DAFTAR ISI 1
BAB I 2
PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan 3
1.4.1 Ruang Lingkup Materi 4
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 4
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Elemen Pembentuk Citra Kawasan 6
2.1.1 Path 6
2.1.2 Edge 7
2.1.3 District 7
2.1.4 Node 8
2.1.5 Landmark 9
BAB III 10
PEMBAHASAN 10
3.1 Gambaran Umum Kota Malang 10
3.2 Elemen Pembentuk Citra Kawasan Kota Malang 11
3.2.1 Path 12
3.2.2 Edge 17
3.2.3 District 22
3.2.4 Node 28
3.2.5 Landmark 34
BAB IV 43
PENUTUP 43
4.1 Kesimpulan 43
DAFTAR PUSTAKA 44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk sebuah kota terus mengalami perubahan. Perkembangan kota merupakan
hasil karya dari konstruksi pemikiran manusia baik dalam adaptasi terhadap lingkungan
maupun adjustment (Tallo, 2014). Salah satu teori penting dalam perancangan kota adalah
teori mengenai citra tempat. Sejak tahun 1960an teori `citra kota' dapat mengarahkan
pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari
orang yang hidup didalamnya. Citra dapat mempengaruhi perilaku dengan cara diawali
oleh individu yang menciptakan reaksi terhadap lingkungan fisik bangunan dan perkotaan
yang mereka lihat, reaksi tersebut menjadi pengalaman berupa citra (image) lingkungan
yang tersimpan dalam ingatan, dan kemudian akan mempengaruhi perilaku (Noviana,
2012).
Identitas atau ciri khas suatu kota tidak akan pernah lepas dalam perkembangan
suatu kota. Citra terhadap suatu kota berkaitan erat dengan identitas dari beberapa elemen
dalam kota yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan
kota lainnya. Menurut Kevin Lynch (1960) Citra dan identitas kawasan telah menjadi
tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang
terhadap nilai lingkungan tersebut (Noviana, 2012).
Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu path
(jalur), edge (tepian), district (kawasan), node (simpul), serta landmark (tengeran).
Elemen-elemen inilah yang terlihat dan terasa di kawasan kota. Jika kelima elemen
tersebut semakin kuat, maka semakin baik kota itu akan memberikan kualitas citra kota
terhadap pengamat. Lima elemen dalam di dalam kota tersebut tidak dapat dilihat secara
terpisah, maka sehingga perlu diperhatikan interaksi antara lima elemen citra tersebut
agar gambaran terhadap citra kota menjadi nyata dan benar (Lynch, 1960).
Kota Malang merupakan salah satu hasil perencanaan kota kolonial yang terbaik
di Hindia Belanda. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peninggalan arsitektur kolonial
yang hingga saat ini masih berdiri megah dan tata lingkungan yang mempunyai nilai
historis. Bukti perkembangan Malang yang tumbuh dengan pesat yang pada awalnya
sebuah kabupaten kecil, menjadi sebuah kotamadya kedua terbesar di Jawa Timur yaitu
antara tahun 1914-1940 dapat dilihat dari peninggalan arsitektur dan tata lingkungan Kota
Malang peninggalan kolonial (Pettricia, 2014).
Kota Malang juga merupakan salah satu kota yang memiliki banyak potensi. Kota
Malang memiliki iklim yang sejuk dan relatif subur disebabkan oleh kondisi alamiahnya
yang dikelilingi oleh bukit. Dengan potensi alamiah, lingkungan binaan serta budaya kota
Malang, maka Kota Malang dapat menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Berbagai
julukan Malang sebagai kota wisata mulai dengan brand Malang sebagai Kota Apel
(sekarang milik kota Batu dan Poncokusumo), Malang Kota Bunga (MAKOBU), Malang
Asoy, Welcoming Malang, sampai dengan Beautiful Malang yang dilaunching bulan
Agustus 2015, merupakan upaya untuk mengangkat citra kota Malang (Sayoko, 2019).
Peninggalan arsitektur kolonial juga menjadikan yang didominasi berumur kurang lebih
60 tahun juga menjadikan salah satu daya tarik Kota Malang. Salah satu poros jalan utama
(main road) Kota Malang adalah Kayutangan yang sekarang dinamakan Jalan Basuki
Rahmat. Selain itu, potensi lain dari Kota Malang juga memiliki wilayah yang fungsinya
sebagai Pendidikan tinggi dan perdagangan dan jasa (Rizaldi, 2010).
