Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I 2

PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan 3
1.4.1 Ruang Lingkup Materi 4
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 4

BAB II 6

TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Elemen Pembentuk Citra Kawasan 6
2.1.1 Path 6
2.1.2 Edge 7
2.1.3 District 7
2.1.4 Node 8
2.1.5 Landmark 9

BAB III 10

PEMBAHASAN 10
3.1 Gambaran Umum Kota Malang 10
3.2 Elemen Pembentuk Citra Kawasan Kota Malang 11
3.2.1 Path 12
3.2.2 Edge 17
3.2.3 District 22
3.2.4 Node 28
3.2.5 Landmark 34

BAB IV 43

PENUTUP 43
4.1 Kesimpulan 43

DAFTAR PUSTAKA 44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk sebuah kota terus mengalami perubahan. Perkembangan kota merupakan
hasil karya dari konstruksi pemikiran manusia baik dalam adaptasi terhadap lingkungan
maupun adjustment (Tallo, 2014). Salah satu teori penting dalam perancangan kota adalah
teori mengenai citra tempat. Sejak tahun 1960an teori `citra kota' dapat mengarahkan
pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari
orang yang hidup didalamnya. Citra dapat mempengaruhi perilaku dengan cara diawali
oleh individu yang menciptakan reaksi terhadap lingkungan fisik bangunan dan perkotaan
yang mereka lihat, reaksi tersebut menjadi pengalaman berupa citra (image) lingkungan
yang tersimpan dalam ingatan, dan kemudian akan mempengaruhi perilaku (Noviana,
2012).
Identitas atau ciri khas suatu kota tidak akan pernah lepas dalam perkembangan
suatu kota. Citra terhadap suatu kota berkaitan erat dengan identitas dari beberapa elemen
dalam kota yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan
kota lainnya. Menurut Kevin Lynch (1960) Citra dan identitas kawasan telah menjadi
tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang
terhadap nilai lingkungan tersebut (Noviana, 2012).
Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu path
(jalur), edge (tepian), district (kawasan), node (simpul), serta landmark (tengeran).
Elemen-elemen inilah yang terlihat dan terasa di kawasan kota. Jika kelima elemen
tersebut semakin kuat, maka semakin baik kota itu akan memberikan kualitas citra kota
terhadap pengamat. Lima elemen dalam di dalam kota tersebut tidak dapat dilihat secara
terpisah, maka sehingga perlu diperhatikan interaksi antara lima elemen citra tersebut
agar gambaran terhadap citra kota menjadi nyata dan benar (Lynch, 1960).
Kota Malang merupakan salah satu hasil perencanaan kota kolonial yang terbaik
di Hindia Belanda. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peninggalan arsitektur kolonial
yang hingga saat ini masih berdiri megah dan tata lingkungan yang mempunyai nilai
historis. Bukti perkembangan Malang yang tumbuh dengan pesat yang pada awalnya
sebuah kabupaten kecil, menjadi sebuah kotamadya kedua terbesar di Jawa Timur yaitu
antara tahun 1914-1940 dapat dilihat dari peninggalan arsitektur dan tata lingkungan Kota
Malang peninggalan kolonial (Pettricia, 2014).
Kota Malang juga merupakan salah satu kota yang memiliki banyak potensi. Kota
Malang memiliki iklim yang sejuk dan relatif subur disebabkan oleh kondisi alamiahnya
yang dikelilingi oleh bukit. Dengan potensi alamiah, lingkungan binaan serta budaya kota
Malang, maka Kota Malang dapat menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Berbagai
julukan Malang sebagai kota wisata mulai dengan brand Malang sebagai Kota Apel
(sekarang milik kota Batu dan Poncokusumo), Malang Kota Bunga (MAKOBU), Malang
Asoy, Welcoming Malang, sampai dengan Beautiful Malang yang dilaunching bulan
Agustus 2015, merupakan upaya untuk mengangkat citra kota Malang (Sayoko, 2019).
Peninggalan arsitektur kolonial juga menjadikan yang didominasi berumur kurang lebih
60 tahun juga menjadikan salah satu daya tarik Kota Malang. Salah satu poros jalan utama
(main road) Kota Malang adalah Kayutangan yang sekarang dinamakan Jalan Basuki
Rahmat. Selain itu, potensi lain dari Kota Malang juga memiliki wilayah yang fungsinya
sebagai Pendidikan tinggi dan perdagangan dan jasa (Rizaldi, 2010).
Kota Malang yang sedang berkembang pesat dan memiliki banyak potensi
tersebut tentu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah maupun perencana untuk
dapat memperkenalkan diri sebagai suatu wilayah yang beridentitas yang tertata dengan
baik yang berpegang pada lima elemen pembentuk kota, sehingga juga dapat memperkuat
identitas kotanya melalui elemen-elemen citra kawasan (Pettricia, 2014). Oleh karena itu,
diperlukan kajian mengenai elemen fisik citra kawasan di Kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik dan persebaran lima elemen pembentuk citra kawasan
di Kota Malang?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup digunakan untuk membatasi pembahasan dalam penelitian guna
untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan. Ruang lingkup dalam
pembahasan ini terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
Fokus studi yang diteliti berupa identifikasi elemen yang membentuk citra
kawasan Kota Malang. Adapun kelima elemen yang digunakan tersebut merupakan
elemen citra kawasan menurut Kevin Lynch. Kelima elemen tersebut adalah Path, edge,
district, node, dan landmark. Identifikasi elemen yang membentuk citra kawasan
dilakukan dengan metode pengumpulan data observasi yang kemudian dijelaskan secara
deskriptif.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian ini merupakan Kota Malang di Jawa Timur.
Kota Malang memiliki luas wilayah sebesar 110,06 km2 yang terbagi dalam lima
kecamatan yaitu: Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing dan Lowokwaru.
Total kelurahan di Kota Malang berjumlah 57 Kelurahan. Adapun batas-batas wilayah
Kota Malang, yaitu sebagai berikut.
Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang.
Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
Selatan: : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang
Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
Kota Malang yang terletak pada ketinggian antara 440 – 667 meter diatas
permukaan air laut, merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi
alam dan iklim yang dimiliki. Letaknya yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang secara astronomis terletak 112,06° – 112,07° Bujur Timur dan 7,06° – 8,02°
Lintang Selatan.
Peta 1.1 Peta Administrasi Kota Malang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Elemen Pembentuk Citra Kawasan
Secara umum, citra adalah internalisasi representasi dan penilaian lingkungan,
representasi mental individu dari bagian realitas eksternal yang diketahui melalui
beberapa jenis pengalaman. Sebuah kota atau kawasan tentu memiliki suatu kesan yang
khas, kesan dan identitas tersebut tentunya memberikan pemahaman identitas kota atau
kawasan kepada pengunjung atau penduduk, dengan terciptanya identitas kawasan
membuat masyarakat merasa nyaman karena masyarakat dapat memahami dengan baik
suatu kawasan (Setijawan et al., 2022). Citra kawasan adalah teori yang dikemukakan
oleh Kevin Lynch, yaitu seorang perencana kota asal amerika, dalam konsep tersebut
dikemukakan pentingnya suatu citra kawasan karena citra yang jelas akan memberikan
banyak hal bagi masyarakat, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah karena
identitas yang kuat terhadap suatu tempat atau kawasan (Wahab et al., 2018). Citra sebuah
kawasan ditentukan oleh aspek fisik kota tersebut, selanjutnya citra kota merupakan salah
satu aspek yang dapat menjadi branding sebuah kawasan. Kevin Lynch menyebutkan
citra kota dapat terbentuk melalui elemen-elemen pembentuk citra kota, elemen-elemen
tersebut adalah path, edge, district, node dan landmark.
2.1.1 Path
Path atau jalur adalah salah satu elemen perancangan kota yang berupa jalur-jalur
dimana biasanya terdapat pergerakan dan pengamat dapat melaluinya, contoh dari path
adalah seperti jalan raya, trotoar dan rel kereta api. Path secara mudah dapat dikenali
karena merupakan koridor linier yang dapat dirasakan oleh manusia pada saat berjalan
mengamati kota atau kawasan. Oleh karena itu, Path adalah elemen yang paling penting
dalam citra kota Menurut Lynch (1960), jika elemen path tidak jelas, maka pengunjung
akan meragukan citra kota secara keseluruhan.. Menurut Wahab et al. (2018), elemen
path juga merupakan elemen yang paling dominan di gambaran orang karena
berhubungan secara langsung. Path yang baik merupakan jalur yang mengarah ke tujuan
yang jelas dan besar. Karakteristik yang dapat mempengaruhi kualitas path yaitu identitas,
kontinuitas dan kualitas terarah.
Gambar 2.1 Ilustrasi Path
2.1.2 Edge
Edge atau tepian merupakan elemen linear yang tidak dianggap atau dilihat
sebagai path oleh pengamat atau pengunjung. Edges merupakan batas-batas antara dua
kawasan, yaitu berupa pembatas linier dalam kontinuitas: pantai, potongan jalur kereta
api, tepian bangunan, dinding. Edges berfungsi sebagai pemutus linear, juga merupakan
pengakhiran dari sebuah district yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya.
Edges biasanya berupa jalur yang dapat berupa batas alami seperti sungai, jembatan dan
topografi atau bentuk buatan seperti greenbelt, tembok, jalan raya yang ditinggikan atau
yang lainnya. Menurut Wahab et al. (2018), edge merupakan elemen yang dikenali dan
dilewati oleh pengamatan atau pengunjung namun tidak dianggap sebagai path, edge juga
dapat berupa jajaran pohon dan dinding.

