berurusan dengan isu-
isu yang serupa dan terkait; dan
2. Definisi, kriteria pengakuan, dan konsep pengukuran untuk Asset, Liability, Revenue,
dan cost dalam Conceptual Framework.

Bradbury mengusulkan bahwa Kerangka Kerja mengabaikan risiko, salah satu atribut
utama dari instrumen keuangan. Kerangka Kerja tidak hanya seharusnya memandu proses
penetapan standar, tetapi juga membantu praktisi dalam menginterpretasikan standar.

2.4 Developing a Conceptual Framework


Pengembangan kerangka konseptual dipengaruhi oleh dua isu:

- Principles based versus rule-based approach;


- Informasi untuk pengambilan keputusan dan pendekatan teori pengambilan
keputusan.

2.4.1 Principles based versus rule-based approach


Conceptual framework memiliki peran penting dalam proses penetapan standar.
IASB memiliki tujuan untuk menghasilkan principles based standard dan melihat
conceptual framework sebagai panduan. Tetapi standar seperti IAS 39 ini telah
dikritik karena terlalu berbasis aturan.

Standar akuntansi AS sering kali dideskripsikan sebagai rule-based standards


karena mengandung banyak persyaratan rinci dalam kaitannya dengan perlakuan
yang harus diikuti untuk mematuhi standar akuntansi. Pada tahun 2002, Undang-
undang Sarbanes-Oxley mengharuskan regulator AS (the Securities and Exchange
Commission atau SEC) untuk melakukan kajian terhadap prinsip-prinsip dalam
proses penetapan standar.
Studi ini merekomendasikan bahwa standar akuntansi sebaiknya dikembangkan
menggunakan principles-based approach dan harus memiliki karakteristik berikut:

- Didasarkan pada kerangka konseptual yang telah diperbaiki dan diterapkan


secara konsisten.
- Nyatakan dengan jelas tujuan standar tersebut.

7
- Memberikan rincian dan struktur yang memadai sehingga standar dapat
dioperasionalkan dan diterapkan secara konsisten.
- Meminimalisir penggunaan pengecualian dari standar.
- Hindari penggunaan pengujian persentase yang memungkinkan financial
engineers mencapai kepatuhan teknis terhadap standar namun menghindari
tujuan tersebut.

Salah satu peran SEC adalah untuk menentukan apakah perusahaan telah
mematuhi persyaratan pelaporan keuangan yang terdapat dalam standar akuntansi.
FASB dan SEC hidup di lingkungan dimana terdapat banyak aturan dan staf SEC
terbiasa memiliki aturan yang harus dipatuhi. Hal ini menyebabkan timbulnya
pertanyaan apakah standar AS akan menjadi lebih pendek atau kurang rinci dan
apakah staf SEC akan menjadi kurang mendesak dalam kepatuhan perusahaan
terhadap norma-norma rinci. Dia menunjukkan bahwa standar yang sangat spesifik
dan preskriptif adalah bagian dari budaya akuntansi AS dan perubahan budaya tidak
mudah dicapai.

2.4.2 Informasi untuk pengambilan keputusan dan pendekatan teori


pengambilan keputusan.
Sejak awal tahun 1960an, penekanan telah ditempatkan pada aspek
pengambilan keputusan informasi akuntansi. Moonitz menyatakan “Data kuantitatif
sangat membantu dalam membuat keputusan ekonomi yang rasional, yaitu dalam
membuat pilihan diantara alternatif-alternatif sehingga tindakan benar-benar
berkaitan dengan konsekuensinya”.
Informasi untuk pengambilan keputusan mengandung arti yang lebih dari sekedar
informasi stewardship yaitu:

- Penggunaan informasi keuangan diperluas sehingga mencakup semua penyedia


sumber daya, penerima barang dan jasa, serta pihak-pihak yang melakukan
fungsi peninjauan atau pengawasan.
- Informasi akuntansi dipandang sebagai data masukan untuk model prediksi
pengguna.

8
- Stewardship terutama berkaitan dengan masa lalu digunakan untuk menilai apa
yang telah dicapai, sedangkan prediksi melihat ke masa depan.

Decision-theory approach berguna terhadap akuntansi untuk menguji apakah


akuntansi mencapai tujuannya. Teori harus berfungsi sebagai standar yang
digunakan untuk menilai praktik akuntansi. Proses dari decision-theory digambarkan
pada gambar dibawah ini:

Model ini memetakan proses dimana keluaran sistem akuntansi memberikan


masukkan kepada model keputusan pengguna. Informasi keuangan mungkin
mempunyai pengguna yang lebih luas, misalnya kerangka IASB mencakup investor,
karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor perdagangan, pelanggan,
pemerintah dan lembaga mereka, dan masyarakat sebagai pengguna potensial.

2.4.3 International Developments: The IASB and FASB Conceptual Framework


Pada bulan Oktober 2004, FASB dan IASB menambahkan proyek bersama ke
dalam agenda mereka untuk mengembangkan conceptual framework umum yang
lebih baik. Conceptual framework yang direvisi akan didasarkan pada kerangka
IASB dan FASB yang ada dan mempertimbangkan perkembangan setelah
penerbitan framework tersebut. Proyek tersebut akan melakukan hal sebagai berikut:

1. Fokus pada perubahan lingkungan sejak framework asli diterbitkan, serta


kelalaian dalam framework asli, untuk meningkatkan, melengkapi, dan
menyatukan kerangka kerja yang ada secara efisien dan efektif.
2. Memberikan prioritas untuk menangani dan mempertimbangkan isu-isu
tersebut dalam setiap fase yang cenderung menghasilkan manfaat bagi dewan
dalam jangka pendek.

9
3. Mempertimbangkan konsep yang berlaku untuk entitas bisnis sektor swasta dan
mempertimbangkan konsekuensi potensial dari pertimbangan sektor swasta
untuk entitas sektor publik.