Kota Malang yang sedang berkembang pesat dan memiliki banyak potensi
tersebut tentu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah maupun perencana untuk
dapat memperkenalkan diri sebagai suatu wilayah yang beridentitas yang tertata dengan
baik yang berpegang pada lima elemen pembentuk kota, sehingga juga dapat memperkuat
identitas kotanya melalui elemen-elemen citra kawasan (Pettricia, 2014). Oleh karena itu,
diperlukan kajian mengenai elemen fisik citra kawasan di Kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik dan persebaran lima elemen pembentuk citra kawasan
di Kota Malang?
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang
2.1.5 Landmark
Landmark atau tangeran adalah titik-acuan seperti node, namun pengamat tidak
dapat memasukinya. Landmark biasanya merupakan benda fisik yang didefinisikan
dengan sederhana seperti: bangunan, tanda, toko, atau pegunungan. Landmark berbeda
dengan pengalaman pribadi seseorang. Landmark adalah elemen eksternal dan
merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota. Beberapa landmark letaknya dekat,
sedangkan yang lain jauh sampai di luar kota. Beberapa landmark hanya memiliki arti di
daerah kecil dan dapat dilihat hanya di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai
arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari mana-mana. Maka dari itu landmark
merupakan ciri eksternal bagi individu yang bertindak sebagai rujukan (Lynch, 1960).
1 Kedungkandang 39,89
2 Lowokwaru 22,60
3 Sukun 20,97
4 Blimbing 17,77
5 Klojen 8,83
Total 110,06
4. Perempatan Kayutangan
Persimpangan Kayutangan berada di Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen. Kayutangan
ditetapkan sebagai kawasan warisan budaya atau heritage di Kota Malang. Berbagai
bangunan kolonial banyak ditemukan di sepanjang koridor Kayutangan yang mayoritas
merupakan pertokoan. Persimpangan Kayutangan sendiri menghubungkan Jalan Basuki
Rahmat, Jalan Semeru, dan Jalan Kahuripan.
5. Taman Tjerme
Taman Tjerme berada di Oro-oro Dowo, Klojen. Taman Tjerme merupakan peninggalan
bersejarah pada masa kolonial. Tjerme Plein atau Taman Cerme ini juga berfungsi sebagai
penanda titik peralihan jalur transportasi antar kawasan. Taman ini berbentuk segitiga
dengan visual taman berbentuk labirin. Taman Tjerme berada di tengah-tengah Jalan
Cerme, Jalan Buring, dan Jalan Merbabu
Alun-Alun Tugu Kota Malang menjadi salah satu taman yang mencolok, di mana
dengan adanya monumen tugu yang berdiri tegak meruncing di tengah taman tersebut.
Hal tersebut menjadikannya memori tersendiri bagi setiap orang yang pernah
mengunjungi taman tersebut sehingga akan selalu terbesit di dalam ingatannya. Selain
itu, pada bagian bawahnya, taman yang beralaskan kolam air dengan bunga teratai
berselimutkan dengan tatanan vegetasi tanaman hias yang dikelilingi pohon trembesi
dengan umur yang sangat tua. Monumen tugu terpancang di tengah taman yang dikelilingi
oleh kolam yang berisi berbagai jenis ikan. Terdapat pula pancuran air yang gemericik di
masing-masing titik air mancur yang dinyalakan pada pagi dan malam hari. Keberadaan
air mancur tidak hanya sebagai penambah estetika kolam, akan tetapi memiliki fungsi
sebagai siklus energi dari udara ke dalam kolam.
Gambar 3. 27
Alun-Alun Tugu Kota Malang
Monumen tugu yang dibangun di tengah melambangkan kelima penjuru arah, di
mana arah yang diutamakan adalah arah yang menuju Gedung Balai Kota. Sedangkan,
keempat arah lainnya mewakili jalan raya yang berada di luar lingkaran taman. Alun-alun
ini tidak sekadar menjadi penghias kota atau halaman balai kota, akan tetapi alun-alun ini
juga dimanfaatkan warga untuk beraktivitas. Warga dapat menikmati taman sambal
berkeliling di sekitar taman sambil menuntun sepeda.
B. Gereja Katedral Ijen
Gereja Katedral Ijen awal mulanya memiliki nama Gereja Katedral Santa Theresia
saat diresmikan pada tahun 28 Oktober 1934 yang dirancang oleh warga Belanda.
Bangunan ini menjadi salah satu landmark yang dapat diidentifikasi di Kota Malang,
terutama pada kawasan koridor Jalan Ijen. Gereja Katedral Ijen berlokasi di Jl. Buring
No. 60, Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen.
Gambar 3. 28
Gereja Katedral Ijen
Bangunan ini memiliki gaya bangunan khas Belanda yang Bernama “Neo-Gotik”.
Gaya bangunan tersebut terbentuk dari batu alam yang menjadi konstruksi sebagai
penyangga atap dengan ciri khas seperti lengkungan melancip ke atas dan memberikan
ekspresi ke atas yang sangat sesuai dengan bangunan tempat ibadah.
Gambar 3. 29
Gereja Katedral Ijen
C. Monumen Melati
Monumen Melati atau yang memiliki nama lain sebagai Monumen Kadet berdiri
tegak setinggi 7 (tujuh) meter ini diresmikan pada tanggal 17 Desember 1932. Monumen
Melati merupakan wujud penghargaan terhadap sekolah darurat di awal pembentukan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang sekarang dikenal sebagai Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Monumen ini berlokasi di Jl. Ijen No. 18, Gadingkasri, Kecamatan
Klojen.
Gambar 3. 30
Monumen Melati
Pada bagian atas monumen ini terdapat bunga melati berwarna coklat keemasan
yang merupakan bentuk penghargaan dan apresiasi atas terbentuknya Sekolah TKR yang
merupakan cikal bakal terbentuknya TNI yang sekarang. Sekolah TKR yang memiliki
nama Sekolah Tentara Divisi VII Suropati tersebut dikenal dengan simbol bunga
melatinya. Maka dari situlah diambillah simbol bunga melati ini sebagai bentuk
kebanggaan terhadap TKR. Tidak hanya sampai di situ, bunga melati yang memiliki 11
helai tersebut juga memiliki arti. Hal itu sebenarnya melambangkan bulan lahirnya
Sekolah Kadet Suropati.
Gambar 3. 31
Monumen Melati
D. Alun-Alun Merdeka Kota Malang
Alun - Alun Merdeka merupakan salah satu alun - alun yang berada di kota
Malang. Merujuk pada Rahajeng (2009), dalam kurun waktu tahun 1767 hingga awal
1870-an, Malang masih menjadi sebuah kabupaten kecil dengan pusat di lokasi Alun -
Alun Merdeka. Saat itu, Alun - Alun Merdeka hanyalah sebuah lapangan rumput besar
yang berada diantara 4 ruas jalan. Hingga pada tahun 1882, dibangunlah Alun - Alun
menjadi suatu ruang publik, dengan pohon - pohon,jalur sirkulasi dan jalur tram. Alun-
Alun Merdeka dibangun setelah adanya beberapa bangunan penting, yaitu: kantor asisten
residen (1824), kantor bupati atau pendopo (1839), serta Masjid Jami’ (1875).
Alun-alun Merdeka hampir mirip dengan tipologi alun-alun kota-kota kabupaten
di Jawa, hanya peletakan bangunan penting seperti kantor kabupaten tidak berhadapan
dengan kantor Asisten Residen. Alun-alun Merdeka terletak di Jl. Merdeka Selatan,
Kiduldalem, Kec. Klojen, Kota Malang.
Gambar 3. 32
Alun-Alun Merdeka Kota Malang
Pada awal perkembangan Kota Malang, kawasan Alun-alun Merdeka menjadi
pusat pemerintahan Kota Malang serta memiliki peranan sejarah yang penting terkait
pertumbuhan dan perkembangan awal Kota Malang (Handinoto: 1996, 24). Selain
berkembang sebagai pusat pemerintahan, kawasan Alun-alun Merdeka juga tumbuh
sebagai pusat kegiatan perkotaan (pusat kota). Masyarakat memanfaatkan Alun-alun
Merdeka untuk berekreasi maupun berniaga, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
pedagang kaki lima di alun-alun maupun didalam alun-alun selain itu dapat terlihat
dengan banyaknya pengunjung dari berbagai kalangan.
