Dosen Pengampu:
Drs. Sudarno, M.Si., Ak, CA, CSRS, CSRA
Disusun Oleh:
Lita Putri Susanti (190810301039)
Erwin Fariza R. (190810301040)
Dewi Syarifatuz Zakiyah (190810301041)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “ A
Conceptual Framework“. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber
dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
A conceptual framework merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam sebuah
standar Akuntansi. Dimana kerangka itu sendiri terdiri dari beberapa bagian yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Dimana ini memiliki komposisi yang berbeda antar levelnya.
Kerangka ini sendiri memiliki tujuan yang sangat jelas.
Membiarkan suatu entitas untuk memilih metode akuntansi yang akan mereka gunakan
sendiri dalam batas-batas prinsip akuntansi yang berlaku umum sangat diinginkan oleh
beberapa entitas. Inkonsistensi dalam praktik telah dilihat sebagai suatu masalah yang harus
diselesaikan.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana komposisi suatu kerangka konseptual ?
b. Tujuan apa saja yang dapat dicapai melalui kerangka konseptual ?
c. Infromasi apa yang akan tersedia melalui kerangka konseptual ?
Tujuan
a. Mengetahui bagaimana komposisi dari suatu kerangka konseptual
b. Mengerti tujuan yang akan dicapai melalui suatu kerangka konseptual
c. Mengetahui informasi secara akurat dengan menggunakan kerangka konseptual
BAB II
PEMBAHASAN
Kerangka konseptual akuntansi adalah teori akuntansi yang terstruktur. Berikut merupakan
komposisi kerangka konseptual akuntansi:
1. Level I (Tingkat Teoritis Tertinggi): menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan
keuangan
2. LevelI(Konseptual Fundamental): mengidentifikasi dan mendefinisikan karakteristik
kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan, comparabilty, ketepatan
waktu dan dimengerti) dan elemen dasar dari laporan akuntansi (seperti aktiva,
kewajiban, ekuitas, pendapatan,biaya, dan keuntungan)
3. Level III (Operasional): berhubungan dengan prinsip dan aturan pengakuan dan
pengukuran unsur-unsur dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam
laporan keuangan.
“Sebuah sistem yang koheren dari tujuan yang saling berkaitan dan fundamental yang
diharapkan mengarah pada standar yang konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi dan
batas-batas akuntansi dan pelaporan keuangan.”
Kata-kata seperti “sistem yang koheren” dan “konsisten” menunjukkan bahwa FASB
mendukung sebuah kerangka yang teoritis dan tidak sewenang-wenang, dan kata “mengatur”
mengarah pada pendekatan normatif.
Meskipun benar bahwa profesi akuntan telah bertahan sejauh ini tanpa dibentuknya
sebuah teori yang resmi, dan mungkin bisa terus bertahan, banyak masalah timbul karena
kurangnya teori secara umum.
Membiarkan entitas untuk memilih metode akuntansi mereka sendiri dalam batas-batas
prinsip akuntansi yang berlaku umum diinginkan oleh beberapa entitas. Inkonsistensi dalam
praktik telah dilihat sebagai masalah.
Gellein, mantan anggota baik dalam APB dan FASB, berkomentar bahwa karena
kurangnya kerangka konseptual, Gresham’s law kadang-kadang mengambil alih: Praktik-
praktik buruk lebih sering dijumpai daripada praktik yang baik.
Tujuan dasar laporan keuangan eksternal adalah memberikan informasi yang berguna
kepada investor maupun calon investor dan kreditor dan pengguna lainnya dalam membuat
investasi yang rasional, kredit, dan keputusan serupa. Tujuan ini dianggap mudah didapatkan
dengan melaporkan informasi yang:
1. Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi
2. Berguna dalam menilai prospek arus kas
3. Memuat tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan
perubahan didalamnya
Dalam rangka memberikan informasi keuangan yang berguna, akuntan harus memilih
informasi mana yang akan digunakan. Oleh karena itu sangatlah perlu bagi seorang akuntan
untuk mengembangkan kualitas dalam membuat informasi yang berguna.
