0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
42 tayangan6 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang merangkum materi ajaran metode penciptaan seni, khususnya seni pertunjukan.
2) Seni pertunjukan dijelaskan sebagai media langsung untuk menyampaikan seni kepada penonton melalui karya seni.
3) Dalam karya seni pertunjukan diperlukan aspek tekstual dan kontekstual untuk memunculkan nilai-nilai kep
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang merangkum materi ajaran metode penciptaan seni, khususnya seni pertunjukan.
2) Seni pertunjukan dijelaskan sebagai media langsung untuk menyampaikan seni kepada penonton melalui karya seni.
3) Dalam karya seni pertunjukan diperlukan aspek tekstual dan kontekstual untuk memunculkan nilai-nilai kep
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang merangkum materi ajaran metode penciptaan seni, khususnya seni pertunjukan.
2) Seni pertunjukan dijelaskan sebagai media langsung untuk menyampaikan seni kepada penonton melalui karya seni.
3) Dalam karya seni pertunjukan diperlukan aspek tekstual dan kontekstual untuk memunculkan nilai-nilai kep
Bicara tentang karya seni khususnya tentang penyajian karya seni yang berkaitan dengan penonton, alangkah baiknya jika kita merenungkan sejenak tentang seni itu sendiri, bukan dengan maksud untuk berbicara meluas, namun dalam rangka menerangi pandangan kita ketika pada tahap selanjutnya ketika kita akan berbicara karya seni yang disajikan berkaitan dengan penonton ini. Seni memiliki banyak sekali pengertian, penjelasan, definisi dari zaman ke zaman, bahkan Nietze mengungkapkan secara universal bahwa segala sesuatu yang memiliki sejarah tidak akan pernah bisa diberi batasan, Jacob Soemardjo (2000;52). Seni jelas memiliki sejarah, bahkan manusia sendiri memiliki sejarah. sehingga baik seni dan manusia akan terus berkembang, dengan kata lain, seni dan manusia tidak pernah bisa dibatasi hingga sekarang ini. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia pasti memiliki intelektualitas, seorang Novelist Saul Bellow dalam Mr. Sammlers Planet (1969) menulis : Intelektual adalah makhluk yang suka penjelasan dan penjelasan rasional merupakan suatu batasan atau definisi tentang suatu kenyataan. Dengan kata lain kebenaran akan terwujud jika sudah terjelaskan. Maka batasan seni diperlukan dalam ilmu bahkan dalam filasafat seni itu sendiri, dan akan lain halnya dengan kaum lingkungan sosial yang tidak belajar/terpelajar barangkali tidak akan perduli tentang batasan ini. Atau dengan kata lain mereka cukup dengan kata Nikmati Saja, jika anda senang, silahkan, jika tidak silahkan tinggalkan, dan habis perkara. Jacob Soemardjo, (2000;49). Dalam Filsafat seni oleh Jacob Soemardjo disebutkan bahwa macam-macam dari pembatasan itu diantaranya meliputi ; sesuatu yang bersifat ideal, dengan maksud bahwa seni bukan yang diperlihatkan pada produk seni/benda seni tetapi seni adalah apa yang seharusnya ada pada benda seni tersebut. dan ungkapan tersebut berbeda dengan ungkapan apa yang senyatanya ada dalam benda seni. Ungkapan pertama jelas bersifat filosofi dan ungkapan kedua merupakan ungkapan empiris-ilmiah yang terdapat dalam bidang ilmu. Batasan-batasan yang bersifat filosofi kemudian akan memiliki perbedaan-perbedaan yang tajam karena memang dasar pemikiran filosofinya # berbeda. Sesuai dengan filosofi yang dia setujui. Berbeda dengan batasan yang bersifat empiris-ilmiah. Batasan ini mencari tentang persamaan pengertian dan kemudian oleh filsuf David Hume dari Inggris abad ke 18, dia menemukan sebuah persamaan unsur yang menjadi standard of taste yang universal. Maka akan ditemukan suatu ukuran tentang apakah suatu benda pantas disebut seni atau bukan. Kesimpulan lain dapat dikatakan bahwa keindahan atau pengalaman seni terletak pada perasaan masing-masing manusia dan bukan pada benda yang menimbulkan pengalaman seni tadi. Sudah pasti ada sifat-sifat tertentu yang dikandung benda seni tadi meskipun sulit untuk menunjukan sifat-sifat tertentu yang ini memang merupakan suatu kreativitas yang tidak dapat dihentikan atau dibatasi. Maka kembali lagi akan menuju kepada sesuatu yang kemudian mengingkari ideal kaidah-kaidah yang telah didefinisikan dan akhirnya tetap batasan tersebut gagal dilakukan untuk sesuatu yang terus berubah, berkembang dan tak terduga-duga. Salah satu batasan lain juga yang dianggap bahwa benda seni benar-benar disebut benda seni jika publik seni berhasil menggali nilai-nilai yang terkandung dalam artefak seni tersebut. dan keberhasilan itu juga ditentukan dari kemampuan publik dalam menggali tentang benda seni tersebut, maka di sinilah pentingnya komunikasi. Komunikasi seni antara seniman dengan publik seni melalui benda seni/karya seni. Unsur seniman akan membatasi lebih kepada Ekspresi, kreasi, orisinalitas, intuisi dsb. sedangkan yang bertolak pada benda seni akan menekankan pada pentingnya aspek bentuk, material, struktur, simbol, dsb. terakhir yang bertolak pada publik seni akan melibatkan apresiasi, interpretasi, evaluasi, konteks dari teks dsb. Hal-hal diatas jelas penting untuk direnungkan sebagai langkah awal jika kita akan mengkomunikasikan seni melalui karya seni kepada penonton, khususnya dalam bentuk-bentuk yang bermacam-macam agar tidak hanya aspek- aspek tertentu saja yang diutamakan, namun juga memperhatikan aspek yang lebih luas baik Seniman, Benda seni dan juga publik seninya.
