Anda di halaman 1dari 5

Nama : Devy Tialamsari

NRP : 1321500025
Mata Kuliah : Kewirausahaan Lanjut

Startup business, pengembangan bisnis yang memanfaatkan teknologi internet


sebagai basis utama. Produk dari startup business berupa aplikasi dalam bentuk
digital yang dioperasikan melalui website. Dilihat dari segi pendanaan, Indonesia
termasuk dalam negara yang sedang bergairah di ranah startup business. Startup
business di Indonesia mulai menjamur diberbagai bidang usaha, seperti ecommerce,
edukasi, game, gaya hidup, sains, dan real estate menciptakan persaingan yang ketat.
Di dalam memenangkan pasar, pemasaran saja tidaklah cukup karena konsumen
menjadi semakin banyak dihadapkan oleh banyak pilihan. Konsumen telah banyak
terpapar iklan dari berbagai merek. Dibutuhkan sebuah strategi yang mampu menarik
perhatian konsumen, serta mampu mendorong konsumen melakukan transaksi.
Disinilah peran komunikasi pemasaran dalam startup business sangat dibutuhkan.
Beberapa contoh startup pada bidang pertanian dan pangan, antara lain:

1. TaniHub

Michael Jovan Sugianto adalah salah satu pemuda Indonesia yang kini
menjadi ikon bagi anak muda. Lewat startup TaniHub, dia menjadi semacam titik
cerah bagi petani yang selama ini menjadi pihak yang justru tidak ikut menikmati
ketika terjadi kenaikan harga dasar kebutuhan pokok.

Sejak masih kuliah, Michael dan teman-temannya sering mengadakan


perjalanan ke daerah pertanian di wilayah Bogor bahkan sampai ke Yogyakarta.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan tersebut, Michael dapat melihat
langsung bahwa kehidupan petani di daerah tersebut masih tergolong miskin. Sebuah
realita yang ironis karena Indonesia merupakan negara agraris. Antara pemilik tanah
dan petani penggarap nasibnya pun tidak jauh berbeda.

Kenaikan harga kebutuhan petani sendiri, dan juga kenaikan harga produk
pendukung kebutuhan pertanian seperti bibit dan pupuk menjadikan kehidupan petani
menjadi semakin terpinggirkan. Hal tersebut menjadi salah satu pemantik kepedulian
pada diri Michael untuk melakukan sesuatu. Tentu saja sesuai dengan bidang dan
keahlian yang dimilikinya.
Keinginan pria kelahiran Bandung 1 Nopember 1993 ini, terwujud saat
mengikuti Startup Weekend 2005 di Conclave Working Space, Jakarta Selatan. Di
ajang tersebut dia bertemu dengan orang-orang yang akhirnya bisa mewujudkan
idenya.

Adalah William Setiawan, Miftahul Choiri, Wawan Setyawan, dan Wahyu


Nugroho. Yang dengan keahlian masing-masing akhirnya menciptakan startup yang
berbasis Android dan diberi nama TaniHub Fresh from Farmers. TaniHub
diluncurkan secara resmi pada Januari 2016. Hingga kini aplikasi ini telah diunduh
lebih dari 2.000 kali.

Prinsip kerja TaniHub, menurut Michael Jovan, adalah memutus rantai


panjang distribusi yang diisi oleh para perantara, yang pada akhirnya justru lebih
banyak merugikan petani. Dengan memperpendek rantai distribusi, bahkan
menghilangkannya, maka antara petani dan konsumen dapat sama-sama mendapatkan
keuntungan.

Dengan TaniHub, maka jarak antara petani dan konsumen akan dipersingkat
bahkan dihilangkan. Tidak akan ada lagi penghubung di antara produsen dan
konsumen. Jika dulu petani mendapatkan harga murah untuk hasil pertaniannya, yaitu
hanya mendapat harga dasar maka dengan TaniHub, maka melalui TaniHub petani
bisa menjual dengan harga lebih tinggi. Sementara keuntungan bagi konsumen, akan
mendapat harga lebih murah dari harga pasar.