FASB menerbitkan tujuh laporan konsep yang mencakup topik-topik berikut:
1. Tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit
2. Karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang berguna
3. Elemen laporan keuangan
4. Kriteria pengakuan dan pengukuran unsur-unsur
5. Penggunaan arus kas dan informasi nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi
Sedangkan Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC) menyatakan bahwa
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan seharusnya:
1. Mendefinisikan tujuan laporan keuangan
2. Mengidentifikasi karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna
3. Mendefinisikan elemen dasar laporan keuangan dan konsep dasar pengakuan
danpengukuran dalam laporan keuangan.
Kerangka kerja ini mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan dalam
laporan keuangan (misalnya, biaya historis, biaya saat ini, nilai realisasi bersih, dan nilai
sekarang) tetapi tidak termasuk prinsip pemilihan dasar pengukuran.
IASB, paragraf 10, mensyaratkan bahwa dalam ketiadaan standar IASB atau penafsiran
yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, manajemen
harus menggunakan penilaian dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan
akuntansi yang menghasilkan informasi yang:
Semakin besar penekanan pada kerangka konseptual, prinsip-prinsip dan tujuan muncul
dari peristiwa baru-baru di Amerika Serikat. Sarbanes-Oxley Act memperkenalkan banyak
perubahan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan audit. Ini adalah pelaporan
pelaporan keuangan juga pendekatan perubahan untuk penetapan standar. Salah satu alasan
adanya dominasi peraturan dalam standar di Amerika Serikat adalah bahwa staf SEC meminta
aturan dari FASB untuk digunakan dalam menangani standar akuntansi. Namun, interpretasi
standar akuntansi memerlukan keterampilan dan penilaian yang mungkin berbeda antara yang
satu dan yang lain, sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda.
Informasi untuk Pengambilan Keputusan dan Pendekatan Teori Keputusan
Informasi akuntansi pada awalnya lebih banyak ditujukan sebagai
pertanggungjawaban kepada pemilik perusahaan. Informasi akuntansi ini disusun pada akhir
masa kepengurusan atau periode tertentu. Seiring dengan perkembangan perusahaan, manajer
tidak lagi hanya bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan tetapi juga kepada para
pemilik saham atau pemilik modal.
Para pemilik modal ini ingin memahami apa yang telah dilakukan oleh manajer atas
sumber daya yang mereka percayakan sebelumnya. Pemilik modal menggunakan informasi
akuntansi tersebut untuk pengembangan dari manajemen perusahaan. Fungsi Informasi
akuntansi sebagai media pengawasan manajemen kemudian mulai beralih ke fungsi
pengambilan keputusan pada tahun 1960.
Penekanan fungsi pengambilan keputusan terjadi karena adanya perkembangan teori
keputusan (teori keputusan). Pergeseran ini menjadikan informasi akuntansi berkembang
lebih luas baik dalam cakupan penggunanya, informasi yang dikandungnya, serta kegunaan
dari informasi akuntansi. Penekanan pada pengambilan keputusan juga berimplikasi pada
nilai penggunaan saat ini dibandingkan dengan biaya historis. Nilai saat ini dianggap
memiliki beberapa kelebihan untuk memprediksi masa depan dan dalam pengambilan
keputusan. Nilai saat ini merupakan nilai yang paling relevan untuk pengambilan keputusan
karena masa kini adalah masa yang paling dekat dengan masa depan dan masih dapat dihargai.
Pendekatan teori dalam akuntansi berguna untuk menguji apakah akuntansi telah mencapai
tujuannya. Teori ini berperan sebagai standar untuk menilai praktik akuntansi yang terjadi
serta menjadi cetak biru dalam berbagai sistem penyusunan praktik akuntansi individu. Jika
sistem individu menyediakan informasi yang berguna, teori yang menjadi dasar dari sistem
tersebut dapat dianggap efektif dan valid.
Perkembangan Internasional: Kerangka Konseptual IASB dan FASB
Dimana pada Oktober 2004, FASB dan IASB mengenalkan sebuah proyek
pengembangan dan perbaikan atas kerangka kerja konseptual yang berlaku pada saat itu.