Dewan sedang melaksanakan proyek bersama dalam delapan tahap. Masing-


masing dari tujuh fase pertama akan membahas dan melibatkan perencanaan,
penelitian, pertimbangan awal Dewan, komentar publik, dan pertimbangan ulang
mengenai aspek-aspek utama kerangka Dewan. Fase-fasenya ditunjukan pada tabel
berikut

Keputusan untuk menunda pertimbangan isu-isu sektor nirlaba telah


menimbulkan perdebatan. Masukan dari para pembuat standar nasional (Australia,
Selandia Baru, Kanada, dan Inggris) menyarankan tiga bidang yang menjadi
pertimbangan dewan saat ini untuk mengangkat permasalahan pada sektor nirlaba,
yaitu:

1. Penekanan yang tidak memadai pada akuntabilitas dan penatagunaan.


2. Kebutuhan untuk memperluas pengguna yang teridentifikasi dan membentuk
kelompok pengguna utama alternatif.
3. Ketidaktepatan fokus arus kas yang meluas.

Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengembangkan Public Sector Conceptual
Framework yang dapat diterapkan pada penyusunan dan penyajian laporan keuangan
entitas sektor publik.

10
2.4.4 Entity vs Proprietorship Perspective
Dewan merekomendasikan bahwa laporan keuangan harus disusun dari sudut
pandang entitas dan bukan dari sudut pandang pemilik atau kelompok pemilik
tertentu. Banyak responden setuju bahwa entitas berbeda dari pemiliknya sehingga
setuju dengan pelaporan dari sudut pandang entitas.

2.4.5 Primary User Group


Dewan mengusulkan agar kelompok pengguna utama pelaporan keuangan
bertujuan umum adalah penyedia modal saat ini dan calon penyedia modal dari suatu
entitas. Namun perlu dicatat bahwa memiliki kelompok utama yang beragam dapat
menyederhanakan hubungan antara entitas dan pengguna individual.

2.4.6 Decision Usefulness and Stewardship


Tujuan pelaporan keuangan harus cukup luas untuk mencakup semua keputusan
yang dibuat oleh investor ekuitas, pemberi pinjaman, dan kreditur lainnya dalam
kapasitas mereka sebagai penyedia modal, termasuk keputusan alokasi sumber daya
serta keputusan yang dibuat untuk melindungi dan meningkatkan investasi ini.

2.4.7 Qualitative Characteristic


IASB Framework mencakup empat karakteristik kualitatif utama yaitu
understanability, relevance, reliability, dan comparability. Exposure draft
mengusulkan bahwa karakteristik kualitatif yang membuat informasi berguna adalah
relevance, faithful representation, comparability, verifiability, timeliness, and
understandability. Karakteristik kualitatif dibedakan menjadi fundamental
(relevance, faithfull representation) atau enhancing (comparability, verifiability,
timeliness, and understandability) tergantung pada bagaimana karakteristik tersebut
mempengaruhi kegunaan informasi.

2.5 A Critique of Conceptual Framework Projects


Perkembangan kerangka konseptual (conceptual frameworks) menimbulkan kritik di
Amerika, Australia, dan negara lain. Pengkritik ini akan membantu menjelaskan alasan
lambatnya perkembangan kerangka konseptual sebelumnya dan menyoroti isu yang
relevan untuk mencapai kemajuan dalam proyek IASB/FASB saat ini.

11
Terdapat dua pendekatan yang dapat kita gunakan untuk menganalisis. Pertama,
mengasumsikan bahwa kerangka konseptual merupakan sebuah ‘scientific’ approach
berdasarkan metode yang dipakai di penyelidikan ilmiah (scientific) lainnya. Prescriptions
atau pengamatan akuntansi yang timbul dari ‘scientific’ approach harus divalidasi
menggunakan logika dan empirisme. Kedua, menggunakan professional approach yang
berfokus pada menentukan “best” action berdasarkan professional values. Professional
approach mirip dengan constitutional approach untuk menetapkan aturan.

Di bab ini, akan dibahas dua area dalam analisis:


1. Scientific criticisms
2. Deskriptif dan non-operasional

Pada setiap penetapan standar akuntansi atau perdebatan prinsip akuntansi, kita selalu
mempertanyakan “Apa itu value? Bagaimana kita menilai basic elements dari akuntansi
seperti aset dan liabilitas?”. Kerangka konseptual ini digunakan untuk menjawab itu semua
sehingga menghindari perdebatan berulang. Sebelumnya, hal-hal mendasar ini harus
meminimalkan inkonsisten dan ketidakadilan yang timbul dari berbagai macam pendapat.
Dengan pendekatan ini, dimana istilah telah disepakati, didefinisikan, dan konsepnya
cocok satu sama lain. Maka, kerangka konseptual ini diharapkan bisa menjadi dasar-dasar
penentuan dalam akuntansi. Tujuannya untuk memberikan bimbingan dan rekomendasi
dalam praktik akuntansi tentang bagaimana memperhitungkan informasi yang relevan
untuk pengambilan keputusan ekonomi.

Dalam kerangka konseptual FASB, ada isu krusial mengenai recognition (pengakuan)
dan measurement (pengukuran) yang menimbulkan perselisihan. Permasalahan
measurement dan recognition berada di SFAC nomor 5 yang dikeluarkan tahun 1984, pada
dasarnya mendeskripsikan elemen di laporan akuntansi berdasarkan observasi atas praktik
saat ini. Seiring waktu, SFAC nomor 5 mengeluarkan Board’s approach yang hampir
seluruhnya deskriptif. Pernyataan nomor 5 memberitahukan tujuan dan filosofi dari
kerangka konseptual yang telah hilang pada saat dikeluarkan. Di beberapa negara, konsep
ini akan dikembangkan seiring berkembangnya proses penetapan standar. Seperti evolusi
filosofi, yang melihat konsep sebagai sisa dari proses penetapan standar. Hal ini yang
bertentangan dengan tujuan dari kerangka konseptual.
12
Dopuch dan Sunder memikirkan bahwa pengertian dari elemen utama laporan
keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, biaya, keuntungan, dan kerugian)
tergantung pada aturan dan conventions yang tidak dapat ditentukan. Menurutnya,
bagaimana kerangka konseptual bisa menjadi guide dari berbagai macam alternatif prinsip
dan aturan, jika elemen dari kerangka selalu didefinisikan sebagai istilah yang sama?

