Anda di halaman 1dari 3

Gagal Usaha Kue, Sukses Buat Enam Turunan Produk 

Hidroponik
•Utak-Atik Formula Lewat Internet, Jadi Jujugan Ibu-Ibu
Oleh : Ragil Listiyoningsih

BOYOLALI - Gagal membuat usaha kue, tak membuat Rina Tri Wahyuni,48, patah arang.
Warga Dusun Dukuh, Desa Kebonbimo, Boyolali Kota ini merintis Azalea hidroponik.
Awalnya, hanya satu plong. Dia mampu memanfaatkan internet dan youtube. Kini, dia sukses
membuat enam turunan produk hidroponik.
Pekarangan rumah Rina tidak terlalu luas. Namun, ada empat hidroponik dari peralon besar.
Serta hidroponik bentuk pot yang berjejer di pagar rumah. Di pekarang belakang rumah,
tepatnya di bawah jemuran baju, terdapat hidroponik panjang berisi bayam brazil yang
tampak subur. Selain bayam brazil, dia juga menyemai kangkung dan sawi pakcoy.
Di ruang yang ada disamping rumahnya. Rina memperlihatkan ecoenzim buatannya. Dia
memanfaatkan galon mineral bekas yang dijejer rapi dipojok ruangan. Diatasnya terpasang
selang pening untuk menyalurkan uap air ke botol mineral kecil. Ada juga satu baskom berisi
olahan jelantah yang dicairkan. Nantinya akan menjadi produk sabun cair untuk cuci piring
dan pel lantai.
"Karena setelah resign dari Jakarta, saya pulang ke sini. Sekalian merawat orangtua. Usaha
kue juga habis (Gulung tikar,red) karena pandemi. Lalu saya merintis usaha ini hampir dua
tahun. Awalnya saya pakai 20 boks stereofoam anggur itu, ternyata berhasil," katanya pada
Jawa Pos Radar Solo, Rabu (14/9).
Usahanya lantas dikembangkan dengan membuat beberapa plong hidroponik. Namun, dia
merasa tak puas. Dia memanfaatkan internet untuk mengembangkan produk hidroponiknya.
Dia mulai membacai berita, jurnal hingga mencari di youtube. Dari situ dia mengembangkan
menjadi lima produk turunan.
"Modal awal saya Rp 75 juta untuk 10 instalasi hidroponik. Inspirasi saya dapat tiap selesai
Tahajud. Karena saya gak mau stagnan saja ya. Saya coba buat sub usaha. Alhamdulillah
bisa. Meski pernah gagal dan belajar otodidak. Tapi sangat terbantu dengan internet,"
terangnya.
Bayam brazilnya bisa dipanen pada minggu ketiga. Baru dua minggu setelahnya bisa dipanen
lagi. Hingga lima kali panen. Selain sayur superfood. Dia mengembangkan pembuatan jus
sayur. Ada tiga formula yang dipakai. Dengan bahan utama sayur bayam brazil, wortel serta
outmilk. Dijual dengan harga Rp 10 ribu - Rp 15 ribu/botol. Jus sayur buatannya menjadi
favorit ibu-ibu muda dan kalangan perempuan pekerja.
Selain kaya manfaat, ternyata juga menjadi produk diet. Alhasil, jus sayurnya laku hingga 80
sampai ratusan botol/minggu. "Saya pengen mengembangkan lagi. Nanti ndak stagnan. Lalu
saya gandeng kelompok wanita tani (KWT) untuk mengembangkan keripik bayam brazil.
Ternyata bisa juga, dan banyak yang minat," terangnya.
Dia memberdayakan KWT Azalea Farm yang berisi ibu-ibu rumah tangga. Ada sepuluh
anggota KWT yang membantu proses produksi olahan kripik bayam brazil. Bahkan, ketika
menjelang lebaran permintaan pasar tinggi. Sehingga produksi keripik bayam olahan KWT
bisa dua kali dalam seminggu. Biasanya, produksi dilakukan tiap Senin dan Kamis. 
Tak puas, Rina kembali memanfaatkan gadget untuk membacai resep menbuat es krim. Kini
es krim sayur yang menyehatkan menjadi produk unggulan di Azalea hidroponik. Meski tak
dijual belikan. Tiap ada kunjungan sekolah maupun komunitas selalu disajikan. Es krim
buatannya mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang berkunjung.
"Lalu masalahnya, limbah dari hidroponik dan olahan sayur itu mau buat apa? Lalu saya
berpikir untuk buat pupuk A-B mix untuk hidroponik. Karena pupuk itu kan mahal ya,
sebulan saya habis Rp 400 ribu untuk pupuk. Lalu saya cari diinternet sama youtube. Kan
harus sesuai formulanya, saya hitung betul-betul," terangnya.
Berkat kegigihannya, dia berhasil mengembangkan ecoenzim dari limbah sayurnya. Rina
mulai mengembangkan menjadi pupuk organik atau pestisida nabati. Pembuatannya dengan