Sampai saat ini TaniHub telah mengakomodasi sekitar 24 petani yang


memasarkan hasil pertaniannya. Petani yang tergabung di TaniHub diantaranya petani
beras, sayur, buah, bahkan ternak dan telur. Ke depannya, TaniHub akan
memfokuskan ke pasar beras, karena beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat
Indonesia. Menurut Michael Jovan, walaupun saat ini baru sedikit petani yang
tergabung dalam TaniHub itu tidak menjadi masalah. Keuntungan yang sedikit tapi
berkelanjutan dirasa olehnya lebih baik daripada keuntungan besar tapi tidak ada
kontinuitas.

Sementara keuntungan bagi Konsumen, mereka bisa langsung mendapatkan


hasil pertanian yang berkualitas dan masih segar. Ada tim khusus dari IPB yang
menjadi konsultan TaniHub untuk menjaga kualitas produk petani.
2. Biteback Insect

Biteback didirikan oleh Mush'ab Nursantio dan Ifdhol Syawkoni saat mereka
menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian di universitas brawijaya. Sebagai aktivis
lingkungan selama masa studinya, Mushud telah terpesona oleh manfaat serangga
makanan yang dapat dimakan. Dia mulai menanam serangga di rumah dan meminta
teman-temannya untuk datang dan memakannya. Termotivasi oleh tantangan tentang
'Bagaimana memberi makan 9 miliar orang pada tahun 2050?' Mush'ab meminta
teman sekelasnya Ifdhol untuk bergabung dengan Thought For Food Challenge dan
menamai proyek Biteback. Ifdhol adalah seorang peneliti yang sangat baik dan
berpengalaman dalam bekerja sebagai asisten lab di fakultas mereka. Mereka mulai
melihat ke dalam dan melihat apa sifat serangga itu, dan melakukan sedikit riset,
menyelidiki masalahnya. Mereka menemukan bahwa ia bekerja untuk mengganti
minyak sawit.

Ketika sampai pada perdebatan perubahan iklim, minyak sawit jelas


merupakan salah satu topik terpanas. Mengingat dampak yang sangat besar dari
produksi minyak nabati ini terhadap lingkungan, terutama di hutan hujan negara-
negara seperti Indonesia, industri makanan berebut pengganti baru untuk menangkis
kecaman yang meningkat yang berasal dari pemerintah, kelompok lingkungan dan
bahkan peningkatan jumlah konsumen.

Minyak Serangga Biteback. Perusahaan yang dipimpin oleh beberapa pria


berusia 20 tahun di Indonesia, telah menemukan sebuah proses revolusioner untuk
menghasilkan pengganti yang lebih baik.

Jika tidak diproduksi secara berkelanjutan, minyak kelapa sawit menyebabkan


penggundulan hutan yang hebat. Permintaan minyak sawit global telah berjalan
dengan CAGR 7,3% dari tahun 2014 sampai 2022 (sumber: kawat berita Global)
mencapai konsumsi 128,20 juta ton per tahun. Tapi apakah minyak kelapa sawit ini
diproduksi secara berkelanjutan atau tidak? Tidak juga. Hanya 16% dari total
produksi kelapa sawit yang berkelanjutan dan sesuai dengan scorecard WWF,
sebagian besar perusahaan di industri makanan sama sekali tidak menggunakan
minyak sawit lestari (kami bangga menyebutkan mitra kami Barilla sebagai salah satu
perusahaan yang paling berkelanjutan dengan skor 8/9). Jadi, adakah cara yang
mungkin untuk memecahkan masalah? Apakah kita benar-benar ditakdirkan untuk
masa depan deforestasi kelapa sawit besar yang menginduksi penggundulan hutan?
Tentu saja tidak, dan di sini, di Startupbootcamp FoodTech, kita bertaruh pada startup
yang sangat inovatif yang memiliki solusi: Biteback Insect.