Dopuch dan Sunder memberikan argumen bahwa kerangka konseptual FASB tidak
membantu dalam menyelesaikan pengukuran masa kini dan isu disclosure
(pengungkapan). Mereka mendukung pernyataan ini dengan memilih tiga isu, yaitu
deferred tax credits, perlakuan costs of exploration in the oil and gas industry, dan current
value accounting. Mereka menyimpulkan:

1. Pengertian liabilitas sangat umum, dimana kita tidak dapat memprediksi posisi dewan
pada pajak tangguhan;
2. Kerangka mendukung dua prinsip akuntansi yang berlawanan (full cost dan
successfull efforts) dan bukti bahwa kerangka tidak bisa menjadi panduan berguna
dalam menyelesaikan masalah measurement (pengukuran); dan
3. Tidak bisa mengatasi masalah estimasi.

Akhir-akhir ini, kerangka konseptual IASB mendapatkan kritik. Dalam kerangka


konseptual IASB, aset dan liabilitas didefinisikan dengan istilah yang sangat mirip dengan
yang ada di Amerika (GAAP). Tidak hanya definisi aset yang tidak jelas, tetapi recognition
criteria berdasarkan probabilitas (subjektif). Selain itu, recognition criteria dianggap
gagal dalam memberikan pedoman dalam permasalahan measurement, dimana hal ini
penting dalam akuntansi. IASB dianggap terbuka karena tindakan apapun dapat diterima
selama cost atau value diukur secara nyata (realibly measured).

Menurut Gerboth, pengetahuan yang sebenarnya itu datang dari investigasi atas pokok
bahasan tersebut, bukan dari kesepakatan definisi sebelumnya. Maka dengan adanya
accounting framework, semata-mata pemahamannya itu terbatas berdasarkan definisi
sehingga akan menjadi irasional. Untuk memperkuat argumennya, dimana definisi tidak
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia dan sains, maka ia mengutip dari
Propper: “Dalam sains, kita tidak boleh bergantung pada istilah. Bahkan ketika istilah

13
tersebut didefinisikan, kita tidak pernah memperoleh informasi dari definisi, atau dari
argumen. Maka dari itu, kita membuat sedikit masalah. Kita tidak membebani mereka.
Kita mencoba untuk bergantung sekecil mungkin kepada mereka.”.

Dengan adanya definisi dari ‘aset’, ‘liabilitas’, dan elemen lainnnya, peraturan
akuntansi bermaksud bahwa keputusan valuation dapat bergantung pada definisi yang ada.
FASB berusaha agar definisi yang ada menjadi patokan utama dari segalanya.

Beberapa berargumen, jika praktik akuntansi didasarkan oleh definisi yang sudah
disepakati sebelumnya itu akan menimbulkan risiko terhadap mekanisme pengambilan
keputusan. Meskipun kerangka konseptual memberikan konsistensi atas efisiensi dan
ketertiban. Tetapi, konsistensi ini merupakan konsistensi yang abstrak, bukan konsistensi
yang sebenarnya. Konsistensi ini adalah konsekuensi langsung dari dogmatisme yang
pernyataannya dikeluarkan oleh FASB atau lembaga berwenang lainnya, dengan
acception dari para pihak profesi. Kerangka ini bisa membawa masalah karena bisa
menjadi end in itself, membutuhkan waktu dan tenaga. Padahal waktu dan tenaga tersebut
dapat digunakan untuk fokus memperdalam pengetahuan substantif akuntan. Definisi dan
kesepakatan itu penting untuk mengembangkan konsistensi, kesangkutpautan, dan sistem
yang mempunyai arti. Namun, kritik Propper mengatakan bahwa ketergantungan akan
definisi itu sudah berlebihan. Argumen yang bertentangan dengan Propper ini mengatakan
bahwa kerangka konseptual itu dibutuhkan dan pemahaman atas definisi itu penting untuk
persiapan konsistensi dan interpretasi laporan keuangan.

2.5.1 Ontological dan Epistemological Assumptions


Selama pembahasan kerangka konseptual, fokusnya adalah menyediakan
informasi yang tidak memihak dan objektif kepada users laporan keuangan. Bebas
dari bias atau netral didefinisikan bahwa kualitas informasi menghindari pengguna
akan kesimpulan yang akhirnya mengutamakan kebutuhan, keinginan, atau
prasangka khusus dari para pembuatnya. Solomons menjelaskan, bebas dari bias
sebagai ‘financial mapmaking’. Akuntansi adalah financial mapmaking; semakin
baik peta, semakin lengkap penggambaran peta dari fenomena yang kompleks. Kita
tidak menilai peta berdasarkan efek perilaku yang dihasilkan. Penyebaran kekayaan
alam dan curah hujan yang tergambar pada peta dapat menyebabkan perpindahan
14
penduduk atau perubahan lokasi industri yang bisa disukai atau tidak disukai oleh
pemerintah. Hal ini seharusnya bukan urusan dari pembuat peta. Kita menilai peta
berdasarkan seberapa baik fakta yang tergambar.

Philosophy of realism muncul di akuntansi dari asumsi, dimana kita bisa


mengamati, mengukur, dan mengkomunikasikan tujuan dari realitas ekonomi.
Feyerabend (filsuf sains) berkata bahwa ilmu sains yang sebenarnya itu tidak
absolut. Tetapi, hanya merujuk pada pernyataan mengenai realitas yang
terkonstruksi. Pernyataan atau keyakinan tertentu memerlukan acceptance hanya
setelah bukti sesuai dengan aturan yang ditentukan dan disepakati tentang
metodologi ilmiah. Hines menunjukkan bahwa masalah realitas ekonomi atau
measurement approach diadopsi dari kerangka konseptual adalah dalam banyak
komunitas ilmiah, sekarang realitas dibangun dan dipertahankan oleh praktik-praktik
sosial, sehingga mencemari persepsi akuntan terhadap realitas ekonomi. Dalam ilmu
kemasyarakatan, orang akan bertindak sesuai definisi dan konsep realitas yang
berlaku.