tiga limbah kulit buah ditambah dua limbah sayur serta air. Dengan perbandingan 1:3:10.
Kemudian difermentasi selama beberapa minggu. Hasilnya, pupuk tersebut bisa diaplikasikan
baik untuk hidroponik maupun tanah.
Kini dia bisa memangkas biaya produksi hingga 50 persen. Tak hanya itu, produk ecoenzym
ini mulai dikembangkan untuk home care. Seperti sabun, sabun muka, sabun cuci piring,
campuran detergen, anti bakterial, campuran pel lantai dan lainnya. Kini dia bisa
mendapatkan penghasilan hingga Rp 500 ribu dan jus sayur Rp 1 juta/ minggu. Sehingga
dalam sebulan dia bisa mendapat Rp 6 juta.
Potensi tersebut juga mendapat sambutan dari Desa Kebonbimo. Kades setempat, Sudadi
mendorong pengembangan usaha hidroponik. Salah satunya dengan menggandeng KWT
untuk pemberdayaan masyarakat. Dukungan desa diberikan dengan pengembangan halaman
kantor desa untuk hidroponuk. Nantinya, akan menggandeng KWT dan UMK untuk
pengembangan produk.
"Ibu Rina memang kami gandeng untuk pengembangan hidroponik di desa. Lalu kita
kembangkan untuk pemberdayaan KWT. Kami juga mendukung termasuk dana dan
perizinan termasuk pendanaan peralatan, bantuan stimulan, serta nantinya, pelaku KWT bisa
ikut berpartisipasi," katanya.
Tak berhenti disitu. Desa juga memberdayakan kalangan muda. Terutama dalam membantu
pengemasan yang ciamik. Serta dalam pemasaran online dan pengiriman produk. Pemasaran
online ini diharapkan bisa memberdayakan UKM dan pemuda desa. Apalagi, desa juga
memfasilitasi internet gratis di semua titik desa.
"Kami juga gandeng anak-anak muda untuk membantu pemasaran lewat online dan medsos.
Karena selama ini orangtua kan kesulitan untuk pemaketan dan pemasaran online. Karena
kami juga memiliki KWT jamu jahe, kencur, dan lainnya dalam bentuk serbuk. Pengiriman
sampai ke Sumatera, Bekasi dan lainnya," terangnya. 
Dukungan UMKM go digital juga dilakukan Pemkab Boyolali. Kabid Usaha Mikro, Dinas
Koperasi dan Tenaga Kerja (Diskopnaker) dan UMKM Boyolali, Nunung Susilowati,
mendorongan pelaku UMKM untuk go digital. Di Boyolali, ada 49.024 UMKM yang telah
terdaftar dalam aplikasi Esemu Diskopnaker UMKM. Mereka mendapatkan kesempatan
untuk pelatihan maupun pendampingan pemasaran. 
"Untuk data UMKM, kita ada 49.024 pelaku. Yang sudah mengkuti go digital ada 150
UMKM. Maka kita dorong terus agar semua pelaku UMKM bisa memanfaatkan internet
untuk pemasaran. Dorong dan bantuan yang diberikan dengan turut memfasilitasi melalui
pelatihan-pelatihan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) pelaku UMKM. Selain itu,
internet bisa dimanfaatkan untuk pengembangan dan inovasi produk nantinya," terangnya. 
Pelaku UMKM tak hanya dibekali dengan kemampuan produksi saja. Namun, juga cara
memanfaatkan perkembangan teknologi digital. Kelas pelatihan pemasaran daring menjadi
topik yang selalu dibekali. Agar pelaku UMKM tak hanya bisa membuat produk saja. Tetapi,
mampu memasarkan secara offline maupun online. Meski saat ini, angka UMKM go digital
masih sedikit. Yakni, 0,03 persen. 
Diharapkan, pelatihan yang digelar dua hari membuahkan hasil. Pelaku UMKM mendapat
materi dari praktisi pada hari pertama. Kemudian melakukan praktik pada hari kedua.
Setelahnya, dinas akan memberikan bantuan modal. Guna dikembangkan oleh pelaku
UMKM. Tak selesai disitu, petugas dinas juga mendampingi proses produksi, pengemasan,
hingga pemasaran daring. 
"Pendampingan berkala kami lakukan. Karena kita biasanya melakukan evaluasi. Sehingga
bisa memberi masukan pada pelaku UMKM tersebut. Selain itu, juga memberi motivasi pada
pelaku UMKM yang belum berhasil," terangnya. 
Dalam setahun, dinas akan menggandeng 30 pelaku UMKM. Menimbang efektivitas
pelatihan dan pendampingan. Sedangkan peserta pelatihan berasal dari tiap kecamatan.
Pihaknya meminta pemerintah kecamatan untuk mengirimkan UMKM yang perlu dibina.
Kemudian dilakukan pencocokan data Esemu Diskopnaker UMKM. Sedangkan jumlah
peserta dibatasi tiap gelombangnya. (rgl/dam)

Anda mungkin juga menyukai