Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepak bola adalah sebuah cabang olahraga yang digemari oleh banyak
kalangan masyarakat di dunia. Sepak bola ini bermula dari Eropa dan hingga ke
seluruh dunia. Sepak bola bukan hanya mempertunjukkan skill atau hanya sebagai
sarana hiburan, tetapi dibelahan negara lain sepak bola digunakan sebagai salah
satu sarana misi perdamaian, pendapatan ekonomi bagi suatu bangsa. Salah
satunya sepak bola sosial dari football for hope yang dibentuk oleh Federation of
International Football Association (FIFA). Football For Hope adalah program
CSR (Corporate Social Responsibility) dari FIFA untuk pembangunan sosial
melalui sepak bola. Negara-negara yang terlibat dalam misi FIFA adalah Israel,
Pakistan, Brazil, Nigeria, Kenya, Ghana, India, Jerman, Inggris, Columbia,
Ecuador, Peru, USA, Portugal, Vietnam, Argentina dan salah satunya Indonesia.
(www.fifa.com, Football for Hope Programme Support, 2014).
Pada tahun 2005 dan 2015, FIFA telah menyediakan 450 program melalui
Football for Hope dan telah dijalankan oleh 170 organisasi non-pemerintah di 78
negara. Tujuan program tersebut untuk melayani ratusan masyarakat dan puluhan
ribu orang di seluruh dunia melalui pendidikan HIV/AIDS, resolusi konflik,
kesetaraan gender, integrasi sosial, penyandang cacat intelektual, membangun
perdamaian, kepemimpinan dan keterampilan. Ini hanya beberapa dari beberapa
banyak tujuan yang ingin dicapai.(www. Fifa.com/sustanaibility)
Diberbagai belahan bumi sudah banyak organisasi non pemerintah dan
berbasis komunitas sudah memanfaatkan bola sebagai kegiatan pembangunan
masyarakat. Program-program FIFA sudah berhasil untuk mendorong anak-anak
dan kaum muda terutama dalam kalangan miskin, sehingga ada perubahan.
Artinya, perubahan itu terlihat dari hadirnya cabang-cabang Uni Papua diberbagai
daerah di Indonesia. Program ini membawa nilai positif bagi komunitasnya. Akan
tetapi, Footbal For Hope ini adalah untuk mendukung gerakan dan memperbaiki
kehidupan sosial masyarakat. Bentuk dukungan FIFA berupa pelatihan,

1
berjejaring, berbagi pengetahuan, pendanaan, hingga undangan mengikuti festival
dunia.(www. Uni Papua Football Community.com)
Untuk kawasan Indonesia gerakan ini juga masih begitu minim jumlahnya
terutama komunitas yang menggunakan sepak bola sebagai alat pembangunan.
Football For Hope yang dibentuk oleh FIFA terlebih dahulu hadir di bagian Timur
Indonesia yaitu daerah Papua. Awal hadirnya Football For Hope tepatnya di kaki
gunung Cyclops di Sentani Jayapura Papua ada ratusan anak tengah berlatih sepak
bola di bawah naungan sekolah sepak bola Emsyk Uni Papua. Perkumpulan sepak
bola Uni Papua ini didirikan dengan visi sebagai wadah untuk membina anak-
anak, remaja dan pemuda untuk menjauhkan diri dari pangaruh-pengaruh buruk,
seperti minuman keras, narkoba, pegaulan bebas serta masalah-masalah lain.
Berdirinya Uni Papua sudah ada sejak zaman Belanda pada tahun 1930 dan masih
menggunakan nama Embun Syklop atau yang disebut Emsyk. Emsyk tersebut
bertahan secara mandiri lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Namun, pada masa perang
dunia ke dua pecah dan situasi menjadi kacau yang menyebabkan Emsyk “Mati”.
Meski kegiatan sepak bola ini terhenti, tetapi visi Emsyk tetap turun dari generasi
ke generasi. Pada tanggal 17 Oktober 2003 seorang yang bernama Beni ia
melahirkan kembali klub sepak bola tersebut karena melihat situasi sosial
masyarakat Papua yang dirundung berbagai masalah-masalah sosial.
Kegiatan di Uni Papua tidak hanya pendidikan bola saja, tetapi anak-anak
didik diberikan soft skill, perkuat mental dan memperluas pengetahuan. Jenis dan
kegiatan yang dilakukan ada 6 (enam) kegiatan; pertama, training akan diajarkan
muatan-muatan sosial sebagai rutinitas dan Play and Game atau berkompetisi.
Kedua, Football Diplomasi terkait kunjungan keluar negeri atau pengembangan
jaringan dan menggunakan sumber daya untuk menggalang dana dan membangun
mitra kerjasama. Ketiga, membantu suku-suku terasing (tradisional) dengan
menggunakan bola untuk belajar membaca dan menulis. Keempat, mengurangi
angka buta huruf dengan simulasi game-game menggunakan bola. Di dalam
games tersebut anak-anak diajarkan alfabet, dan belajar bahasa Inggris. Kelima,
save the Earth diajarkan untuk menanam pohon dan menjaga lingkungan agar

2
tetap bersih. Keenam, Ekonomi, dimana akan dilakukan pemberdayaan bagi
anggota pengurus.(www. Uni Papua Football Community.com)
Seiring berjalannya waktu, komunitas Uni Papua mulai dikembangkan
diberbagai daerah di Indonesia. Daerah-daerah yang terlibat dalam sepak bola Uni
Papua adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jakarta, Aceh,
Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa Tengah. Salah satunya adalah komunitas sepak
bola Uni Papua yang berada di Salatiga dan bertempat di Getasan. Masuknya Uni
Papua di Getasan untuk membuat gerakan sepak bola sosial yang bertujuan
sebagai mediator untuk menjangkau anak-anak, untuk menanamkan nilai-nilai
kemanusiaan pada usia dini, membangun karakter, melatih mental, dan
memberdayakan masyarakat dengan kemampuan untuk menghindari dan tidak
tunduk pada pengaruh buruk dari masalah sosial seperti, obat-obatan, Alkohol,
meredam potensi konflik SARA, sex bebas, dan kemiskinan. Uni Papua juga
peduli terhadap lingkungan pendidikan dan kesehatan, dan ingin menciptakan
perdamaian dan pengembangan komunitas yang positif demi masa depan anak-
anak.
Dengan demikian, sepak bola sosial merupakan alat untuk membawa
perubahan bagi masyarakat. Karenanya, peneliti tertarik untuk meneliti terkait
“Sepak Bola Sosial di Uni Papua Football Club cabang Getasan”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Komunitas Sepak Bola Sosial Uni Papua
Cabang Getasan?
2. Bagaimana strategi pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Sepak
Bola Sosial Uni Papua dalam Pemberdayaan generasi muda lewat
kegiatan sepak bola sosial Cabang Getasan, Jawa Tengah ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menggambarkan perkembangan Komunitas Sepak Bola Sosial Uni Papua
Cabang Getasan
2. Menjelaskan strategi pemberdayaan Uni Papua Football Club Getasan
dalam pemberdayaan generasi muda lewat kegiatan sepak bola sosial
Cabang Getasan, Jawa Tengah

3
1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara umum adalah untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan sosial terutama cabang ilmu sosiologi
olahraga dan penelitian ini diharapkan akan mampu memberi sedikit kontribusi
dalam kajian pemberdayaan masyarakata dan tentang karakteristik jaringan sosial
pada suatu komunitas tertentu. Kelompok atau komunitas yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah Komunitas Sepak Bola Uni Papua Salatiga Cabang Getasan
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sarana anak-anak dan remaja untuk
bermain sambil belajar yakni; leader,sex education, terhindar dari bahaya narkoba,
dan peduli pada lingkungan. Selain itu juga, dapat memberikan manfaat dan
menjadi rujukan, acuan, bahan, ataupun masukan kepada komunitas atau
kelompok sosial, menambah wawasan tentang komunitas Uni Papua, memberi
pemahaman tentang jaringan sosial antar komunitas Uni Papua, dan juga sebagai
masukan untuk pemerintah agar memperhatikan komunitas sepak bola sosial Uni
Papua dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
1.5. Konsep dan Batasan Penelitian
Penelitian berjudul ”Sepak Bola Sosial : Studi Sosiologi Olahraga Tentang
Komunitas Sepak Bola Uni Papua Cabang Getasan Dalam Pemberdayaan
Generasi Muda Lewat Kegiatan Sepak Bola Sosial” ini menggunakan beberapa
konsep yang dijadikan acuan sebagai kerangka analisis, yaitu :
1. Pemberdayaan Masyarakat adalah Pemberdayaan (empowerment) secara
harifiah mengandung arti memberikan atau mendapatkan kekuatan
(power), dengan demikian pemberdayaan selalu terkait dengan
memberikan kemampuan kepada golongan miskin yang biasanya tidak
berdaya, untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi
dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem organisasi (Friedmann, 1992).