Masalahnya adalah kita tidak memahami kenyataan dengan cukup. Tetapi saat
seseorang sudah mempunyai prasangka tentang apa itu realitas, maka kita tidak bisa
menentangnya karena kita perlu mengkomunikasikan realitas di akuntansi. Jika
orang mempunyai pemikiran tertentu tentang realitas, maka kita perlu merefleksikan
pemikiran tersebut. Jika tidak, orang akan kehilangan kepercayaan pada kita.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, ‘Apakah teori dalam membentuk dasar


framework bisa bersifat netral, independent, dan bebas dari bias?’. Kelanjutan dari
argumen ini adalah kerangka konseptual tidak dapat menyediakan sarana yang
sepenuhnya objektif untuk mengukur (measurement) realitas ekonomi karena
realitas tidak terlepas dari praktik akuntansi. Hines memikirkan hubungan interaktif
dua arah (two-way interactive relationship) untuk financial accountant, melalui
proses measuring dan communicating gambaran realitas ini sangat berperan dalam
menentukan ‘Apa itu realitas?’. Hal ini menciptakan realitas.

15
Selanjutnya, Hines mengatakan bahwa riset akuntansi pada umumnya
menerima begitu saja conceptions dan assumptions, yang bertentangan dengan
pertanyaan ‘Bagaimana realitas sosial muncul juga dijaga dan dilegitimasi?’.
Contohnya, kerangka konseptual menghindari untuk bergantung pada bukti yang
deduktif dan empiris dalam menyatakan kebenaran. Jika pendekatan itu dipakai,
prinsip akuntansi yang diterima akan disimpulkan dari keyakinan, tujuan, dan asumsi
yang lebih tinggi dari kerangka konseptual. Tetapi, nyatanya yang terjadi malah
sebaliknya. Dianggap kebenaran lewat proses induktif untuk mendapatkan prinsip
akuntansi yang belum pernah diuji secara formal atas logika dan bukti empiris.
Otoritas yang setara dengan sains untuk kerangka konseptual dapat ditelusuri ke
pendapat pihak berwenang dan individu bersangkutan.

Struktur kerangka konseptual mempunyai kemiripan dengan hypothetico-


deductive approach. Hypothetico-deductive berdasarkan penjelasan sains
mempunyai dua konsekuensi utama.

1. Mengarah pada hukum atau prinsip universal sehingga mungkin saja ada lower
level hypotheses
2. Ada koneksi yang kuat antara penjelasan, prediksi, dan teknik yang diterapkan.
Contohnya, kerangka konseptual IASB dan FASB meng-generalisasi asumsi
dan tujuan dari prinsip (standar) dan prosedur (metode dan aturan) tertentu yang
harus bisa disimpulkan. Tujuan penting pendekatan ini terhadap sains, untuk
mendapatkan pemahaman lingkungan sekitar sehingga menciptakan kegiatan
operasi yang lebih efektif di lingkungan tersebut.

Tetapi beberapa ada yang tidak setuju. Peneliti akuntansi percaya terhadap uji
empiris. Meskipun banyak ketidakjelasan akan teori tersebut. Teori Hempel
(hypothetico-deductive) ini diterima secara luas.

Pendekatan hypothetical-deductive mempengaruhi asumsi epistemological dan


methodological mengenai uji kebenaran dan cara penelitian akuntansi dilakukan.
Contohnya, penekanan yang ada di survei sampel skala besar dan analisis empiris
menggunakan ‘statistically sound techniques’ juga dalam menurunkan teori umum.

16
Asumsi menimbulkan karakteristik perilaku dan bagaimana orang berhubungan satu
sama lain. Contoh karakteristik perilaku yang dimasukan adalah pemaksimalan
kekayaan dan kebutuhan informasi pengguna akan mempengaruhi arus kas masa
depan dan nilai masa kini. Pendekatan ini menghalangi sampai batas tertentu, yaitu
teknik yang digunakan peneliti yang bersifat individualis dan/atau fokus pada studi
kasus. Seperti yang dikatakan Horngren, bahwa setiap orang mempunyai
karakteristik yang membatasi kegunaan dari kerangka konseptual. Kebanyakan
orang mengatakan bahwa dia ingin kerangka konseptual, tetapi kerangka konseptual
tersebut bukan milik kita.

2.5.2 Circularity of Reasoning


Salah satu tujuan kerangka konseptual adalah untuk memandu praktik akuntan.
Secara garis luas, kerangka konseptual mengindikasi bahwa akuntan setidaknya
mengikuti satu alur sains, yaitu menyimpulkan prinsip dan praktik dari teori umum.
Beberapa kerangka konseptual negara ditandai dengan sirkularitas internal.
Contohnya pernyataan FASB nomor 2, kualitas informasi seperti reliability
bergantung pada pencapaian kualitas lainnya, seperti representational faithfulness,
neutrality, dan verifiability. Tetapi, kualitas ini bergantung pada kualitas informasi
non-operasi lainnya. Contoh, diskusi yang netral tergantung pada relevance,
reliability, dan representational faithfulness. Tapi, kondisi yang dibutuhkan dan
memadai untuk mendapatkan kualitas-kualitas ini tidak dijelaskan. Kerangka FASB
ini mencoba untuk membenarkan circularity of reasoning dengan mengacu pada
gagasan tentang orang akuntansi yang berpengetahuan luas, cukup, dan sesuai untuk
menentukan dan menafsirkan laporan keuangan. Namun tidak diberikan panduan
yang spesifik agar tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai.

2.5.3 An Unscientific Discipline


Apakah akuntansi adalah sains? Kerangka konseptual mungkin pernah mencoba
mengadopsi deductive (scientific) approach. Tetapi pendekatan ini dipertanyakan
karena akuntansi tidak memenuhi syarat sebagai ilmu scientific. Dengan berbagai
cara, akuntansi digambarkan sebagai seni atau keahlian. Stamp mengatakan bahwa
sampai kita yakin dalam pikiran kita tentang sifat akuntansi, akuntan akan sia-sia

17
untuk menginvestasikan sumber daya yang besar dalam mengembangkan kerangka
konseptual untuk mendukung standar akuntansi.

