Anda di halaman 1dari 5

Upaya Peningkatan Perekonomian Petani Ponorogo di Era Industri 4.

0
Melalui Komoditas Olahan Tani yang Bernilai Jual Tinggi

Pertanian adalah bagian terpenting bagi suatu negara karena fungsi serta andilnya
yang sangat besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat. Sebab hasil pertanian
merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Disektor pertanian, kita tidak hanya berbicara
mengenai produk pertanian saja namun juga mengenai keberlangsungan ekonomi petani
dalam pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi, kontribusi sektor pertanian
menduduki posisi paling penting. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya, tekanan
demografis yang besar bersamaan dengan peningkatan pendapatan sebagian masyarakat
sehingga kebutuhan terus meningkat, kebutuhan adanya faktor ekonomi pertanian khususnya
bagi sektor industri, dan adanya kebutuhan masyarakat akan sumber pangan.

Sektor pertanian masih menjadi andalan perekonomian di Jawa Timur, khususnya di


kabupaten Ponorogo. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar mata pencaharian
masyarakat Ponorogo adalah sebagai petani. Hampir seluruh wilayah yang ada di Ponorogo
menghasilkan produk pertanian. Hasil pertanian yang di unggulkan adalah tanaman pangan
seperti padi, jagung, singkong, dan tanaman palawija. Kelangsungan pertanian di Ponorogo
sendiri tidak selalu berjalan dengan baik, para petani di Ponorogo seringkali dihadapkan
dengan berbagai permasalahan yang rumit. Tidak jarang permasalahan tersebut menimbulkan
kerugian yang besar bagi mereka, diantaranya seperti harga komoditas hasil panen yang tidak
sebanding dengan biaya yang dikeluarkan petani dan sulitnya memperdagangkan hasil panen
dengan harga tinggi sehingga menimbulkan ketergantungan antara petani dan tengkulak.
Kurangnya modal dan ketidakpastian harga hasil panen yang dijual (fluktuasi) menyebabkan
pendapatan yang di peroleh petani tidak sesuai dengan upaya yang dilakukannya sehingga
berakibat pada perekonomian petani ponorogo yang stagnan dan tidak kunjung maju.
Perekonomian petani tidak lepas dari keberadaan Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai
Tukar Petani (NTP) merupakan ukuran untuk mengetahui tingkat kemampuan / daya beli
petani desa. Pada Juli 2022, NTP Jatim naik 0,68 persen dari 101,97 menjadi 102,66. Hal ini
disebabkan oleh Indek Harga yang diterima petani (lt) naik sebesar 1,17 persen, lebih tinggi
dibandingkan Indeks Harga yang dibayar petani (lb) yang naik sebesar 0,49 persen. Meskipun
indeks harga yang diterima lebih besar daripada indeks harga yang dibayar, tidak menutup
kemungkinan bahwa perekonomian para petani ponorogo juga ikut membaik walaupun hanya
beberapa diantara petani yang ada. Untuk lebih meningkatkan perekonomian para petani
khususnya yang ada di kabupaten Ponorogo perlu diadakan suatu sosialisasi dan gerakan
pengolahan usaha hasil tani yang bernilai lebih tinggi.

Berdasarkan data BPS Ponorogo tahun 2014 tentang hasil panen petani berdasarkan
kecamatan yang ada di wilayah Ponorogo dengan tanaman pangan unggulan adalah jagung
dan ubi kayu (singkong). Kedua tanaman ini berdasarkan luas lahan dan hasil produksi
memiliki pertumbuhan yang cukup baik dan memiliki kontribusi yang positif bagi daerah.
Pertumbuhan dan kontribusi yang positif tidak cukup untuk menjamin kestabilan
perekonomian diantara para petani yang ada di Ponorogo. Umumnya petani Ponorogo
sekarang ini langsung menjual hasil panennya setelah panen, dimana pada saat itu rata-rata
harga jual hasil tani mengalami penurunan. Namun hasil pertanian tersebut bisa memiliki
nilai tambah (value) jika dijadikan produk olahan pangan. Nilai tambah merupakan nilai
yang membuat suatu produk memiliki nilai lebih dari bahan mentahnya sebagai akibat adanya
perlakuan tertentu. Petani di Ponorogo mempunyai peluang untuk meningkatkan
perekonomiannya dengan mengolah hasil panennya dan juga dapat menghasilkan produk
industri dalam negeri (UMKM) dari hasil panennya.