4
2. Sepak Bola Sosial adalah olahraga yang mengarah pada sebuah gerakan
yang bertujuan untuk perubahan sosial melalui sepak bola sebagai alat
untuk membina anak-anak laki dan perempuan, membentuk karakter,
membangun masa depan bangsa agar terhindar dari minuman keras,
pencegahan HIV/AIDS, penyelesaikan konflik dengan
perdamaian/dialog, pendidikan, kesehatan dan kepedulian lingkungan
yang dikemas dengan sepak bola sebagai 'approach' untuk menanamkan
nilai-nilai kepada anak-anak dan masyarakat.
3. Komunitas adalah suatu kelompok atau group juga merupakan suatu
masyarakat karena memunuhi syarat-syaratnya, dengan adanya sistem
interaksi antara para anggota, dengan adanya adat-istiadat serta sistem
norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya kontinuitas, serta
dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi.
Suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga mempunyai ciri
tambahan, yaitu organisasi dan sistem pimpinan, dan selalu tampak
sebagai kesatuan dari individu-individu pada masa-masa yang secara
berulang berkumpul dan yang kemudian bubar lagi (Koentjaraningrat,
1979).
4. Uni Papua adalah perkumpulan/organisasi yang bergerak membangun
generasi muda melaui sepak bola sosial.
Dalam penelitian ini peneliti membuat batasan agar penelitian ini fokus dan
tidak melebar. Penelitian ini hanya berfokus pada “Strategi yang dilakukan Uni
Papua Football dalam Pemberdayaan generasi muda lewat kegiatan sepak bola
sosial di Getasan Jawa Tengah. Kemudian subyek-subek yang terlibat yaitu
Koordinator Uni Papua, tokoh pemuda Getasan, tokoh masyarakat Getasan,
Pelatih Uni Papua Getasan serta masyarakat Getasan.

5
BAB II

LANDASAN TEORITIS

Teori ialah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu
pandangan sistemastis dari gejala (Usman dan Akbar 2011:7). Namun, karena
di dalam teori juga terkandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan
realitas dunia sebagaimana yang dapat diobservasi. Konsep (concept atau
construk) ialah simbol yang digunakan untuk memaknai fenomena tertentu
(Ihalauw 2003:25).
2.1. Strategi Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang memiliki
tujuan yang jelas dan harus dicapai. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi
keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Mardikanto, 2015:167).
Dalam pengertian sehari-hari, strategi sering diartikan sebagai langkah-langkah
atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau
penerima manfaat yang dikehendaki, oleh karena itu, pengertian strategi sering
rancu dengan: metoda, teknik, atau taktik. Terkait hal ini, secara konseptual,
strategi sering diartikan dengan beragam pendekatan, seperti:
1. Strategi sebagai suatu rencana
Sebagai suatu rencana, strategi merupakan pedoman atau acuan yang
dijadikan landasan pelaksanaan kegaiatan, demi tercapainya tujuan-tujuan
yang ditetapkan. Dalam hubungan ini, rumusan strategi senantiasa
memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan
ancaman eksternal yang dilakukan oleh (para) pesaingnya.
2. Strategi sebagai kegiatan
Sebagai suatu kegiatan, strategi merupakan upaya-upaya yang dilakukan
oleh individu, organisasi, atau perusahaan untuk memenangkan
persaingan, demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau telah ditetapkan.

6
3. Strategi sebagai suatu instrumen
Sebagai suatu instrumen, strategi merupakan alat yang digunakan oleh
semua unsur pimpinan organisasi/ perusahaan, terutama manajer puncak,
sebagai pedoman sekaligus alat pengendali pelaksanaan kegiatan.
4. Strategi sebagai suatu sistem
Sebagai suatu sistem, strategi meruapak suatu kesatuan rencana dan
tindakan-tindakan yang komprehensif dan terpadu, yang diarahkan untuk
menghadapi tantangan-tantangan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Strategi sebagai pola pikir
Sebagai pola pikir, strategi merupakan suatu tindakan yang dilandasi oleh
wawasan yang luas tentang keadaan internal maupun eksternal untuk
rentang waktu yang tidak pendek, serta kemampuan pengambilan
keputusan untuk memilih alternatif-alternatif terbaik yang dapat dilakukan
dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan
peluang-peluang yang ada, yang dibarengi dengan upaya-upaya untuk
“menutup” kelemahan-kelemahan guna mengantisipasi atau
meminimumkan ancaman-ancamannya.
Sejalan dengan itu, pemberdayaan juga dikatakan oleh Friedman bahwa
pemberdayaan (empowerment) secara harifiah mengandung arti memberikan atau
mendapatkan kekuatan (power). Dengan demikian pemberdayaan selalu terkait
dengan memberikan kemampuan kepada golongan miskin yang biasanya tidak
berdaya, untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar
dari kekuasaan dalam suatu sistem organisasi (Friedmann, 1992). Yang dimaksud
dengan pemberdayaan sosial adalah suatu usaha bagaimana masyarakat
memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan keterampilan, akses untuk
berprestasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan. Upaya
pemberdayaan masyarakat dapat dikaji dari 3 (tiga) aspek:
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan

7
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta beruapaya untuk
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain
dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi berdaya.
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah
peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam
sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan
kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan
prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial
seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh
masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga
pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi
penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program
khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum
yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (protecting).
Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar
sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta

8
eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan
membuat msyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program
pemberian (charity).
2.2. Sosiologi Olahraga
Dalam Legowo (2014), mengatakan bahwa Sosiologi olahraga
merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan.
Olahraga membentuk kerjasama yang dilembagakan atas dasar nilai dan norma
yang disepakati. Organisasi sosial dan pranata mempelajari tipe-tipe perilaku
anggotanya untuk mencapai tujuan bersama. Sosiologi olahraga merupakan
bidang baru dalam penelitian olahraga. Hasil karya para pakarnya telah terlihat
pada awal abad ini. Selain itu, sosiologi olahraga mempelajari teori-teori dan
pendeskripsian pengaruhnya terhadap masyarakat.
Sejalan dengan itu, Wicaksono (2012), mengatakan bahwa sport
sociology atau sosiologi olahraga memusatkan perhatian pada objek khas,
yakni fenomena sosial yang terjadi dalam olahraga. Olahragawan adalah
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, dengan kata lain
seorang olahragawan tetap akan menjalin hubungan dengan manusia lain baik
dalam lingkup olahraga itu sendiri ataupun dalam lingkup kehidupan sosial
yang lebih luas. Di dalam lingkup olahraga, olahragawan di harapkan dapat
bersosialisasi dengan pelatih, teman satu tim, penonton, pemimpin
pertandingan bahkan juga akan berinteraksi dengan lawan.
Satu sisi khusus sosiologi olahraga adalah menerapkan bidang sosiologi
dan di sisi lain menerapkan bidang teori ilmu pengetahuan olahraga. Tujuan
sosiologi olahraga adalah untuk memeriksa olahraga bidang tindakan dalam
hubungannya dengan struktur internal dan memposisikan di dalam masyarakat
yaitu struktur eksternal (Herbert Haag, 1994:57).
Ada beberapa fungsi dari pada sosiologi olahraga adalah diantaranya:
1. Fungsi instrumental olahraga
Menurut Rusli Lutan (2000: 6-11 ), fungsi instrumental olahraga ini
memiliki beberapa fungsi yaitu:

9
a. Fungsi sosio-emosional olahraga, mencakup pemenuhan
kebutuhan individu untuk mempertahankan stabilitas sosio-
psikologis, meliputi tiga mekanisme yaitu mekanisme untuk
mengelola ketegangan dan konflik, pemberian kesempatan untuk
membangkitkan perasaan adanya komunitas dan kesempatan
untuk melampiaskan perilaku agresif yang aman dan disetujui.
b. Fungsi sosialisasi olahraga, tercermin dalam kepercayaan bahwa
olahraga merupakan sarana penting untuk mengalihkan nilai-nilai
budaya kepada individu sehingga karakteristik kepribadiannya
berkembang. Mekanisme yang berkaitan dalam fungsi sosialisasi
yaitu adanya aspek pengukuhan dan peniruan tokoh idola sebagai
model.
c. Fungsi integrasi olahraga, berarti bahwa melalui olahraga dapat
dicapai integrasi yang harmonis antara individu yang tadinya
terpisah, teralienasi atau terbuang dari lingkungannya. Hal ini
terjadi melalui dua mekanisme yaitu melalui perasaan kental
sebagai warga komunitas dan melalui perasaan sebaga "orang
dalam" dan "orang luar''.
d. Fungsi politik olahraga, adalah kesadaran sebagai suatu negara
dan kebanggaan terhadapnya, sehingga olahraga digunakan untuk
menghasilkan identitas nasional dan prestise.
e. Fungsi mobilisasi sosial olahraga, terutama dari kalangan
minorotas dan atlet yang tadinya berstatus sosial ekonomi rendah
terjadi melalui dua mekanisme yaitu, penimgkatan prestise terkait
dengan prestasinya dan prestasi sosial plus ganjaran ekonomi.
2. Makna ekspresif olahraga
Makna ekspresif olahraga berpangkal pada pengalaman terlibat
dalam kegiatan olahraga dan seseorang merasa mampu. Termasuk
perasaan sukses atau mandiri yang kemudian menghasilkan penilaian diri
yang positif.

10
3. Makna Simbolik dari olahraga
Partisipasi seseorang dalam olahraga dapat menimbulkan makna
simbolik seperti status, prestise, dan apresiasi. Hal ini juga bergantung
pada jenis olahraganya sehingga secara tidak langsung jenis atau cabang
olahraga menciptakan strata sosial dalam masyarakat.
4. Makna interaksi dari olahraga
Partisipasi seseorang dalam olahraga memberikan kesempatan
kepadanya untuk berafiliasi dalam kelompok atau berinteraksi dengan
anggota masyarakat lain. Oleh karena itu olahraga merupakan wahana
yang memberikan kesempatan bagi pergaulan yang luas dan
seseorangsaling mengenal satu sama lain.
2.3. Konsep Kelembagaan
Pengertian kelembagaan berasal dari kata lembaga atau institut adalah
badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu. Istilah lembaga lebih
mendalam dan dihubungkan dengan istilah kelompok atau perkumpulan, maka
lembaga memang merupakan suatu bentuk perkumpulan yang khusus. Suatu
kelompok atau group juga merupakan suatu masyarakat yang karena memenuhi
syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan
adanya adat-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan
adanya kontinuitas, serta dengan adaya rasa identitas yang mempersatukan
semua anggota (Koentjaraningrat, 1979;168).
Pranata dalam isitilah asing adalah institution. Institute berarti badan
organisatoris yang bertujuan memenuhi suatu kebutuhan dalam berbagai
lapangan kehidupan masyarakat. Paham pranata sosial atau social institution itu
mengkhusus kepada sistem-sistem, norma-norma, dan sistem aktivitas individu-
individu manusia dalam kesatuan kemasyarakatan tadi. Suatu sistem dari
aktivitas kemasyarakatan baru disebut pranata, apabila sistem itu mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu tata kelakuan yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat
istiadat yang hidup dalam ingatan maupun yang tertulis;

11
2. Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan ativitas-aktivitas
bersama itu dan yang saling berhubungan menurut sistem norma
tersebut.
3. Suatu pusat aktivitas-aktivitas yang bertujuan memenuhi kompleks-
kompleks kebutuhan tertentu yang disadari dan dipaham oleh
kelompok-kelompok yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1979:114)
Dalam kehidupan masyarakat ada banyak pranata dan makin membesar
serta menjadi kompleks suatu masyarakat, makin banyaklah jumlah dan macam
pranata yang terjaring didalamnya. Para ahli sosiologi telah melakukan berbagai
macam penggolongan atas jumlah pranta itu. Penggolongan berdasarkan atas
fungsi dari pranata-pranata untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia
sebagai warga masyarakat, memberikan kepada kita sekedar pengertian
mengenai jumlah dari berbagai macam pranata yang ada dalam suatu masyarakat
yang besar dan komplex.
2.4. Penguatan Kelembagaan Sebagai Basis Pemberdayaan
Peran yang dimainkan oleh pemberdayaan pada hakikatnya adalah untuk
memperkuat daya (kemampuan dan posisi-tawar) agar masyarakat semakin
mandiri. Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan
kapasitas. Penguatan kapasitas disini, adalah penguatan kemampuan yang dimiliki
oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau
jejaring antar individu dan kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain dari luar
sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penguatan kapasitas adalah proses
peningkatan kamampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang
lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara
berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut, terkandung pemahaman bahwa:
1. Yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu,
kelompok, organisasi, dan kelembagaan yang lain) untuk
menunjukkan/memerankan fungsinya secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan;
2. Kapasitas bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan proses yang
berkelanjutan;

12
3. Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia merupakan pusat
pengembangan kapasitas;
4. Yang dimaksud dengan kelembagaan, tidak terbatas dalam arti sempit
(kelompok, perkumpulan, atau organisasi), tetapi juga dalam arti luas,
menyangkut perilaku, nilai-nilai, dan lain-lain.
Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut,
mencakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas
kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku), dan kapasitas jejaring
(networking) dengan lembaga lain dan interaksi dengan sistem yang lebih luas.
2.5. Sepak Bola Sosial Uni Papua (Uni Papua Football Community)
Awalnya sepak bola sosial diprogramkan oleh FIFA melalui program yang
bernama Footbal For Hope. FIFA percaya bahwa sepak bola adalah lebih dari
sekedar permainan. Melalui kekuatan dan universalitas yang unik, sepak bola
dapat membawa orang bersama-sama, mengubah hidup dan menginspirasi
seluruh masyarakat. Ini menciptakan peluang kuat untuk mendobrak hambatan
untuk pembangunan sosial, pendidikan dan kesadaran kesehatan. Hal ini
dibuktikan oleh ratusan organisasi masyarakat yang aktif dalam memberikan
proyek-proyek sosial melalui sepak bola di seluruh dunia.
Untuk memanfaatkan proyek masyarakat game ini besar potensi dan
dukungan yang ada berbasis sepakbola, FIFA meluncurkan Football untuk
inisiatif Harapan pada tahun 2005 untuk membantu meningkatkan kehidupan
dan prospek orang-orang muda di seluruh dunia. Ia menawarkan dana, peralatan,
dan pelatihan untuk organisasi menjalankan proyek-proyek tersebut, dan
menyelenggarakan acara untuk para ahli dan pemimpin muda sehingga mereka
bisa bertemu, bertukar pikiran dan saling belajar sambil berbagi pengalaman
mereka bekerja di bidang ini.
Antara 2005 dan 2015, dukungan FIFA telah disediakan melalui Football
for Hope telah diuntungkan 450 program yang dijalankan oleh 170 organisasi
non-pemerintah di 78 negara, melayani ratusan masyarakat dan puluhan ribu
orang di seluruh dunia. pendidikan HIV/AIDS, resolusi konflik, kesetaraan
gender, integrasi sosial penyandang cacat intelektual, membangun perdamaian,

13
kepemimpinan pemuda dan keterampilan hidup hanya beberapa dari banyak
tujuan dikejar. (http://www.fifa.com/sustainability/football-for-hope.html)
Komitmen FIFA untuk membantu kaum muda meningkatkan kehidupan
mereka dan prospek mereka, dan orang-orang di sekitar mereka, sedang
berlangsung. Sepakbola Sosial adalah Pembangunan Sosial di Masyarakat
dengan menggunakan Sepakbola, melibatkan unsur-unsur masyarakat yang
mencintai Sepakbola untuk perubahan sosial, kampanye anti minuman keras,
pencegahan HIV AIDS, penyelesaikan konflik dengan perdamaian/dialog,
pendidikan, kesehatan dan kepedulian lingkungan, dikemas dengan Sepakbola
sebagai 'approach' untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak dan
masyarakat.
Sepak bola Sosial bukan soal menang kalah, bukan sekedar turnamen
dengan ambisi mencapai kemenangan dengan segala cara, bukan juga soal
'menghalalkan' kekerasan dalam meraih prestasi, apalagi melakukan pekerjaan
mafia untuk mencapai hasil dari sebuah pertandingan Sepakbola. Sepakbola
Sosial lebih mengutamakan nila-nilai kemanusiaan, anak diperlakukan sebagai
anak, bukan sebagai 'orang lain' atau pemain sepakbola, tapi anak-anak
menemukan dunia bermain, bergembira dan ceria. Tidak menutup kemungkinan
ada anak-anak yang bertalenta dan berpotensi menjadi bintang lapangan, mereka
butuh diarahkan dan dibina, bukan di exploitasi dan dibebani muatan-muatan
lainnya. Sepakbola Sosial 'memanusiakan' anak-anak untuk diberikan
pengenalan harapan, ancaman, dan modal karakter untuk kehidupannya.
Kegiatan-kegiatan di sepak bola sosial meliputi latihan skill dan soft skill,
motivasi dan perubahan paradigma, bermain sepakbola untuk bersahabat bukan
bermusuhan. Tidak menggunakan kebencian, cemooh, caci maki, permusuhan di
Sepakbola, tetapi persahabatan, persaudaraan, respek dan hormat terhadap
sesama dan sepak bola, sehingga kecakapan, keahlian, ke aslian dari karakter
tiap-tiap anak akan terlihat dan berproses menjadi lebih baik. Kini di Indonesia,
sejak 3 tahun lalu telah berkembang pesat gerakan Sepakbola Sosial, dimulai
dari Sentani Papua, berkembang ke Biak, Maybrat, Mulia/Puncak Jaya,
Memberamo, Jayapura dan disambut antusias oleh para pecinta sejadi sepakbola

