Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM PROFESI NERS

Disusun Oleh :
ANGGIT SETIO NUGROHO, S.Kep
NIM. D002090

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


( PROGRAM TRANSFER )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI , 2020/2021
DAFTAR ISI
Halaman

COVER ........................................................................................................

LAPORAN PENDAHULUAN (WOC) DAN LAPORAN ASKEP 1 ........

LAPORAN PENDAHULUAN (WOC) DAN LAPORAN ASKEP 2 ........

LAPORAN TERAPI BERMAIAN .............................................................

LAPORAN DDST .......................................................................................


LAPORAN STASE ANAK
PROGRAM PROFESI NERS
DI RUANG ANGGREK 1 RSUD dr. SOESELO SLAWI

Disusun Oleh :
ANGGIT SETIO NUGROHO
NIM. D002090

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


( PROGRAM TRANSFER )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI , 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Cerebral Palsy

2.1.1 Definisi Cerebral Palsy

Cerebral palsy lebih tepat dikatakan suatu gejala yang kompleks daripada suatu
penyakit yang spesifik. (Kuban, 1994) Cerebral palsy merupakan kelainan motorik
yang banyak ditemukan pada anak-anak. William Little yang pertamakali
mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral
diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum. (Soetjiningsih,
1995). Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
menyebabkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif
sehingga mempengaruhi belajar mengajar.

Karakteristik klinik Cerebral palsy tidak spesifik, penjelasan tentang Cerebral


palsy menyangkut kerusakan fungsi motorik yang terjadi pada masa awal kanak–
kanak dan ditandai dengan perubahan sifat otot yang biasanya berupa spatisitas,
gerakan involunter, ataksia atau kombinasi. Walaupun pada umumnya yang terkena
adalah lengan dan tungkai, namun seringkali bagian tubuh yang lain juga terkena.
Keadaan ini disebabkan karena disfungsi otak dan tidak bersifat episodik atau
progresif. (Swaiman, 1998).

Beberapa definisi tentang penyebab pasti Cerebral palsy masih menimbulkan


kerancuan. Definisi yang ada saat ini masih sangat luas dan tidak mempertimbangkan
tingkat kecacatan yang ditimbulkan. Selain itu, masih belum adanya konsensus tentang
apakah seorang anak yang diketahui memiliki kelainan bawaan (contohnya penyakit
metabolik, neuronal migration defect) termasuk dalam kategori Cerebral palsyatau
tidak. (Swaiman, 1998).

Konsensus tentang definisi Cerebral palsy yang terbaru yaitu, Cerebral palsy
adalah suatu terminasi yang umum yang meliputi suatu kelompok kelainan yang
bersifat non-progresif, tetapi seringkali berubah dan menampakkan sindrom kelainan
gerakan sekunder, sebagai akibat kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat
diawal perkembangan sel–sel motorik. (Kuban, 1994; Soetjiningsih, 1995; Stanley,
2000).

Pada anak–anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi
dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau gerakan yang terjadi pada
beberapa minggu atau beberapa bulan pertama kelahiran, secara teratur akan
meningkat selama tahun pertama kehidupan.

Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik menjadi
berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya ia didiagnosa menderita
Cerebral palsy. (Kuban, 1994) Pada penelitian yang dilakukan oleh Collaborative
Perinatal Project menunjukkan bahwa hingga mereka berusia 7 tahun, hampir dua
pertiga dari anak–anak yang mengalami diplegia spastik dan setengah dari anak– anak
yang mengalami Cerebral palsy pada ulang tahun pertama mereka, tampak tumbuh
normal atau tidak menunjukkan tanda–tanda Cerebral palsy. Padahal dibalik itu semua,
secara relatif tanda–tanda motorik nonspesifik, seperti hipotonia, yang telah ada pada
minggu–minggu atau bulan–bulan pertama kehidupan, berkembang menjadi spastisitas
dan abnormalitas ekstrapiramidal, hingga mereka melalui usia satu atau dua tahun.
Anggapan bahwa myelinasi akson–akson dan pematangan neuron dalam ganglia
basalia, terjadi sebelum spastisitas, distonia dan athetosis, dapat dibuktikan.
Beberapa ahli menganjurkan bahwa diagnosis definitif Cerebral palsy sebaiknya
ditunda sampai anak berusia dua tahun. Jika dokter melakukan diagnosis sebelum akhir
tahun pertama, maka selanjutnya diagnosa ini harus diberitahukan pada keluarga
penderita sebagai suatu diagnosis yang bersifat sementara. (Kuban, 1994) Cerebral
palsy dapat diklasifikasikan berdasar keterlibatan alat gerak atau ekstremitas
(monoplegia, hemiplegia, diplegia dan quadriplegia), dan karakteristik disfungsi
neurologik (spastik, hipotonik, distonik, athetonik atau campuran).

2.1.2 Etiologi Cerebral Palsy

Suatu definisi mengatakan bahwa penyebab Cerebral Palsy berbeda–beda


tergantung pada suatu klasifikasi yang luas yang meliputi antara lain : terminologi
tentang anak–anak yang secara neurologik sakit sejak dilahirkan, anak–anak yang
dilahirkan kurang bulan dengan berat badan lahir rendah dan anak-anak yang berat
badan lahirnya sangat rendah, yang berisiko Cerebral Palsy dan terminologi tentang
anak–anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan mereka yang berisiko mengalami
Cerebral Palsy setelah masa kanak–kanak. (Swaiman, 1998). Cerebral Palsydapat
disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu
anak yang menderita kelainan ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar
disebabkan faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya kerusakan otak
secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal, perinatal dan postnatal.
1. Pranatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
kromosom (Soetjiningsih, 1995).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson, 1994).
c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher, 1993).
d. Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis.
e. Radiasi sewaktu masih dalam kandungan.
f. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,
kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).
g. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan
alkohol.
h. Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994).
i. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan
anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik,
retardasi mental atau sensory deficit). (Boosara,2004).
j. Toksemia gravidarum.

Dalam buku–buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan


gejala–gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria
dan Edema), yang kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK
(kejang–kejang/konvulsi dan koma). (Rustam, 1998) Patogenetik hubungan antara
toksemia pada kehamilan dengan kejadian CP masih belum jelas. Namun, hal ini
mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin.
(Gilroy, 1979).

a. Inkompatibilitas Rh.
b. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian pranatal pada
salah satu bayi kembar (Soetjiningsih, 1994).
c. Maternal thyroid disorder.
d. Siklus menstruasi yang panjang.
e. Maternal mental retardation.
f. Maternal seizure disorder (Boosara, 2004).