Penyempurnaan kerangka kerja ini sangat berguna dalam pengembangan standar berdasarkan
prinsip-prinsip akuntansi, konsisten secara internal, dan terkonversi secara internasional.
Perubahan-perubahan yang terjadi terkait hal ini adalah:
1. Fokus pada perubahan lingkungan yang terjadi sejak penerbitan kerangka kerja serta
penghapusan kerangka kerja awal guna pengembangan dan konvergensi kerangka
kerja yang ada secara efektif dan efisien.
2. Memberikan prioritas untuk menangani isu-isu yang terjadi di setiap tahapan yang
kemungkinan akan memberikan manfaat dewan dalam jangka pendek, isu-isu tersebut
adalah isu-isu yang mempengaruhi sejumlah proyek terkait standar baru atau yang
direvisi. Pekerjaan pada setiap tahapan akan dilaksanakan secara simultan dan
berharap memperoleh keuntungan dari pekerjaan yang sedang berjalan terhadap
proyek-proyek lainnya.
3. Sebagai awal dari pertimbangan konsep yang dapat diterapkan terhadap entitas bisnis
sektor swasta. Dewan kemudian secara bersama-sama Mempertimbangkan konsep
yang dapat diterapkan tersebut kepada organisasi swasta non-profit. Proyek ini akan
didukung oleh perwakilan dewan penyusunan standar pemerintah.
Dewan proyek kerja sama dalam delapan tahapan. Masing-masing dari tujuh tahapan
awal akan membahas dan meliputi perencanaan, riset, pertimbangan anggota dewan,
tanggapan masyarakat, serta pertimbangan atas aspek utama dalam kerangka kerja.
Perspektif Kepemilikan Entitas
Sudut pandang entitas dan perseorangan akan merepresentasikan pendekatan yang
bebeda terhadap pelaporan keuangan. Banyak kalangan yang mengetahui bahwa dalam hal
pelaporan keuangan maka sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang dan bukan
sudut pandang. Sudut pandang yang digunakan merupakan hal yang penting karena akan
mempengaruhi pekerjaan pada tahapan penyusunan kerangka kerja konseptual, yaitu Entitas
Pelaporan. Pada tahapan ini, sudut pandang alternatif kembali didiskusikan demi memperoleh
keputusan terbaik.
Grup Pengguna Utama
Dewan FASB/IASB menyepakati bahwa pengguna utama laporan keuangan adalah
penyedia modal saat ini dan potensi di masa yang akan datang. Penyedia modal ini adalah
investor, peminjam dana (pemberi pinjaman), atau kreditur lainnya dari suatu perusahaan.
Namun perlu dicatat bahwa terdapat banyak sekali pengguna laporan keuangan dan usaha
penyederhanaan kelompok utama pengguna laporan utama akan menimbulkan masalah baru.
Penyederhanaan hubungan antara entitas dengan pengguna individu ini akan menghilangkan
karakter unik yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Hal lain yang menjadi perhatian
adalah dengan adanya fokus pada pengguna utama maka timbul kebutuhan untuk pihak lain,
yaitu yayasan (foundation) dan kelompok pengawas tata kelola perusahaan.
Decision Usefulness and Stewardship
Pelaporan keuangan memiliki kegunaan yang beragam dalam pengambilan keputusan,
mulai dari penetapan alokasi sumber daya hingga keputusan untuk melindungi dan
meningkatkan investasinya. Pelaporan keuangan juga berguna dalam hal evaluasi
kepengurusan (stewardship). Beberapa pihak menganggap bahwa tujuan terkait kepengurusan
(pengurusan) tidak memperoleh perhatian yang sama jika dibandingkan dengan tujuan
pengambilan keputusan. Selain itu, muncul juga pandangan bahwa peran laporan keuangan
dalam menyediakan informasi yang mendukung pengguna (pengguna) untuk meramalkan
"arus kas masa depan" terlalu ditekankan atau berlebihan. Para ahli berpendapat bahwa
akuntabilitas dan tujuan pengelolaan yang terkait dengan evaluasi dan pemantauan kinerja
perusahaan di masa lalu sama pentingnya dengan kemampuan laporan keuangan sebagai
penyedia informasi dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, tujuan penatagunaan tidak
lagi boleh dikesampingkan dan tetapi harus disejajarkan dengan fungsi laporan keuangan
dalam pengambilan suatu keputusan.