14
di Soe, Kupang, Lembata semuanya di NTT, lalu di Sulawesi, Bali, Kalimantan
Barat, Salatiga Jawa Tengah, dan Banda Aceh, Sepakbola Sosial telah mewakili
hasrat hati dan ideologi Sepakbola kemanusiaan dari Ujung Timur hingga Ujung
Barat Indonesia. (http://www.kompasiana.com/harrywidjaja)
2.6. Kerangka Pikir

Realitas Masyarakat
Getasan

Proses Pembentukan Uni


Papua Football Club

Strategi Pemberdayaan Sosiologi


Olahraga

Penguatan
Kelembagaan

Keterangan:

Uni Papua Football Club merupakan sebuah komunitas yang bergerak untuk
membawa perubahan dengan menggunakan sepak bola sosial. Sepak bola sosial
Uni Papua memiliki beberapa Cabang di Indonesia, salah satunya adalah cabang
Getasan. Proses pembentukan Uni Papua sudah ada sejak zaman Belanda pada
tahun 1930 dan masih menggunakan nama Embun Syklop atau yang disebut
Emsyk. Dalam perjalanannya Uni Papua memiliki kelembagaan yang mengatur
dan membatasi anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan tertentu. Sepak
bola Sosial Uni Papua menggunakan bola sebagai mediator untuk menjangkau
anak-anak, untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan pada usia dini,
membangun karakter, mental melatih, melengkapi, dan memberdayakan
masyarakat dengan kemampuan untuk menghindari dan tidak tunduk kepada

15
pengaruh buruk dari masalah sosial seperti obat-obatan, alkohol, seks bebas, dan
kemiskinan. Uni Papua juga peduli lingkungan, pendidikan, dan kesehatan dan
ingin menciptakan perdamaian dan mengembangkan komunitas yang positif
demi anak-anak. Selain itu juga, strategi pemberdayaan yang dilakukan dengan
memainkan permainan dengan menggunakan bola, dimana anak-anak, remaja
akan diberikan soft skill dengan bola sebagai alat.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara


tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam
menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang yang
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Koentjoro, 2010:3). Jadi,
metodologi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-
peraturan yang terdapat dalam penelitian (Usman dan Akbar, 2011:41)
3.1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivisme, yang bertujuan untuk mengangkat realitas atau fakta tentang
aktivitas Sepak Bola Sosial Uni Papua di Getasan Jawa Tengah. Salim (2006)
mengungkapkan bahwa konstruktivisme merupakan paham yang digunakan
untuk menggambarkan realitas, karena setiap realitas adalah unik serta khas,
untuk mendapatkan validitasnya lebih banyak tergantung pada kemampuan
penelitian dalam mengkonstruksi realitas tersebut. Kemudian metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
bebragai metode alamiah (Moleong, 2007:6).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di “Komunitas Uni Papua Footbal Club” di
Getasan Kabupaten Semarang. Ada dua pertimbangan penulis memilih
“Komunitas Uni Papua Footbal Club” di Getasan Kabupaten Semarang sebagai
lokasi penelitian ini, yaitu:
a. Pertimbangan metodologis memilih “Komunitas Uni Papua Footbal
Club” di Getasan Kabupaten Semarang karena terdapat masalah-
masalah sosial yang menjerat anak-anak, remaja dan pemuda. Realitas

17
yang terjadi di lapangan adalah anak-anak, remaja dan pemuda sudah
mengenal alkohol, Free Sex, narkoba, bentrok antar kampung serta
terjadi perbedaan gender.
b. Pertimbangan praktis yang diambil adalah karena lokasi penelitian
dapat diakses oleh penulis serta penulis dapat efisien dari segi waktu,
tenaga, dan biaya.
3.3. Unit Amatan dan Unit Analisis
Satuan pengamatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk
memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang
satuan analisis (Ihalauw, 2003). Berdasarkan definisi tersebut dalam penelitian
ini yang menjadi satuan pengamatan/unit pengamatan adalah Koordinator Uni
Papua Getasan, Pelatih Uni Papua Getasan, tokoh pemuda Getasan, tokoh
masyarakat Getasan, masyarakat Getasan serta anggota Uni Papua Getasan.
Satuan analisis adalah hakekat dari populasi yang tentangnya hasil penelitian
akan berlaku (Ihalauw, 2003). Oleh karena itu, satuan analisis/unit analisis dalam
penelitian ini adalah Sepak Bola Sosial “Studi Sosiologi Olahraga Tentang
Komunitas Sepak Bola Uni Papua Cabang Getasan Dalam Pemberdayaan
Generasi Muda Lewat Kegiatan Sepak Bola Sosial di Getasan, Jawa Tengah”.
3.4. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksplanatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarka/melukiskan keadaan
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya
(Nawawi, 1983:63). Menurut Whitney (1988), sebagaimana dikutip
Sumodiningrat (2007), bahwa metode deskriptif adalah metode untuk
menggambarkan situasi atau kejadian. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antarfenomena
yang diselidiki. Jenis penelitian eksplanatori seperti yang dijelaskan Silalahi
(2009), yang mengatakan bahwa penelitian eksplanatori atau eksplanatif atau

18
eksplanasi bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar dua atau lebih gejala
atau variabel. Dengan demikian kerja peneliti bukan saja memberikan gambaran
mengenai fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungannya, membuat
prediksi, serta menyimpulkan makna atas persoalan yang dibahas. Data yang
dikumpulkan bisa berupa kepustakaan yang bersumber dari laporan resmi
pemerintah, penelitian lembaga, independen atau perguruan tinggi atau individu,
serta berita media massa. Jadi, yang dimaksud deskripsi dalam penelitian ini
adalah menggambarkan perkembangan komunitas sepak bola sosial Uni Papua
dan menjelaskan strategi pemberdayaan komunitas sepak bola sosial Uni Papua
cabang Getasan dalam pemberdayaan generasi muda lewat sepak bola sosial.
3.5. Jenis Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data
yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi dan
informasi yang dikeluarkan diberbagai organisasi atau perusahaan, termasuk
majalah jurnal, khusus pasar modal, perbankan dan keuangan (Rosady, 2003;29).
Yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini yaitu dari buku, jurnal, tesis,
koran, dan pengalaman pribadi peneliti. Data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi
(Rosady, 2003;29). Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu
komunitas Uni Papua Salatiga yang berada di Getasan Kabupaten Semarang.
3.6. Sumber Data
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi dibutuhkan sumber
informasi untuk mencapai tujuan penelitian yang diinginkan yang disebut
dengan informan. Informan dalam penelitian ini dipilih sesuai dengan kebutuhan
untuk mencapai tujuan penelitian yang ingin dicapai. Oleh karena itu, informan
yang dipilih adalah informan kunci (key informan), hal ini dilakukan karena
pertimbangan waktu, tenaga, dan biaya. Informan kunci yang dipilih adalah
anggota Uni Papua Football Club, Koordinator Uni Papua, tokoh pemuda serta
tokoh masyarakat Getasan.