Stamp memikirkan bahwa akuntansi lebih mirip dengan hukum dibandingkan


ilmu fisika karena keduanya (akuntan dan legal) berhadapan dengan masalah antara
kelompok pengguna yang berbeda dengan kepentingan dan tujuan yang berbeda
juga. Dia menjelaskan hukum sebagai normative discipline, bersifat preskriptif dan
penuh dengan konsep yang value-laden (sarat nilai). Akuntan menghadapi pasar
yang tidak sempurna dan ada penilaian subjektif, proses pengambilan keputusan.
Sebaliknya, ilmu fisika dianggap sebagai disiplin positif (positive discipline),
bersifat deskriptif, dan bercirikan konsep value-free (bebas nilai).

Elemen teori dan empiris agak longgar didefinisikan dan diterapkan dalam
akuntansi, dan tidak mempunyai paradigma ilmiah yang pasti. Teori akuntansi
awalnya (normative) mempunyai banyak kelemahan. Positive accounting theory
masih dalam tahap embrio bahkan mungkin pra-ilmiah. Ini belum tentu menunjukan
kurangnya pendekatan ilmiah. Selagi ahli teori teliti dalam menerapkan kaidah
ontologis, epistemologis, dan metodologis yang berkaitan dengan bidang kajiannya,
maka metodologi ilmiah dapat diterapkan.

2.5.4 Positive Research


Penyediaan informasi keuangan yang digunakan untuk membantu users
mengambil keputusan ekonomi ini mengabaikan positive accounting research yang
menemukan temuan empiris. Riset pasar menimbulkan keraguan atas kemampuan
data akuntansi yang dipublikasikan dalam hal mempengaruhi harga saham dan
membuat keputusan ekonomi yang berkaitan dengan pasar saham. Beberapa orang
menentang bahwa pasar saham tidak akan terpengaruh oleh teknik akuntansi,
valuation dari aset dan liabilitas bukan masalah yang nyata dan pasar dengan semi-
strong form relatifnya tetap efisien. Selanjutnya, agency theory memberikan
penjelasan dari berbagai teknik akuntansi. Teknik akuntansi dimana agents berupaya
untuk mengecilkan monitoring costs dengan penghematan biaya yang paling efektif.
Biaya paling rendah akan bervariasi antara perusahaan dan industri. Namun, untuk

18
keputusan dengan multiple choices, informasi akuntansi mungkin berguna. Dalam
hal ini, behavioural research belum sepenuhnya dipertimbangkan.

Lebih jauh lagi, orang yang berpendapat bahwa positive accounting research
dan kerangka konseptual merupakan konflik kadang mengabaikan banyaknya bukti
bahwa pasar modal tidak sepenuhnya efisien. Meskipun efisien, faktanya bahwa
pasar akan segera merespons informasi dalam laporan keuangan bukan berarti bahwa
informasi diproses secara efisien atau masyarakat tidak boleh membuat keputusan
investasi, peminjaman, pasokan atau pembelian yang salah. Jika kerangka
konseptual dapat menjamin orang akan mendapatkan informasi bermanfaat, maka
akan memberikan tujuan yang bermanfaat.

2.5.5 The Conceptual Framework as a Policy Document


Berdasarkan pengetahuan yang digeneralisasi, kerangka konseptual gagal
dalam beberapa tes ‘scientific’. Meskipun jika kita berpendapat bahwa realitas hanya
sebuah konstruksi sosial saja, tidak ada proses deductive yang melekat di dalam
kerangka untuk diterapkan dalam fenomena empiris untuk mengubah realitas agar
asumsi lebih disukai. Jika kerangka dalam praktik akuntansi sepenuhnya menjadi
model yang normatif, maka akan menimbulkan masalah karena praktik yang
diterima umum sebagian besar ditentukan dengan mengadopsi prosedur yang sudah
ada yang coba diakui keberadaannya oleh kerangka konseptual.

Alternatif untuk melihat kerangka konseptual sebagai model normatif yang


diturunkan secara ilmiah atau deduktif adalah dengan menganggapnya sebagai
policy models. Ijiri membedakan normative dan policy models. Dikatakan bahwa
normative model berdasarkan beberapa asumsi mengenai tujuan yang ingin dicapai,
tetapi peneliti tidak harus mengikuti tujuan yang diasumsikan. Jadi, meskipun
normative model mempunyai implikasi kebijakan. Ini berbeda dari policy judgement
yang melibatkan komitmen atas tujuan. Deskriptif maupun normatif merupakan
model yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Ini adalah perbedaan dari policy
statements berdasarkan penilaian dan opini. Ijiri mengatakan bahwa teori dan policy
bercampur dalam akuntansi, sedangkan perbedaan teori dan policy pada ilmu empiris

19
lainnya sudah jelas. Contohnya, kebijakan ekonomi diperlakukan cukup berbeda dari
teori ekonomi. Intinya, teori akuntansi selalu terikat pada kebijakan.

Kontroversi antara teori akuntansi sentris biasanya adalah ‘Bagaimana praktik


akuntansi seharusnya dilakukan?’ yang menjadi isu bagi accounting policy menurut
Ijiri. Jika menerima pemikiran Tinker, maka pendekatan positivist dan deskriptif
hanya upaya untuk melegitimasi posisi ideologis pada tingkat teoritis. Pendekatan
yang lebih realistis mungkin adalah menolak kerangka konseptual sebagai tubuh
teori yang dihasilkan secara ilmiah dan melihatnya sebagai pernyataan kebijakan
yang didasarkan ada penilaian nilai dan pendapat. Pendekatan ini juga memiliki
implikasi terkait pertanyaan ‘Apakah kerangka konseptual sebagian besar
mencerminkan nilai profesional?’.