2. Perinatal
a. Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.
Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal initerdapat pada
keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo–servik, partus lama,
plasenta previa, infeksi plasenta, partusmenggunakan instrumen tertentu dan
lahir dengan seksio caesar.(Anonim. 2002).

b. Perdarahan otak akibat trauma lahir


Perdarahan dan anoksi dapat terjadi bersama–sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah, sehingga terjadi anoksia.
Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid akan menyebabkan
penyumbatan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
(Anonim, 2002)

1. Prematuritas
2. Berat badan lahir rendah
3. Postmaturitas
4. Primipara
5. Antenatal care
6. Hiperbilirubinemia
Bentuk Cerebral Palsy yang sering terjadi adalah athetosis, hal ini
disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada anak–anak yang lahir dengan
mengalami hiperbilirubinemia tanpa mendapatkan terapi yang diperlukan
untuk mencegah peningkatan konsentrasi unconjugatedbilirubin. Gejala–
gejala kernikterus yang terdapat pada bayi yang mengalami jaundice biasanya
tampak setelah hari kedua dan ketiga kelahiran. Anak menjadi lesu dan tidak
dapat menyusu dengan baik. Kadangkala juga terjadi demam dan tangisan
menjadi lemah. Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada mereka, dan
gerakan otot secara umum menjadi berkurang. Setelah beberapa minggu,
tonus meningkat dan anak tampak mengekstensikan punggung dengan
opisthotonus dan diikuti dengan ekstensi ektremitas. (Swaiman, 1998).

1. Status gizi ibu saat hamil


2. Bayi kembar (Soetjiningsih, 1995)
3. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah. (Soetjiningsih, 1995).
4. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.
(Soetjiningsih, 1995).

5. Kelahiran sungsang
6. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II
lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan
kala II sekitar 1,5 jam. Sedangkan pada multigravida, kala I : 7 jam dan
kala II : 1/5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan risiko
terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. (Wiknjosastro, 2002).

7. Partus dengan induksi / alat


8. Polyhidramnion (Boosara, 2004)
9. Perdarahan pada trimester ketiga
3. Postnatal

a. Anoksia otak : tenggelam, tercekik, post status epilepticus.


b. Trauma kepala : hematom subdural.
c. Infeksi : meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
(Anonim,2002), septicaemia, influenza, measles dan pneumonia. (Eve, et al.,
1982)
d. Luka parut pada otak pasca operasi (Anonim, 2002)
e. Racun : logam berat, CO (Soetjiningsih, 1995)
f. Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)

2.1.3 Klasifikasi Cerebral Palsy


Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy,
1979;Rosenbaum, 2003)

1. Spastik
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini
disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau
lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
c. Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya
menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi
tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya
menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah
satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas
bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai.
2. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada CP tipe
ini terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan
abnormalitas gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga
gerakan–gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi yang
abnormal.

3. Athetosis atau koreoathetosis


Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan
adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis
terbagi menjadi :
a. Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat
mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang
ditunjukkan oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan
sebelah proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang,
terutama pada leher dan kepala.

b. Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak
terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype.

c. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan
pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan
gerakan yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
d. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan
ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.

Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk


melakukan aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003)

a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan
pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa,
aktifitas kehidupan sehari–hari 100 % dapat dilakukan sendiri.
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace,
tripod atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai
pengontrol gaya berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari
dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau
mengesot, dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian
kejiwaan dan rasa keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu
bantuan, tetapi masih dapat bersekolah. Alat ambulasi yang tepat ialah kursi
roda.
d. Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan
hidup yang vital (makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat
berkomunikasi, tidak dapat ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan
tidak ada.

2.1.4 Patofisiologi Cerebral Palsy


Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran suci dan berat otak
rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh
yang disebabkan oleh cacad non progresive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu
presentasi cerebral palsy dapat diakibatkan dengan suatu dasar kelainan (struktural
otak: awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah melahirkan
dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin atau infeksi). Dalam beberapa
kasus manifestasi atau etiologi dapat berhubungan dengan daerah anatomi. Misal
cerebral palsy yang berhubungan dengan kelahiran prematur yang disebabkan oleh
infark hipoksia atau perdarahan dengan leukomalasia didaerah yang berdekatan dengan
ventrikel lateral dalam antetoid jenis cerebral palsy yang disebabkan oleh kenikterus
dan kelainan genetik metabolisme seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral
palsy sering dikaitkan dengan serangan sereberal vokal sekunder ke intra uterin atau
trombo emboli perinatal biasanya akibat trombosis ibu atau gangguan pembekuan
herediter (Wilson 2007)

2.1.4 Manifestasi Klinis Cerebral Palsy


Gejala Cerebral Palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi
beratnya penyakit. Seseorang dengan Cerebral Palsy dapat menampakan gejala
kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting,
masalah keseimbangan dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak
dapat mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Berikut gejala-
gejala lain dari cerebral palsy :

1. Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah.


2. Kurangnya koordinasi otot(ataksia)
3. Getaran atau gerakan tidak sadar
4. Gerakan lambat
5. Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti menyeret kakinya
saat merangkak
6. Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya berjalan jongkok
7. Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap makanan
8. Penundaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan bicara.

Gejala dapat berbeda pada setiap pemderita, dan dapat berubah pada seorang
penderita. Sebagian Cerebral Palsy sering juga menderita penyakit lain, termasuk
kejang atau gangguan mental.

Penderita Cerebral Palsy derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan
dan membutuhkan perawatan intensif dalam jangka panjang, sedangkan Cerebral Palsy
derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan
bantuan yang tidak khusus. Cerebral Palsy bukan penyakit menular atau bersifat
herediter. Hingga saat ini, Cerebral Palsy tidak dapat dipulihkan, walau penelitian
ilmiah berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode pencegahan.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Cerbral Palsy


a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
cerebral palsy ditegakkan.
b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya
suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal.
c. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak.
d. Foto rontgent kepala.
e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.
2.1.6 Penatalaksanaan Cerebral Plasy
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu
kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog,
psikiater, dokter mata, dokter THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi,
occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua
pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan
sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis
yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan latihan khusus
dapat bermanfaat dimulai sebelum anak mengembangkan kebisaan yang salah dan
pola otot yang salah. Pencegahan komplikasi dan membantu individu untk
menjalankan kehidupan sepenuhnya, hanya dibatasi oleh ggn otot dan ggn sensori
(Wilson 2007 ).
e. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya
dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi mental, dan seberapa
besarnya gangguan yang terjadi bergantung pada berat ringannya asfiksia yang
terjadi pada otak. Dewasa ini gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan
janin dirumah-rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini
bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat
diduga bila mengetahui keadaan pada saat perinatal (lihat penyebab). Selain itu
setelah diketahui dari patologi anatomi palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat
terlihat pada bulan-bulan pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa
mungkin dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah peranan
perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
a. Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko (baca
status bayi secera cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya). Jika
dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus
segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
b. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan
pada orang tua atau ibunya jika melihat sikap bayi yang tidak normal supaya
segera dibawa konsultasi kedokter.