19
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam (in depth interview). Menurut
Moleong (2007), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Metode pengumpulan data kualitatif lainnya yang juga sangat
sering digunakan adalah observasi (pengamatan). Observasi adalah adanya
perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak
dapat berupa perilaku yang dapat dilihat oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung, dan dapat diukur (Koentjoro 2010:131). Kemudian dokumentasi adalah
salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subyek sendiri atau oleh orang lain tentang
subyek (Koentjoro 2010:143). Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film,
lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyidik (Moleong, 2007;2016). Proses observasi terdiri dari beberapa tahap,
yaitu persiapan, memasuki lingkungan penelitian, memulai interaksi, pengamatan
dan pencatatan, serta menyelesaikan tugas lapangan (Gulo, 2002). Kemudian
dokumentasi dilakukan untuk memberikan tambahan data visual untuk
menunjukkan aktifitas Uni Papua Football Club di Getasan. Wawancara dilakukan
oleh peneliti terhadap koordinator Uni Papua di Getasan dan sekretaris Uni Papua
Football Club di Getasan untuk mengetahui proses perkembangan komunitas
sepak bola sosial Uni Papua Cabang Getasan dan mengetahui strategi
pemberdayaan Uni Papua Football Club dalam pemberdayaan generasi muda
lewat kegiatan sepak bola sosial.
3.8. Analisis Data
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis
yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi
lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya pandangan mereka yang
diteliti rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Terakhir,
menurut Jane Richie, yang dikutip Moleong (2007), penelitian kualitatif adalah

20
upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari
segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Penelitian Kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan.
Menurut Bogdan dan Biklen “Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007).
Analisis data kulaitatif didasarkan pada hasil wawancara mendalam dan
observasi. Proses analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan ke dalam tiga
langkah berikut.
1. Reduksi Data
Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar
yang diperoleh di lapangan studi (Salim, 2006:22). Inti dari reduksi data
adalah proses penggabungan dan peyeragaman segala bentuk data yang
diperoleh menjadi satu bantuk tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil
dari wawancara, hasil observasi, hasil studi dokumentasi dan/atau hasil
FGD diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan formatnya
masing-masing (Koentjoro, 2010:164).
2. Penyajian Data
Penyajian data (data display), yaitu deskripsi kumpulan informasi
tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan (Salim, 2006:23). Pada prinsipnya, display datab
adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk
tulisan dan sudah memiliki alaur tema yang jelas (yang sudah disusun
alurnya dalam tabel akumulasi tema) ke dalam suatu matriks kategorisasi
sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan
memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan
sederhana yang disebut dengan subtema yang diakhiri dengan memberikan

21
kode (coding) dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara
yang sebelumnya telah dilakukan (Koentjoro, 2010:176)
3. Penarikan Kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and
verification).
Dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna
dari setiap gejala yang diperbolehnya di lapangan., mencatat keteraturan
atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas,
dan proposisi (Salim, 2006:23). Hampir semua teknik analisis data
kualitatif maupun kuantitatif selalu diakhiri dengan kesimpulan, tetapi
yang membedakan adalah dalam analisis data kualitatif (lihat Koentjoro,
2010:178).

22
BAB IV
GAMBARAN UMUM UNI PAPUA FOOTBALL CLUB

4.1. Sekilas Tentang Wilayah Desa Tajuk


Desa Tajuk merupakan salah satu Dusun dari 13 desa di Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang. Desa Tajuk berada di kaki Gunung Merbabu
bagian utara, dengan ketinggian 1500-1737 mdpl dan memiliki luas Desa 1235,
89 Ha1. Desa ini berbatasan langsung dengan Desa Samirono di sebelah Utara,
Desa Batur di sebelah Barat dan Desa Jetak di sebelah Timur. Kota terdekat
adalah Salatiga dengan jarak kurang lebih 60 km. Desa Tajuk terdiri dari 35 RT,
4 RW dan 11 Dusun, yaitu Dusun Puyang, Pulihan, Kaliajeng, Banaran,
Ngeroto, Macanan, Cengkok, Tajuk, Sokowolu, Gedong, Ngaduman.

Gambar 2
Peta Desa Tajuk (Kel. Tajuk, 2017)

Untuk menjelaskan Dusun Tajuk Kecamatan Getasan diatas dapat


dipetakan bahwa yang berwarna orange adalah pemukiman, yang kuning adalah

1
Data luas daerah Desa Tajuk yang diambil pada 10 January 2017 di Kelurahan Desa Tajuk,
Getasan

23
tegal atau yang disebut sebagai lahan pertanian, warna hijau adalah hutan, warna
merah adalah jalan Desa, warna biru langit adalah sawah serta warna biru adalah
sungai yang berada di Desa Tajuk (pemerintah Desa Tajuk, 2017)
4.2. Jumlah Penduduk Getasan
Pada Akhir tahun 2015, penduduk Kecamatan Getasan berjumlah 49.407
orang, dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 24.373 sedangkan jumlah
penduduk perempuan sebesar 25.034. Sebaran kelompok umur penduduk
sebagian besar terdapat pada usia 50 tahun kebawah dimana proporsi penduduk
masih didominasi oleh penduduk perempuan. Penduduk terbanyak terdapat pada
Desa Sumogawe yaitu 8.550 orang, namun tingkat kepadatan tertinggi ada di
Desa Jetak dan Getasan. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi ada di Desa
Sumogawe sebesar 0,64% dimana laju kelahiran penduduk pada tahun 2015
sangat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Desa Sumogawe ini. Pada
Desa Nogosaren laju pertumbuhan mengalami pengurangan sebesar 0,07 %. Hal
ini disebabkan oleh faktor kematian penduduk yang tinggi di Desa Nogosaren.
Secara keseluruhan Kecamatan Getasan memiliki tingkat kepadatan
sebesar 750,92 orang per Km2, yang menandakan penduduk di daerah ini masih
tergolong jarang bila dibandingkan dengan luas wilayah yang ada. Sedangkan
laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Getasan rata-rata sebesar 0,34% selama
tahun 2015 laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Getasan sangat
dipengaruhi oleh banyaknya angka kelahiran dan kematian penduduk.

Tabel 4.1.
Jumlah Penduduk Kecamatan Getasan Tahun 2015
No Desa Penduduk Kepadatan Laju
Pertumbuhan
1 Kopeng 6 679 834,25 0,01
2 Batur 7 008 644.30 0,55
3 Tajuk 3 693 298,83 0,41
4 Jetak 3 990 1 357,14 0,10
5 Samirono 2 296 687,43 0,00
6 Sumogawe 8 550 1 068,75 0,64
7 Polobogo 4 107 844,19 0,34
8 Manggihan 1 634 833,67 0,00

24
9 Getasan 2 868 1 102,23 0,00
10 Wates 2 943 1 059,78 0,62
Wate
11 Tolokan 2 720 782,06 0,33
Tolok
12 Ngrawan 1 438 787,30 0,91
Ngra
13 Nogosaren 1 481 535,43 0,20
Nogo Jml/Rata2 49 407 750,92 0,34
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Getasan 2016, diolah.
4.3. Jumlah Pemeluk Agama di Getasan
Agama mayoritas penduduk di Kecamatan Getasan adalah Islam, yaitu sebesar
39.550 orang. Secara prosentase agama Islam sebesar 80,0 % dari total penduduk
Kecamatan Getasan. Urutan kedua adalah agama Kristen dengan prosentase sebesar
14,6% atau sejumlah 7.213 orang. Agama Katholik memiliki penganut sebanyak
673orang atau sebesar 1,4 % penduduk. Penganut Budha hanya ada 1.945 orang yang
merupakan 3,9 % dari total penduduk Kecamatan secara keseluruhan. Penganut
agama Islam terbesar ada di Desa Sumogawe yaitu sebesar 6.067 orang. Sedangkan
yang jumlah penganut agama Islam yang paling sedikit ada di Desa Ngrawan sebesar
1.358 orang. Untuk agama Kristen dan Katholik mayoritas ada di Desa Sumogawe
sejumlah 1.729 orang. Di desa Kopeng sebanyak 1.530 orang. Dan di Desa Manggihan
hanya 4 orang penganut Agama Kristen. (Statistik Daerah Kecamatan Getasan, 2016)
Tabel 4.2.
Jumlah Pemeluk Agama di Getasan Tahun 2015
AGAMA JUMLAH PERSEN
Islam 39550 (%)80,0

Kristen 7213 14,6

Katholik 673 1,4


Hindu 0 0
Budha 1945 3,9
Khong Hu Cu 0 0,0
Lainnya 26 0,1
TOTAL 49407 100,0
Sumber : BPS Kab. Semarang,2015

25
Penganut agama Kristen dan Katholik umumnya adalah para pendatang yang
berasal dari luar wilayah Kecamatan Getasan. Agama Budha hanya ada di Desa
Kopeng, Batur, Jetak, Samirono, Sumogawe, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan. Hal
ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk pada masing-masing Desa. Dimana
semakin banyak jumlah penduduk suatu desa maka semakin banyak juga penganut
agama Islam di dalamnya. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit penduduk suatu desa
maka jumlah penganut agama Islam akan semakin sedikit juga. Meskipun demikian dari
penjabaran di atas dapat diketahui bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas
penduduk Kecamatan Getasan. Secara keagamaan dapat dilihat bahwa hampir semua
penduduk Kecamatan Getasan adalah penganut agama Islam.
Dengan demikian, dari data jumlah pemeluk agama karena memiliki keterkaitan
dengan adanya isu SARA di Getasan. Masyarakat Getasan menganggap hadirnya Uni
Papua cabang Getasan sebagai gerakan agama yang menyebarkan doktrin-doktrin
tentang ajaran salah satu agama. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya kurang
kepercayaannya orang tua kepada Uni Papua Getasan dengan tidak mengikutsertakan
anak-anaknya ke Uni Papua.
4.4. Gambaran Umum Uni Papua Papua Football Club
Sepak bola sosial di Indonesia berkembang pesat dengan tersebarnya
Komunitas Sepak bola dari perkumpulan sepak bola Uni Papua atau Uni Papua
Football Community yang didirikan pada tahun 2001 lalu. Sepak bola sosial Uni
Papua bertujuan menggunakan sepak bola untuk pembentukan karakter,
pemibinaan anak-anak dari usia 6 sampaing dengan 21 tahun, dengan
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, melatih anggotanya untuk
memahami tentang bahaya HIV/AIDS, menjauhi minuman keras, mendidik
dalam disiplin, tanggung jawab dan respek, peduli lingkungan hidup, persamaan
gender, serta melibatkan peran masyarakat luas untuk terlibat dalam tanggung
jawab untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang ada. Materi dan program
Uni Papua diterapkan melalui permainan sepak bola dalam latihan 2-3 kali
seminggu di seluruh cabang komunitas. Uni Papua FC menyakini bahwa melalui
pembinaan dan proses pendidikan karakter akan lahir dan terebntuk generasi
masa depan Indonesia yang “menang” sesuai motto Uni Papua FC “ The
Champion of Life”.

