Anda di halaman 1dari 3

Gabriel Vito Widabhimata – 6102001076

Estetika kelas EE

Tugas 4

Kesan Pameran “SIMFONI PATETIK DIYANTO”

Kunjungan saya ke Galeri Lawangwangi pada awalnya memberikan kesan yang


membosankan dan tidak memberikan kesan yang spesial. Pertama, saat saya berkunjung,
suasana dalam galeri sangat sepi pengunjung, mungkin hanya ada tidak lebih dari 10 orang.
Lalu, saat saya masuk ke galerinya, suasanya sangat hening karena tidak ada musik yang
dimainkan. Perasaan pertama yang muncul pada diri saya adalah, saya tidak tertarik untuk
melihat-lihat lukisannya secara lebih dalam karena atmosfer dalam galeri itu tidak
mengundang. Tapi, karena saya sudah datang maka saya mencoba untuk mengamati lukisan-
lukisannya secara lebih cermat. Saya memulai dengan mengelilingi galeri dan melihat semua
lukisan yang ada secara sekilas. Setelah melihat semuanya, saya mencoba mencari beberapa
lukisan yang menarik perhatian saya. Ternyata gambar-gambar yang terlukis terkesan vulgar
dan “keras”. Terlihat banyak figur-figur yang tidak berbusana, sedang melakukan pekerjaan
berat, ataupun berada dalam situasi yang berdesakan. Lukisan-lukisan yang ada juga
memberikan kesan yang gelap. Selain figur-figur yang digambarkan berdesakan, warna yang
dimiliki lukisan juga memberikan kesan yang sama. Meskipun didominasi oleh spektrum
warna merah, seperti merah marun, kuning, dan oranye, tapi warna-warnanya tidak vibran dan
banyak dikombinasikan dengan warna hitam.

Karena tidak ada nama ataupun penjelasan dari tiap lukisan yang dipajang, maka saya
akan menjelaskan tiap lukisan yang menurut saya menarik dengan menampilkan tiap
lukisannya Lukisan pertama yang menarik perhatian saya adalah lukisan yang dipajang dekat
pintu masuk galeri. Meskipun sekilas terkesan ramai, setelah diperhatikan secara seksama,
lukisan ini memiliki banyak karakter-karakter yang unik. Pertama, saya melihat pusat perhatian
dari lukisan tersebut, orang yang berdiri di atas tong barel menggunakan tas gunung dan
mukanya ditutup kain. Kesan pertama yang saya tangkap dari lukisan ini adalah, pelukis sedang
menggambarkan suasana dari sebuah demo. Demo ini juga didatangi oleh berbagai macam
golongan masyarakat. Saya memaknai hal ini dari karakter-karakter lain yang terlihat, seperti
petinju wanita, pemain cello, dua orang yang digambarkan seperti kuli bangunan, seorang anak
muda yang menggunakan kaos dengan logo “Anarki”. Pemaknaan saya tentang situasi demo
didukung dengan adanya beberapa figur yang digambarkan sebagai polisi, dengan
menggunakan peralatan pelindung yang lengkap seperti helm dan tameng.

Lalu, ada lukisan kedua yang cukup menarik perhatian


saya. Lukisan ini memiliki banyak simbol-simbol yang
menarik. Pemaknaan yang bisa saya tangkap dari lukisan ini
adalah perkembangan zaman yang selalu mengalahkan hal-hal
jadul. Terlihat dari dua figur orang yang sedang berkelahi,
meskipun keduanya terpukul namun terlihat bahwa yang timur
lebih menerima banyak pukulan, dan posisi barat lebih kuat.
Pemaknaan saya pada hal ini adalah budaya barat selalu
mendesak perubahan yang tidak semua orang setujui. Namun,
pada akhirnya, dengan konteks situasi zaman saat ini, budaya
barat akan selalu memegang atau berada di posisi yang lebih
unggul. Pemaknaan ini diperkuat dengan adanya figur seorang
yang memegang buku bertuliskan
“Oleh-oleh dari Desa” yang
terbakar. Dari sisi ini, sudah jelas
terlihat bahwa orang-orang zaman
sekarang kurang menghargai dan
menjaga “oleh-oleh dari desa”
yakni tradisi, kebiasaan, budaya, dan lain-lain. Secara sederhana,
pemaknaan ini terlihat dari buku yang dibakar. Buku merupakan
salah satu bentuk teknologi tertua yang selalu berkembang
bentuknya seiring zaman. Namun, orang-orang sekarang sudah
sangat jarang memegang dan benar-benar membaca dan
memaknai sebuah buku. Terlihat juga figur-figur yang berdiri
sebagai latar, beberapa dari mereka menyerupai tokoh-tokoh
terkenal, seperti Imam Bonjol dan Van Gogh. Pemaknaan dari ini
adalah, sebagai generasi pendahulu, mereka hanya bisa
menyaksikan kita, generasi penerus, melakukan hal yang
menurut kita benar dan pantas, tanpa memikirkan mereka
sebagai orang-orang yang telah membangun budaya yang kita
miliki sekarang.
Sebagai orang yang hampir tidak pernah datang ke
galeri seni seperti ini, saya pulang dengan sedikit rasa
penasaran. Saya penasaran, apabila saya menghabiskan waktu
lebih lama di galeri itu, apakah saya akan bisa menemukan
pemaknaan-pemaknaan yang lebih luas lagi? Atau saya akan
tetap merasa bosan. Yang saya sayangkan adalah suasana yang
dimiliki oleh galeri tersebut. Tanpa adanya kejelasan atau
kehebohan yang menunjukkan bahwa tempat itu adalah sebuah
pameran seni, saya menjadi tidak tertarik untuk menghabiskan
waktu lebih lama di sana. Bahkan saya baru tahu setelah pulang
dari galeri seni bahwa ternyata ada kode QR yang bisa saya
scan untuk melihat keterangan dari tiap lukisan. Namun,
sayang sekali tidak ada arahan yang jelas. Kesimpulannya,
galeri seni masih tetap menjadi tempat yang membosankan bagi saya, namun kali ini saya tidak
pulang hanya dengan rasa bosan. Harapan untuk kedepannya, saya bisa lebih mengamati karya-
karya seni yang ada dalam sebuah pameran dan lebih menikmati proses pemaknaan dari tiap
lukisannya. Karena bagi saya, karya seni akan memberikan kesan yang baik apabila proses
pemaknaan yang saya lalui bisa saya nikmati.

Anda mungkin juga menyukai