Kerangka konseptual akuntansi adalah teori akuntansi yang terstruktur. Berikut merupakan
komposisi kerangka konseptual akuntansi:
1. Level I (Tingkat Teoritis Tertinggi): menyatakan ruang lingkup dan tujuan
pelaporan keuangan
2. Level II (Konseptual Fundamental): mengidentifikasi dan mendefinisikan karakteristik
kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan, comparability, ketepatan
waktu dan dimengerti) dan elemen dasar dari laporan akuntansi (seperti aktiva,
kewajiban, ekuitas, pendapatan, biaya, dan keuntungan)
3. Level III (Operasional): berhubungan dengan prinsip dan aturan pengakuan dan
pengukuran unsur-unsur dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam laporan
keuangan.
FASB telah mendefinisikan kerangka konseptual sebagai: Sebuah sistem yang koheren
dari tujuan yang saling berkaitan dan fundamental yang diharapkan mengarah pada
standar yang konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi dan batas-batas akuntansi dan
pelaporan keuangan. “Kata-kata seperti “sistem yang koheren” dan “konsisten”
menunjukkan bahwa FASB mendukung sebuah kerangka yang teoritis dan tidak
sewenang-wenang, dan kata “mengatur” mengarah pada pendekatan normatif.
Circularity of Reasoning
Salah satu tujuan dari kerangka kerja konseptual adalah memberikan panduan
kepada akuntan dalam menjalankan praktik akuntansi sehari-hari. Jika kerangka kerja
konseptual dilihat secara sederhana maka setidaknya akuntan harus mengikuti sebuah
langkah ilmiah yaitu prinsip dan praktik diperoleh dari teori yang berlaku secara umum.
Namun, ada kalanya kerangka kerja konseptual tidak berlaku umum secara penuh karena
terjebak dalam lingkaran internal. Ilustrasi yang bisa digunakan adalah standar
reliability dalam Pernyataan FASB No.2 yang sangat tergantung pada pencapaian
kualitas lainnya seperti penyajian yang meyakinkan, netralitas, dan dapat diverifikasi. Untuk
mengatasi masalah circularity of reasoning ini, FASB telah mencoba mengajukan gagasan
bahwa seseorang yang bekerja di bidang akuntansi wajib memiliki pengetahuan
yang sesuai dan mencukupi dalam mengartikan sebuah laporan keuangan.
An Unscientific Discipline
Pertanyaan mendasar yang masih menghantui ahli akuntansi adalah pertanyaan
apakah akuntansi adalah ilmu sains? Kerangka kerja konseptual akuntansi berusaha untuk
mengadopsi pendekatan ilmiah namun hal ini tidak serta merta menjadikan akuntansi sebagai
cabang ilmu sains karena akuntansi lebih tepat dideskripsikan sebagai seni. Ahli
akuntansi mempertimbangkan bahwa akuntansi lebih dekat dengan ilmu hukum
dibandingkan ilmu fisika karena akuntansi dan hukum berhubungan dengan berbagai macam
pengguna yang memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda pula.
Riset Positif
Sudah sering menjadi perdebatan bahwa fokus utama kerangka konseptual telah
mengabaikan temuan empiris dari riset akuntansi positif. Riset pasar mua-mula
menyatakan keragu-raguan atas kemampuan data akuntansi yang dipublikasikan dalam
memberi pengaruh pada pasar saham, dan juga keraguan atas pentingnya data
akuntansi dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam pasar saham. Selain itu, pasar
saham juga nampak tidak bisa dikelabui dengan teknik akuntansi yang kreatif
sekalipun. Lebih jauh lagi, teori agensi menyebabkan banyaknya variasi teknik-
teknik akuntansi yang berbeda. Teknik-teknik tersebut kemudian diseleksi oleh
manajer berdasarkan biaya terendah (prinsip efisiensi). Teknik akuntansi tersebut bervariasi
antar perusahaan dan industri. Oleh karena itu, dalam memilihnya, informasi akuntansi akan
sangat berguna. Di sinilah titik dimana riset belum sepenuhnya digunakan.
Lebih jauh lagi, perdebatan antara apakah riset akuntansi positif bertentangan dengan
kerangka konseptual terkadang mengabaikan bukti bahwa pasar modal tidak sepenuhnya
efisien. Bahkan sekalipun pasar efisien, tidak berarti bahwa pengambil keputusan telah
memproses informasi secara efisien. Jika kerangka konseptual mampu memastikan hal ini,
baru dapat dikatakan bahwa kerangka tersebut memberi peran.