26
Reputasi Uni Papua Football Club di tingkat Internasional telah
mendapatkan pengakuan yang membanggakan, dengan diterimanya Uni Papua
Football Club sebagai anggota FIFA Football For Hope, dan anggota dari Street
Football World yang bermarkas di Berin, Jerman. Beberapa mitra strategis Uni
Papua Football Club yang bekerjasama sejak didirikan tahun 2003 lalu antara
lain, organisasi pelatihan untuk pelatih sepak bola sosial dari USA yaitu Coaches
Across Continents, dimana pada tahun 2016 sedikitnya 2.000 anak Indonesia,
penggiat, pecinta, dan para pelatih sepak bola usia dini mengikuti pelatihan yang
telah digelar selama 4 tahun berturut-turut. Uni Papua Football Club juga bekerja
sama dengan Internasional Sports Alliance dari Belanda, salama 2 tahun terkhir
Uni Papua Football Club mengirimkan anggotanya untuk studi Sport
Management di UCAM Murcia, Spanyol dengan gelar MBA.
Hingga tahun 2016, Uni Papua Football Club telah membagikan ke seluruh
Indonesia, lebih dari 20.000 buah bola dari One World Project, USA yaitu
yayasan yang memproduksi “magic ball” bola untuk bermain untuk anak-anak
yang tidak perlu di pompa dan anti pecah. Bola ini juga digunakan anak-anak di
Manchester United, Old Trafford, Inggris untuk bermain. Selain itu, kepercayaan
yang besar juga diterima Uni Papua Football Club dengan diundangnya Uni
Papua sebagai peserta dalam World Football Summit di Madrid, tanggal 26-27
Oktober 2016 lalu dengan dukungan KBRI di Madrid, Spanyol. Uni Papua
Football Club mempunyai duta Uni Papua yang memperkenalkan Uni Papua
dengan cara yang kreatif secara luas di sosial media, antara lain duta Uni Papua
adalah Gabriel Edoway, 11 tahun asal Jayapura, Ortisan Salosa pemain timnas
Indoensia dan Persipura yang berasal dari Sorong, Papua Barat, Moresby Sawor,
mahasiswa asal Biak. Isak Kogoya asal Wamena yang tahun 2017 ini disiapkan
untuk mengikuti training di Afrika Selatan.
Jajaran pengurus pusat Uni Papua Football Club digerakan 4 perempuan
Papua yang ikut membina lahirnya organisasi sepak bola sosial pertama di
Indonesia, yaitu Yohanna Baransano sebagai Wakil ketua umum, Yanti Monim
sebagai direktur wilayah Papua, Elisabeth Nauw sebagai direktur wilayah Papua
Barat dan Insoraki Sawor sebagai pelatih kepala untuk perempuan. Frans

27
Praibabo sebagai pelatih kepala dan Demianus Howay sebagai wakil pelatih
kepala, dengan penasihat utama kepelatihan yaitu instruktur pelatih Internasional
kelahiran Abepura Papua dan berdomisili di Belanda dengan pengalaman lebih
dari 40 tahun di dunia sepak bola yaitu Gustaaf Griet.
Sepak bola Sosial bukan soal menang kalah, bukan sekedar turnamen
dengan ambisi mencapai kemenangan dengan segala cara, bukan juga soal
'menghalalkan' kekerasan dalam meraih prestasi, apalagi melakukan pekerjaan
mafia untuk mencapai hasil dari sebuah pertandingan sepak bola. Sepak bola
sosial lebih mengutamakan nila-nilai kemanusiaan, anak diperlakukan sebagai
anak, bukan sebagai 'orang lain' atau pemain sepak bola, tapi anak-anak
menemukan dunia bermain, bergembira dan ceria. Tidak menutup kemungkinan
ada anak-anak yang bertalenta dan berpotensi menjadi bintang lapangan, mereka
butuh diarahkan dan dibina, bukan di ekploitasi dan dibebani muatan-muatan
lainnya. Sepak bola Sosial 'memanusiakan' anak-anak untuk diberikan
pengenalan harapan, ancaman, dan modal karakter untuk kehidupannya.
Kegiatan-kegiatan di Sepakbola Sosial meliputi latihan skill dan soft skill,
motivasi dan perubahan paradigma, bermain sepakbola untuk bersahabat bukan
bermusuhan. Tidak menggunakan kebencian, cemooh, caci maki, permusuhan di
Sepakbola, tetapi persahabatan, persaudaraan, respek dan hormat terhadap
sesama, sehingga kecakapan, keahlian, ke aslian dari karakter tiap-tiap anak akan
terlihat dan berproses menjadi lebih baik.
Uni Papua Football Club saat ini telah tersebar di 14 provinsi di seluruh
Indonesia dengan 50 cabang komunitas dari pegunungan Papua dan Papua Barat
dimana organisasi ini berasal, hingga NTT, Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Bali
dan Aceh. Bahkan telah memiliki cabang komunitas sepak bola di Helsinki,
Finlandia – Eropa, Philadelphi – USA, Osaka-Jepang dan kantor perwakilan di
Inggris, dimana semua cabang dan jaringan Uni Papua Football Club digerakan
dan dikelola secara sukarela oleh para relawan baik pengurus, pelatih, instruktur,
supporter yang terpanggil tanpa pamrih untuk bersatu pada dalam visi misi Uni
Papua yang juga menjaga persatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Sebagian
besar cabang Uni Papua Football Club terdapat di pedalaman, pedesaan, dan

28
program-programnya menjangkau anak-anak di daerah-daerah, hingga suku
terasing dan Salah satunya adalah Komunitas Uni Papua Tajuk yang berada di
Kecamatan Getasan Jawa Tengah.
4.5. Sejarah Uni Papua
Pada awalnya Uni Papua pertama kali dibentuk di ujung Timur tepatnya di
kaki gunung Cyclops di Centani Jayapura Papua. Tiap harinya ada ratusan anak
yang tengah berlatih sepak bola di bawah naungan sekolah sepak bola Emsyk
Uni Papua. Perkumpulan sepak bola Uni Papua didirikan dengan visi sebagai
wadah untuk membina anak-anak, remaja, pemuda untuk dapat menjauhkan diri
dari pengaruh-pengaruh buruk karena minuman keras, narkoba, pergaulan bebas
serta masalah-masalah lain. Uni Papua mau menjadi rumah bagi anak-anak
Papua untuk menyalurkan hobi dan bakatnya. Dan tentu saja mendapatkan
pendidikan moral yang baik. Program pembinaan di Uni Papua tidak hanya
pembinaan bola saja, para anak didik dikasih kemampuan soft skill, memperkuat
mentalnya serta diperluas pengetahuannya.
Uni Papua sudah ada sejak zaman Belanda tapi masih menggunakan nama
Embun Syklop atau Emsyk. Uni Papua dihadirkan oleh seorang tete (nenek)
Alphius Bukhey Pepuho pada tahun 1930-an. Emsyk ini bertahan secara mandiri
lebih dari 10 tahun. Tapi waktu itu perang dunia kedua terjadi, situasi menjadi
kacau, Emsyk pun “mati” atau terhenti. Meski kegiatan klub sepak bola terhenti,
kisah serta visi Emsyk terus diturunkan dari generasi ke generasi. Dan ada
seorang Bapak Beni merasa gelisah melihat situasi sosial di masyarakat Papua
sehingga akhirnya dia melahirkan kembali klub sepak bola tersebut tepatnya
tanggal 17 Oktober 2003. Meski dimulai dari kecil waktu itu, murid hanya
belasan dan waktu latihan anak-anak menggunakan buah kelapa sebagai bola dan
Bapak Beni berhasil mengembangkan sekolah bola Emsyk dan pada akhirnya
Emsyk kembali “mati” karena tidak adanya biaya operasional. Dan pada tahun
2010 seorang pengusaha yang bernama Harry Widjaja 2 bersama tim ke Jayapura
mengambil alih Emsyk tersebut dengan diberi nama Emsyk Uni Papua dan pada
bulan Desember 2011 dibentuk Yayasan Emsyk Uni Papua yang mengajak

