Anda di halaman 1dari 6

RESUME MATERI AJAR METODE PENCIPTAAN SENI

Diajukan sebagai tugas individual untuk meresume dan menambahkan materi


yang telah diberikan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah metode
penciptaan.



Oleh : Ferry Matias
NPM : 13.661130













!"#$"%& ()*+,
!-./,!)%%. +%. !-.$0%1,%. (-.,
!%(/%(%"1%.% ()(,
2%.+*.$
3456

"
PENDAHULUAN

Bicara tentang karya seni khususnya tentang penyajian karya seni yang
berkaitan dengan penonton, alangkah baiknya jika kita merenungkan sejenak
tentang seni itu sendiri, bukan dengan maksud untuk berbicara meluas, namun
dalam rangka menerangi pandangan kita ketika pada tahap selanjutnya ketika
kita akan berbicara karya seni yang disajikan berkaitan dengan penonton ini.
Seni memiliki banyak sekali pengertian, penjelasan, definisi dari zaman
ke zaman, bahkan Nietze mengungkapkan secara universal bahwa segala sesuatu
yang memiliki sejarah tidak akan pernah bisa diberi batasan, Jacob Soemardjo
(2000;52). Seni jelas memiliki sejarah, bahkan manusia sendiri memiliki sejarah.
sehingga baik seni dan manusia akan terus berkembang, dengan kata lain, seni
dan manusia tidak pernah bisa dibatasi hingga sekarang ini. Namun juga tidak
dapat dipungkiri bahwa setiap manusia pasti memiliki intelektualitas, seorang
Novelist Saul Bellow dalam Mr. Sammlers Planet (1969) menulis : Intelektual
adalah makhluk yang suka penjelasan dan penjelasan rasional merupakan suatu
batasan atau definisi tentang suatu kenyataan. Dengan kata lain kebenaran akan
terwujud jika sudah terjelaskan. Maka batasan seni diperlukan dalam ilmu
bahkan dalam filasafat seni itu sendiri, dan akan lain halnya dengan kaum
lingkungan sosial yang tidak belajar/terpelajar barangkali tidak akan perduli
tentang batasan ini. Atau dengan kata lain mereka cukup dengan kata Nikmati
Saja, jika anda senang, silahkan, jika tidak silahkan tinggalkan, dan habis
perkara. Jacob Soemardjo, (2000;49). Dalam Filsafat seni oleh Jacob Soemardjo
disebutkan bahwa macam-macam dari pembatasan itu diantaranya meliputi ;
sesuatu yang bersifat ideal, dengan maksud bahwa seni bukan yang diperlihatkan
pada produk seni/benda seni tetapi seni adalah apa yang seharusnya ada pada
benda seni tersebut. dan ungkapan tersebut berbeda dengan ungkapan apa yang
senyatanya ada dalam benda seni. Ungkapan pertama jelas bersifat filosofi dan
ungkapan kedua merupakan ungkapan empiris-ilmiah yang terdapat dalam
bidang ilmu.
Batasan-batasan yang bersifat filosofi kemudian akan memiliki
perbedaan-perbedaan yang tajam karena memang dasar pemikiran filosofinya
#
berbeda. Sesuai dengan filosofi yang dia setujui. Berbeda dengan batasan yang
bersifat empiris-ilmiah. Batasan ini mencari tentang persamaan pengertian dan
kemudian oleh filsuf David Hume dari Inggris abad ke 18, dia menemukan
sebuah persamaan unsur yang menjadi standard of taste yang universal. Maka
akan ditemukan suatu ukuran tentang apakah suatu benda pantas disebut seni
atau bukan. Kesimpulan lain dapat dikatakan bahwa keindahan atau pengalaman
seni terletak pada perasaan masing-masing manusia dan bukan pada benda yang
menimbulkan pengalaman seni tadi. Sudah pasti ada sifat-sifat tertentu yang
dikandung benda seni tadi meskipun sulit untuk menunjukan sifat-sifat tertentu
yang ini memang merupakan suatu kreativitas yang tidak dapat dihentikan atau
dibatasi. Maka kembali lagi akan menuju kepada sesuatu yang kemudian
mengingkari ideal kaidah-kaidah yang telah didefinisikan dan akhirnya tetap
batasan tersebut gagal dilakukan untuk sesuatu yang terus berubah, berkembang
dan tak terduga-duga. Salah satu batasan lain juga yang dianggap bahwa benda
seni benar-benar disebut benda seni jika publik seni berhasil menggali nilai-nilai
yang terkandung dalam artefak seni tersebut. dan keberhasilan itu juga
ditentukan dari kemampuan publik dalam menggali tentang benda seni tersebut,
maka di sinilah pentingnya komunikasi. Komunikasi seni antara seniman dengan
publik seni melalui benda seni/karya seni.
Unsur seniman akan membatasi lebih kepada Ekspresi, kreasi,
orisinalitas, intuisi dsb. sedangkan yang bertolak pada benda seni akan
menekankan pada pentingnya aspek bentuk, material, struktur, simbol, dsb.
terakhir yang bertolak pada publik seni akan melibatkan apresiasi, interpretasi,
evaluasi, konteks dari teks dsb.
Hal-hal diatas jelas penting untuk direnungkan sebagai langkah awal jika
kita akan mengkomunikasikan seni melalui karya seni kepada penonton,
khususnya dalam bentuk-bentuk yang bermacam-macam agar tidak hanya aspek-
aspek tertentu saja yang diutamakan, namun juga memperhatikan aspek yang
lebih luas baik Seniman, Benda seni dan juga publik seninya.



