Disusun untuk memenuhi salah satu tugas UTS dari mata kuliah Materi PAI I
Disusun Oleh :
NIM : 2112.2294
KABUPATEN SUKABUMI
2023
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
C. MATERI PEMBELAJARAN:
Pertemuan Pertama:
1. Makna kedudukan al-Qur’an, hadis, dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam
2. Menjelaskan Kedudukan dan fungsi Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad
Pertemuan Kedua:
1. Macam-macam sumber hukum Islam
2. Manfaat Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam.
3. Hukum Taklifi dan Hukum Wad’ie.
D. METODE PEMBELAJARAN:
1. Model Pembelajaran Kontekstual
2. Presentasi, diskusi
3. Observasi dan Tanya Jawab
E. SUMBER BELAJAR
1. Kitab al-Qur’anul Karim dan terjemahnya, Depag RI
2. Buku LKS siswa PAI SMK kelas X semester 1
3. Buku paket PAI dan Budi Pekerti SMA/MA/SMK/MAK kelas 1, Kemendigbud RI,
Jakarta; 2015
4. Artikel dan sumber belajar lainnya yang relevan
F. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Media
a. Video Pembelajaran
b. Lingkungan
2. Alat
a. Handphone
b. Benda Asli
2. Pengetahuan
a. Teknik Penilaian : Tes Tulis
b. Bentuk Instrumen : Lembar penilaian Tes Tulis (Uraian)
c. Kisi-kisi :
No. Indikator Butir Instrumen
Dapat menjelaskan makna al-Qur’an, Jelaskan menurut bahasa dan istilah makna
1. hadis, dan ijtihad sebagai sumber hukum al-Qur’an, hadits, dan ijtihad sebagai sumber
Islam hukum Islam!
Dapat menjelaskan kedudukan dan fungsi Al- Jelaskan kedudukan dan fungsi Al-Quran,
2. Quran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum
hukum Islam Islam!
Dapat menyebutkan acam-macam sumber Sebutkan acam-macam sumber hukum
3.
hukum Islam Islam!
Dapat menyebutkan hubungan dan manfaat Sebutkan hubungan dan manfaat Al-
4. Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad sebagai Qur’an, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber
sumber hukum Islam hukum Islam!
Dapat menjelaskan hukum Taklifi dan Jelaskan hukum Taklifi dan Hukum
5.
Hukum Wad’ie beserta contohnya Wad’ie beserta contohnya!
Instrumen: Terlampir
Subang, 02 Agustus 2017
Mengetahui,
Guru Mata Pelajaran PAI
Wakasek. Bag. Kurikulum
Mengetahui,
Kepala Sekolah SMK Pertiwi
Al-Qur’an sebagai sumber yang baik dan sempurna, memiliki sifat dinamis, benar, dan
mutlak. Dinamis maksudnya adalah bahwa Al-Qur’an dapat berlaku di mana saja, kapan
saja, dan kepada siapa saja, karena Al-Qur’an diturunkan tidak hanya untuk umat tertentu
dan juga tidak hanya berlaku pada satu zaman. Benar artinya Al-Qur’an mengandung
kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya Al-
Qur’an tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Bahkan kejadian
kejadian yang akhir-akhir mi muncul semakin membuktikan tentang kebenaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
Secara bahasa, Al-Qur’an berarti bacaan yang membacanya termasuk ibadah.
ك ِمن َّرسُو ٍل ِإاَّل نُو ِح ٓى ِإلَ ْي ِه َأنَّ ۥهُ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإٓاَّل َأن َ۠ا فَٱ ْعبُدُو ِن
َ َِو َمٓا َأرْ َس ْلنَا ِمن قَ ْبل
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Al-Anbiya Ayat 25)
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Baqarah: 110)
Janji
َوقَا َل َربُّ ُك ُم ا ْد ُعوْ نِ ْٓي اَ ْستَ ِجبْ لَ ُك ْم ۗاِ َّن الَّ ِذ ْينَ يَ ْستَ ْكبِرُوْ نَ ع َْن ِعبَا َدتِ ْي َسيَ ْد ُخلُوْ نَ َجهَنَّ َم دَا ِخ ِر ْين
َ
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Gafir [40] Ayat 60).