2
Kick Andy Metro TV 14 April 2017 : Lentera Kehidupan p6 (Uni Papua Harry Wijaya)

29
berbagai tokoh masyarakat untuk duduk dan ikut mengelolah serta memikirkan
nasib sekolah sepak bola tersebut. Harapannya dengan adanya pembentukan
yayasan yang berbadan hukum Emsyk bukan hanya dapat bertahan melainkan
bisa berkembang lebih jauh lagi sehingga visi-misi dapat tercapai serta bisa
berbuat banyak lagi bagi masyarakat Papua dibawah tim pengelolah yang lebih
besar.
Pada Oktober 2012 silam anak-anak Emsyk Uni Papua menjajal
kemampuan mereka di Singapura. Mereka bertanding dalam exebition
internasional melawan akademi sepak bola punya Fandi Ahmad sang legenda
Asia Tenggara serta melawan tim senior Singapura H2O dan anak-anak Papua
terbukti berhasil memenangkan kedua pertandingan walaupun dilaksanakan
dalam dua hari secara berturut-turut.
Dalam perjalanan 2014 FIFA memberikan kabar baik bahwa Uni Papua
resmi sebagai anggota dari Indoensia untuk gerakan football for Hope. Di dalam
gerakan FIFA adalah sepak bola sebagai alat untuk kemanusiaan, perdamaian
dan untuk membentuk karakter anak-anak.
4.6. Uni Papua di Desa Tajuk
Pertama kali berkenalan dengan Harry Widjaja di Prisma Sport Jakarta
September 2014, mulainya Uni Papua Football Getasan pada tanggal 13 April
2015. Tim Uni Papua Football datang dibulan February 2015 melakukan survei
lapangan yang akan dipilih menjadi tempat latihan maka ada tiga lapangan yang
dipilih, lapangan Pulihan, lapangan Kopeng dan lapangan Jetak. Pertama-tama
Uni Papua melakukan pelatihan sekitar 10 anak, perekrutan siswa dari mulut ke
mulut. Dan itu berjalan makin hari makin banyak yang mau ikut latihan. Pelatih
yang pertama yang direkrut Rekno Budiyanto, dibantu teman -teman Mosby
anak-anak Papua di Salatiga, setelah itu Dennys, Berty, ada beberapa pelatih
yang ikut melatih di Uni Papua Getasan Salatiga, tetapi karena kita bergerak
dibidang sosial mereka terseleksi oleh alam3.
Tahapan awal terbentuk Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan
pada bulan September 2014 dan pada bulan April 2015 baru mulai dijalankan.

3
unipapua.net/berita/sejarah-uni-papua-football-salatiga/, diakses pada 22 Maret 2017 Pukul 9.56

30
Sebelum dibentuk, CEO dan Founder dari pusat melakukan diskusi bersama
perangkat desa bersama masyarakat dengan melalukan survei terlebih dahulu ke
berbagai lokasi. Dengan melewati proses dan pertimbangan yang cukup lama,
maka tim Uni Papua memutuskan untuk memilih lapangan Pulihan di Desa
Tajuk sebagai pusat latihan sepak bola sosial Uni Papua. Setelah terpilihnya
lapangan Pulihan sebagai pusat latihan, para pengurus melakukan pendekatan
dengan perangkat-perangkat Desa untuk meminjam lapangan Pulihan pusat
latihan Uni Papua. Dan alasan utama dipilihnya wilayah Getasan karena terdapat
masalah-masalah sosial yang melibatkan anak-anak, remaja, pemuda bahkan
orang dewasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Daniel Zebaoth yang
menyatakan bahwa :
Embrionya (tahapan awal) tahun 2014 September. Saya
bertemu dengan Pak Harry di Jakarta September tahun 2014
dan bulan April 2015 kami mulai aktif menjadi Uni Papua
Getasan. Sebelum dibuka CEO dan Founder mereka survei
dulu lapangan mana yang harus menjadi Base Camp tempat
latihan, yang pertama lapangan Pulihan, kedua Kopeng,
ketiga Jetak dan keempat Salatiga. Dan yang dipilih oleh
mereka itu adalah di Pulihan. Pemilihan tempat di Getasan
dengan pertimbangan, pertama rumah saya dekat lapangan
yang menjadi Base Camp. kedua, beberapa tahun yang lalu
sebelum Uni Papua ada, ada orang Papua yang punya
masalah dengan orang-orang di Kopeng dan mengakibatkan
bentrok. Yang ketiga, ada beberapa kasus yang terjadi di
Getasan bukan hanya masalah rokok, bukan hanya masalah
minum, tapi antara Desa dengan Desa yang lain adanya
bentrokan antar kampung. keempat, di Getasan ternyata ada
beberapa orang yang terkena HIV/AIDS. Tujuan juga
dibentuk karena terdapat masalah sosial seperti, beda agama
(rawan konflik), Gay membunuh pasangannya dan
perbedaan gender.

Berdasarkan hasil kutipan dialog dengan pengurus di atas, dapat


disimpulkan bahwa terbentuknya Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan
diawali pada tahun 2014 dan dijalankan pada April tahun 2015. Penentuan lokasi
diawali dengan berdiskusi bersama antar CEO dan Founder serta masyarakat
setempat yang diikuti dengan melakukan survei dibeberapa lokasi yang berada di
Getasan maupun lokasi yang ada di Salatiga. Beberapa lokasi tersebut

31
diantaranya, lapangan Pulihan, Jetak, Kopeng dan Salatiga. Akan tetapi dari
ketiga lapangan ini yang menjadi pilihan dari para CEO dan Founder adalah
lapangan Pulihan yang berada di Dusun Pulihan Desa Tajuk. Berdasarkan hasil
wawancara ditemukan setidaknya lima pertimbangan pemilihan lapangan, yakni:
1) Karena rumah koordinator Uni Papua Getasan dekat dengan lapangan dan
mudah mengawasi dan mengontrol, 2) Di Kopeng terdapat bentrok yang
melibatkan anak Papua, 3) Di Getasan terdapat bentrok antar kampung, 4) Di
Getasan ada beberapa orang yang terkena HIV/AIDS, dan 5) Gay membunuh
pasangannya serta perbedaan Gender. Dari kelima faktor tersebut menjadi alasan
terbentuknya Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan Getasan.
Komunitas sepak bola Uni Papua di Desa Tajuk adalah sebuah gerakan
sepak bola sosial yang bertujuan untuk perubahan sosial melalui sepak bola
sebagai alat untuk membina anak-anak (laki dan perempuan), membentuk
karakter, membangun masa depan bangsa. Uni Papua menanamkan nilai-nilai
positif, bermain sepak bola, membentengi generasi muda dari bahaya sosial
seperti hahaya narkoba, bahaya minuman keras, mensosialisasikan pencegahan
HIV/AIDS, membangun perdamaian, respek dan toleransi, menanamkan nilai-
nilai kemanusiaan, persamaan gender, kepedulian terhadap lingkungan hidup,
pemulihan hubungan dalam keluarga, mempersiapkan para pemimpin dengan
metoda dan pelatihan sepak bola.
Seiring perkembangannya, Uni Papua di Desa Tajuk, Getasan memiliki
keanggotaan berjumlah 43 anak yang di didik dan juga memiliki 7 orang
pengurus/volunteer. Untuk anak yang terdaftar dibagi menurut jenjang usia,
diantaranya, usia 8-11 tahun, 12-14 tahun, 15-17 tahun, 18-21 tahun. Uni Papua
memiliki kepengurusan diantaranya ada instruktur pelatih 1 orang, staff pelatih 3
orang dan memiliki kepengurusan berjumlah 3 (koordinator, sekretaris dan
bendahara) 4. Selain itu, anggota yang tergabung di Uni Papua berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari Nusa
Tenggara Timur, Sumatera, Jawa dan Papua. Berdasarkan hasil wawancara,

4
Data diambil dari absensi bulan November 2016 di Uni Papua Getasan.

32
peneliti bertemu para pengurus pada 15 Desember 2016 di rumah sekretaris Uni
Papua di Bumi Ayu Kecamatan Getasan, keduanya mengatakan bahwa5:
Saya rasa anggotanya hampir kebanyakan orang Jawa tapi
ada juga yang orang Papua. Malahan pelatihnya orang
Papua tapi kebanyakan masih satu etnis Jawa, ada beberapa
sekarang sudah mulai mengikuti ada yang dari Papua, terus
ada yang dari Batak ada juga yang dari NTT.Jadi bukan dari
satu etnis saja yang ada.