2.1.7 Komplikasi Cerebral Palsy


a. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena
kelumpuhan hemiplegia.
c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami
kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
e. Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu kecerdasannya,
mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang
berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang
bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar.

2.2 Trigeminal Neuralgia


2.2.1 Definisi Trigemianal Neuralgia
Trigeminal neuralgia sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak
abad ke 16. Kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri sering
menimbulkan spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis
atau tic convulsive. Trigeminal neuralgia merupakan suatu kumpulan gejala yang
ditandai dengan serangan sakit yang hebat secara mendadak disertai spasme wajah
dalam waktu singkat. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002) Trigeminal neuralgia insidensi
kejadiannya berkisar 70 dari 100.000 populasi dan paling sering ditemukan pada orang
berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia. Insidensinya akan meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia. Jarang ditemukan pada usia muda. Pada usia muda lebih banyak
disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial ditemukan pada 4%
kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih
besar dibanding pria. (Bryce, 2004).

2.2.2 Etiologi Trigeminal Neuralgia

Di klasifikasikan sbg primer & sekunder


Primer : idiopati ( penyebab tidak spesifik).
Sekunder: (oleh kompresi pembuluh darah pada percabangan kecil arteri terjadi di
dekat .
Meskipun beberapa hipotesis telah dikemukakan, penyebab neuralgia trigeminal
belum dijelaskan secara penuh dalam literatur. Bagi sebagian besar pasien,
penyebabnya tidak diketahui. Penyebab dilaporkan yang paling umum dari akar saraf.
kompresi mekanik dari saraf trigeminal dapat terjadi sebagai saraf meninggalkan pons
dan melintasi ruang subarachnoid menuju gua Meckel. Paling umum, saraf dikompresi
oleh arteri utama, biasanya arteri cerebellar superior. Ketika rasa sakit dirasakan di
divisi kedua atau ketiga dari saraf trigeminal, temuan biasa adalah kompresi dari
bagian rostral dan anterior saraf oleh arteri cerebellar superior, jika sakit yang
dirasakan dalam distribusi divisi ophthalmic, yang biasa temuan adalah kompresi saraf
oleh anterior arteri cerebellar inferior. Selain itu, telah mendalilkan bahwa kompresi
saraf trigeminal oleh tumor dan pembuluh darah lainnya dapat menyebabkan
gangguan.

Tetapi tumor, pembuluh darah, dan malformasi arteri jarang terlibat dalam
kompresi. Juga, kerusakan selubung myelin dapat menyebabkan nyeri trigeminal. Jenis
kerusakan biasanya terjadi sehubungan dengan multiple sclerosis. Biasanya, sinyal
yang berbeda berbaur bersama-sama, dan dengan demikian, otak dapat menafsirkan
sensasi yang disebabkan oleh sentuhan ringan seperti nyeri. Karena plak demielinasi
temuan umum pada otopsi pasien dengan multiple sclerosis, bahkan orang-orang yang
tidak memiliki neuralgia trigeminal, pertanyaan yang telah diajukan, apakah kerusakan
selubung mielin merupakan penyebab atau insidental menemukan pada pasien dengan
neuralgia trigeminal dan beberapa sclerosis. kecelakaan traumatis, gigi tidak berhasil,
dan berbagai infeksi dapat merusak saraf trigeminal.

Ini adalah hipotesis bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh fokus abses dan
resorpsi tulang dengan iritasi saraf trigeminal di rahang atau mandibula. Virus
varicella, yang menyebabkan herpes zoster, kadang-kadang juga menyebabkan rasa
sakit di daerah trigeminal yang sangat sulit untuk mengobati.

2.2.3 Patofisiologi Trigeminal Neuralgia

Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem
persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi
etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami
pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya
saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya
tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau
neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian
kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun
penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti
saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal.
Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi,
mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan
menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien
sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada
daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.

Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral
membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel
sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques
pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.

Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa
lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang
mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan
karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa
nyeri hingga kurun waktu yang berbeda.

Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa
berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat
akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.

Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm


dalam kelompok "Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua
saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka
semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak
arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang
sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:

1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.

2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan


bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan
akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan
memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang
terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari
sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri
maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala
klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan
mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan
seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya
adalah adanya arteri "salah tempat" yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut.
Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa
mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa
faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang
menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan
diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm,
tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar,
keluhan akan hilang.

2.2.4 Manifestasi Klinik Trigeminal Neuralgia

Nyeri bervariasi, tergantung pada jenis Trigeminal Neuralgia, dan dapat berkisar
dari yang tiba-tiba, berat, dan menusuk ke lebih konstan, sakit, sensasi terbakar.
Berkedip intens nyeri dapat dipicu oleh getaran atau kontak dengan pipi (seperti saat
mencukur, mencuci muka, atau memakai makeup), menyikat gigi, makan, minum,
berbicara, atau sedang terkena angin. Rasa sakit dapat mempengaruhi area kecil dari
wajah atau mungkin menyebar. Serangan nyeri jarang terjadi pada malam hari, ketika
individu yang terkena sedang tidur.

Trigeminal Neuralgia dilambangkan dengan serangan yang berhenti untuk periode


waktu dan kemudian kembali, tapi kondisi dapat progresif. Serangan sering memburuk
dari waktu ke waktu, dengan periode bebas rasa sakit lebih sedikit dan lebih pendek
sebelum mereka kambuh. Akhirnya, interval bebas nyeri hilang dan obat untuk
mengontrol rasa sakit menjadi kurang efektif. Gangguan ini tidak fatal, tetapi dapat
melemahkan. Karena intensitas rasa sakit, beberapa individu mungkin menghindari
kegiatan sehari-hari atau kontak sosial karena mereka takut serangan yang akan datang.

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik Trigeminal Neuralgia

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan
radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten
kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat
digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari
kasus idiopatik.

Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal


pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun
perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ
(temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan
multiple sclerosis).

Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus


trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh
ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada
fossa posterior.

2.2.6 Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia

Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu


terapimedikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan
lini pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan
bedahhanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan

a. Terapi Farmakologi

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah


mengembangkan beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS 

( EuropeanFederation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia


trigeminaldengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin

( 600-1800mgsehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua


adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi
sehingga pasiendinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi
serangannya.Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology-
EuropeanFederation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa:
carbamazepinefektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen
danlamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat
terapiobat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin
danvalproat.

Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis


pemberian200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-
1800 mg/harisesuai dengan pedoman pengobatan.

Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauhlebih kuat dibandingkan


oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profilkeamanan yang lebih baik.
Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikanlamotrgine dengan dosis 400 mg/
hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid4 – 12 mg/hari. Selain itu ada juga
pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikanobat antiepilepsi yang
telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yangdisarankan untuk
menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin,topiramate,
levetiracetam, dan valproat.

Karbamazepine

Diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir 70%


memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari,
secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbulefek
samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara
bertahap.Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila
nyerimembandel, atau diubah ke oxykarbazepine.

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu

drowsiness, mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan


anorexia.

Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin


rash, gangguan darah seperti leukopenia atau

agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure ,


halusinasi dan gangguan fungsiseksual.

Oxykarbamazepin

Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimanamempunyai efek


samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dandapat meredakan nyeri
dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x300 mg yang secara bertahap
ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosismaksimumnya 2400-3000 mg
perhari. Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique
dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash , infeksi saluran
pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolitdarah. Seperti obat anti-
seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harussecara bertahap 2

Lamotrigine

Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf


danmenghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari
secara perlahan meningkat sampai dosis 200-400 mg/hari dibagi dua dosis. 

Efek samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-
10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat
jugaterjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam
ataulimfadenopati indikasi Stevens - Johnson sindrom yang
membutuhkan penghentian segera.

Phenitoin

Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifatanti
konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang darifokus
kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati
dalammengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan
kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti
dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.

Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgiadengan


dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping yangditimbulkannya
adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan jugamengantuk serta
kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan hypertrichosis

Baklofen

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapatdikombinasi


dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baruterdiagnosa
dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransikarbamazepine.. Dosis
untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg perhari.

Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminalneuralgia yang
berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen


adalahmengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh
dihentikansecara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi
atauserangan jantung.

Gabapentin

Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnyadengan
karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya3x300
mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan palingsering
adalah somnolen, ataksia, Fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian
secara cepat harus dihindari.

b. Terapi Pembedahan

Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang
tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan. Beberapa situasi yang
mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan yaitu:

1. Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan yang berarti
2. Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatandan gejala semakin memburuk
3. Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,terapi


gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan
blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengansuntikan
streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialahrhizotomi
melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikangliserol atau
kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel.
Terapi gammaknife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks
nervus trigeminus difossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi
sampai nervustrigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh
darah yangmenekan nervus trigeminus.
3.1 Asuhan Keperawatan Cerbral Palsy
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
menelan makanan (00002)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bergerak (00092)
3. Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot (ataksia) (00038)
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan diseksi arteri
(00201)
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan perawatan di
rumah (00126)
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat
(00051)
c. Intervensi

1. Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk menelan makanan (00002)

NOC

Domain : II- physiologic Health

Classes : K. Digestion & Nutrition

Outcomes : 1008 Nutritional status : food and fluid intake

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi kurang teratasi
dengan :

1. Asupan cairan IV
2. Asupan nutrisi parenteral
NIC

Domain : 1. Physiological: Basic

Classes : D. Nutrition Support

Interventions : 1030 Eating Disorders Management

Intervensi :

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
2. Monitor adanya penurunan berat badan dan gula darah
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Monitor intake dan output cairan
5. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
6. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah dan cavitas oral
2. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk bergerak (00092)

NOC

Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour

Classes : Q – Health Behavior

Outcomes : 1616Body Mechanics Performance

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien


bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :

1. Pasien mampu berdiri dengan benar


2. Pasien mampu menggunakan teknik mengangkat yang benar
3. Pasien mampu menjaga kekuatan otot
4. Pasien mampu mempertahankan fleksibilitas sendi
5. Pasien mampu menggunakan mekanika tubuh yang tepat
NIC

Domain : 3. Behavioral

Classes : O. Behaviour Therapy

Interventions : 4310 Activity Therapy

Intervensi :

1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan


tertentu
2. Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik, atau rekreasi dalam
perencanaan dan monitoring program kegiatan
3. Membantu pasien untuk memilih kegiatan dan tujuan prestasi bagi
kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4. Membantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi cacat di tingkat
aktivitas
5. Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi
6. Memberikan aktivitas motorik untuk meredakan ketegangan otot
7. Membantu pasien dan keluarga untuk memantau kemajuan sendiri
terhadap pencapaian tujuan

3. Diagnosa : Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot


(ataksia) (00038)

NOC

Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour

Classes : Q – Health Behavior

Outcomes : 1616 Body Mechanics Performance

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria hasil:

1. Tidak ditemukan adanya keseleo


2. Tidak adanya mobilitas gangguan pada otot
3. Pasien terbebas dari trauma fisik
NIC

Domain : 4. Safety

Classes : V. Risk management

Interventions : 6486 Environmental Management : Safety

Intervensi :

1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan


fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu.
2. Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
3. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
4. Menempatkan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan
6. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
4. Diagnosa : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan diseksi arteri (00201)
NOC

Domain : II- Physiologic Health

Classes : E – Cardiopulmonary
Outcomes : 0406 Tissue Perfusion: Cerebral

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan selama 2x24 jam ketidakefektifan perfusi


jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:

1. Tekanan intrakranial dalam batas normal


2. Ditemukan Angiogram serebral dalam batas normal
3. Tidak ditemukan penurunan kesadaran
4. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
5. Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
6. Bebas dari aktivitas kejang
7. Tidak mengalami nyeri kepala
NIC

Domain : 4. Safety

Classes : V. Risk Management

Interventions : 6680 Vital Signs Monitoring

Intervensi :

1. Pantau tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan


2. Pantau tekanan darah setelah pasien telah mengambil obat
3. Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum, selama dan setelah
aktivitas
4. Memantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
5. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
6. Monitor level kebingungan dan orientasi
7. Monitor tonus otot pergerakan
8. Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
9. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
5. Diagnosa : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan perawatan di rumah (00126).
NOC