Tanaman jagung yang merupakan salah satu bahan pokok pengganti nasi. Tidak heran
tanaman ini cukup digemari masyarakat karena harganya yang lebih murah dibandingkan
harga beras. Berdasarkan TribunJatim.com pada bulan Juli 2022, harga jagung/kg di
kabupaten Ponorogo mengalami penurunan pada saat panen raya yakni Rp3.900 per kilogram
dimana harga sebelumnya Rp4.500 per kilogram. Penurunan harga ini membuat para petani
ponorogo mengalami kerugian. Sebenarnya kerugian para petani di Ponorogo ini dapat
dicegah dan diminimalisir serendah mungkin yakni dengan megolah hasil tani jagung
menjadi produk makanan setengah jadi maupun olahan makanan jadi. Di Indonesia sendiri
sudah banyak produk-produk olahan yang berbahan dasar jagung, hanya saja para petani
yang belum sadar dengan adanya peluang ekonomi yang ada. Rendahnya motivasi dan
pengetahuan nilai tambah jagung menjadi faktor utamanya. Salah satu produk yang berbahan
dasar jagung yang memungkinkan bisa diproduksi oleh para petani ponorogo dan memiliki
peluang pasar yang cukup besar yakni tepung jagung dan emping jagung (mentah). Tepung
jagung memiliki nilai jual sekitar Rp15.000 per kg dan emping jagung memiliki nilai jual
Rp20.000 per kg. Produk olahan jagung ini akan memberikan keuntungan atau nilai tambah
tiga sampai lima kali lipat dari penjualan jagung segar saat panen. Para petani Ponorogo
memiliki peluang besar untuk meningkatkan perekonomiannya dengan menjual hasil tani
mereka dengan mengolah dahulu hasil panen jagung yang diperolehnya.

Selain jagung, ubi kayu merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia.
Ubi kayu atau yang sering disebut dengan singkong merupakan tanaman yang cukup mudah
untuk ditanam yaitu dengan cara menajamkan batang bagian bawah kemudian
menancapkannya ke dalam tanah. Namun pemilihan tanah tidak sembarangan, ubi kayu dapat
tumbuh baik pada ketinggian 10-700 m di tanah gembur dan ditanam pada awal musim
hujan. Kabupaten Ponorogo menjadi salah satu pusat penghasil ubi kayu terbesar di Provinsi
Jawa Timur. Tepatnya terletak di kecamatan Sawoo, Ngrayun, dan Slahung. Berdasarkan
Gema Surya FM pada bulan September 2021, harga ubi kayu mentah di Ponorogo hanya
berkisar Rp500 hingga Rp700 per kg. Para petani ubi kayu di Ponorogo pun mengalami
kerugian jika hanya dijual dalam bentuk mentah. Untuk mengurangi kerugian, sebagian
petani ubi kayu di Ponorogo lebih memilih mengolah ubi kayu menjadi gaplek. Gaplek
adalah ubi kayu yang telah dikupas dan keringkan. Harga ubi kayu pun juga berbeda jika
diolah menjadi bahan setengah jadi seperti gaplek yang harga jualnya jauh lebih tinggi yakni
Rp2.200 per kgnya. Perekonomian para petani ubi kayu ini bisa lebih baik lagi jika mereka
mengolah ubi kayu atau gaplek menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi seperti
tepung mocaf, tiwul instan, dan tape singkong. Tepung mocaf yang di jual Rp20.000 hingga
Rp30.000 per kg, tiwul instan yang dijual Rp15.000 hingga Rp25.000 per kg, dan tape
singkong yang dijual Rp25.000 hingga Rp30.000 per kg. Olahan ubi kayu ini sebenarnya
sangat beragam dan pemasarannya pun sudah sampai diluar kota. Akan tetapi para petani ubi
kayu di Ponorogo belum juga sadar dengan adanya peluang pasar akan produk olahan ubi
kayu. Padahal jika mereka mau berinovasi dengan hasil taninya, keuntungan yang mereka
dapatkan bisa 10 kali lipat dari penjualan gaplek.

Dengan adanya produk olahan pangan yang memiliki value yang tinggi diharapkan
dapat memperbaiki dan meningkatkan perekonomian petani terutama di Kabupaten
Ponorogo. Disamping modal, keberanian para petani juga sangat diperlukan untuk memulai
sebuah usaha. Keberanian ini akan muncul saat mereka sadar dengan adanya peluang produk
olahan pangan.

Selain mengolah hasil tani menjadi produk yang memiliki value tinggi. Produk olahan
tani juga harus mampu bersaing di era 4.0. Revolusi industri 4.0 merupakan upaya untuk
membawa perubahan ke arah yang lebih baik melalui integrasi dunia online dan lini produksi,
dimana seluruh proses produksi dilakukan dengan dukungan utama internet. Dalam hal ini,
dibutuhkan peran dan dukungan pemerintah serta kesadaran para petani agar upaya
peningkatan ekonomi petani dapat terlaksana dengan baik. Peran dan dukungan pemerintah
ini dapat berupa penyedia modal, subsidi, sosialisasi tentang petani modern, dan pelatihan
produksi hasil tani. Selain itu percepatan perbaikan dari pemerintah daerah juga perlu
dilakukan, tidak hanya melalui penyuluhan pertanian namun juga melalui arahan dan
dukungan untuk merevitalisasi kolaborasi antar kelompok tani.