Ancaman
َ ِٱلَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ٱل ِّربَ ٰو ۟ا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّ ِذى يَتَ َخبَّطُهُ ٱل َّش ْي ٰطَنُ ِمنَ ْٱل َمسِّ ۚ ٰ َذل
ك بَِأنَّهُ ْم قَالُ ٓو ۟ا ِإنَّ َما ْٱلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا ۗ َوَأ َح َّل
ٓ
ار ۖ هُ ْمِ َّك َأصْ ٰ َحبُ ٱلن َ ٱهَّلل ُ ْٱلبَ ْي َع َو َح َّر َم ٱل ِّربَ ٰو ۟ا ۚ فَ َمن َجٓا َء ۥهُ َموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِِّۦه فَٱنتَهَ ٰى فَلَ ۥهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُر ٓۥهُ ِإلَى ٱهَّلل ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَُأ ۟و ٰلَِئ
َفِيهَا ٰ َخلِ ُدون
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (Q.S Al-Baqarah: 275)
Al-Qur’an banyak berisi prinsip prinsip dan aturan-aturan hukum. Diantara prinsip dan
aturan hukum tadi, ada yang mengatur hubungan dengan Tuhan (hablum minAllah Swt),
ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia (hablum minannas).
Kisah dan cerita (kisah-kisah tentang orang-orang shalih dan ingkar atau membangkang).
Kedudukan Al-Qur’an dalam kaitannya dengan hukum Islam adalah sebagai sumber
hukum yang pertama dan utama. Al-Qur’an langsung berasal dan Allah Swt. Meskipun
serba ringkas, Al-Qur’an sudah memuat beraneka ragam hal tentang kehidupan, baik yang
menyangkut urusan dunia maupun berhubungan dengan kehidupan di akhirat.
Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman kehidupan serta petunjuk bagi umat manusia.
Himpunan firman Allah Swt ini berisi ajaran-ajaran pokok yang harus dipedomani segenap
umat manusia yang mengandung berbagai aturan, baik itu perintah maupun larangan yang
ditujukan untuk kemaslahatan serta kemanfaatan umat manusia. AI-Qur’an menjelaskan
cara berhubungan dengan Allah Swt (hablum minAllah Swt) dan juga menjelaskan
pedoman berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).
Menurut bahasa, Al-Hadits mempunyai beberapa arti, yaitu :jaded berarti baru; qorib
berarti dekat; khabar berarti berita. Menurut istilah Al-Hadits ialah segala berita yang
bersumber dan Nabi Muhammad saw. balk berupa ucapan, perbuatan maupun pengakuan
(taqrir) Nabi Muhammad saw. Allah Swt mewajibkan agar kita mentaati hokum hukum
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. dan perilaku yang dicontohkan oleh beliau.
Al-Hadits memiliki kedudukan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Semua
persoalan hukum pertama-tama dikembalikan kepada Al-Qur’an. Apabila tidak ditemukan
dasar hukumnya dalam Al-Qur’an, maka dicari dalam Al-Hadits. Adapun fungsi Al-Hadits
mencakup tiga hal, yaitu:
Sebagai penjelas hal-hal yang tidak atau belum dibicanakan dalam Al-Qur’an.
2. Macam Hadits
Ditinjau dan segi banyak atau sedikitnya jumlah orang yang meriwayatkan (sanad), Hadits
terbagi menjadi dua, yaitu Hadits mutawatir dan Hadits ahad.
Hadits mutawatir merupakan Hadits yang diriwayatkan oleh segolongan orang yang
menurut kebiasaan tidak mungkin berbuat dusta. Bahkan adayangberpendapat bahwa
tingkat kebenaran Hadits mutawatir sebanding dengan Al-Qun’an. Dengan kata lain,
Hadits mutawatir juga shahih dan dapat dijadikan dasar hukum (hujjah). Adapun syarat-
syarat sebuah Hadits mutawatir adalah sebagai berikut:
1) Mereka yang meriwayatkan dan tingkat pertama harus benar-benar mengetahui yang
diberitakan dengan penglihatan/pendengaran (bukan dengan penyelidikan/perhitungan-
perhitungan akal).