Domain : IV- Health Knowledge & Behavior

Classes : S. Health Knowledge

Outcomes : 1803 Knowledge: Disease Process

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien


menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang karakteristik


penyakit tersebut
2. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyebab dan faktor
yang berisiko
3. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang efek fisiologis
penyakit
4. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali strategi untuk
meminimalkan perkembangan penyakit
5. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
NIC

Domain : 3. Behavioral

Classes : S. Patient Education

Interventions : 5510 Health Education

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
5. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
6. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
6. Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
sistem saraf pusat (00051)
NOC

Domain : II- Physiologic Health

Classes : J. Neurocognitive

Outcomes : 0903 Communication: Expressive

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien


menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :

1. Pasien mampu menggunakan bahasa lisan: vokal


2. Pasien mampu berbicara dengan jelas
NIC

Domain : 3. Behavioral

Classes : Q. Communication Enhancement

Interventions : 4976Communication Enhancement: Speech Deficit

1. Pantau kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume, dan diksi


2. Pantau kognitif, anatomi dan proses fisiologis yang berhubungan dengan
kemampuan bicara
3. Pantau pasien untuk frustrasi, marah, depresi, atau tanggapan lain untuk
kemampuan bicara
4. Kenali perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
5. Memberikan metode alternatif komunikasi bicara
6. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
7. Anjurkan pasien untuk berbicara perlahan
8. Berkolaborasi dengan keluarga dan bahasa bicara patologi atau terapis
untuk mengembangkan rencana untuk komunikasi yang efektif
DAFTAR PUSTAKA
Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.
Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University,
Mainz, Germany. 2007. Handbook of Clinical Neurology; Pain and hyperalgesia: definitions and
theories.
J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.
Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
Wilkinson,M,Judith.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas
kedokteran universitas IndonesiaPutz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC
Sumber : Elita Mardiani. faktor – faktor risiko prenatal dan perinatal kejadian cerebral palsy.
2006 : program studi epidemiologi program pascasarjana universitas diponegoro semarang
(diakses 16 maret 2016 pukul 14:14)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. DENGAN CEREBAL PALSY


DI RUANG ANGGREK 1 RSUD dr. SOESELO SLAWI

PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama / Nama panggilan : Akifa
2. TTL : Tegal, 12-9-2018
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Ds. Bulakpacing - Dukuhwaru – Tegal
7. Tanggal masuk : 27 Desember 2020
8. Tanggal pengkajian : 7 Januari 2021
9. Diagnosa Medis : Cerebal Palsy
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Fathudin
b. Usia : 47 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat : Ds. Bulakpacing - Dukuhwaru – Tegal
2. Ibu
a. Nama : St. Aminah
b. Usia : 36 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Agama : Islam
f. Alamat : Ds. Bulakpacing - Dukuhwaru – Tegal

II. Riwayat Kesehatan


A. Keluhan utama : Badan panas, tidak mau makan.
B. Riwayat kesehatan sekarang : mual saat makan.
C. Riwayat kesehatan lalu : Pasien pernah menderita tumor dan telah dioperasi di RS
Karyadi Semarang
D. Riwayat kesehatan keluarga
a. Genogram :

45
3
6
6
8 6
2
6
6
III. Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap) : ibu pasien mengatakan anaknya sudah
diimunisasi lengkap sejak bayi sampai umur 9 bulan.

NO Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Frekuensi Reaksi setelah pemberian

1 BCG Tidak ingat 1 kali Tidak ada


2 DPT (I,II,III) Tidak ingat 1 kali Tidak ada
3 Polio (I,II,III,IV) Tidak ingat 1 kali Tidak ada
4 Campak Tidak ingat 1 kali Tidak ada
5 Hepatitis Tidak ingat 1 kali Tidak ada

IV. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 10 kg
2. Tinggi badan : 66 cm
3. Waktu tumbuh gigi : 4 bulan, gigi tanggal belum pernah, jumlah gigi 32 buah
B. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 6 bulan
2. Duduk : 12 bulan
3. Merangkak : belum
4. Berdiri : belum
5. Berjalan : belum
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : tidak ingat.
7. Bicara pertama kali : tidak ingat, dengan menyebutkan : ma-ma-ma....
8. Berpakaian tanpa bantuan : -

V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI : 22 bulan.
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : untuk selingan
2. Jumlah pemberian : 900 ml sehari
3. Cara pemberian : dengan dot.

VI. Riwayat Psikososial


a. Anak tinggal bersama : kedua orang tua
b. Lingkungan berada di : perkampungan.
c. Rumah dekat dengan : perumahan warga yang lain ( tetangga), tempat bermain :
disekitar lingkungan rumah.
d. Rumah tinggal bukan rumah tingkat sehingga tidak ada tangga untuk naik/turun ke
lantai atas.
e. Hubungan antar anggota keluarga sangat akrab atau harmonis.
f. Anak diasuh oleh ibunya sendiri.

VII. Riwayat Spiritual


Anak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Anak mengikuti kegiatan keagamaan
dengan mengikuti kegiatan keagamaan keluarganya.

VIII. Pola Kebiasaan sehari – hari


Pasien melakukan aktivitas sehari – hari masih dibantu ibunya.

IX. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : CM
3. Tanda – tanda vital :
a. TD :-
b. Denyut nadi : 89 x/mnt
c. Suhu : 37°C
d. RR : 24 x/mnt
4. BB : 10 kg
5. TB : 76,4 cm
6. Kepala : posisi kepala sejajar dengan tubuh dan bentuknya
normocephalik, ubun – ubun cekung, rambut defigmentasi,
kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut.
7. Muka : agak keriput, edem palpebra.
8. Mata : mata simetris, adanya edema palpebra, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterus, pupil tidak isokor, refleks
cahaya negatif..
9. Hidung : tidak ada obstruksi sekret
10. Telinga : tidak ada kelainan, tidak tampak sekret.
11. Mulut : simetris, gigi lengkap, karang gigi +
12. Leher : tidak tampak kelainan.
13. Dada
1. Jantung : disritmia (-), gallop (-), bising jantung (-)
2. Paru : napas normal, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
14. Abdomen : perut buncit, tidak ada luka, hepar teraba
normal peristaltik
Usus normal.
15. Genetalia : tidak ada kelainan, bersih.
16. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas
1. Motorik
Pergerakan kanan / kiri normal .
Kekuatan otot kanan / kiri sedang
Koordinasi gerak (+)