Di era 4.0 kegiatan perekonomian petani tidak hanya mengandalkan pasar lokal, tetapi
juga bisa memperluas pasarnya sampai ke luar kota hingga luar negara. Dalam hal ini
diperlukan adanya petani yang mempunyai literasi media yang baik dengan pemanfaatannya
yang bijak. Fungsional program yang digunakan dalam media ini adalah fungsi produktif,
bukan lagi program yang hanya sekedar hiburan melainkan pendidikan. Dalam menerapkan
pertanian yang inovatif bagi para petani diperlukan dukungan literasi media dan literasi
informasi.

Pengelolaan pertanian yang inovatif memerlukan suatu komunitas, misalnya


komunitas kelompok tani. Kelompok ini harus dipimpin oleh seseorang yang mampu
membawa perubahan positif (transformasional). Seorang pemimpin yang memahami
keinginan dan kebutuhan kelompoknya juga wilayah dan produknya. Munculnya gatekeeper
pada suatu komunitas berperan sebagai penyaring yang mampu menjaga keberlangsungan
kearifan lokal. Komunitas yang kuat dapat mempersiapkan generasi berikutnya untuk
melanjutkan praktik pertanian keberlanjutan.

Di era 4.0 ini menjadi peluang besar bagi para generasi muda dan pembaharuan SDM
pertanian agar pertanian (petani) tidak lagi dipandang sebelah mata, riskan (pekerjaan yang
banyak risiko), dan kotor. Dukungan internet, aplikasi, alat, dan bioteknologi semakin
memudahkan petani dalam meningkatkan perekonomiannya. Diera 4.0, para petani
diharapkan untuk mau mencari dan menggunakan informasi, berkreasi dalam inovasi
pertanian, tumbuh bersama komunitasnya, dan memperluas jaringan mereka. Dengan cara ini,
ekonomi dan kesejahteraan petani akan meningkat. Maka persiapkan diri kita sebagai
generasi muda dalam menciptakan petani mandiri di era 4.0.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. (2015, Oktober 22). Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Ubi Kayu Dan Jagung Pada
Sistem Tanam Tumpangsari Di Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo.
Retrieved from repository.ub.ac.id: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130786/

Aristin, N. F., Budijanto, Tryana, D., & Ruja, I. N. (2022, Juli 1). Lahan dan Petani: Ubi Kayu Sebagai
Pendukung Kawasan Sentra Industri Tape Bondowoso. Retrieved from repo-dosen.ulm.ac.id:
https://repo-dosen.ulm.ac.id/handle/123456789/25858

Candra, S. A. (2022, Juli 5). Masa Panen Raya di Ponorogo, Petani Keluhkan Harga Jagung yang
Anjlok: Keuntungannya Tipis. Retrieved from TribunJatim.com:
https://jatim.tribunnews.com/2022/07/05/masa-panen-raya-di-ponorogo-petani-keluhkan-
harga-jagung-yang-anjlok-keuntungannya-tipis

FM, G. S. (2021, September 4). Petani Singkong Di Pangkal Sawo Pilih Jual Hasil Panen Dalam Bentuk
Gaplek. Retrieved from gemasuryafm.com: https://gemasuryafm.com/2021/09/04/petani-
singkong-di-pangkal-sawo-pilih-jual-hasil-panen-dalam-bentuk-gaplek/

Kominfo. (2019, 02 19). Apa Itu Industri 4.0 dan Bagaimana Indonesia Menyongsongnya. Retrieved
from kominfo.go.id: https://www.kominfo.go.id/content/detail/16505/apa-itu-industri-40-
dan-bagaimana-indonesia-menyongsongnya/0/sorotan_media

Ni Luh Putu Rossita Dewi., M. S. (2017, Januari 19). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
usaha tani dan keberhasilan program simantri di Kabupaten Klungkung. Retrieved from E-
Jurnal Ekonomi dan BIsnis Universitas Udayana,6.2 (2017): 701-728:
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=1776283&val=984&title=FAKTOR-FAKTOR%20YANG%20MEMPENGARUHI
%20PRODUKTIVITAS%20USAHA%20TANI%20DAN%20KEBERHASILAN%20PROGRAM
%20SIMANTRI%20DI%20KABUPATEN%20KLUNGKUNG

P.K. Dewi Hayati, d. (2020, Agustus 2). PELUANG USAHA ANEKA PRODUK OLAHAN JAGUNG.
Retrieved from repo.unand.ac.id: http://repo.unand.ac.id/33986/

Ponorogo, B. (2015, Januari 22). Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Per Ha Tanaman
Jagung, Ubu Kayu, dan Ubi Jalar Menurut Kecamatan. Retrieved from
ponorogokab.bps.go.id: https://ponorogokab.bps.go.id/statictable/2015/01/22/148/luas-
panen-produksi-rata-rata-produksi-per-ha-tanaman-jagung-ubikayu-dan-ubi-jalar-menurut-
kecamatan-2013.html

Syahrul Rahmat, I. M. (2021, Oktober 15). Pengolahan Hasil Pertanian dalam Upaya Peningkatan
Perekonomian Petani di Kabupaten Bintan. Retrieved from ejournal.stainkepri.ac.id:
https://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/jppm/article/view/265

Anda mungkin juga menyukai