Perbedaan teori dan kebijakan sangat penting. kebijakan umumnya diselesaikan


melalui cara-cara politik, yang dapat menjadi kunci ketika kita menilai kerangka
konseptual dalam hal ‘Bagaimana mereka memahami realitas dan proses politik?’.
Kekuasaan politik dapat didefinisikan sebagai “kemampuan individu atau kelompok
untuk memaksakan pandangan mereka tentang realitas kepada individu atau
kelompok lain”. Akuntansi tidak beroperasi dalam dunia sosial, ekonomi, atau
politik, sehingga mungkin saja kerangka konseptual yang dihasilkan mencerminkan
kehendak kelompok yang dominan atau mungkin sebuah konsensus antara berbagai
pengaruh politik yang bersaing dan konflik. Pandangan ini sejalan dengan
pendekatan "konstitusional" Buckley terhadap model kebijakan, yang menurutnya
prinsip-prinsipnya berasal dari aksioma. Prinsip-prinsip seperti kontinuitas,
objektivitas, konsistensi, materialitas, dan konservatisme dianggap sebagai hal yang
jelas. Kerangka konseptual tampaknya memperkuat pendekatan konstitusional ini,
sebagian besar mendukung prinsip-prinsip yang sudah ada. FASB bahkan
mendefinisikan kerangka konseptual sebagai "konstitusi", serta "sistem yang
konsisten dari tujuan dan prinsip yang saling terkait".

Pendekatan konstitusional sesuai dengan klaim Bunge bahwa orang sering


menganggap memiliki pengetahuan insting yang tidak tergantung pada pengalaman
yang terkontrol:
20
Mereka membiarkan sains mengurus tugas membosankan untuk menemukan
detail-detail pengetahuan ini, tetapi mereka yakin, tanpa bukti, bahwa intinya dapat
ditemukan melalui intuisi khusus atau hanya dengan menggunakan akal sehat
(rasionalisme), tanpa perlu berpikir ekstensif atau melakukan eksperimen.

Pendekatan konstitusional juga sesuai dengan ide bahwa akuntansi seringkali


bergantung pada dasar-dasar yang dianggap jelas atau sebagai dogma untuk
menetapkan kriteria kebenaran. Dalam konteks kerangka konseptual, kebenaran bisa
saja hanya mencakup gagasan-gagasan yang tertuang dalam aturan dan doktrin
akuntansi. Dengan kata lain, sejalan dengan pendekatan sejarah-konstitusional,
kerangka konseptual pada dasarnya hanya meneruskan aturan-aturan akuntansi yang
tak pernah dipertanyakan. Pendekatan ini tercermin dalam pernyataan Chambers:

"... yang kita anggap sebagai dasar adalah sekumpulan pernyataan yang lebih atau
kurang ditetapkan secara sewenang-wenang, atau yang merupakan dogma yang
jelas. Tidak ada seperangkat ide atau pengetahuan yang bisa kita gunakan sebagai
acuan untuk menilai apakah pernyataan-pernyataan ini lebih baik daripada yang lain,
kita hanya harus menerimanya."

Dalam membela pendekatan FASB dalam membangun kerangka konseptual,


ketuanya saat itu, Kirk, mengklaim bahwa pandangan yang berstandar dapat
ditetapkan melalui konsensus adalah bagian dari keyakinan bahwa standar adalah
konvensi yang dibentuk melalui kesepakatan. Dia mendorong gagasan bahwa
pendekatan konseptual adalah yang terbaik untuk kepentingan publik, karena
bersifat konseptual. Sementara penetapan standar melalui konsensus, kompromi,
atau akibatnya tidak melayani kepentingan publik, karena bersifat politis. Namun,
ini menjadi masalah karena kepentingan publik diwakili oleh pengguna yang
memiliki kebutuhan yang berbeda. Pernyataan Kirk terpengaruh oleh hasil survei
penelitian yang dikutip. Survei tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden dari perguruan tinggi, pemerintah, media keuangan, dan perusahaan
akuntansi besar menginginkan kerangka kerja yang akan menghasilkan perubahan
signifikan dalam pelaporan keuangan. Di sisi lain, sebagian besar manajer

21
perusahaan dan pejabat industri sekuritas lebih suka kerangka kerja yang
mempertahankan status quo.

Fakta bahwa kerangka konseptual FASB sering menggambarkan praktik yang


sudah ada cenderung menunjukkan bahwa dalam pengembangan kerangka kerja
tersebut, proses politik lebih dominan. Miller menyatakan bahwa FASB dan
kerangka konsepnya akan tetap relevan hanya jika mereka tetap menggambarkan
kepentingan pemangku kepentingan pasar modal. Dia menolak klaim Kirk yang
menyatakan bahwa FASB berhasil menghindari pengembangan kerangka
konseptual berdasarkan konsensus, dengan mengatakan bahwa standar akuntansi
muncul dari serangkaian proses politik yang menciptakan inkonsistensi selama
pencarian konsensus berlangsung.

Sifat politik dalam akuntansi dan bagaimana hal ini tercermin dalam proyek-
proyek kerangka konseptual telah ditekankan dalam literatur akuntansi. Sebagai
contoh, Burchell dan rekan-rekannya menyatakan:

"... peran-peran yang dilakukan oleh akuntansi keuangan mulai diakui sebagai
dipengaruhi oleh tekanan yang menciptakan inovasi dan perubahan dalam akuntansi,
daripada oleh esensi misi akuntansi itu sendiri."

Jika kita menerima bahwa kerangka konseptual akan berkembang menjadi


deskripsi praktik akuntansi saat ini, maka itu juga akan menjadi hasil dari proses
institusional dan sosial semata. Inilah alasan mengapa Hines percaya bahwa
kerangka konseptual FASB, dan secara implisit, proyek bersama IASB/FASB saat
ini, akan gagal. Tujuan yang dinyatakan adalah kejujuran dan realisme. Keberhasilan
profesi akuntansi dinilai berdasarkan tujuan ini. Solusi untuk kontroversi akuntansi
akan selalu ditentukan oleh interaksi sosial dan akan sangat bergantung pada situasi
khusus.

