Anda di halaman 1dari 6

Biografi Brigjen TNI (Purn.

) Hasan Basry

Pada saat Melewati Jalan Raya dari Banjarmasin ke airport Syamsuddin Noor atau ke
arah Hulu Sungai kita akan menemukan sebuah monumen dan apabila akan belok ke arah
Pleihari maka akan disuguhkan sebuah makam yang areanya relatif luas dan tertata dengan
baik. Makam itu adalah makam Hassan Basery. Seorang tokoh pejuang dari Kalimantan
Selatan yang pada tanggal 3 November 2001 telah diangkat menjadi pahlawan nasional.

Monumen dan makam pahlawan Hassan Bassry dibangun oleh pemerintah daerah
bukan melulu untuk asesori kota. Almarhun Hassan Bassry dan pahlawan-pahlawan lainnya
telah berbuat sesuatu untuk negara kita bukan untuk diromantiskan ataupun dijadikan arena
ruang ritual politik. Namun hal itu sebagai bentuk dari komunikasi untuk memberikan
penghargaan kepada apa yang telah mereka perbuat dan juga membantu membentuk
kesadaran politik dan sejarah pada masyarakat kita.

Brigjen TNI (Purn.) Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17
Juni 1923 meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh
militer dan Pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Empat, Liang Anggang,
Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.

Hasan Basry adalah seorang Brigadir Jenderal yang penting dalam kemerdekaan
Indonesia, terutama pada daerah Kalimantan Selatan. Selain itu, Hasan Basry merupakan
pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Menurut Ketetapan DPRGR Tingkat
II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 mei 1962, Hasan Basry adalah bapak Gerilya
Kalimantan.

PENDIDIKAN
Hollands Inlandsche School (HIS)
Tsanawiyah al-Wathaniah
Kweekschool Islam Pondok Modern Ponorogo
Cairo University (1951-1953)
American Cairo University (1953-1955)

KARIR
Anggota DPR RI (1978-1982)
Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (1970)
Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel (1970)
Anggota MPRS (1960-1966)
Deputi Wilayah Komando antar daerah Kalimantan (1961-1963)
Kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel (1960)
Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat (1959)
Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel (1956)
Panglima Letkol TNI Angkatan darat Divisi Lambung Mangkurat (1949)
Letnan Kolonel (1949)
Ketua Benteng Indonesia (1946)
Ketua Laskar Syaifullah (1946)

Hasan Basry adalah putra asli Kalimantan Selatan. Beliau mengenyam pendidikan
setingkat sekolah dasar di Hollands Inlandsche School atau HIS. Lulus dari HIS, dia
melanjutkan pendidikannya di sekolah berbasis Islam; Tsanawiyah al-Wathaniah yang
berlokasi di Kandangan. Setelah itu, Hasan Basry pindah ke Ponorogo, Jawa Timur, untuk
melanjutkan belajar di sekolah islam, yaitu Kweekschool Islam Pondok Modern.

Masa Revolusi Kemerdekaan


Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda
Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Dari sini ia mengawali kariernya sebagai pejuang.
Pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan
dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas
Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di
Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia. Selain itu
melalui AA. Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan
yang ke Kandangan dikirim lewat H. Ismail.

Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah.
Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah
Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh
Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry
mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.

Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid
anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk
menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan.
Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk
batalyon ALRI tersebut. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha
menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang
baru terbentuk itu.[1]

Perkembangan politik di tingkat


pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi
Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit.
Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret
1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de
facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera.
Berarti Kalimantan merupakan wilayah yang
ada di bawah kekuasaan Belanda. Akan tetapi,
Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian
tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan
perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama
diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville
(17 Januari 1948). Ia menolak untuk
memindahkan pasukannya ke daerah yang
masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.

Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan


Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan
Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei
1949 atau Proklamasi Kalimantan.

Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A)
dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas
nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan
Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat
Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan Basry.

Pasca Revolusi Kemerdekaan


Selesai perang kemerdekaan, dia melanjutkan pendidikan agamanya ke Universitas Al
Azhar tahun 1951 1953. Selanjutnya diteruskan di American University Cairo tahun 1953
1955.

Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik sebagai
Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Dan pada tahun 1959,
ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.

Pada saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya, Hassan Basry
mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus
1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh Presiden Sukarno, namun Hassan Basry
sebagai kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel tidak mentaati teguran presiden. Pembekuan
PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini
dikenal dengan sebutan Tiga Selatan.
Pada tahun 1961 1963, dia menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah
Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal. Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan
peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan
Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan
DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hassan
Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Pada 1960 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970, dia
diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan
Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik
Indonesia. Pada 1978 1982, Hassan Basry menjadi anggota DPR.

Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di
RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakaman dia dilaksanakan secara militer dengan inspektur
upacara Mayjen AE. Manihuruk. dia dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan
Selatan. Atas jasa-jasanya, dia dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan oleh Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001.

Peran di Bidang Pendidikan


Hassan Basry, bersama rekan-rekan Kesatuan Tentara Nasional Indonesia Divisi
Lambung Mangkurat, para pejuang dan tokoh masyarakat, membentuk Dewan Lambung
Mangkurat pada tanggal 3-10 Maret 1957. Salah satu rencana kerja adalah mendirikan
perguruan tinggi di Kalimantan. Pada pertengahan tahun 1958 dibentuk Panitia Persiapan
Pendirian Universitas Lambung Mangkurat yang diketuai Hassan Basry[2].

Pada 21 September 1958, panitia berhasil mendirikan Universitas Lambung


Mangkurat dengan susunan kepemimpinan: Presiden Universitas : Letkol H. Hasan Basry;
Wakil Presiden: Mayor Abdul Wahab Syahranie; dan Sekretaris : Drs. Aspul Anwar. Pada
awal berdirinya, universitas ini terdiri atas empat fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas
Ekonomi, Fakultas Sosial dan Politik, dan Fakultas Islamilogi. Pada tanggal 1 November
1960, Universitas Lambung Mangkurat resmi sebagai perguruan tinggi negeri (PTN).

Keteladanan Yang Patut Dicontoh


Hassan Basry, seorang pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan yang wajahnya
hanya kita kenal lewat buku-buku sejarah. Bahwa eksistensi Hassan Basry tak dapat
dipisahkan dengan kelahiran organisasi perjuangan ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan,
yang telah mengukir sejarah perlawanan heroik terhadap kolonialisme Belanda.

Saya yakin sungguh-sungguh bahwa jiwa 17 Mei tetap kita miliki dari dulu, sekarang dan
pada masa-masa yang akan datang. (Pidato Hassan Basry, 17 Mei 1963)

Proklamasi 17 Mei 1949 merupakan suatu usaha mempertahankan kemerdekaan


Republik Indonesia (17 Agustus 1945) oleh rakyat di Kalimantan Selatan, yang menyatakan
bahwa wilayah Kalimantan Selatan merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan itu pada
kenyataannya tidaklah mudah, karena para pejuang harus melewati serangkaian perjuangan
fisik dalam kurun waktu tahun 1945-1949, yang dirasakan sangat berat karena para pejuang
dihadapkan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda yangsangat kuat.
Perjuangannya dengan gigih mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tanah
kelahirannya, Kalimatan Selatan, menandakan rasa cintanya pada tanah air yang begitu besar.
Almarhum H. Hassan Basry telah memberikan pelajaran kepada kita tentang bagaimana
pengorbanan dalam membangun nasionalisme Indonesia, kerendahan hati, dan
kepemimpinan yang sangat dicintai oleh pengikutnya. Dizaman sekarang, majunya
perkembangan zaman membuat arus informasi dan pertukaran budaya berkembang menjadi
sangat pesat. Bahkan dari hal itu sebagian besar menyebabkan semakin mengecilnya rasa
cinta tanah air pemuda-pemuda bangsa dikarenakan ideologi-ideologi dari negara-negara lain
yang masuk secara bebas.

Pemuda bangsa zaman ini perlu membangkitkan rasa cintanya pada negara, rasa
pengabdiannya pada negara. Pemuda adalah ujung tombak suatu bangsa, penentu kemajuan
sebuah bangsa dan negara. Maka dari itu, kisah dari Brigjen TNI (Purn.) Hasan Basry dapat
menjadi teladan untuk selalu mencintai tanah air dan rela berjuang demi ibu pertiwi karena
pemuda adalah harapan bagi bangsa.
Daftar Pustaka
Basry Hassan, H, 2003, Kisah Gerilya Kalimantan Periode 1945-1949.
Banjarmasin:
https://fnonk.wordpress.com/2008/08/11/memahami-h-hassan-basry-sebagai-
sesosok-pahlawan-nasional-yang-rendah-hati/
https://taufik79.wordpress.com/2008/05/15/mewarisi-etos-perjuangan-hassan-
basry/
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Hasan_Basry.jpg&filetimes
tamp=20140313192953&

Anda mungkin juga menyukai