2) Terdapat jumlah bilangan yang sah pada tiap-tiap tingkatan, yaitu jumlah yang menurut
adat kebiasaan tidak mungkin untuk berdusta.
3) Jumlah bilangan orang yang meriwayatkan tidak ada batas tertentu, tetapi yang
terpenting adalah adanya pengetahuan pasti dan kabar yang diperoleh, juga kepuasan jiwa
pada orang-orang yang menerimanya (tidak bersengketa mengenai kabar itu).
Artinya: “Barangsiapa berdusta atas diriku secara sengaja, hendaklah dia bersiap-siap
menempati tempatnya di neraka,”.
b. Hadits Ahad
Hadits ahad merupakan Hadits yang diriwayatkan oleh beberapa orang, akan tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir. Dilihat dan segi banyak atau sedikitnya orang yang
meriwayatkan, Hadits ahad dibagi menjadi tiga, yaitu :
Hadits aziz, merupakan Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang pada satu tingkatan,
walaupun sesudah itu diriwayatkan banyak orang.
ﻋﻦ ﺍﻠﺑﺭﺍﺀ ﺑﻦ ﻋﺎﺯﺏ ﻭﻋﻦ ﺃﺒﻴﻪ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻘﺎﻞ ﺍﻤﺭﻨﺎ ﺭﺴﻮﻞ ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻳﻪ ﻮﺴﻠﻢ ﺒﺎﺘﺒﺎﻉ ﺍﻠﺠﻨﺎﺌﺯ ﻮﻋﻳﺎﺪﺓ
ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻯ . ﻮاﺟﺎﺒﺔ ﺍﻠﺪﺍﻋﻰ ﻮﻨﺼﺭﺍﻟﻤﻆﻟﻮﻢ٬ﺍﻠﻤﺭﻳﺽ ﻮﺗﺸﻤﻳﺖ ﺍﻠﻌﺎﻄﻰ
Artinya :
Al-Bara’ ibnu A’zib dari bapaknya r.a. berkata Rasulullah saw. memerintahkan kami
mengikuti jenazah, mengunjungi orang sakit, mendoakan orang bersin dan memenuhi
undangan, dan menolong orang yang teraniaya.” (HR Bukhari dan Muslim)
ﻻ ﻴﺆﻤﻥ ﺃﺤﺩﻜﻡ ﺤﺘﻰ ﺃﻜﻮﻥ ﺍﺤﺏ ﺍﻠﻴﻪ ﻤﻥ ﻨﻔﺳﻪ ﻮﻭﺍﻠﺪﻩ ﻮﻭﻠﺪﻩ ﻮﺍﻠﻨﺎﺲ: ﻋﻦ ﺍﻨﺲ ﺮﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻠﻨﺒﻲ ﺼﻟﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻟﻢ
)ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻮﻤﺳﻠﻡ (ﺮﻮﺍﻩ .ﺍﺠﻤﻌﻴﻦ
Artinya :
Dari Anas r.a. dari Nabi saw. : Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sehingga aku
lebih dicintai dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (HR
Bukhari dan Muslim)
ﻘﺎﻝ ﺍﻹﻴﻤﺎﻦ ﺑﻀﻊ ﻭﺴﺗﻭﻦ ﺷﺑﻌﺔ ﻭﺍﻠﺤﻳﺎﺀ ﺷﺑﻌﺔ ﻤﻦ، ﻋﻥ ﺍﺒﻰ ﻫﺭﻴﺭﺓ ﺭﻀﻰﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺼﻠﻰﺍﷲ ﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ
ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ .ﺍﻹﻳﻤﺎﻦ
Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. telah bersabda, iman itu bercabang-cabang menjadi
60 cabang dan malu itu salah satu cabang dari iman.” (HR. Bukhari)
Dari segi mutu periwayatan, Hadits ahad dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Hadits sahih, merupakan Hadits yang periwayatannya (sanad) tidak terputus dan awal
sampai akhir dan diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan teliti. Periwayatan Hadits
tersebut juga tidak ada keganjilan dan kecacatan. Hadits sahih ini bisa dijadikan
hujjah/dasar hukum.