$
KARYA SENI PERTUNJUKAN
Seni pertunjukan merupakan media langsung untuk menyampaikan seni
kepada penonton/Publik seni melalui karya seni, Menurut Prof. Dr. R. M.
Soedarsono dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era
Globalisasi, fungsi seni ada 3 diantaranya :
1) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai sarana ritual
2) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi
3) Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai presentasi estetis

Bicara seni yang kemudian akan dipertunjukan, tentunya kita juga akan
berbicara tentang sebuah ranah konseptual, yang mana secara konseptual
terdapat aspek tekstual dan juga kontekstual dalam karya seni untuk
memunculkan nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada penonton.
M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan (1992: 13) menyatakan bahwa teks
adalah bahasa yang berfungsi dimana teks tersebut sedang melaksanakan tugas
tertentu dalam konteks situasi. Sedangkan konteks artinya situasi yang ada
hubungannya dengan suatu kejadian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993:
458). Konteks atau context itu sebenarnya merupakan keseluruhan lingkungan
yang hidup, meliputi verbal yang ditututurkan serta keadaan dan tempat teks itu
diucapkan. Teks hadir selalu diikuti oleh teks yang lain, dan teks yang menyertai
inilah yang disebut dengan konteks, dimana keduanya merupakan dua aspek dari
proses yang sama. Sehingga dalam menapsirkan makna sebuah teks tidak
terbatas pada teksnya saja, melainkan harus terbentang sampai konteks yang
menyertainya. Teks merupakan produk dalam arti bahwa teks harus dikodekan
dalam sesuatu untuk dapat dikomuniukasikan; tetapi sebagai sesuatu yang
mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna (M.A.K. Halliday dan
Ruqaiya Hasan (1992: 14).
Dalam kancah seni teks dan konteks telah dipakai mengemas berbagai
pandangan dalam dunia sastra. Seperti misalnya oleh Raland Barther dalam The
Theory of the Text (1981: 39) dikatakan bahwa teks apapun sebenarnya
merupakan isyu baru dari teks-teks yang telah ada. Kebaruan tidak sekedar
membuat atau meniru yang sudah ada tetapi merupakan tuntutan kreativitas
%
seniman, seperti yang dikatakan oleh Arif Budiman dalam Kompas (10 Februari
1985: VIII) bahwa ... kontekstual selalu dan harus berangkat dari etos kreatif
seniman yang selalu mampu menciptakan hal-hal baru yang kontekstual.
Veven Sp. Wardana (KR, 1985: 2 Juli: VI) menambahkan bahwa wacana
konstektual tidak hanya terbatas pada dunia sastra saja, melainkan juga
merambah pada cabang seni yang lain seperti teater, seni rupa, seni tari dan
lainnya. Jadi disain, musik, karawitan, fotografi dan juga seni kriya termasuk di
dalamnya. Karena gagasan tentang wawasan konstektuallah yang menjadikan
para seniman tidak terlepas dari konteks keseluruhan kata Sri Djoharnurani
(1999: 97). Di dalam dunia seni rupa tidak sedikit karya-karya yang ditampilkan
dari representasi lingkungan, dengan ideologis estetika seniman menyoroti
keadaan yang sedang terjadi.
Maka berangkat dari segi konseptual yang didalamnya terdapat aspek
tekstual dan konseptual maka kita dapat kemudian memulai membuat sebuah
pertunjukan seni yang memanfaatkan medium-medium dari unsur seni rupa,
gerak, bunyi, yang memiliki konteks sosial, budaya, religius, nasionalisme dsb.
















&
DAFTAR PUSTAKA

Soedarsono, Seni pertunjukan Indonesia di era globalisasi , Gadjah Mada
University Press , 2002.

Jacob Soemardjo, Filsafat Seni, Penerbit ITB, Bandung, 2000.

I Ketut Sunarya Fbs Uny , 2008 ;
Seni Kriya Sebuah Kajian Teks Dan Konteks.

Anda mungkin juga menyukai