Anda di halaman 1dari 4

-TUGAS SEJARAH INDONESIA-

“KLIPING TENTANG PERAN PAHLAWAN NASIONAL KALIMANTAN SELATAN


DALAM UPAYA PERSATUAN INDONESIA ATAU MENGHADAPI PENJAJAH
BELANDA”

1.PANGERAN ANTASARI

Profil

Peran

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.Ia adalah Sultan Banjar.[7]
Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan
menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron
tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan
Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di
Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Pangeran Antasari dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di
berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil
mendesak terus pasukan Pangeran Antasari. Dan akhirnya Pangeran Antasari memindahkan pusat benteng pertahanannya di
Muara Teweh.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada pendiriannya. Ini tergambar pada
suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

“ ...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus
menuntut hak pusaka (kemerdekaan)... ”

Dalam peperangan, Belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran
Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.

Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah
menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok,
Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya
setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang
bernama Muhammad Seman.

Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan Banjar dan persetujuan keluarga,
pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang
tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang
Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968.Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan
julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan Pangeran Antasari kepada
masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran
Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000.

2.HASAN BASRY

Profil

Peran

Brigjen TNI (Purn.) Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923 – meninggal di Jakarta, 15
Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer dan Pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di
Simpang Empat, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.

Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Dari sini
ia mengawali kariernya sebagai pejuang. Pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan
dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin,
Hasan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan
Indonesia. Selain itu melalui AA. Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke
Kandangan dikirim lewat H. Ismail.

Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan
keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal
banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota
yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.

Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di
Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di
Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI
tersebut. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di
Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu.

Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit.
Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan
Sumatera. Berarti Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda. Akan tetapi, Hasan Basry tidak
terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama
diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Ia menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang
masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.

Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya
berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17
Mei 1949 atau Proklamasi Kalimantan.

Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI.
Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian
dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat,
dengan panglima Letkol Hassan Basry.

3.IDHAM CHALID

Profil
Peran

Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1921 di Satui, bagian tenggara Kalimantan Selatan. Ia merupakan anak
sulung dari lima bersaudara. Ayahnya H Muhammad Chalid, penghulu asal Amuntai yang sekitar 200 kilometer dari
Kota Banjarmasin. Saat usia Idham enam tahun, keluarganya hijrah ke Amuntai dan tinggal di daerah Tangga Ulin,
kampung halaman leluhur ayahnya. Ayahnya berdarah Melayu Banjar asli, sedangkan ibunya campuran darah Banjar
dan Melayu juga ada darah Bugis.

Pada masa Perang Kemerdekaan, Idham berjuang di Kalimantan Selatan. Ia bergabung dengan badan perjuangan Serikat
Muslim Indonesia (Sermi). Kemudian dengan Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan (SOPIK). Bersama
dengan Komandan Divisi IV ALRI, Letnan Kolonel Hassan Basri, ia mendirikan Fonds Nasional Indonesia Kalimantan. Ia ikut
bergerilya bersama anggota divisi IV ALRI, bahkan diangkat sebagai penasihat. Pada bulan Maret 1949 ia ditangkap Belanda
dan baru dibebaskan pada bulan November.

Dalam bidang pendidikan, pada tahun 1940, Idham menjadi guru di Madrasah Pondok Modern Gontor, bekas almamaternya.
Setelah kembali ke daerah kelahirannya di Kalimantan Selatan pada tahun 1944, ia memimpin Normaal Islam School. Ia juga
menghimpun sejumlah pesantren dengan mendirikan Ittihad Al Ma’ahid Al Islamiyyah. Kegiatan di dunia pendidikan masih
dilanjutkan Idham ketika ia sudah menjadi pimpinan NU. Pada tahun 1956 ia mendirikan perguruan Islam Darul Ma’arif di
Jakarta dan pada tahun 1960 mendirikan Pendidikan Yatim Darul Qur’an di Cisarua, Bogor.

Di bidang pemerintahan, beberapa kali Idham Chalid duduk dalam kabinet dengan jabatan antara lain Wakil Perdana Menteri
dalam kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan kabinet Juanda (1957-1959). Menteri Utama bidang Kesejahteraan Rakyat
dalam Kabinet Ampera I (1966-1967), Menteri Negara Kesejahteraan dalam Kabinet Ampera II (1967-1968), Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973). Selain itu, ia juga pernah menjadi Ketua DPR
(1968-1977) dan Ketua MPR (1972-1977), Ketua DPA (1978-1983).

Anda mungkin juga menyukai