Gambar 2.2 Ilustrasi Edge


2.1.3 District
District atau kawasan adalah elemen yang dianggap memiliki karakteristik umum
dan identitas visual yang terpisah dengan lingkungan lainnya (Budiman et al., 2018).
District merupakan kawasan kota yang bersifat dua dimensi dengan skala kota menengah
sampai luas, dimana manusia merasakan karakter yang berbeda dari suatu kawasan.
Elemen ini adalah elemen kota yang paling mudah dikenali setelah path. District
merupakan wilayah yang memiliki kesamaan (homogen), kesamaan tersebut dapat berupa
karakter/ciri bangunan secara fisik, fungsi wilayah, dan latar belakang sejarah yang sama.
Karakteristik fisik district yang baik ditentukan oleh kontinuitas dan homogenitas bahan
fasad, tekstur, ruang, bentuk, rincian, simbol, jenis bangunan, kegunaan, aktivitas,
penghuni, warna, topografi dan langit (Lynch, 1960). Semua fitur ini memberi identitas
pada district, menciptakan keintiman antara bagian-bagiannya, dan mengidentifikasi
petunjuk dasar kota.

Gambar 2.3 Ilustrasi District


2.1.4 Node
Nodes atau simpul merupakan fokus strategis yang mana pengunjung dapat
memasuki kawasan, biasanya dalam bentuk persimpangan atau konsentrasi karakteristik
kawasan (Budiman et al., 2018). Nodes juga berupa titik-titik, spot-spot strategis dalam
sebuah kota dimana pengamat bisa masuk, dan yang merupakan fokus untuk ke dan dari
mana pengunjung berjalan. Nodes bisa merupakan persimpangan jalan, tempat break
(berhenti sejenak) dari jalur, persilangan atau pertemuan path, ruang terbuka atau titik
perbedaan dari suatu bangunan ke bangunan lain (Lynch, 1960). Pada intinya nodes
merupakan wilayah strategis yang memang sering dihampiri oleh masyarakat sehingga
ada banyak kegiatan aktivitas sosial terjadi. Hal tersebut bisa terjadi karena berbagai
faktor seperti misalnya di perempatan jalan yang merupakan salah satu nodes karena di
titik tersebut ada banyak lokasi yang menjadi pusat kegiatan aktivitas sehingga tak jarang
masyarakat melihat-lihat kondisi di sekitarnya (Wally, 2015).
Gambar 2.4 Ilustrasi Node

2.1.5 Landmark
Landmark atau tangeran adalah titik-acuan seperti node, namun pengamat tidak
dapat memasukinya. Landmark biasanya merupakan benda fisik yang didefinisikan
dengan sederhana seperti: bangunan, tanda, toko, atau pegunungan. Landmark berbeda
dengan pengalaman pribadi seseorang. Landmark adalah elemen eksternal dan
merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota. Beberapa landmark letaknya dekat,
sedangkan yang lain jauh sampai di luar kota. Beberapa landmark hanya memiliki arti di
daerah kecil dan dapat dilihat hanya di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai
arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari mana-mana. Maka dari itu landmark
merupakan ciri eksternal bagi individu yang bertindak sebagai rujukan (Lynch, 1960).