$ KARYA SENI PERTUNJUKAN Seni pertunjukan merupakan media langsung untuk menyampaikan seni kepada penonton/Publik seni melalui karya seni, Menurut Prof. Dr. R. M. Soedarsono dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, fungsi seni ada 3 diantaranya : 1) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana ritual 2) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi 3) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai presentasi estetis
Bicara seni yang kemudian akan dipertunjukan, tentunya kita juga akan berbicara tentang sebuah ranah konseptual, yang mana secara konseptual terdapat aspek tekstual dan juga kontekstual dalam karya seni untuk memunculkan nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada penonton. M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan (1992: 13) menyatakan bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi dimana teks tersebut sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi. Sedangkan konteks artinya situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 458). Konteks atau context itu sebenarnya merupakan keseluruhan lingkungan yang hidup, meliputi verbal yang ditututurkan serta keadaan dan tempat teks itu diucapkan. Teks hadir selalu diikuti oleh teks yang lain, dan teks yang menyertai inilah yang disebut dengan konteks, dimana keduanya merupakan dua aspek dari proses yang sama. Sehingga dalam menapsirkan makna sebuah teks tidak terbatas pada teksnya saja, melainkan harus terbentang sampai konteks yang menyertainya. Teks merupakan produk dalam arti bahwa teks harus dikodekan dalam sesuatu untuk dapat dikomuniukasikan; tetapi sebagai sesuatu yang mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna (M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan (1992: 14). Dalam kancah seni teks dan konteks telah dipakai mengemas berbagai pandangan dalam dunia sastra. Seperti misalnya oleh Raland Barther dalam The Theory of the Text (1981: 39) dikatakan bahwa teks apapun sebenarnya merupakan isyu baru dari teks-teks yang telah ada. Kebaruan tidak sekedar membuat atau meniru yang sudah ada tetapi merupakan tuntutan kreativitas % seniman, seperti yang dikatakan oleh Arif Budiman dalam Kompas (10 Februari 1985: VIII) bahwa ... kontekstual selalu dan harus berangkat dari etos kreatif seniman yang selalu mampu menciptakan hal-hal baru yang kontekstual. Veven Sp. Wardana (KR, 1985: 2 Juli: VI) menambahkan bahwa wacana konstektual tidak hanya terbatas pada dunia sastra saja, melainkan juga merambah pada cabang seni yang lain seperti teater, seni rupa, seni tari dan lainnya. Jadi disain, musik, karawitan, fotografi dan juga seni kriya termasuk di dalamnya. Karena gagasan tentang wawasan konstektuallah yang menjadikan para seniman tidak terlepas dari konteks keseluruhan kata Sri Djoharnurani (1999: 97). Di dalam dunia seni rupa tidak sedikit karya-karya yang ditampilkan dari representasi lingkungan, dengan ideologis estetika seniman menyoroti keadaan yang sedang terjadi. Maka berangkat dari segi konseptual yang didalamnya terdapat aspek tekstual dan konseptual maka kita dapat kemudian memulai membuat sebuah pertunjukan seni yang memanfaatkan medium-medium dari unsur seni rupa, gerak, bunyi, yang memiliki konteks sosial, budaya, religius, nasionalisme dsb.
& DAFTAR PUSTAKA
Soedarsono, Seni pertunjukan Indonesia di era globalisasi , Gadjah Mada University Press , 2002.
Jacob Soemardjo, Filsafat Seni, Penerbit ITB, Bandung, 2000.
I Ketut Sunarya Fbs Uny , 2008 ; Seni Kriya Sebuah Kajian Teks Dan Konteks.