2. Refleks
Biceps kanan / kiri : normal
Triscep kanan / kiri : sedang
3. Sensori
Nyeri :+
Rangsang suhu : normal
Rasa raba : normal
Ekstremitas bawah
a. Motorik
Pergerakan kanan / kiri normal .
Kekuatan otot kanan / kiri sedang
Koordinasi gerak (+)
b. Refleks
Biceps kanan / kiri : normal
Triscep kanan / kiri : sedang
c. Sensori
Nyeri :+
Rangsang suhu : normal
Rasa raba : normal

X. Tes Diagnostik
- Laboratorium :
Leukosit : 9.7 gr % (N 5.5 – 15.5)
Eritrosit      : 5.2 (N3.60 – 5.20)
Hematokrit : 43 (N35-43)
Hb : 14.8 gr % (N 12 – 16)
Trombosit : 340 (N 150-400)

XI. Terapi saat ini


Infus D5
Chiticolin 60 mg
Gentamicin 32 mg
Metronidazol 65 mg
Piracetam 200 mg
Pamol 125 mg
Mleropenem 175 mg
Asam folat 1x1 mg
Vit A 200.000
DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : - Ibu mengatakan Mual & Muntah Gangguan pemenuhan
anaknya mual saat kebutuhan nutrisi
makan.

DO : - Turgor sedang.
- Makan habis ¼ porsi

2
DS -Ibu pasien Gangguan Hambatan tumbuh
mengatakan neuromuskular kembang
: Perkembangan
anaknya terhambat

DO Anak belum mampu


melaksanakan
: pencapaian tugas pada
perkembangan
personal sosial
(mencuci tangan),
motorik halus,
(meniru garis
vertikal), bahasa (anak
belum mampu
berbicara), motorik
kasar (belum mampu
berjalan).
3
DS : -Ibu pasien Kurangnya informasi Kurang pengetahuan
mengatakan tidak
mengetahui cara
meningkatkan
kebutuhan nutrisi dan
cairan yang adekuat

DO : -Ibu pasien terlihat


kebingungan ketika
ditanya oleh perawat

B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah.
2. Hambatan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA
No TTD
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL TINDAKAN
1 Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan - Kaji adanya alergi
kebutuhan nutrisi tindakan keperawatan makanan Anggit
dalam waktu 2x24 jam - Monitor jumlah nutrisi
berhubungan dengan pasien mendapat nutrisi dan kandungan kalori
mual muntah yang adekuat dengan - Monitor turgor kulit
kriteria hasil : - Dorong orangtua atau
- meningkatnya masukan anggota keluarga lain
oral. untuk menyuapi anak
- Adanya peningkatan atau ada disaat makan
BB. - Gunakan alat makan
- Mampu yang dikenalnya
mengidentifikasi - Sajikan makan sedikit
kebutuhan nutrisi tapi sering.
- Tidak ada tanda – tanda - Sajikan porsi kecil
malnutrisi makanan dan berikan
- Menunjukkan setiap porsi secara
peningkatan fungsi terpisah
pengecapan dan - Monitor kadar
menelan albumin, total protein,
- Tidak terjadi Hb, dan kadar Ht
penurunan BB yang - Kolaborasi dengan
berarti ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

2 Hambatan tumbuh Setelah dilakukan -kaji tingkat tumbuh


kembang berhubungan asuhan keperawatan kembang anak.
selama 3x24 jam, - ajarkan untuk
dengan gangguan intervensi awal dengan
diharapakan anak akan
neuromuskular menunjukkan tingkat terapi rekreasi
pertumbuhan dan dan aktivitas sekolah.
perkembangan sesuai - berikan aktivitas yang Anggit
dengan usia, dengan sesuai, menarik, dan
kriteria hasil: dapat dilakukan oleh
- melakukan ketrampilan anak.
sesuai dengan usia - Rencanakan bersama
-mampu melakukan anak aktivitas dan
ADL secara mandiri sasaran yang
-menunjukkan memberikan kesempatan
peningkatan dalam untuk keberhasilan.
berespon - Berikan pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak pada
DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA
No TTD
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL TINDAKAN
keluarga.

- Tentukan tingkat
3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan penkes pengetahuan orangtua
berhubungan dengan dalam waktu 1x15 menit pasien
diharapkan pengetahuan - Jelaskan patofisiologi
kurangnya informasi Anggit
keluarga bertambah dari penyakit dan
dengan kriteria hasil : bagaimana hal ini
- dapat menyatakan berhubungan dengan
kesadaran dan perubahan anatomi dan fisiologi,
pola hidup, dengan cara yang tepat
- mengidentifikasi - Gambarkan tanda dan
hubungan tanda dan gejala yang biasa
gejala. muncul pada penyakit
dengan cara yang tepat
- Gambarkan proses
penyakit dengan cara
yang tepat
- Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
- Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
- Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang
- Berikan informasi
tertulis untuk orangtua
pasien
IMPLEMENTASI
No. TTD &
Hari / Respon Klien
Diagnosa Jam Implementasi Nama
Tanggal (DO & DS)
keperawatan Perawat
1 Rabu / 20 14.45 - Mengkaji adanya S : - Ibu pasien
Jan 2021 alergi makanan mengtakan
- Memonitor jumlah tidak ada
nutrisi dan alergi Anggit
kandungan kalori makanan
- Memonitor turgor O : - Tidak ada
kulit tanda alergi
- Mendorong makanan.
orangtua atau - Ibu pasien
anggota keluarga menyuapi
lain untuk pasien
menyuapi anak menggunaka
atau ada disaat n alat makan
makan sendiri
- Menggunakan alat - Turgor kulit
makan yang sedang
dikenalnya
- Menyajikan makan
sedikit tapi sering.
- Menyajikan porsi
kecil makanan dan
berikan setiap
porsi secara
terpisah
- Memonitor kadar
Hb, dan kadar Ht
- Mengkolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

2 Rabu / 20 14.55 - Memonitor tanda- S : -


tanda vital O :-
Jan 2021 - Mengkaji tumbang - Anggit
anak
- Rencanakan
bersama anak -
aktivitas dan
sasaran yang
memberikan kesem
patan untuk
keberhasilan.
No. TTD &
Hari / Respon Klien
Diagnosa Jam Implementasi Nama
Tanggal (DO & DS)
keperawatan Perawat

3 Kamis / 15.05
- Menentukan S : - Ibu pasien
7 Jan 2021 tingkat O : - dapat
pengetahuan menyatakan Anggit
orangtua pasien kesadaran
- Mengkaji dan
kebutuhan diet dan perubahan
jawab pertanyaan pola hidup
sesuai indikasi Pengetahuan
- Mendorong - keluarga
konsumsi makanan bertambah
tinggi serat dan
masukan cairan
adekuat
- Memberikan
informasi tertulis
untuk orang tua
pasien

EVALUASI/CATATAN PERKEMBANGAN
No.Diagnosa Tanda
Hari/Tgl/Jam Perkembangan
Keperawatan Tanagan
Jum’at/ 22 1 S : - Ibu pasien mengatakan anaknya sdh mulai Anggit
Jan mau makan walaupun sedikit
- Ibu pasien mengatakan tahu anaknya
2021/14.45 mengalami kurang nutrisi.
O : - BB belum naik
- Turgor masih sedang
- mukosa bibir masih kering
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi.