Gambar 2.5 Ilustrasi Landmark


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena
potensi alam dan iklim yang dimiliki (BPS, 2021). Kota ini terletak di tengah-tengah
wilayah Kabupaten Malang, secara astronomis terletak pada posisi 112.06° - 112.07°
bujur timur dan 7.06° - 8.02° lintang selatan dengan batas-batas wilayahnya sebagai
berikut.
● Sebelah utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso,
Kabupaten Malang.
● Sebelah timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang,
Kabupaten Malang.
● Sebelah selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang.
● Sebelah barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang.
Luas kota Malang adalah sebesar 110,06 km2 yang terbagi dalam lima kecamatan,
yaitu: Kecamatan Kedungkandang, Kecamatan Sukun, Kecamatan Klojen, Kecamatan
Blimbing, dan Kecamatan Lowokwaru dengan persebaran luas wilayah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Malang

No Kecamatan Luas (km2)

1 Kedungkandang 39,89

2 Lowokwaru 22,60

3 Sukun 20,97

4 Blimbing 17,77

5 Klojen 8,83

Total 110,06

Sumber: Kota Malang Dalam Angka, 2021


Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Kecamatan Kedungkandang
merupakan wilayah terluas yang ada di Kota Malang dengan luas sebesar 39,89 km2.
Selain itu, wilayah terkecil terletak di Kecamatan Klojen dengan luas sebesar 8,83 km2.
Berikut merupakan peta administrasi Kota Malang.

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Malang

3.2 Elemen Pembentuk Citra Kawasan Kota Malang


Citra kota merupakan gambaran mental yang ada pada suatu kawasan sesuai
dengan pandangan dari rata-rata masyarakat yang ada pada kawasan tersebut. Kekuatan
visual (imageability) merupakan faktor yang dominan dalam menandai lingkungan,
dengan semakin kuat faktor visualnya, maka elemen tersebut akan semakin kuat untuk
diingat dan dipahami oleh pengamat. Berdasarkan Lynch, pengamat akan cenderung
mengingat tiga hal, yaitu: elemen dengan identitas yang terlihat,elemen dengan arah
menuju pola kota serta elemen yang dapat menginformasikan arti, baik secara individu
maupun publik. Ketiga Hal tersebut kemudian dikategorikan sebagai tiga komponen.
Komponen citra kota, yaitu identitas, struktur dan makna (Lynch,1960).
Citra berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian berupa
1) rupa, gambar, gambaran; 2) gambaran yang dimiliki oleh orang banyak mengenai
pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; 3) kesan mental atau bayangan visual
yang ditimbulkan. Sedangkan kota didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia
sebagai 1) daerah permukiman yang terdiri dari bangunan rumah dan berupa kesatuan
tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat; 2) daerah dengan kepadatan penduduk
yang tinggi serta memiliki fasilitas modern dan sebagian besar bekerja di luar pertanian.
Berdasarkan pengertian tersebut, citra kota dapat diartikan sebagai kesan mental ataupun
bayangan visual yang ditimbulkan dari sebuah kota (Wally, 2015).
Berdasarkan hasil observasi lapangan didapatkan hasil dan pembahasan pada
Kota Malang dengan hasil pembahasan berkaitan dengan 5 elemen citra kota yaitu path,
edge, node, district, dan landmark sebagai berikut :
3.2.1 Path
Path atau jalur adalah salah satu elemen perancangan kota yang berupa jalur-jalur
dimana biasanya terdapat pergerakan dan pengamat dapat melaluinya, contoh dari path
adalah seperti jalan raya, trotoar dan rel kereta api. Pada kota malang, elemen pembentuk
citra suatu kawasan berupa path ialah Jalan Kawi, Jalan Besar Ijen, Jalan Jenderal Basuki
Rahmat, Jalan Pasar Besar, Jalan Merdeka Timur. Berikut merupakan photo mapping
path di Kota Malang
Gambar 3.2 Photomapping Elemen Path
A. Jalan Kawi
Jalan Kawi merupakan jalan/path dengan panjang 373 meter yang sering dilalui
sebagai jalur utama oleh masyarakat. Path ini memiliki kontinuitas karena terdapat
beberapa variasi kegiatan seperti perdagangan dan jasa yang terkonsentrasi di sekitar jalur
sehingga mengarahkan orang untuk mengikuti arah pergerakan path ini. Pada Jalan Kawi
terdapat perdagangan dan jasa berupa mall yang menjadi identitas atau ciri khas jalan
yang mempermudah wayfinders.

Gambar 3.3 Path Jalan Kawi


B. Jalan Besar Ijen
Jalan Besar Ijen merupakan jalan/path yang sering dilalui sebagai jalur utama.
Path ini memiliki kontinuitas karena menghubungkan variasi kegiatan di sekitar path
yang meliputi guna lahan perumahan, pendidikan, peribadatan, ketahanan dan keamanan,
perdagangan dan jasa, serta lainnya sehingga mengarahkan orang untuk mengikuti arah
pergerakan path ini. Pada Jalan Kawi terdapat perumahan bergaya arsitektur kolonial
yang menjadi identitas atau ciri khas jalan sehingga mempermudah wayfinders. Jalan
Kawi mengalami program penghijauan dan pelayanan penyiraman pohon serta taman
oleh pemerintah.
Gambar 3.4 Path Jalan Besar Ijen
C. Jalan Jenderal Basuki Rachmat
Jalan Jenderal Basuki Rachmat merupakan jalan/path yang sering dilalui sebagai
jalur utama oleh masyarakat. Path ini memiliki kontinuitas karena terdapat beberapa
variasi kegiatan seperti perdagangan dan jasa, sarana pelayanan umum, peribadatan, dan
lainnya sehingga mengarahkan orang untuk mengikuti arah pergerakan path ini. Pada
Jalan Jenderal Basuki Rachmat identik dengan nuansa kawasan heritage Kayoetangan
dengan banyak bangunan kuno peninggalan masa lalu yang menjadi identitas atau ciri
khas jalan sehingga mempermudah wayfinders.