2.5.6 Professional Values and Self-Preservation


Penjelasan tentang kerangka konseptual dalam konteks pemeliharaan diri dan
nilai-nilai profesional pada awalnya mungkin terlihat seperti pertentangan dalam
istilah. 'Pemeliharaan diri' mengimplikasikan pengejaran kepentingan diri,
22
sedangkan 'nilai-nilai profesional' mengacu pada idealisme dan altruisme. Namun,
'nilai-nilai profesional' dapat memiliki beberapa makna. Greenwood menunjukkan
bahwa organisasi profesional muncul sebagai ekspresi dari kesadaran tumbuh
bersama yang dimiliki oleh anggota profesi tersebut. Mereka mempromosikan
kepentingan dan tujuan kelompok. Hasil dari interaksi sosial ini adalah budaya
profesional dengan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai sosial dari kelompok profesional
membentuk fondasi dasar: premis-premis yang tak pernah dipertanyakan di mana
eksistensinya bergantung. Diantara nilai-nilai ini, yang terdepan adalah nilai yang
dirasakan dari layanan yang diberikan oleh kelompok profesional kepada
masyarakat, bersama dengan rasa tanggung jawab yang kuat kepada masyarakat.

Gerboth berpendapat bahwa rasa tanggung jawab pribadi, yang merupakan inti
dari profesionalisme, adalah apa yang membuat keputusan akuntan menjadi objektif.
Kunci dari objektivitas terletak pada nilai-nilai mereka yang praktik akuntansi.
Akuntansi harus mengambil arahnya bukan dari konsep-konsepnya atau dari struktur
intelektualnya, tetapi dari perilaku profesionalnya. Gerboth berargumen:

Dengan keharusan, akuntan membuat banyak penilaian. Dan ketika mereka


melakukannya, keputusan mereka bisa berbeda dari yang akan diambil oleh akuntan
lain. Tetapi hal itu tidak membuat keputusan menjadi sewenang-wenang. Kebebasan
akuntan untuk memutuskan bukanlah kebebasan untuk memutuskan sesuai
keinginan mereka. Tanggung jawab pribadi mereka terhadap keputusan memaksa
mereka untuk melakukan pencarian sungguh-sungguh demi mendapatkan
pendekatan terbaik yang dapat diperoleh terhadap kebenaran akuntansi, dan
tanggung jawab ini tidak memberikan ruang bagi sewenang-wenang.

Sebelumnya telah disebutkan dalam bab ini bahwa kerangka konseptual tidak
beroperasi dalam dunia sosial. Ketika urusan manusia yang kompleks terlibat, tidak
mungkin mengembangkan kerangka kerja komprehensif yang bersifat preskriptif
dan model keputusan. Sebagai contoh, Agrawal, merujuk pada kerangka kerja
Amerika Serikat, mengemukakan serangkaian isu mulai dari perbandingan hingga
efisiensi biaya yang tidak dapat diselesaikan dengan merujuk pada kerangka kerja.
Hal ini hanya dapat diputuskan melalui penilaian yang akan menjadi subjektif.
23
Penilaian juga sebagian besar didasarkan pada nilai-nilai profesional. Greenwood
mengacu pada ini sebagai nilai rasionalitas di mana terdapat komitmen terhadap
objektivitas dalam ranah teori dan teknik. Lebih kontroversial, ia mengklaim bahwa,
karena orientasi ini, tidak ada sesuatu yang bersifat teoritis atau teknis yang dianggap
sebagai suci dan tidak bisa dipertanyakan hanya karena memiliki sejarah penerimaan
dan penggunaan.

Ketidakmungkinan mencapai kesepakatan mengenai standar akuntansi


normatif, dan dengan demikian kerangka kerja yang bersifat preskriptif, didukung
oleh Demski. Demski menawarkan bukti matematis bahwa, secara umum, tidak ada
seperangkat standar yang akan mengidentifikasi alternatif akuntansi yang paling
disukai tanpa secara khusus memasukkan keyakinan dan preferensi individu.
Keyakinan dan preferensi tersebut mungkin merupakan campuran dari nilai-nilai
pribadi dan profesional. Oleh karena itu, Bromwich percaya bahwa pendekatan
terbaik dalam menetapkan standar akuntansi adalah dengan menerbitkan
serangkaian standar "parsial" yang mempertimbangkan masalah-masalah akuntansi
secara terpisah (mirip dengan praktik saat ini sebelum proyek kerangka konseptual).
Dengan pendekatan standar parsial yang sempit, konsensus mungkin lebih mudah
diperoleh di antara pengguna akuntansi, dan sumber daya terbatas dapat diarahkan
dan didekonsentrasikan.

Sebuah aliran standar yang berkelanjutan memberikan bukti yang lebih eksplisit
tentang aktivitas untuk mengurangi tekanan pada profesi akuntansi untuk reformasi
segera. Aspek-aspek yang kurang idealistik dari nilai-nilai profesional adalah konsep
otoritas profesional dan monopoli.

Oleh karena itu, gagasan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan
pelayanan, kelompok profesional dianggap lebih bijaksana daripada orang awam,
dianggap sebagai suatu kebenaran yang tak terbantahkan.

Konsep ini sesuai dengan pendekatan konstitusional yang diusulkan oleh


Buckley. Ini diperluas dengan ide bahwa penetapan standar terkait dengan upaya
pencarian monopoli oleh profesi ini. Cara mencapainya adalah dengan

24
mengeluarkan standar dan konsep yang semakin rumit. Akibatnya, masyarakat
umum tidak memahami prinsip-prinsip akuntansi yang rumit, dan oleh karena itu,
mereka semakin bergantung pada akuntan dan auditor untuk menyusun dan
menjelaskan laporan keuangan. Ini mendukung peningkatan ekonomi profesi dengan
memastikan eksistensi dan dominasi monopoli atas pengetahuan profesional.
Namun, pendekatan ini mungkin tidak selaras dengan tujuan kerangka konseptual
yang menyatakan bahwa informasi harus dihasilkan secara objektif, relevan, dan
dapat diandalkan untuk memberikan pelayanan kepada pengguna.

Hines berpendapat bahwa bagaimana masyarakat menilai legitimasi profesi


akuntansi akan bergantung pada sejauh mana pengetahuan dasar profesi ini dapat
dipertahankan secara teoritis. Ini mengarah pada kebutuhan akan sebuah kerangka
konseptual:

Melihat proyek-proyek kerangka konseptual sebagai upaya strategis untuk


membantu dalam membangun tampilan yang terlihat dari basis pengetahuan yang
koheren dan beragam untuk standar akuntansi, yang pada gilirannya melegitimasi
standar dan kekuasaan, otoritas, dan pengaturan diri dari profesi akuntansi. Hal ini
mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa proyek-proyek kerangka
konseptual terus dilakukan oleh profesi ini.