اذاكاتوثالثة فال يتنا جى اثنان دون :حد ثنا عبدهللا بن يوسف اخيرنامالك عن نافع عن عبد هللا ان رسول هللا صر قال
مسلم رواه الثالث
Artinya : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, (ia berkata) telah
mengabarkan kepada kami, Malik, dari Nafi, dari Abdullah bahwa Rasulullah saw.
bersabda: Apabila mereka itu bertiga orang, janganlah dua orang (dari antaranya)
berbisik-bisikan dengan tidak sama yang ketiganya (H.R. Muslim)
2) Hadits hasan, merupakan Hadits yang tidak terputus periwayatannya serta diriwayatkan
orang-orang adil, tetapi kurang teliti (meskipun tidak mengandung keganjilan dan
kecacatan). Hadits hasan ini juga bisa dijadikan sebagai hujjah/pegangan.
قال الترمذى حد ثنا احمد بن منيع حدثنا هشيم عن يزيدين ابى زياد عن عيد الر حمن بن ابن ليل عن البراء بن عازب
الترمذي رواه . حقا على المسلمين ان يغتسلوايوم الحمعة : قال رسول هللا ص:قال
Artinya : (Kata Turmudzi) “telah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Mani’, telah
menceritakan kepada kami Husyaim, dari Yazid bin Abi zi-yad, dari Abdurrahman bin Abi
Laila, dari al-Bara’ bin Azid, ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya
satu kewajiban atas orang-orang Islam adalah mandi pada hari jum’at” (HR. at-Tirmizi)
3) Hadits dlaif/Hadits yang lemah, merupakan Hadits yang kurang dan tingkatan Hadits
hasan.
ِّ ال, لِ ُك ِّل َش ْي ٍء زَ َكاةٌ َو َز َكاةُ ْال َج َس ِد الصَّوْ ُم صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َّ صيَا ُم نِصْ فُ ال
صب ِْر َ ِ ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا
Kata Ijtihad berasal dan kata ijtahada, yajtahidu, ijtihadan, yang berarti mengerahkan
segala kemampuan. Orang yang berijtihad dinamakan mujtahid. ijtihad secara istilah
berarti usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mencapai putusan hukum yang
belum ada dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
1. Dasar-dasar Ijtihad
Ijtihad sebagai sumber hukum Islam didasarkan pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Allah
Swt, berfirman:
Dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw.,
bersabda:
“Apabila hakim akan mengadili lalu ia berjtihad, kemudian dapat mencapai kebenaran,
maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berjtihad dan tidak mencapai kebenaran, maka
ia mendapat satu pahala.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
2. Macam-macam Ijtihad
Yusuf al-Qardawi membagi ijtihad menjadi dua yaitu ijtihad iintiqa’i/tarjihi dan ijtihad
insya’i.
a. Ijtihad intiqa’i/Tarjihi
Merupakan ijtihad yang dilakukan oleh seseoang atau kelompok untuk memilih pendapat
ahli fikih terdahulu dalam masalah tertentu, dengan menyeleksi pendapat mana yang lebih
kuat dalilnya dan lebih relevan untuk kondisi terkini.
Ijtihad ini dilakukan dengan cara mengambil konklusi (kesimpulan) hukum baru dalam
suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama fikih terdahulu. Pendapat
baru yang dimaksud pun sama sekali berbeda dengan pendapat yang dahulu, sebab telah
diupayakan berbagai pemahaman dan penelitian baru secara menyeluruh yang melibatkan
berbagal ahli (ilmu pengetahuan) yang terkait. Ali HasbAllah Swt, menyebut jenis ijtihad
ini sebagai ijtihad kolektif (jama’i).
Wahbah az-Zuhaili menambahkan perlunya penghayatan mendalam terhadap maqasid asy-
syari’ah (tujuan syari’at dalam menetapkan hukum) di kalangan orang-orang yang terlibat
dalam ijtihad insya’i. Tanpa penghayatan ini, hasil ijtihad akan melenceng dan tidak sesual
dengan tujuan syari’at itu sendiri.