Gambar 3.5 Path Jalan Basuki Rachmat


D. Jalan Pasar Besar
Jalan Pasar Besar merupakan jalur/path yang sering dilalui sebagai jalur utama
oleh masyarakat. Path ini memiliki kontinuitas karena terdapat variasi kegiatan
perdagangan dan jasa sehingga mengarahkan orang untuk mengikuti arah pergerakan
path ini Salah satunya terdapat pusat kegiatan jual beli terbesar di Kota Malang berupa
Pasar Besar. Hal tersebut juga yang menjadikan identitas atau cir khas path yang
mempermudah wayfinders.

Gambar 3.6 Path Jalan Pasar Besar


E. Jalan Merdeka Timur
Jalan Merdeka Timur merupakan jalur/path yang sering dilalui sebagai jalur
utama oleh masyarakat. Path ini memiliki kontinuitas karena terdapat variasi kegiatan
perdagangan dan jasa, perkantoran, RTH, peribadatan, dan lainnya sehingga
mengarahkan orang untuk mengikuti arah pergerakan path ini. Pada path ini juga terdapat
alun-alun Kota Malang serta Masjid Jami’ yang berdampingan dengan Gereja GPIB
Immanuel malang yang menjadi identitas atau ciri khas path Jalan Merdeka Timur.

Gambar 3.7 Path Jalan Merdeka Timur


3.2.2 Edge
Edge atau tepian adalah elemen linier yang tidak dipakai/dilihat sebagai path.
Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear,
misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya.
Edge juga merupakan elemen linier yang dikenali manusia pada saat dia berjalan, tapi
bukan merupakan jalur (paths). Batas bisa berupa pantai, dinding, deretan bangunan, atau
jajaran pohon/ lansekap. Edge yang ada di Kota Malang adalah Sungai Brantas, Jalan
Gatot Subroto, Jalan Kawi, dan Jalan Ijen.
Gambar 3.8 Photomapping Edge Kota Malang
A. Sungai Brantas
Sungai Brantas merupakan sebuah sungai yang mengalir di Kota Malang. Sungai
Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa, setelah Bengawan Solo.
Sungai Brantas mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang Provinsi Jatim
sebagai lumbung pangan nasional. Antara tahun 1994–1997, Provinsi Jatim rata-rata
berkontribusi 470.000 ton beras/tahun atau sebesar 25% dari stok pangan nasional. Sungai
Brantas berhulu di kaki Gunung Arjuno, tepatnya Desa Sumber Brantas, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu. Sungai ini lalu mengalir ke Kota Malang dan kemudian bertemu
dengan Sungai Lesti di Kabupaten Malang. Sungai ini lalu mengalir ke Blitar dan bertemu
dengan Sungai Ngrowo di Tulungagung. Sungai ini kemudian mengalir ke Kediri dan
bertemu dengan Sungai Widas di Kertosono. Sungai ini lalu mengalir ke Jombang dan
bercabang menjadi dua di Mojokerto, yakni menjadi Kali Surabaya dan Kali Porong. Luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas mencapai 11.800 km² atau seperempat dari luas
Provinsi Jawa Timur. Sungai sepanjang 320 kilometer ini mengalir melingkari sebuah
gunung berapi yang masih aktif, yakni Gunung Kelud Rerata curah hujan di wilayah
sungai ini mencapai 2.000 mm per tahun dan dari jumlah tersebut sekitar 85% di
antaranya jatuh pada musim hujan. Rerata potensi air permukaan di wilayah sungai ini
sebesar 12 miliar m³ per tahun, dan yang termanfaatkan baru sebesar 2,6-3,0 miliar m³
per tahun. Sungai Brantas mengalir dari Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, lalu ke Kota
Malang, hingga mengalir ke luar Kota Malang, sehingga Sungai Brantas merupakan
sungai yang dikenal oleh masyarakat karena memiliki peran yang penting di lingkungan
masyarakat Kota Malang.

Gambar 3.9 Edge Sungai Brantas


B. Jalan Gatot Subroto
Jalan Gatot Subroto merupakan salah satu jalan utama di Kota Malang yang
membatasi antara Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Gambar 3.10 Edge Jalan Gatot Subroto
C. Jalan Kawi
Jalan Kawi Atas termasuk ke dalam Kelurahan Gading Kasri, Kecamatan Klojen
yang merupakan wilayah Kota Malang bagian barat. Panjang Jalan Kawi Atas yaitu 373
meter, dimana guna lahan di sepanjang koridor jalan tersebut mayoritas merupakan guna
lahan perdagangan dan jasa. Adapun berikut merupakan batas-batas Jalan Kawi, yaitu :
Sebelah Utara : Jalan Pulosari dan Jalan Panderman
Sebelah Selatan : Jalan Kawi Selatan dan Jalan Terusan Pulosari
Sebelah Barat : Jalan Manggis dan Jalan Rajekwesi
Sebelah Timur : Jalan Kawi

Gambar 3.11 Edge Jalan Kawi


D. Jalan Ijen
Jalan Ijen merupakan salah satu jalan utama di Kota Malang. Kawasan
Perumahan Ijen memang dikelola serius oleh Pemkot Malang melalui program
penghijauan serta pelayanan penyiraman pohon dan taman di area jalan ijen. Selain itu,
jalan ijen juga menjadi ikon bersejarah di Kota Malang. Terdapat bangunan-bangunan
kuno peninggalan masa Hindia Belanda di sepanjang jalan itu seperti perumahan
berbentuk villa dan gereja. Sebagian bangunan masih ada yang mempertahankan bentuk
aslinya, namun sisanya sudah ada yang berganti menjadi bangunan baru. Dengan
memperhatikan keindahan serta konektivitas dengan bagian yang lain di kota, Karsten
merancang jalan Ijen sebagai daerah perumahan mewah bagi banyak pejabat. Bentuk
jalannya sendiri dibuat menjadi boulevard, yaitu jalan kembar dengan pembatas berupa
taman di bagian tengah.