Hines melanjutkan argumennya, bahwa jika praktik akuntansi dilihat oleh


masyarakat sebagai sekadar kumpulan metode yang tidak terkait secara acak, maka
legitimasi sosial profesi akan terlihat buruk. Kegagalan dalam upaya untuk
membangun kerangka konseptual bukanlah hal yang penting. Adanya badan
penyusunan standar yang terdiri dari anggota yang terampil dalam teori dan praktik
akuntansi, bersama dengan sebuah kerangka konseptual, menunjukkan adanya inti
teoritis yang koheren yang mendasari praktik ini. Hal ini memberikan legitimasi
berkelanjutan bagi profesi akuntansi.

2.6 Conceptual Framework for Auditing Standard


Mautz dan Sharaf pada dasarnya melihat audit bukan sebagai subdivisi akuntansi, tetapi
sebagai disiplin berdasarkan logika. Karya Mautz dan Sharaf ini kemudian dikembangkan

25
lebih lanjut pada awal tahun 1970-an oleh Pernyataan Konsep Dasar Audit (ASOBAC),
yang dikeluarkan oleh American Accounting Association. ASOBAC sangat fokus pada
proses pengumpulan dan evaluasi bukti, yang juga salah satu konsep fundamental yang
diidentifikasi oleh Mautz dan Sharaf. Fokus perdebatan teoritis dalam audit selama tahun
1980-an adalah peran struktur dan kuantifikasi dalam proses pengumpulan dan evaluasi
bukti.

Knecsel menggambarkan ini sebagai periode pertumbuhan pesat dalam praktik audit,
ekspansi pool personel profesional, perbaikan dalam teknologi, dan kebutuhan yang
dirasakan untuk mengurangi biaya dalam proses audit. knechel berpendapat bahwa pada
tahun 1990-an, tradisi audit dan upaya profesi untuk memformalisasi proses audit mulai
menghadapi perlawanan dari kekuatan lain. Mulai ada kurangnya penekanan pada
pengujian langsung transaksi dan saldo dan lebih banyak mengandalkan pengujian sistem
kontrol klien sebagai cara untuk mengumpulkan bukti tentang laporan keuangan yang
dihasilkan oleh sistem-sistem tersebut. Ini melibatkan pengurangan waktu yang diberikan
untuk audit dan pengurangan pengujian substantif dan ukuran sampel. Proses ini dikenal
sebagai audit risiko bisnis.Audit risiko bisnis adalah bentuk audit yang
mempertimbangkan risiko klien sebagai bagian dari proses bukti audit.

Sistem kontrol tidak akan mencegah atau mendeteksi kesalahan tersebut, dan risiko
bahwa prosedur auditor tidak akan mendeteksi kesalahan tersebut. Fokus pada risiko audit
bukanlah hal yang baru; bahkan pada tahun 1940-an, auditor diinstruksikan untuk memulai
audit mereka dengan penyelidikan menyeluruh terhadap sistem klien dan
mempertimbangkan perlindungannya terhadap penipuan dan kesalahan.Knechel
berpendapat bahwa persepsi profesi tentang risiko mulai mengalami perubahan drastis
dengan rilis laporan tahun 1992 'Internal Control - Integrated Framework' oleh Komite
Organisasi Sponsor (COSO). Auditor menjadi lebih sadar akan hubungan antara kontrol
internal dan pelaksanaan audit. Klien dengan kontrol internal yang lebih efektif dianggap
memiliki risiko penipuan dan kesalahan yang lebih rendah, dan ini memberikan
kesempatan untuk membenarkan pengurangan sumber daya, biaya, dan 'biaya audit' untuk
klien-klien ini.

26
Audit risiko bisnis menekankan ancaman terhadap model bisnis klien dari kompleksitas
dalam lingkungan bisnisnya, dan risiko bisnis dianggap mendorong risiko audit.
Perubahan konseptual kunci yang dibawa oleh audit risiko bisnis bagi auditor adalah
keharusan untuk memikirkan hubungan sebab-akibat dari model bisnis dan operasi klien
ke akun keuangan, daripada memikirkan kesalahan akuntansi terlebih dahulu. Untuk
mempertimbangkan risiko terhadap cadangan kerugian pinjaman bank dan penilaian
kelangsungan usaha, selain fokus pada penilaian penilaian aset dan kewajiban tertentu.
Audit risiko bisnis mengharuskan audit untuk melebarkan horisontasnya di luar batasan
ketat akuntansi tradisional dan mencakup pemilik proses kunci di luar organisasi.

Namun, meskipun pendekatan baru ini seharusnya menekankan proses perencanaan


dan pemahaman bisnis, ada beberapa bukti bahwa auditor enggan melakukannya, dan
manfaat efisiensi yang dijanjikan muncul dengan lambat. Beberapa komentator lain
mengusulkan bahwa audit risiko bisnis sebenarnya tidak begitu revolusioner. Auditor
besar sudah memiliki fokus pada risiko bisnis, meskipun mungkin tidak selalu dijelaskan
dengan jelas hingga tahun 1990-an. Para kritik berpendapat bahwa tidak hanya audit risiko
bisnis digunakan untuk membenarkan dorongan penjualan layanan konsultasi; pada
akhirnya, hal ini menyebabkan skandal akuntansi di Enron dan tempat lainnya. Kritik ini
mengimplikasikan bahwa auditor salah menggunakan metodologi audit risiko bisnis untuk
membenarkan perilaku oportunis. Knechel mengusulkan bahwa masa depan audit risiko
bisnis dapat dibatasi, tetapi fokus pada pengendalian internal klien dalam legislasi AS
masih memberikan fokus yang jelas bagi auditor untuk mempertimbangkan risiko dalam
proses dan lingkungan klien sebagai bagian dari audit laporan keuangan.

27

Anda mungkin juga menyukai