Langsung dari Indonesia, Biteback Insect adalah penghasil pertama di dunia


untuk pengganti minyak sawit berbasis serangga. Cerita tentang perusahaan ini
dimulai dengan para pendiri, Mush'ab Nursantio (21) dan Ifdhol Syawkoni (23),
menyadari bahwa serangga merupakan pengganti pohon yang sempurna untuk
menghasilkan minyak berkualitas tinggi dalam hal sifat dan produktivitas. Meskipun
hasil minyak sawit yang tinggi, minyak berbasis serangga mencatat hasil 37x per
hektar. Selain itu, pemanenan serangga hanya memakan waktu 3 bulan sementara
kelapa sawit membutuhkan waktu 5 tahun, yang menyiratkan bahwa produsen dapat
mengurangi waktu produksi hingga 95% dan dapat memberikan jumlah produk yang
lebih banyak bahkan lebih sering ke konsumen selama satu tahun penuh.
Sederhananya, proses produksi inovatif mereka pada dasarnya terbagi menjadi 3
langkah utama: pengeringan, penggalian dan penyulingan. Setelah serangga
dikumpulkan, mereka mulai mengeringkannya dari semua air untuk memulai proses
ekstraksi lemak. Sebagai langkah terakhir, mereka menyempurnakan lemak untuk
mendapatkan minyak yang siap dijadikan botol dan digunakan untuk keperluan
makanan.

3. PanenID

PanenID, yaitu sebuah platform berbasis aplikasi untuk menjual produk


pertanian secara langsung ke target penggunanya, seperti hotel, restoran, dan
katering. Mengusung konsep fair trade, PanenID merombak aliran supply chain
dengan cara memotong jalur distribusi, sehingga produk pertanian dapat dibeli
dengan harga yang stabil dan adil, serta memiliki kualitas dan kuantitas yang terbaik.
Platform PanenID dapat membantu petani mulai dari perencanaan panen, menentukan
komoditas yang dibutuhkan pasar, serta waktu terbaik untuk panen.

Johannes Dwi Cahyo Kristanto (Founder & CTO PanenID) mengatakan, Dengan
aplikasi PanenID, kami mengedepankan konsep fair trade bagi seluruh petani dengan
sistem direct trading, yaitu mempertemukan petani langsung dengan konsumennya
melalui jalur distribusi yang baik menggunakan teknologi digital.
Meski baru berdiri sejak awal tahun 2017, saat ini PanenID telah bekerja sama
dengan 120 petani di daerah Petang dan Pancasari, Bali. Platform ini juga telah
berkolaborasi dengan instansi pemerintah daerah terkait, sehingga dapat membangun
fitur direct trading, peta persebaran komoditas, dan fitur rantai distribusi yang efisien
bagi para petani di Pulau Dewata.

Selain petani, sudah ada 10 hotel besar di Indonesia yang memutuskan bergabung
dengan PanenID seperti Harris Hotel, Santika Hotel, Amaris Hotel dan hotel-hotel
ternama lainnya. Saat ini PanenID sudah dapat diunduh di Google Play Store dan
Apple App Store.

4. Crowde

Startup ini didirikan oleh Muhaimin Iqbal, Andreas Senjaya, dan Jim
Oklahoma pada 2014 lalu. Dengan model bisnis yang menjembatani tiga elemen
dalam bisnis pertanian yaitu modal, pasar, dan kemampuan budidaya. iGrow
menghubungkan para investor (pemberi dana) dengan petani sekaligus pemilik lahan,
dan pembeli produk pertanian. Inovasi ini memungkinkan setiap orang bisa berperan
sebagai investor pada produk pertanian yang diminati, dan memungkinkan lahan-
lahan yang tidak terpakai dapat optimal untuk dimanfaatkan sebagai lahan produktif.
Setelah dua tahun berjalan dan mendapatkan respon yang baik, iGrow kemudian
mendapatkan pendanaan dari dua pemodal ventura, yaitu East Ventures dan 500
Startups.

CROWDE menghadirkan sebuah platform terbuka di mana masyarakat dapat


menanamkan investasi untuk membantu permodalan para petani. CROWDE hadir
sebagai solusi untuk masalah permodalan di bidang pertanian. CROWDE juga hadir
memberikan kesempatan bagi Teman CROWDE, yaitu teman-teman yang menanam
investasi melalui CROWDE untuk membantu permodalan petani. CROWDE
menerapkan sistem bagi hasil yang dihitung setelah usaha tani dipanen, sesuai dengan
jumlah modal yang tertanam. Dengan kata lain, Teman CROWDE berkesempatan
untuk memperoleh keuntungan investasi sekaligus berpartisipasi dalam meningkatkan
kesejahteraan para petani.

Anda mungkin juga menyukai