Gambar 3.12 Edge Jalan Ijen


E. Sungai Metro
Sungai Metro merupakan anak sungai Brantas yang aliran sungainya melalui Kota
Malang dan berakhir di kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Sungai Metro di
Kecamatan Kepanjen, secara administrasi melewati Desa Mojosari, Ngadilangkung,
Dilem, Kelurahan Kepanjen, Cempokomulyo, Desa Talangagung, Pangungrejo,
Mangunrejo dan berakhir di Desa Jenggolo dengan panjang sungai 18,2 Km.
Gambar 3.13 Edge Sungai Metro
3.2.3 District
Elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang berupa District meliputi Kawasan
Permukiman Kampung Warna-Warni, Kawasan Heritage Kajoetangan, Kawasan
Perdagangan dan Jasa Pasar Besar, Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan Soekarno Hatta,
dan Kawasan pemerintahan Balai Kota Malang. Peta persebaran landmark di Kota
Malang berupa photo mapping ditunjukkan pada gambar berikut.
Kevin Lynch menjelaskan bahwa district (kawasan) merupakan wilayah yang
memiliki kesamaan (homogen). Kesamaan tersebut dapat berupa kesamaan karakter atau
ciri bangunan secara fisik, fungsi wilayah, latar belakang sejarah, dan sebagainya. Sebuah
kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, wujudnya) dan khas pula
dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. Adapun
elemen district sebagai pembentuk citra kota di Kota Malang beberapanya adalah sebagai
berikut:
1. Kawasan Permukiman Kampung Warna-Warni
Kawasan Kampung Warna-Warni diidentifikasi dengan fungsi khusus berupa
kawasan permukiman. Upaya yang dilakukan pemkot Malang membuat sebuah kampung
wisata di setiap kelurahan-kelurahan di Kota Malang sehingga bisa mengekspos potensi
masing-masing kelurahan di Kota Malang. Kampung Warna Warni dulunya disebut
dengan Kampung Jodipan. Kampung Warna-Warni merupakan kampung yang berhasil
diubah oleh kelompok mahasiswa dari kampung kumuh menjadi kampung wisata
(Ningsih, 2017). Adapun hasil perbaikan yang tampak secara langsung yaitu dinding
bangunan rumah berwarna-warni serta kampung menjadi lebih bersih. Hal tersebut
menyebabkan kampung menjadi perhatian penduduk kota dan hingga menjadi tempat
wisata dan telah diresmikan oleh Pemerintah Kota Malang.

Gambar 3.14 Kawasan Permukiman Kampung Warna-Warni


2. Kawasan Heritage Kajoetangan
Kawasan yang berada di kayutangan tepatnya Jalan Basuki Rahmat diidentifikasi
dengan fungsi khusus berupa kawasan bersejarah. Kawasan Heritage diresmikan sebagai
ibukota Heritage Malang Raya oleh Walikota Sutiaji dikarenakan Kawasan Kayutangan
sepanjang Jalan Basuki Rahmat masih bersifat potensi historis tinggi yang dipenuhi oleh
bangunan kuno peninggalan masa lalu. Kondisi tersebut menjadi daya tarik dalam
memperkuat sektor ekonomi kreatif yang menjadi fokus perkembangan Pemkot Malang.
Setelah penetapan Kayutangan sebagai salah satu area heritage, dimulai pula eksplorasi
wilayah ini oleh para pecinta dan praktisi budaya di Malang Raya. Bahkan, tahun 2019
untuk pertama kalinya digelar Oeklam-Oeklam Heritage Kajoetangan oleh masyarakat
peduli warisan budaya yang tergabung dalam Malang Raya Heritage (Malang Post, 2019).
Menurut Khakim, dkk., (2019) Kampung Kayutangan menawarkan wisata budaya
bermuatan edukasi sejarah, dengan memperlihatkan arsitektur rumah peninggalan
kolonial Belanda yang masih terjaga hingga saat ini. Tidak hanya arsitektur bangunan,
peralatan atau barang-barang kuno juga tersedia di sana, seperti sepeda ontel, peralatan
masak, lampu, jendela, kamera, telepon dan perabotan rumah lainnya.

Gambar 3.15 Kawasan Heritage Kajoetangan


3. Kawasan Perdagangan dan Jasa Pasar Besar
Pasar Besar Malang merupakan pusat perdagangan dan belanja yang terletak tidak
jauh dari Alun-Alun Kota Malang. Tepatnya berada di Jl. Pasar Besar Klojen, Malang
Kota. Tak heran jika Pasar Besar Malang ini memiliki aktivitas yang cukup sibuk di setiap
harinya. Terdapat banyak sekali ruko dan toko yang dibuka di sini. Pengunjung pun kerap
berdatangan ke Pasar Besar Malang di tiap harinya untuk berbelanja atau hanya sekedar
berjalan-jalan. Seperti yang mungkin telah diketahui, Pasar Besar Malang ini sering kali
disebut-sebut sebagai salah satu sight and activities di Malang. Hal tersebut bisa jadi
dikarenakan Pasar Besar Malang ini memiliki banyak sekali spot menarik yang bisa
dikunjungi. Pasalnya, Pasar Besar Malang dan kawasan sekitarnya merupakan wilayah
yang dikenal tumbuh berkembang secara bersamaan dengan Kota Malang. Bahkan rumah
dan ruko yang berdiri di tempat ini sebagian besar masih merupakan warisan dari zaman
kolonialisme Belanda.
Pasar besar merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Malang. Setelah era
Hindia Belanda, tercatat terdapat renovasi pada tahun 1938 dan 1973 pada pasar ini. Pada
tahun 1973, Pasar Besar Malang dibuat 2 tingkat. Perubahan terjadi pada bentuk pasar
yang lebih modern dan akhirnya menjadi bertingkat. Namun perubahan paling drastis
dilakukan ketika pasar dibuat menjadi bertingkat empat setelah kebakaran besar yang
terjadi di sisi timur pasar pada tahun 1985. Renovasi besar-besaran pasca kebakaran
tersebut dimulai tahun 1990. Pemerintah Kota Malang menunjuk PT. Surya Fortuna
Kencana Setia. Nilai proyek renovasi mencapai Rp 31 miliar.
Pada tahun 1991, bentuk pasar menjadi berubah dan menjadi bangunan yang
sepenuhnya dikelilingi tembok di bagian luar. Selain itu, Pasar Besar Malang hadir
dengan empat lantai. Lantai 1 dan 2 untuk menampung pasar tradisional. Lantai 3 untuk
Matahari Department Store. Serta lantai 4 untuk Pusat Grosir Matahari. Di lantai 3 dan 4
juga diberi fasilitas tempat parkir kendaraan roda dua maupun empat. Setelah masa itu
sempat terjadi kebakaran besar lagi pada tahun 2003, kebakaran bersumber dari lantai 3
Matahari Department Store. Total kerugiannya ditaksir mencapai Rp40 miliar. Pasca
kebakaran, renovasi besar dilakukan. Namun, bentuk bangunan pasar tetap dan tidak
berubah hingga saat ini.