Karakteristik Kualitatif
Kerangka IASB memiliki empat karakteristik yaitu dapat dipahami (dipahami), relevan
(relevansi), dapat diandalkan (reliabilitas), dan dapat dibandingkan (komparabilitas).
Rancangan paparan yang diajukan oleh dewan IASB mengusulkan bahwa karakteristik
kualitatif yang membuat informasi berguna adalah relevan, penyajian yang diharapkan, dapat
dibandingkan, dapat dibuktikan, tepat waktu, dan dapat dijangkau.
Dewan juga menyatakan bahwa hambatan dalam pelaporan keuangan yaitu materialitas
dan biaya. Karakteristik dibedakan menjadi karakteristik dasar seperti relevan dan waktu yang
ditunjukkan serta karakteristik tambahan seperti dapat dibandingkan, dapat dijelaskan, tepat,
dan dapat dijangkau. Semua pihak setuju dengan proposal yang diajukan dewan dalam
exposure draft yaitu bahwa relevan adalah karakteristik dasar yang terjadi atas usulan yang
disajikan sebagai dasar. Banyak pihak yang berpendapat bahwa reliabilitas lebih mendasar
dari setia dalam representasi.
Para ahli berpendapat kerangka kerja konseptual akuntansi harus mampu menjawab
ketidakjelasan yang ada dalam pengertian tersebut. Banyak pihak yang mengusulkan
perubahan kualitatif yang terdapat pada draft exposure. Banyak pihak yang menyarankan
pemahaman, kebenaran, kehati-hatian, serta sebuah substansi di atas bentuk, pandangan yang
benar dan adil, serta transparansi yang ditetapkan. Namun usulan-usulan tersebut, terutama
konsep kehati-Meskipun tidak termasuk dalam karakteristik kualitatif, konsep kehati-hatian
tersebut masih terus digunakan secara aktif oleh IASB.
Kritik yang dilontarkan oleh berbagai belah pihak mengenai kerangka konseptual
sangat memengaruhi perkembangannya. Pasalnya, adanya kritk-kritik tersebut membuat
perkembangan kerangka konseptual berjalan dengan lambat serta menjadi pemicu
diselenggarakannya proyek IASB/FASB. Analisis terhadap kritik kerangka konseptual
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pendekatan
profesional (professional approach). Adapun kritik terhadap kerangka konseptual sebagai
berikut:
Sirkularitas Penalaran
Terdapat salah satu tujuan dari kerangka konseptual yaitu memberikan panduan
atau dalam menjalankan praktik sehari-hari kepada akuntan. Jika kerangka konseptual
dilihat secara sederhana maka setidaknya akuntan harus mengikuti sebuah langkah
ilmiah yaitu dimana prinsip dan praktik diperoleh dari teori yang berlaku secara
umum. Akan tetapi, kerangka konseptual kadangkala tidak berlaku umum secara
penuh karena terjebak dalam lingkaran internal. Misalnya, dalam pernyataan FASB
No.2 yang sangat tergantung pada pencapaian kualitas seperti penyajian yang
meyakinkan, netralitas, dan dapat diverifikasi. Untuk mengatasi masalah sikularitas
penalaran, FASB telah mencoba mengajukan gagasan bahwa seseorang yang bekerja
di bidang akuntansi wajib memiliki pengetahuan yang sesuai dan mencukupi dalam
mengartikan sebuah laporan keuangan.