2 S : - Ibu pasien mengatakan Perkembangan Anggit


Jum’at/22 Jan anaknya masih terhambat
O : -,
2021/14.55 -
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

3
Jum’at/22 Jan S:- Anggit
2021/15.05 O : Pengetahuan keluarga bertambah
A : Masalah teratasi
P:-
LAPORAN STASE ANAK
PROGRAM PROFESI NERS
DI RUANG PERISTI RSUD dr. SOESELO SLAWI

Disusun Oleh :
ANGGIT SETIO NUGROHO
NIM. D002090

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


( PROGRAM TRANSFER )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI , 2020 / 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An/By.Ny Nurhayati DENGAN NEOATERM DI
RUANG PERISTI RSUD dr. SOESELO SLAWI

1.PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 6 Januari 2021
Tanggal masuk : 6 Januari 2021
A. Biodata
Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : By. Ny. Nurhayati
2. Tempat tgl lahir/usia : Tegal/0 hari
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Kambangan - Lebaksiu.
7. Tgl masuk : 6 Januari 2021 (jam 12.35 WIB)
8. Tgl pengkajian : 6 Januari 2021
9. Diagnosa medik : Neo Aterm

Identitas Orang tua


1. Ayah
a. Nama : Sodikin
b. Usia : 34 tahun.
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Dagang
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kambangan - Lebaksiu.
2. Ibu
a. Nama : Nurhayati.
b. Usia : 32 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : IRT
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kambangan - Lebaksiu..
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
BBL SC dengan indikasi PEB, obligh, post SC 7 tahun yang lalu, AS 8-9-10, air
ketuban jernih BB : 3500 gram, meconium +
2. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi lahir kurang aktif, menangis kurang, tali pusat basah.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Anak pertama Ny. N lahir dengan kondisi normal/tidak ada kelainan.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Kehamilan
 Gestasi : Kehamilan yang ke 2 setelah 7 tahun.
 Prenatal : PEB, oblight
 Intranatal : SC, air ketuban jernih, BB : 3500 gr
 Postnatal : AS : 8-9-10

Status
0 1 2 1 mnt 5 mnt 10 mnt

Denyut jantung Tidak ada <100 >100 2 2 2


Pernafasan Tidak ada Takteratur Baik 2 2 2
Tonus otot Lemah Sedang Baik 1 1 2
Reka rangsang Tak ada Meringis Menangis 2 2 2
Warna kulit Biru/putih Merah jambu Merah jambu
1 2 2
ujung2 biru
Total APGAR : 8 9 10

b. Persalinan
 Jenis persalinan : SC
 Usia gestasi : 39 minggu
 Keadaan umum ibu : Sedang
c. Kelahiran
 Bayi lahir tanggal : 12.35 WIB
 BBL : 3500 gram
 Kondisi kesehatan : sedang
d. Alergi
Tidak ada
e. Pertumbuhan dan perkembangan : -
f. imunisasi :-

C. Pemeriksaanfisik (Head to toe)


Keadaan umum : sedang
TB/BB/LD/LK : 56 cm/3500 gr/33cm/35 cm
Mata : simetris, reflek cahaya +
Kepala : LK 35 cm, cepalhematom -
Hidung : septum deviasi -,simetris, mucosa +
Mulut : bibir N, palatum +, lidah +, gigi -
Telinga : simetris, serumen -
Dada :simetris, retraksi -, pembesaran payudara -.
Jantung : Bising jantung -, disritmia (-), gallop (-)
Paru-paru : napas cepat, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Abdomen : simetris, bising usus +, cembung, tali pusat steril.
Genitalia : perempuan,labia mayora/minora normal, anus +.
Eksternitas : cacat -
Kulit : merah, lanugo di wajah dan bahu +, kering, bercak
meconium pada kulit, kemerahan di sekitar tali pusat

Tanda-tanda vital
Suhu : 36 0C.
HR :136x/menit
RR : 44x/menit

D. Pengkajian reflek :
moro reflek -, tonik neck reflek, palmar graps reflek, walking reflek, rooting reflek,
sucking reflek +

E. Pengkajian fungsional
 Kebutuhan oksigenasi : meningkat
 Kebutuhan nutrisi dan cairan : meningkat
F. Pemeriksaan penunjang (Pemeriksaan labiratorium/radiologi, dll)
Tidak ada
G. Terapi saat ini
- Vit K inj
- Gentamicyn tetes mata

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. ANALISA DATA

NO DATA PROBLEM ETIOLOGI

1. DS : - Resiko infeksi sumbatan atau


DO : Tali pusat basah kotoran pada tali
pusat.
2. DS : - Resti hipotermi perubahan suhu.
DO : - suhu lingkungan < 30°C

3. DS : - Jalan nafas tidak efektif Obtruksi mucus.


DO : sisa mucus di rongga hidung +

B. PRIOTOTAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.Resiko infeksi berhubungan dengan sumbatan atau kotoran pada tali pusat
2.Resti hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu
3.Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi mucus
III. PERENCANAAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN
HASIL
1. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji adanya bau atau cairan pada tali pusat
tindakan 2. Lakukan perawatan pada tali pusat dengan
keperawatan alcohol
selama 1x24 jam 3. Ganti nouvel gauze pada tali pusat setiap
tidak terjadi habis mandi
infeksi pada tali 4. Kaji adanya tanda-tanda infeksi seperti
pusat dengan peningkatan suhu tubuh, kemerahan
kriteria hasil : disekitar tali pusat.
- Tidak ada
peningkatan
suhu tubuh
- Kemerahan di
sekitar tali
pusat.

2 Resti hipotermi Setelah dilakukan 1. Segera bungkus bayi dengan selimut


tindakan kering.
keperawatan 2. Observasi suhu bayi tiap 4 jam
selama 1x24 jam 3. Jaga lingkungan tetap hangat dan kering
hipotermi tidak 4. Dekatkan bayi dengan ibu sesering
menjadi aktual mungkin
dengan kriteria
hasil :
- Suhu tubuh bayi
stabil

3 Jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1. Bersihkan muka dengan kasa/ kain bersih
efektif tindakan dari darah dan lendir segera setelah kepala
keperawatan bayi lahir.
selama 2x24 jam 2. Hisap lendir dengan menggunakan
pola nafas normal penghisap lender atau kateter pada sisi
dengan kriteria mulut atau hidung
hasil : 3. Miringkan bayi ke kanan untuk mencegah
- Tidak ada regurgitasi
obstruksi mukus 4. Bersihkan jalan nafas
- Tidak ada 5. Pertahankan
sianosis
IV. IMPLEMENTASI
HARI/
NO.DX
TGL/JAM TINDAKAN RESPON TTD
.KEP
Kamis / 7 1. - Mengkaji adanya bau atau cairan DS : -
Jan 2021 pada tali pusat. DO : - tali pusat kering
/15.03 - Melakukan perawatan pada tali - tidak ada tanda –
pusat dengan alcohol tanda infeksi
- Mengganti nouvel gauze pada tali
pusat setiap habis mandi
- Mengkaji adanya tanda-tanda
infeksi seperti peningkatan suhu
tubuh, kemerahan disekitar tali
pusat

Kamis / 2. - Segera membungkus bayi DS : -


7 Jan dengan selimut kering. DO :- Bayi terbungkus
2021 /15.40 - Mengobservasi suhu bayi selimut
tiap 4 jam - Suhu bayi
- Menjaga lingkungan tetap 36,6°C
hangat dan kering
- Mendekatkan bayi dengan
ibu
sesering mungkin

Kamis / 3.
7 Jan - Membersihkan muka DS : -
2021 /15.55 dengan kasa/ kain bersih dari DO :- Muka bayi bersih
darah dan lender segera setelah - Mucus di
kepala bayi lahir. hidung masih
- Menghisap lender dengan tampak
menggunakan penghisap lender - O2 terpasang
atau kateter pada sisi mulut atau
hidung
- Memiringkan bayi ke kanan
untuk mencegah regurgitasi
- Membersihkan jalan nafas
- Mempertahankan suplai
oksigen adekuat
V. EVALUASI/CATATAN PERKEMBANGAN

TGL/JAM NO.DX.KEP PERKEMBANGAN TTD

Jum’at / 1. S:-
8 Jan 2021 O :Tidak terjadi infeksi pada tali pusat
/15.55 A : Masalah teratasi
P : Pertahankan

Jum’at / 2. S:-
8 Jan 2020 O :Tidak terjadi hipotermi
/15.55 A : Masalah teratasi
P : Pertahankan

Jum’at / 8 3. S:-
Jan 2020 O :Masih ada sumbatan jalan nafas.
/15.55 A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
LAPORAN PELAKSANAAN SKRINING DENVER PADA An. A (2 THN)
PROGRAM PROFESI NERS
DI RUANG ANGGREK I RSUD dr. SOESELO SLAWI

Disusun Oleh :
ANGGIT SETIO NUGROHO
NIM. D002090

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


( PROGRAM TRANSFER )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI , 2020/ 2021
FORMAT LAPORAN DDST

LAPORAN PELAKSANAAN SKRINING DENVER II PADA AN. A (2 th)


DI RUANG ANGGREK 1 RSUD dr. SOESELO SLAWI
A. IDENTITAS ANAK
Nama : Akifah Khairunnisa T
B. USIA PEMERIKSAAN
Tanggal pemeriksaan : 20-01-2021
Tanggal lahir : 12-09-2018
Usia An.A pada saat pemeriksaan adalah 2 tahun 4 bulan ( 28 bulan)
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
- Lembar Denver
- Boneka
- Kubus
- Bola kecil
- Manik – manik
- Tangga – tanggaan

D. ASPEK PERKEMBANGAN YANG DINILAI DAN INTERPRETASI

SEKTOR PERSONAL SOSIAL

Aspek yang Dinilai Penilaian Interpretasi


1. Berpakaian tanpa bantuan R NORMAL
2. Memakai T-Shirt F NORMAL
3. Menyebut nama teman P NORMAL
4. Cuci dan mengeringkan tangan P NORMAL
5. Gosok gigi dengan bantuan P NORMAL
6. Memakai baju F NORMAL
7. Menyuapi boneka P NORMAL
8. Membuka pakaian P NORMAL
9. Menggunakan sendok/garpu P NORMAL
10. Membantu di rumah P NORMAL
SEKTOR ADAPTIF-MOTORIK HALUS
Aspek yang Dinilai Penilaian Interpretasi
1. Mencontoh R NORMAL
2. Menggoyangkan ibu jari P NORMAL
3. Menara dari kubus R NORMAL
4. Meniru garis vertikal P NORMAL
5. Menara dari 6 kubus P NORMAL
6. Menara dari 4 kubus P NORMAL
7. Menara dari 2 kubus P NORMAL
8. Ambil manik – manik P NORMAL
ditunjukkan
SEKTOR BAHASA
Aspek yang Dinilai Penilaian Interpretasi
1. Bicara semua dimengerti F NORMAL
2. Mengetahui 4 kegiatan F NORMAL
3. Kegunaan 3 benda F NORMAL
4. Menghitung 1 kubus P NORMAL
5. Kegunaan 2 benda F NORMAL
6. Menyebut 1 warna P NORMAL
7. Mengerti 2 kata sifat F NORMAL
8. Mengetahui 2 kegiatan F NORMAL
9. Menyebut 4 gambar F NORMAL
10. Bicara sebagian mengerti P NORMAL
11. Menunjuk 4 gambar F CAUTION
12. Bagian badan 6 P NORMAL
13. Menyebut 1 gambar P NORMAL
14. Kombinasi kata P NORMAL
15. Menunjuk 2 gambar P NORMAL
16. 6 kata P NORMAL
17. 3 kata P NORMAL
SEKTOR MOTORIK KASAR
Aspek yang Dinilai Penilaian Interpretasi
1. Berdiri 1 kaki 2 detik F NORMAL
2. Berdiri 1 kaki 1 detik P NORMAL
3. Loncat jauh P NORMAL
4. Melempar bola tangan keatas P NORMAL
5. Melompat P NORMAL
6. Menendang bola ke depan P NORMAL
7. Berjalan naik tangga P NORMAL
8. Lari P NORMAL

H. KESIMPULAN
Hanya ada 1 C pada 1 sektor : NORMAL

Anda mungkin juga menyukai