Gambar 3.16 Kawasan Perdagangan dan Jasa Pasar Besar


4. Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan Soekarno Hatta
Kawasan yang berada di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta diidentifikasi dengan
fungsi khusus berupa perdagangan dan jasa. Perdagangan dan jasa yang terdapat di
kawasan tersebut beragam dapat berupa rumah makan, minimarket, dan jasa lain.

Gambar 3.17 Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan Soekarno Hatta


5. Kawasan Pemerintahan Balai Kota Malang
Kawasan ini berada di sekitar alun-alun Tugu Kota Malang. Terdapat Balai Kota
dan juga Kantor DPRD Kota Malang di kawasan ini. Balai Kota Malang adalah salah satu
bangunan peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebelum tahun 1914 Malang
masih merupakan daerah bagian dari Karesidenan Pasuruan dan kekuasaan tertinggi di
Malang adalah Asisten Residen yang berkantor di selatan alun-alun Malang (sekarang
Kantor Pos Malang). Setelah Kota Malang dinaikkan statusnya menjadi Gemeente (Kota
madya) pada 1 April 1914, Malang berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin
oleh seorang Burgemeester (Wali kota). Jabatan wali kota waktu itu dirangkap oleh
Asisten Residen sampai tahun 1918. Baru pada tahun 1919, Malang mempunyai wali kota
pertama yaitu H.I. Bussemaker. Bangunan Balai Kota Malang didirikan sebagai pusat
pemerintahan baru karena kantor pemerintahan lama berada di daerah alun-alun dianggap
sudah tidak mewakili gaya pemerintah baru yang lebih modern sehingga diusulkan untuk
membuat daerah pusat pemerintahan baru yaitu di daerah Jan Pieterszoon Coenplein
(Lapangan J.P. Coen). Karena lapangan tersebut berbentuk bundar maka disebut Alun-
alun Bundar.
Balai Kota Malang dibangun pada 1927 dan selesai pada September 1929.
Gedung ini dirancang oleh HF Horn dengan menghabiskan biaya 287 ribu gulden dengan
motto Voor de burgers van Malang yang artinya "untuk warga Malang". Bangunan Balai
Kota Malang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Walikota Malang dalam
Surat Ketetapan Walikota Malang nomor SK 185.45/341/35/73.112/2018 tertanggal 12
Desember 2018.

Gambar 3.18 Kawasan Pemerintahan Balai Kota Malang


3.2.4 Node
Elemen pembentuk citra suatu kawasan berupa nodes atau simpul dalam kota
malang diantaranya adalah Simpang Balapan, Alun-alun Merdeka, Alun-alun Tugu,
Perempatan Kayutangan, dan Taman Tjermen. Berikut merupakan photomaping
persebaran lokasi nodes pada Kota Malang.
Gambar 3.19 Photomapping Elemen Node
1. Taman Simpang Balapan
Simpang Balapan yang terletak pada Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota
Malang, Jawa Timur merupakan RTH yang dikategorikan sebagai RTH Pasif,
yang dimaksud sebagai RTH yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung,
namun hanya sebagai estetika dan penanda sejarah serta kawasan. Namun, RTH
ini cenderung memberikan manfaat pada kawasan sekitar, seperti contohnya pada
weekend, banyak pengunjung dan komunitas yang menikmati taman sekitar
simpang balapan, seperti komunitas sepeda onthel dan skateboard, aktivitas
lainnya ada berupa bazar yang rutin dilaksanakan tiap minggunya, serta kegiatan
tahunan seperti Malang Tempo Dulu dan Malang Flower Carnival. Aktivitas
tersebut menunjukkan bahwa tugu yang diresmikan pada 10 November 1991 ini
selain sebagai titik persimpangan yang menghubungkan Jl. Besar Ijen dengan Jl.
Panggung dan Jl. Merbabu sebagai kawasan perumahan, juga menjadi pusat
kegiatan sosial masyarakat Kota Malang termasuk hari-hari besar walaupun tidak
dimanfaatkan secara langsung.

Gambar 3.20 Taman Simpang Balapan


2. Alun-alun Merdeka
Alun-alun yang terletak pada Jl. Merdeka selatan, Kiduldalem, Kec. Klojen, Kota
Malang ini merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat populer, bukan
karena bukan hanya fungsi alun-alun sebagai pusat kegiatan sosial yaitu rekreasi,
namun juga fungsi kegiatan yang hidup pada kawasan sekitarnya, yaitu pusat
kegiatan perdagangan dan jasa serta pusat pemerintah pelayanan umum. Fasilitas
yang ditawarkan dalam alun-alun juga cenderung beragam, diantaranya air
mancur, stand photobooth, area skateboard, dan playground. Beragam kegiatan
yang ada pada Alun-alun Merdeka ini menjadi penarik aktivitas kegiatan secara
individu maupun komunitas, seperti menjadi penarik komunitas skateboard
ataupun komunitas pecinta Burung Merpati yang tersedia di dalam Alun-alun.
Alun-alun Merdeka ini juga menghubungkan beberapa ruas jalan besar,
diantaranya Jl. Kauman, Jl. Agus Salim, Jl. Raya Malang-Gempol, Jl. S.W
Pranoto.

Gambar 3.21 Alun-alun Merdeka


3. Alun-alun Tugu
Alun-Alun Tugu terletak di Kiduldalem, Kecamatan Lowokwaru. Letak alun-alun ini
berada di depan Balaikota, Kota Malang. Alun-Alun Tugu merupakan salah satu
landmark di Kota Malang. Monumen tugu yang dibangun di tengah melambangkan
kelima penjuru arah. Dimana, arah yang diutamakan adalah arah yang menuju Gedung
Balaikota sedangkan keempat arah lainnya mewakili jalan raya yang berada di luar
lingkaran taman. Monumen tugu yang berbentuk menyerupai bambu tajam memiliki
makna bahwa senjata tersebut pertama kali digunakan bangsa Indonesia merebut
kemerdekaan Indonesia. Alun-alun Tugu tidak sekedar menjadi penghias kota atau
halaman Balikota. Alun-alun ini juga dimanfaatkan warga untuk beraktivitas. Alun-Alun
Tugu berada di persimpangan Jalan Majapahit, Jalan Gajahmada, Jalan Kertanegara,
Jalan Suropati, dan Jalan Kahuripan.
Gambar 3.22 Alun-Alun Tugu

4. Perempatan Kayutangan
Persimpangan Kayutangan berada di Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen. Kayutangan
ditetapkan sebagai kawasan warisan budaya atau heritage di Kota Malang. Berbagai
bangunan kolonial banyak ditemukan di sepanjang koridor Kayutangan yang mayoritas
merupakan pertokoan. Persimpangan Kayutangan sendiri menghubungkan Jalan Basuki
Rahmat, Jalan Semeru, dan Jalan Kahuripan.