Gambar 3. 33
Alun-Alun Merdeka Kota Malang
Masjid Agung Ja’mi kota Malang adalah masjid tertua di kota Malang, yang
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota Malang. Seiring dengan
perkembangan jaman, luasan masjid yang ada, tidak mampu lagi menampung jamaah.
Oleh karena itu, maka pada tahun 2009 areal masjid diperluas ke sebelah utara. Perluasan
masjid ini dengan cara membeli lahan di sebelah utara masjid Jamik. Perluasan masjid ini
berupa pembangunan bangunan 3 lantai + basement. Selain itu, karena perluasan masjid
ini pula akhirnya dibuat sumur artesis dengan kedalaman ± 100 m. Sumur artesis ini
kemudian selain dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi jamaah, juga
dipergunakan untuk usaha air minum kemasan dengan merk Q-Jamiq.
Gambar 3. 35
Masjid Agung Ja’mi Malang
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil observasi
lapangan, elemen pembentuk citra kawasan di Kota Malang terdiri dari lima elemen, yaitu
path, edge, district, node, dan landmark. Elemen pertama, yaitu path, path atau jalur yang
ada di Kota Malang meliputi Jalan Kawi, Jalan Besar Ijen, Jalan Jenderal Basuki Rahmat,
Jalan Pasar Besar, Jalan Merdeka Timur. Elemen kedua, yaitu edge, edge atau tepian yang
ada di Kota Malang meliputi Sungai Brantas, Jalan Gatot Subroto, Jalan Kawi, dan Jalan
Ijen. Elemen ketiga, yaitu district, district atau kawasan yang ada di Kota Malang meliputi
Kawasan Permukiman Kampung Warna-Warni, Kawasan Heritage Kajoetangan,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Pasar Besar, Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan
Soekarno Hatta, dan Kawasan pemerintahan Balai Kota Malang. Elemen keempat, yaitu
node, node atau simpul yang ada di Kota Malang meliputi Simpang Balapan, Alun-alun
Merdeka, Alun-alun Tugu, Perempatan Kayutangan, dan Taman Tjermen. Elemen
kelima, yaitu landmark, landmark atau markah yang ada di Kota Malang meliputi Alun-
Alun Tugu Kota Malang, Gereja Katedral Ijen, Monumen Melati, Patung Kendedes, dan
Alun-Alun Merdeka Kota Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, I. T. R., Rondonuwu, D. M., & Tungka, A. E. (2018). Jurnal Spasial. Analisis
Elemen-Elemen Pembentuk Citra Kota Di Kawasan Perkotaan Tahuna, Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
Lynch, K. (1960). The Image of the City. MIT Press.
Noviana, M. (2012). Kajian elemen pembentuk citra kawasan jalan kusuma bangsa
samarinda. Jurnal Eksis, 2218-2221.
Pettricia, H. A. (2014). Elemen Pembentuk Citra Kawasan Bersejarah Di Pusat Kota
Malang. RUAS (Review of Urbanism and Architectural Studies), 10-23.
Rizaldi, T. L. N. (2010). Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah
Kawasan Kayu Tangan Kota Malang. Arsitektur E-Journal, 19-31.
Sayoko, J. (2019). Kajian Citra Kota Dalam Branding City Beautiful Malang. Mintakat:
Jurnal Arsitektur, 19-31.
Setijawan, A., Putri, T. A. S., & Widodo, W. H. S. (2022). Kajian Elemen Pembentuk
Citra Kota Untuk Memperkuat Identitas Pusat Kota Kediri.
Tallo, A. J. (2014). Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus : Sebagian Kecamatan
Klojen, Di Kota Malang). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 213-227.
Wahab, S. R. S., Rondonuwu, D. M., & Poluan, R.J. (2018). Jurnal Spasial. Kajian
Elemen Pembentuk Citra Kota Bitung.
Wally, J. F. (2015). Studi Citra Kota Jayapura Pendekatan Pada Aspek Fisik Elemen-
Elemen Citra Kota - Kevin Lynch. Universitas Atma Jaya.