Riset Positif
Pada tahun 1961, Mautz dan Sharaf adalah tokoh yang pertama kali menyatakan
teori audit komprehensif umum. Dalam teks kontemporer, Miller menerangkan jika
Mautz dan Sharaf berupaya memberikan sebuah landasan yang bersifat teoretis untuk
disiplin ilmu yang pada saat ini hanya dianggap sebagai proses latihan praktis. Pada
dasarnya, Mautz dan Sharaf menilai auditing bukan sebagai subdivisi dari akuntansi,
melainkan sebagai disiplin ilmu yang berdasar pada logika. Hal ini membawa mereka
pada kesimpulan jika auditor tidak terbatas pada verifikasi informasi akuntansi. Di
samping itu, Mautz dan Sharaf juga mempertanyakan terkait dengan kompatibilitas audit
dan layanan konsultasi dan pemisahan yang direkomendasikan dari dua layanan ini guna
melindungi independensi auditor, dimana hal ini merupakan salah satu kunci dari konsep
teori audit mereka.
Selanjutnya, karya yang berasal dari pemikiran Mautz dan Sharaf dikembangkan
lebih lanjut pada awal tahun 1970-an oleh Statement of Basic Auditing Concepts
(ASOBAC), yang dikeluarkan oleh American Accounting Association. ASOBAC disini
terfokus pada proses pengumpulan dan evaluasi bukti, dimana merupakan konsep dasar
lainnya yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf. Selama tahun 1980an, fokus
perdebatan teoretis dalam audit yaitu peran struktur dan kuantifikasi dalam pengumpulan
bukti dan proses evaluasi. Knechel menggambarkan hal tersebut sebagai periode
pertumbuhan pesat dalam praktik audit, perluasan kumpulan personil yang profesional,
peningkatan dalam bidang teknologi, dan kebutuhan untuk mengurangi biaya dalam proses
audit. Semua ini berkontribusi pada gerakan menuju proses yang formal dan juga
terstruktur di kantor akuntan.
Akan tetapi, Knechel berpendapat bahwa pada tahun 1990an tradisi audit dan
upaya profesi untuk memformalkan proses audit mulai menghadapi tantangan yang
berasal dari kekuatan lain. Kekuatan ini termasuk tekanan dari klien pada auditor yang
bertujuan untuk mengurangi biaya audit dan memberikan nilai lebih. Knechel
mengusulkan bahwa salah satu interpretasi dari interaksi antara faktor-faktor ini yaitu
menyebabkan perubahan dalam metode audit tradisional. Mulai ada pengurangan
penekanan pada pengujian langsung atas transaksi dan saldo dan juga lebih banyak
mengandalkan pengujian pada sistem pengendalian klien sebagai sarana untuk
mengumpulkan bukti atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Proses
ini kemudian dikenal sebagai audit risiko bisnis.
Audit risiko bisnis merupakan bentuk audit yang mempertimbangkan risiko klien
sebagai bagian dari proses bukti audit. Formalisasi risiko audit terjadi sekitar tahun
1970an. Model dari risiko audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan risiko
opini audit yang tidak tepat sebagai fungsi dari risiko bawaan terjadinya kesalahan, risiko
bahwa sistem pengendalian klien tidak akan mencegah atau mendeteksi kesalahan
tersebut, dan risiko bahwa prosedur auditor akan gagal (tidak mendeteksi kesalahan).
Fokus pada risiko audit bukanlah hal yang baru, bahkan sekitar tahun 1940an, auditor
diperintahkan untuk memulai audit mereka dengan penyelidikan menyeluruh terhadap
sistem klien dan mempertimbangkan perlindungan terhadap adanya penipuan (fraud) dan
kesalahan. Namun, Knechel berpendapat bahwa persepsi profesi tentang risiko mulai
berubah secara dramatis dengan dirilisnya laporan tahun 1992 “Internal Control -
Integrated Framework” oleh Committee of Sponsoring Organizations (COSO). Auditor
menjadi lebih mengetahui hubungan antara pengendalian internal dan pelaksanaan audit.
Klien dengan pengendalian internal yang lebih efektif dinilai memiliki risiko fraud dan
kesalahan yang lebih rendah. Selain itu, kesenjangan dalam pengendalian internal klien
memberikan peluang untuk menjual jasa non-audit.
Audit risiko bisnis menekankan adanya ancaman terhadap model bisnis klien dari
kompleksitas dalam lingkungan bisnisnya, dan risiko bisnis mendukung risiko audit.
Perubahan konseptual utama yang dibawa oleh audit risiko bisnis ke auditor yaitu
persyaratan untuk memikirkan hubungan sebab akibat dari model bisnis dan operasi klien
ke akun keuangan, daripada memikirkan kesalahan akuntansi terlebih dahulu. Misalnya,
penurunan pasar keuangan global pada tahun 2007-2008 menyebabkan auditor
mempertimbangkan risiko terhadap provisi kerugian pinjaman bank dan penilaian
kelangsungan usaha, selain berfokus pada penilaian aset dan kewajiban tertentu.
Pengembangan model risiko bisnis terutama dilakukan di kantor akuntan yang
besar. Misalnya, metodologi audit KPMG selama periode 1997- 2006 telah diformalkan
sebagai 'Audit Sistem Strategis'. Namun, meskipun pendekatan baru seharusnya
menekankan proses perencanaan dan pemahaman bisnis, ada beberapa bukti bahwa
auditor enggan melakukan hal tersbut. Dengan demikian, manfaat atas efisiensi menjadi
terlambat untuk terwujudkan. Kritik lain menyarankan bahwa audit risiko bisnis tidak
benar-benar sangat revolusioner. Auditor sudah memiliki fokus pada risiko bisnis,
meskipun belum tentu dijelaskan dengan baik sampai tahun 1990an.
Kritikus berpendapat bahwa audit risiko bisnis tidak hanya digunakan untuk
menjual layanan konsultasi. Hal ini akhirnya menyebabkan terjadinya skandal akuntansi di
Enron dan di tempat lain. Kritik ini menyiratkan bahwa auditor menyalahgunakan
metodologi audit risiko bisnis untuk membenarkan perilaku oportunistik. Regulator telah
bertindak melalui Sarbanes-Oxley Act (2002) di AS dan revisi CLERP 9 pada Undang-
Undang Korporasi Australia untuk membatasi peluang bagi auditor untuk memberikan
layanan konsultasi kepada klien mereka, dan ada bukti peningkatan penekanan pada
deteksi penipuan di tahun 2000an. Knechel menyarankan bahwa masa depan audit risiko
bisnis dapat dibatasi, tetapi fokus pada audit pengendalian internal klien dalam Undang-
Undang AS masih memberikan fokus yang jelas bagi auditor untuk mempertimbangkan
risiko dalam proses dan lingkungan klien sebagai bagian dari audit laporan keuangan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam rangka memberikan informasi keuangan yang berguna, akuntan harus memilih
informasi mana yang akan digunakan. Oleh karena itu sangatlah perlu bagi seorang akuntan
untuk mengembangkan kualitas dalam membuat informasi yang berguna. Kerangka kerja
konseptual ini mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan dalam laporan keuangan
tetapi tidak termasuk prinsip pemilihan dasar pengukuran.
IASB memiliki tujuan untuk menghasilkan standar berbasis prinsip dan hal itu terlihat
pada kerangka konseptual sebagai pedoman. Namun, beberapa standar terakhir seperti IAS39
telah dikritik "terlalu berbasis aturan". Standar berbasis aturan memiliki beberapa keuntungan
yang menjelaskan popularitasnya, termasuk peningkatan komparabilitas dan adanya kepastian
atas auditor dan pembuat regulasi. Penekanan pada pengambilan keputusan berimplikasi pada
nilai penggunaan saat ini dibandingkan dengan biaya historis. Nilai saat ini dianggap memiliki
beberapa kelebihan untuk memprediksi masa depan dan dalam pengambilan keputusan.
Kerangka konseptual ini kerap dikritik oleh beberapa filsuf karena adanya perbedaan
pendapat, misalnya seperti menurut kerangka konseptual, laporan keuangan bersifat objektif
akan tetapi menurut pada filsuf, laporan keuangan tidak sepenuhnya objektif atau dengan kata
lain itu bersifat subjektif karena para akuntan bebas memilih untuk menggunakan metode apa
yang akan digunakan dalam laporan keuangan, sedangkan setiap metode tersebut akan
menghasilkan hasil yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Godfrey, Jayne. 2010. ACCOUNTING THEORY. 7th Edition. Australia: John Wiley & Sons.