Gambar 3.23 Perempatan Kayutangan

5. Taman Tjerme
Taman Tjerme berada di Oro-oro Dowo, Klojen. Taman Tjerme merupakan peninggalan
bersejarah pada masa kolonial. Tjerme Plein atau Taman Cerme ini juga berfungsi sebagai
penanda titik peralihan jalur transportasi antar kawasan. Taman ini berbentuk segitiga
dengan visual taman berbentuk labirin. Taman Tjerme berada di tengah-tengah Jalan
Cerme, Jalan Buring, dan Jalan Merbabu

Gambar 3.24 Taman Tjerme


3.2.5 Landmark
Elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang berupa landmark meliputi
Alun-Alun Tugu Kota Malang, Gereja Katedral Ijen, Monumen Melati, Patung Kendedes,
dan Alun-Alun Merdeka Kota Malang. Peta persebaran landmark di Kota Malang berupa
photo mapping ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 3. 25
Peta Persebaran Landmark di Kota Malang
A. Alun-Alun Tugu Kota Malang
Bangunan yang dibangun oleh Jenderal Pieter Zoen Coen, Gubernur Pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1920 merupakan salah satu landmark yang paling iconic di
Kota Malang. Landmark ini bahkan menjadi lambang dari Kota Malang di mana memiliki
warna biru muda dengan makna kesetiaan pada Tuhan, negara dan bangsa. Alun-Alun
Tugu Kota Malang berlokasi di Jl. Tugu, Kiduldalem, Kecamatan Klojen.
Gambar 3. 26
Alun-Alun Tugu Kota Malang

Alun-Alun Tugu Kota Malang menjadi salah satu taman yang mencolok, di mana
dengan adanya monumen tugu yang berdiri tegak meruncing di tengah taman tersebut.
Hal tersebut menjadikannya memori tersendiri bagi setiap orang yang pernah
mengunjungi taman tersebut sehingga akan selalu terbesit di dalam ingatannya. Selain
itu, pada bagian bawahnya, taman yang beralaskan kolam air dengan bunga teratai
berselimutkan dengan tatanan vegetasi tanaman hias yang dikelilingi pohon trembesi
dengan umur yang sangat tua. Monumen tugu terpancang di tengah taman yang dikelilingi
oleh kolam yang berisi berbagai jenis ikan. Terdapat pula pancuran air yang gemericik di
masing-masing titik air mancur yang dinyalakan pada pagi dan malam hari. Keberadaan
air mancur tidak hanya sebagai penambah estetika kolam, akan tetapi memiliki fungsi
sebagai siklus energi dari udara ke dalam kolam.

Gambar 3. 27
Alun-Alun Tugu Kota Malang
Monumen tugu yang dibangun di tengah melambangkan kelima penjuru arah, di
mana arah yang diutamakan adalah arah yang menuju Gedung Balai Kota. Sedangkan,
keempat arah lainnya mewakili jalan raya yang berada di luar lingkaran taman. Alun-alun
ini tidak sekadar menjadi penghias kota atau halaman balai kota, akan tetapi alun-alun ini
juga dimanfaatkan warga untuk beraktivitas. Warga dapat menikmati taman sambal
berkeliling di sekitar taman sambil menuntun sepeda.
B. Gereja Katedral Ijen
Gereja Katedral Ijen awal mulanya memiliki nama Gereja Katedral Santa Theresia
saat diresmikan pada tahun 28 Oktober 1934 yang dirancang oleh warga Belanda.
Bangunan ini menjadi salah satu landmark yang dapat diidentifikasi di Kota Malang,
terutama pada kawasan koridor Jalan Ijen. Gereja Katedral Ijen berlokasi di Jl. Buring
No. 60, Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen.
Gambar 3. 28
Gereja Katedral Ijen
Bangunan ini memiliki gaya bangunan khas Belanda yang Bernama “Neo-Gotik”.
Gaya bangunan tersebut terbentuk dari batu alam yang menjadi konstruksi sebagai
penyangga atap dengan ciri khas seperti lengkungan melancip ke atas dan memberikan
ekspresi ke atas yang sangat sesuai dengan bangunan tempat ibadah.
Gambar 3. 29
Gereja Katedral Ijen

C. Monumen Melati
Monumen Melati atau yang memiliki nama lain sebagai Monumen Kadet berdiri
tegak setinggi 7 (tujuh) meter ini diresmikan pada tanggal 17 Desember 1932. Monumen
Melati merupakan wujud penghargaan terhadap sekolah darurat di awal pembentukan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang sekarang dikenal sebagai Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Monumen ini berlokasi di Jl. Ijen No. 18, Gadingkasri, Kecamatan
Klojen.
Gambar 3. 30
Monumen Melati

