Anda di halaman 1dari 3

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

BANDUNG

TUGAS 2

N.P.M : 6051901367 MATA KULIAH : ESTETIKA


KODE MK : LAW-2021.02
NAMA : Trias KELAS : FD
Tanriyan DOSEN : TRI RAHAYU, M.Sn.

1. Dalam kegiatan seni, tidak hanya sebatas kembali merefleksikan sebuah karya dalam hal
mengambil benda yang sudah ada kemudian menghadirkannya kembali. Seni hadir menampilkan
dunia emosional dan intelektual di mana hal ini akan terungkap dan beresonansi. Heidegger
banyak berbicara mengenai seni dalam perspektif karya puisi, seni semacam ini mempunyai nada
dasar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang terjadi di kepala penulis, namun sebagai suasana
hati atau pikiran dan yang kemudian mewarnai representasi realitasnya dalam bahasa. Puisi
pertama Heidegger pernah dibahas secara mendalam, mengeluarkan sebuah prinsip holistik yang
muncul setelah membaca karya pembacaan puisinya. Layaknya seni adalah sebuah refleksi
pemikiran dinamis, puisi seperti Jermania menolak pembacaan metode tematik, karena setiap kata
itu bermuatan kekuatan tunggal dari keseluruhan yang akan diproyeksikan dalam puisi. Setiap
kata memiliki infeksi yang khas dan unik, arti katanya tidak dapat dieja satu per satu
menggunakan kamus semata. Dalam hal karya seni seperti puisi, menurut Heidegger, tugas utama
pembaca dalam melestarikan puisi adalah menjadi searas, secara non konseptual, dengan nada
fundamental. “Di jantung lingkup kekuatan puisi, pertama-tama kita harus menentukan tempat
dari mana dan menuju yang kekuatan puisinya terbuka sendiri dan tetap berkuasa”. Ini sekaligus
merupakan transformasi sikap kita terhadap bahasa dan mempertanyakan diri kita sendiri, para
pembaca, sebagai pengguna bahasa. Kita seharusnya tidak berpikir bahwa puisi itu sebagai
sesuatu yang kita tahu sebagai tentang sesuatu, tetapi sebagai pembukaan ruang proyeksinya
sendiri untuk kita huni, merasuki diri kita seperti layaknya tarian atau berjalan-jalan.
Sebuah gagasan ini disampaikan beriringan dengan doktrin dari Hubert Dreyfus dalam bacaan
Heidegger and The Poetic mengenai contoh yang bermanfaat ketika ia menuliskan puisi terhadap
apa yang ia sebut sebagai ‘praktik latar belakang’. “Seorang seniman atau pemikir, sama seperti
orang lain, tidak dapat mengetahui dengan jelas latar belakang praktik kehidupan dan usianya,
bukan hanya karena bahwa penjelasan seperti itu tidak dapat dijawab, tetapi karena latar
belakangnya bukanlah seperangkat asumsi atau keyakinan yang dapat kita perjelas.”. Inilah yang
disebut Heidegger sebagai hal yang tidak terpikirkan secara esensial dalam sebuah karya. Seni
berbicara mengenai semakin besar karya seorang pemikir, maka lebih kaya lah hal-hal yang tidak
pernah terpikirkan dalam pekerjaan, mereka muncul sebagai hal yang belum pernah terpikirkan.
Kebesaran ini dimulai dari sebagaimana seorang berinovasi dalam keadaan tiada batas. Menurut
hemat penulis hal ini merupakan tatanan yang praktis dan cukup menarik untuk kita resapi, kita
berbicara mengenai arti sebuah karya, karena disana tidak ada arti akhir yang pasti untuk dicapai.
Siapapun dapat berkarya dan memaknai karyanya beliau sendiri, mempunyai makna yang bahkan
terkadang tidak memerlukan penafsiran orang lain, kritik kekecewaan tidak menjadi sebuah
pembenaran prinsipil terhadapnya, namun ada penikmatnya lah yang berusaha untuk
menikmatinya dengan penafsiran tunggal mereka. Apakah setiap orang mempunyai ketertarikan
terhadap karya tulis seperti puisi? Mungkin tidak. Apakah semua orang mempunyai penafsiran
yang objektif terhadap suatu karya? Jawabannya juga tidak, tetapi karya tersebut tentunya akan
menjadi wahana untuk berselancar bagi penikmatnya dan menurut saya ini brilian.
2. Fine Arts
Monumen Semangat 66

Sumber: mapio.net

Monumen Semangat 66 ini berlokasi di Jalan H.R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Ini
adalah salah satu monumen yang merupakan salah satu dari karya dari seorang bernama Dolorosa
Sinaga, seorang seniman perempuan Indonesia yang sudah mendunia. Perempuan kelahiran 1953
ini merupakan salah satu pematung yang menggunakan aliran 3 dimensi dalam membuat
karyanya.
Seperti karakter dari seni murni itu sendiri adalah pada dasarnya mengenai komunikasi, yaitu
komunikasi antar manusia melalui penafsiran atas sebuah karya. Dalam hal ini bahasa yang
digunakan adalah imaji rupa yang bentuknya diolah sedemikian rupa hingga menjadi simbol
penuh makna.
Monumen ini dibuat oleh beliau atas kepercayaan pemerintah Indonesia untuk mengenang
mahasiswa, pelajar, dan pemuda angkatan 1966 yang menuntut Pemerintah waktu itu untuk
membubarkan PKI, menurunkan harga, dan membubarkan kabinet 100 menteri. Tuntutan itu
dikenal dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura).1

1
Azmi TS. “Ekspresi Kepedihan”. (https://analisadaily.com/berita/arsip/2015/10/10/178443/ekspresi-kepedihan/ ,
diakses pada tanggal 4 april 2022, pukul 21.33)
Karyanya berikut ini diciptakan sebahagian besar berbahan logam dengan teknik cor dominan
dalam prinsipnya dominan berkias tentang ekpresi kepedihan. Monumen ini seakan
mengingatkan kembali kisah masa lalu terutama Monumen Semangat 66 ini. 2
Dalam hal ini selain sebagai sarana komunikasi, seni mempunyai ciri dalam hal kebutuhan
emosional/perasaan. Delapan puluh persen (80%) dari kehidupan kita dihayati dengan perasaan
dan imajinasi, bukan dengan pikiran. Dalam hal ini manusia memiliki sifat emosi seperti marah,
sedih, senang, malas, dan lain sebagainya. Peran penting seni disini ialah menjadikan perasaan
manusia yang bergejolak menjadi tenang dan bahagia karena sifat keindahan dari seni itu sendiri.
Kini seni justru sedemikian menyatu dengan kehidupan. Perasaan disini dibentuk secara kolektif,
dibentuk dari akumulasi pengalaman yang sangat personal. Perasaan dan imajinasi yang sangat
kolektif dari masing-masing individu ini dalam neuroscience biasa disebut qualia.
Namun belum didapati keterangan khusus seperti tinggi, lebar, panjang maupunn berat monumen
tersebut dari media internet atau media lainnya.

2
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai