RESUME
PROGRAM PASCASARJANA
YOGYAKARTA
2015
I. PEMBAHASAN
Itulah mengapa, disebutkan bahwa karya yang hidup adalah karya yang
memiliki nilai kehidupan. Perbedaan sebuah coretan sekilas dengan karya seni
adalah nilai yang terkandung di dalamnya. Karya seni yang berhasil adalah karya
yang berhasil membawa emosi. Seniman yang mengerjakan karya tersebut tentu
tidak akan sembarang membentuk atau menulis. Ada kesan dan pesan serta cerita
tertentu yang dibawanya, terkadang nilai budaya dan warisan peradaban yang
membawa emosi pengamat kaya seni. Contoh saat melihat lukisan kehidupan
pasar di Bali, ada nilai-nilai kehidupan yang diusung disana, membawa kita
mengimajinasikan kehidupan Bali, ataupun teringat saat-saat kita berwisata ke
Bali. Secara tidak langsung lukisan itu membawa kita pada pengetahuan indera
dan rasa terdalam akan Bali. Terlebih bila melihat kerumunan orang atau
pedagang yang menunggu, ada gugahan-gugahan kecil dan imajinasi yang
berjalan. Itu pertanda bahwa lukisan tersebut sudah berhasil memberikan nilai-
nilai kehidupan pada penikmatnya.
KARYA I
Secara isolasionisme dasar: Lukisan cat minyak diatas kanvas ini menggambarkan
seekor kuda biru yang kurus dan terlihat sedih, dengan background berwarna
kelabu. Dari tubuh kuda, muncul lelehan-lelehan merah seperti darah. Saya
merasa sedikit takut dan sedih saat melihat lukisan ini, apalgi karena saya pecinta
hewan.
Secara kontekstualisme dasar: Lukisan ini milik Ugo Untoro, seorang seniman
besar kontemporer Indonesia. Berjudul Poem of Blood #3, lukisan ini dibuat tahun
2006 dengan media cat minyak diatas kanvas. Ugo menggambarkan kesedihannya
akan kematian kuda peliharaan yang paling ia sayangi. Tidak heran ia mengambil
warna biru, yang secara psikologi bermakna kesedihan, kemudian membuat
postur tubuhnya meringkuk seperti sedang dalam duka. Lelehan-lelehan cat merah
yang artistik seakan menceritakan darah dan mensimbolkan kematian.
KARYA II
KARYA III
Secara kontekstualisme dasar: Lukisan ini merupakan karya maestro dunia, Van
Gogh. Beliau menggambarkan situasi dimasanya, dimana kemiskinan melanda
pada tahun 1885. Mereka adalah penggambaran petani pada masa itu; bertampang
buruk dan kasar, serta hanya makan kentang. Suasana yang realis ini sengaja
diangkat oleh Van Gogh untuk menunjukkan kehidupan petani yang jujur; mereka
makan apa yang mereka tanam dengan tangan sendiri.
KARYA IV
Secara isolasionisme dasar: Serial karya ini menggunakan kulit kuda asli, dan
mendeformasinya dengan cara yang unik. Satu karya digantung begitu saja dan
karya lain menampakkan pinggul dan kaki kuda yang terjerembab di pasir. Karya
ini memberikan penontonnya rasa horor yang merinding, selain memang
tujuannya untuk memberikan kesan surreal yang kuat. Kuda-kuda yang
dideformasi dan diperlakukan dengan tidak biasa ini bisa simbolisasi senimannya
tidak menyukai kuda, atau memberikan kritik baik sosial maupun budaya.
Secara kontekstualisme dasar: Sama seperti lukian Poem of Blood, karya ini
didedikasikan Ugo Untoro untuk mengenang kematian kuda kesayangannya.
Dibuat dengan kulit kuda asli, Ugo memvisualisasikan kesedihan dan kematian.
Seniman kontemporer ini memberikan nafas baru bagi kesenian Indonesia dari
munculnya serial karya fenomenal ini.
III. KESIMPULAN