Pada bagian atas monumen ini terdapat bunga melati berwarna coklat keemasan
yang merupakan bentuk penghargaan dan apresiasi atas terbentuknya Sekolah TKR yang
merupakan cikal bakal terbentuknya TNI yang sekarang. Sekolah TKR yang memiliki
nama Sekolah Tentara Divisi VII Suropati tersebut dikenal dengan simbol bunga
melatinya. Maka dari situlah diambillah simbol bunga melati ini sebagai bentuk
kebanggaan terhadap TKR. Tidak hanya sampai di situ, bunga melati yang memiliki 11
helai tersebut juga memiliki arti. Hal itu sebenarnya melambangkan bulan lahirnya
Sekolah Kadet Suropati.
Gambar 3. 31
Monumen Melati
D. Alun-Alun Merdeka Kota Malang
Alun - Alun Merdeka merupakan salah satu alun - alun yang berada di kota
Malang. Merujuk pada Rahajeng (2009), dalam kurun waktu tahun 1767 hingga awal
1870-an, Malang masih menjadi sebuah kabupaten kecil dengan pusat di lokasi Alun -
Alun Merdeka. Saat itu, Alun - Alun Merdeka hanyalah sebuah lapangan rumput besar
yang berada diantara 4 ruas jalan. Hingga pada tahun 1882, dibangunlah Alun - Alun
menjadi suatu ruang publik, dengan pohon - pohon,jalur sirkulasi dan jalur tram. Alun-
Alun Merdeka dibangun setelah adanya beberapa bangunan penting, yaitu: kantor asisten
residen (1824), kantor bupati atau pendopo (1839), serta Masjid Jami’ (1875).
Alun-alun Merdeka hampir mirip dengan tipologi alun-alun kota-kota kabupaten
di Jawa, hanya peletakan bangunan penting seperti kantor kabupaten tidak berhadapan
dengan kantor Asisten Residen. Alun-alun Merdeka terletak di Jl. Merdeka Selatan,
Kiduldalem, Kec. Klojen, Kota Malang.
Gambar 3. 32
Alun-Alun Merdeka Kota Malang
Pada awal perkembangan Kota Malang, kawasan Alun-alun Merdeka menjadi
pusat pemerintahan Kota Malang serta memiliki peranan sejarah yang penting terkait
pertumbuhan dan perkembangan awal Kota Malang (Handinoto: 1996, 24). Selain
berkembang sebagai pusat pemerintahan, kawasan Alun-alun Merdeka juga tumbuh
sebagai pusat kegiatan perkotaan (pusat kota). Masyarakat memanfaatkan Alun-alun
Merdeka untuk berekreasi maupun berniaga, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
pedagang kaki lima di alun-alun maupun didalam alun-alun selain itu dapat terlihat
dengan banyaknya pengunjung dari berbagai kalangan.
Gambar 3. 33
Alun-Alun Merdeka Kota Malang

E. Masjid Agung Jami’


c Masjid Agung Jami’ Malang didirikan pada tahun 1890 di atas tanah
Goepernemen atau tanah negara sekitar 3.000 m2. Menurut prasasti yang ada, Masjid
Agung Jami’ dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama dibangun tahun 1890, kemudian
tahap kedua dimulai pada 15 Maret 1903, dan selesai pada 13 September 1903 .Ditinjau
dari bentuknya, Masjid Agung Jami’ Malang mempunyai dua gaya arsitektur, yaitu
arsitektur Jawa dan Arsitektur Arab. Gaya arsitektur Jawa terlihat dari bentuk atap Masjid
bangunan lama yang berbentuk tajug. Sedangkan gaya arsitektur Arab terlihat dari bentuk
kubah pada menara masjid dan juga konstruksi lengkung pada bidangbidang bukaan
(pintu dan jendela)
Gambar 3. 34
Masjid Agung Ja’mi Malang

Masjid Agung Ja’mi kota Malang adalah masjid tertua di kota Malang, yang
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota Malang. Seiring dengan
perkembangan jaman, luasan masjid yang ada, tidak mampu lagi menampung jamaah.
Oleh karena itu, maka pada tahun 2009 areal masjid diperluas ke sebelah utara. Perluasan
masjid ini dengan cara membeli lahan di sebelah utara masjid Jamik. Perluasan masjid ini
berupa pembangunan bangunan 3 lantai + basement. Selain itu, karena perluasan masjid
ini pula akhirnya dibuat sumur artesis dengan kedalaman ± 100 m. Sumur artesis ini
kemudian selain dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi jamaah, juga
dipergunakan untuk usaha air minum kemasan dengan merk Q-Jamiq.
Gambar 3. 35
Masjid Agung Ja’mi Malang
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil observasi
lapangan, elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang terdiri dari lima elemen, yaitu
path, edge, district, node, dan landmark. Elemen pertama, yaitu path, path atau jalur yang
ada di Kota Malang meliputi Jalan Kawi, Jalan Besar Ijen, Jalan Jenderal Basuki Rahmat,
Jalan Pasar Besar, Jalan Merdeka Timur. Elemen kedua, yaitu edge, edge atau tepian yang
ada di Kota Malang meliputi Sungai Brantas, Jalan Gatot Subroto, Jalan Kawi, dan Jalan
Ijen. Elemen ketiga, yaitu district, district atau kawasan yang ada di Kota Malang meliputi
Kawasan Permukiman Kampung Warna-Warni, Kawasan Heritage Kajoetangan,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Pasar Besar, Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan
Soekarno Hatta, dan Kawasan pemerintahan Balai Kota Malang. Elemen keempat, yaitu
node, node atau simpul yang ada di Kota Malang meliputi Simpang Balapan, Alun-alun
Merdeka, Alun-alun Tugu, Perempatan Kayutangan, dan Taman Tjermen. Elemen
kelima, yaitu landmark, landmark atau markah yang ada di Kota Malang meliputi Alun-
Alun Tugu Kota Malang, Gereja Katedral Ijen, Monumen Melati, Patung Kendedes, dan
Alun-Alun Merdeka Kota Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, I. T. R., Rondonuwu, D. M., & Tungka, A. E. (2018). Jurnal Spasial. Analisis
Elemen-Elemen Pembentuk Citra Kota Di Kawasan Perkotaan Tahuna, Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
Lynch, K. (1960). The Image of the City. MIT Press.
Noviana, M. (2012). Kajian elemen pembentuk citra kawasan jalan kusuma bangsa
samarinda. Jurnal Eksis, 2218-2221.
Pettricia, H. A. (2014). Elemen Pembentuk Citra Kawasan Bersejarah Di Pusat Kota
Malang. RUAS (Review of Urbanism and Architectural Studies), 10-23.
Rizaldi, T. L. N. (2010). Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah
Kawasan Kayu Tangan Kota Malang. Arsitektur E-Journal, 19-31.
Sayoko, J. (2019). Kajian Citra Kota Dalam Branding City Beautiful Malang. Mintakat:
Jurnal Arsitektur, 19-31.
Setijawan, A., Putri, T. A. S., & Widodo, W. H. S. (2022). Kajian Elemen Pembentuk
Citra Kota Untuk Memperkuat Identitas Pusat Kota Kediri.
Tallo, A. J. (2014). Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus : Sebagian Kecamatan
Klojen, Di Kota Malang). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 213-227.
Wahab, S. R. S., Rondonuwu, D. M., & Poluan, R.J. (2018). Jurnal Spasial. Kajian
Elemen Pembentuk Citra Kota Bitung.
Wally, J. F. (2015). Studi Citra Kota Jayapura Pendekatan Pada Aspek Fisik Elemen-
Elemen Citra Kota - Kevin Lynch. Universitas Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai