Yang biasa dipanggil Mas Tyo, anak muda asal Bojonegoro, Jawa Timur. Dirinya
sukses mengembangkan usaha tani dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai
alat pemasaran.
Kabupaten Bojonegoro telah lama dikenal sebagai sentra singkong dan banyak
petani yang menggantungkan hidupnya dari tanaman multi manfaat ini. Namun
harga yang semakin rendah, membuat petani harus mencari sampingan lainnya
untuk membiayai kehidupan keluarga mereka. Seperti yang dilakukan keluarga
untuk bisa menyekolahkan Agitya Kristantoko di Universitas Negeri Surabaya
(Unesa).
“Saya dibesarkan dari keluarga petani, dan dibiayai dari hasil keringat petani.
Saya melihat Bagaimana pun juga harus kembali untuk membalas budi. Awal-
awal banyak yang meledek, sekolah tinggi-tinggi, balik lagi jadi petani, “ ungkap
Tyo, panggilan akrab Agitya Kristantoko.
Tapi ledekan tetangganya itu justru ia jadikan pelecut semangat untuk
membuktikan bahwa menjadi petani bukan pekerjaan murahan. Karenanya ia
mencari cara meningkatkan bisnis olahan singkong yang sudah dirintis orang
tuanya. “Singkong selama ini hanya diolah menjadi makanan tradisional saja,
yang konsumsi itu-itu saja. Istilahnya ya orang kampung sendiri. Nggak
bergengsi, “ tuturnya.
Olahan tersebut diberi nama Gading dan sudah banyak dijual di market place
online maupun swalayan modern di sekitar Bojonegoro. Jika dihitung-hitung,
dirinya bisa memperoleh omzet bersih Rp 75 juta-100 juta per bulan.
“Sebelum COVID 19, sebenarnya, sudah ada tawaran untuk melatih Emak-Emak
di Sumatera, Sulawesi dan lainnya. Tapi karena COVID 19, pelatihan hanya di
sekitar Bojonegoro saja. Gak apa-apa kita perkuat Bojonegoro ini sekaligus
menjadikan singkong ini iconnya Bojonegoro, “ harapnya.
Reporter : Nattasya
Cerita lain juga datang dari Agitya Kristantoko, seorang pengusaha asal
Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur yang menekuni bidang pengolahan hasil pertanian,
seperti dimuat oleh pikiranrakyat.com. Mas Tyo, begitu panggilan akrabnya mempunyai
komitmen dan konsistensi terhadap bidang pertanian, yang kini menjadi pekerjaannya.
Semangat dan keuletannya di sektor pertanian, khususnya mengolah makanan ringan
berbahan dasar singkong, telah berhasil ia kembangkan.
Mas Tyo memberi merk dagangnya Gading yang bisa dipesan secara online.
Bahkan, kini produknya telah dipasarkan ke berbagai toko-toko dan pusat perbelanjaan.
Berkat kegigihannya dalam usaha, kini ia mampu menghasilkan omzet sekitar Rp 75
juta hingga 100 Juta dalam sebulan. Namun, bagi Mas Tyo omzet sebesar itu belum
seberapa dibandingkan kepuasan batin saat memberikan pendampingan, pelatihan,
dan bimbingan kepada petani, kelompok wanita tani, mahasiswa, siswa sekolah
menengah, dan kelompok masyarakat lainnya.
Menurut Mas Tyo, saat ini gerenasi muda di sektor pertanian sudah mulai
bertumbuh dan semakin banyak meskipun di era milenial seperti ini, sektor
ekonomi kreatif lebih banyak dipilih sebagai opsi oleh generasi muda daripada di
sektor pertanian. Ia menambahkan masih sangat banyak peluang yang bisa
dikembangkan dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, Mas Tyo berharap agar
generasi muda tidak takut untuk bermimpi menjadi petani.
Saat ini semua bidang usaha pada umumnya dipaksa untuk masuk dan lebih
mendalami era revolusi industri seperti sekarang, di mana segala sesuatu tidak lagi
konvesional namun semua kini bisa dimanfaatkan melalui digital. Namun sayang,
pandemi covid-19 telah memukul semua sektor keidupan, hampir semua bidang usaha
sudah menghentikan usahanya. Berbeda dengan pengusaha dalam bidang pertanian,
meskipun dalam kondisi pandemi covid-19, pengusaha masih tetap bisa meraup omzet
yang tinggi bahkan bisa menjadi berkali lipat. Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pertanian (PPSDMP), meminta di tengah mewabahnya virus
corona, petani pengusaha milenial harus mampu memanfaatkan peluang ini.
Kedua, pasar ekspor kelapa sawit menembus pasar India sebagai negara
pengimpor tertinggi dengan angka 2.521.6 ton untuk periode Januari dan Juni 2017.
Sedangkan tahun 2018 angkanya mencapai 1.4909.4 ton. Pada urutan selanjutnya,
Republik Rakyat Tiongkok mengimpor kelapa sawit sebanyak 802.1 ton untuk periode
2017 dan 948.1 ton untuk periode 2018.
Pada posisi ketiga, produk kakao dengan pasar ekspor paling banyak
menembus 147.9 ton untuk negara tujuan Amerika Serikat. Setahun berlalu, jumlahnya
naik menjadi 170.9 ton. Sedangkan Malaysia mengimpor produk Indonesia dengan
jumlah 83.8 ton dan 63.7 ton untuk tahun 2018.
Keempat, hasil produksi petani kopi Indonesia menembus pasar Amerika Serikat
dengan nilai ekspor mencapai 138.8 ton untuk tahun 2017 dan 123.6 ton untuk tahun
2018. Selanjutnya, negara ekspor kedua ditempati Jerman dengan total ekspor
mencapai 42.3 ton.
Nilai ekspor pertanian indonesia naik 25,19 persen atau senilai US$ 0,32 miliar.
Kenaikan, utamanya didorong pula oleh ekspor sarang burung, kopi, tanaman hutan,
aromatik dan rempah-rempah serta logam dasar mulia.
Data dan informasi diatas sudah seharusnya menjadi pendorong dan pemberi
semangat kepada generasi milenial. Indonesia dengan segala keunikannya mempunyai
keanekaragaman hayati yang mengagumkan.
https://pemeuz.blogspot.com/2020/08/siapatakut-jadi-petani-pertanianadalah.html
sumber foto makanan Sumber: https://www.swadayaonline.com/images/view/-IMG_20200531_3095.jpg
Sumber Terkait:
https://pemeuz.blogspot.com/2020/08/siapatakut-jadi-petani-
pertanianadalah.html
https://faperta.kahuripan.ac.id/2021/05/19/melahirkan-petani-milenial/
https://www.swadayaonline.com/images/view/-
IMG_20200531_3095.jpg
https://www.unesa.ac.id/alumni/data/s1-manajemen/agitya-
kristantoko#khsmhs
https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/agri-profil/14364-Agitya-
Kristantoko-Dengan-Singkong-Menggerakkan-Ekonomi-Emak-Emak