Untuk menunjang kegiatan, Uni Papua memiliki program-program untuk


membina karakter anak-anak, remaja dan pemuda. Program di komunitas Uni
Papua Getasan ada tanam pohon (go green), English Day (setiap hari Jumat
menggunakan bahasa Inggris), donor darah, bakti sosial membantu masyarakat,
CAC (Coaching Across Continents), serta hari raya besar seperti Idul Adha Uni
Papua Getasan turut berpartisipasi di dalamnya. Berdasarkan hasil pertemuan
dengan Bapak Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto mengatakan bahwa6:
Programnya adalah seperti Coaching Accros Contineans
(CAC), kita ada tanam pohon, donor darah, memperingati
hari HIV/AIDS, berbaur dengan masyarakat saat Idul Adha,
Englih Day (Jumat berbahasa Inggris).

Dalam perkembangannya, sepak bola sosial Uni Papua Cabang Getasan,


memiliki kesiapan dalam pembinaan generasi muda lewat sepak bola sosial.
Kesiapan tersebut oleh peneliti dikategorikan menjadi dua bagian, yakni, kesiapan
secara kelembagaan dan fasilitas penunjang yang akan dianalisis secara terpisah,
di bawah ini:
Kesiapan pertama adalah Ketersediaan Fasilitas. Ketersediaan fasilitas
merupakan salah satu pendorong bagi suatu komunitas atau organisasi dalam
meningkatkan antusias masyarakat. Di Uni Papua Getasan memiliki fasilitas
untuk mendukung proses latihan sepak bola. Fasilitas penunjang yang pertama,
Lapangan sepak bola yang berada di Dusun Pulihan Desa Tajuk. Lapangan
tersebut sangat bagus karena tersedianya tiang gawang dari besi. Proses

5
Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan.
6
Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan.

33
penggunaan lapangan diawali dengan meminta izin terlebih dahulu ke pemerintah
Desa Tajuk lalu, parangkat Desa menginformasikan ke masyarakat agar lapangan
dapat digunakan bersama. Dalam penggunaan lapangan, Uni Papua juga
membayar lapangan 1.000.000 setiap tahunnya. Dana yang dibayar dikirim
langsung dari Uni Papua Jakarta. Agar tidak terjadi konflik dalam penggunaan
lapangan, maka pengurus Uni Papua melakukan pendekatan ke warga yang
menjemur tembakau dengan membagi waktu. Kesepakatan dengan bahwa pada
saat Uni Papua menggunakan lapangan hari Selasa dan Jumat, masyarakat diberi
batasa waktu hanya sampai pada pukul 15.00 atau pukul 15.30 Wib. Hal itulah
yang diceritakan Adhi Arianto (Sekretaris) dan Ahmad Suwarno sebagai
masyarakat petani yang menggunakan lapangan sebagai tempat menjemur
tembakau.
Kesiapan kedua adalah penyediaan bola, rompi dan cones sebagai
penunjang latihan. Bola yang digunakan berasal dari perusaan Chevrolet yang
didesain khusus untuk sepak bola sosial sehingga bola tersebut tidak akan pecah.
Jumlah bola yang terhitung saat ini berjumlah 30 buah. Fasilitas pendukung
berikutnya adalah rompi. Rompi tersebut di dapat dari kegiatan CAC dengan
berbagai merek dan warna. Kemudian fasilitas terakhir adalah cones (kerucut)
yang digunakan pada saat latihan dan sebagai pembatas ketika diberikan games
kecil. Sejalan dengan itu, koordinator dan sekretaris Uni Papua Getasan (Daniel
Zebaoth dan Adhi Arianto), “Pendorong, kita punya bola, bola yang langsung dari
Chevrolet bola yang set (disetting) untuk menjadi sepak bola sosial yang tidak
bisa pecah salah satunya. Ada cones juga yang menunjang latihan ada rompi dari
berbagai merek dan juga dari logo Uni Papua juga banyak dari CAC seperti itu
rompinya”.
Kesiapan ketiga, Antusias Peserta Didik. Antusias peserta didik
merupakan tolak ukur keberadaan Uni Papua di Desa Tajuk, Getasan. Bahkan
menurut ketua dan sekretaris Uni Papua Getasan (Daniel Zebaoth dan Adhi
Arianto), “bahwa sampai anak-anak tetap setia ke kita dari hari ini masih ada
karena mereka melihat bukan hanya skill yang kita kembangkan tapi mendidik
karakter mereka itu sangat penting sekali itu yang menjadi pendorong kita,

34
penyemangat kita disini tetap eksis dan kami terbuka dengan siapapun juga
dengan berbagai usia juga kita terbuka terus dari anak-anak yang sudah mengikuti
latihan di Uni Papua mulai memiliki Uni Papua itu sendiri jadi sampai sekarang
anak-anak masih menganggap kalau Uni Papua itu juga milik mereka jadi mereka
ya tetap bertahan dan masih mengikuti sampai sekarang”. Dari kedua kutipan
wawancara dapat dijelaskan bahwa Uni Papua tetap eksis karena terbuka bagi
siapa saja yang ingin bergabung serta sikap setia anak-anak untuk tetap mengikuti
Uni Papua sampai saat ini. Antusias anak-anak untuk mengikuti Uni Papua sangat
bagus terlihat dari absensi pada bulan Februari, dimana anak-anak yang mengikuti
Uni Papua berjumlah 43 anak. Jumlah ini merupakan sebuah komitmen dari anak
untuk didik dan bina karakternya.
Kesiapan keempat adalah Dukungan Masyarakat. Masyarakat Getasan
merupakan salah satu yang terlibat dalam mendukung kegiatan-kegiatan Uni
Papua. Dukungan dilakukan masyarakat ketika diundang, para masyarakat
dengan sukarela berpartisipasi langsung membantu Uni Papua dalam pembuatan
tenda ketika kegiatan, membantu menghadiri kegiatan sosial, seperti tanam
pohon di area lereng gunung Merbabu dan ikut terlibat dalam kegiatan buka
bersama pada waktu itu. Dengan demikian, demi berjalannya kegiatan Uni
Papua, pengurus selalu berkoordinasi dengan masyarakat masyarakat.
Keterlibatan masyarakat ini memberikan warna tersendiri bagi Uni Papua,
bahkan menurut koordinator Uni Papua (Daniel Zebaoth), “bagaimanapun tanpa
adanya dukungan dari masyarakat kita tidak gak bisa apa-apa karena gerakan
kita adalah gerakan yang membangun generasi seperti itu”.
Kesiapan-kesiapan juga dilakukan Uni Papua Cabang Getasan terutama
dalam Kesiapan Secara Kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud disini
adalah Ketua, Bendahara dan Sekretaris, termasuk pelatih, pemerintah Desa
Tajuk, organisasi Karang Taruna, organisasi PKP (Pemuda Kinasih Puyang).
Kesiapan dari kelembagaan ini untuk mendorong dan memotivasi anak didik
agar terhindar dari masalah-masalah sosial dan mendukung dalam bentuk-bentuk
kegiatan sosial yang ada di masyarakat guna mendidik anak agar memiliki moral
yang baik kedepannya. Selain itu, Uni Papua Getasan memiliki pelatih yang

35
berlicensi dan pelatih tidak memiliki licensi atau hanya “penyuka” sepak bola.
Pelatih merupakan salah satu yang membantu dalam proses latihan anak didik di
Getasan. Pelatih yang bergabung di Uni Papua tidak hanya dari kalangan
mahasiswa, tetapi ada juga pelatih yang memiliki umur di atas 30-an tahun.
Pelatih di Uni Papua Getasan setiap minggu harus melatih anak-anak pada hari
Selasa dan Jumat. Dalam penjelasan tersebut, koordinator Uni Papua Getasan
(Daniel Zebaoth), bahwa “juga adanya pelatih yang punya lecensi juga punya
dan bagi kita licensi tidak-tidak begitu penting karena kita bergerak di sosial
yang paling adalah hati mereka mau latih anak-anak”.
Namun, dengan kuatnya kelembagaan yang dibangun, ternyata Uni Papua
Cabang Getasan memiliki kendala yang dihadapi, yakni Isu SARA. Isu SARA
merupakan isu yang sangat besar sejak Uni Papua berdiri hingga saat ini,
walaupun isu tersebut sudah berkurang. Dampak dari isu SARA menyebabkan
berkurangnya anak didik yang berlatih, dimana pada waktu itu mencapai 80-an
anak, tapi karena digoncang dengan isu SARA maka terjadi penurunan yang
drastis hingga mencapai 32 anak didik sampai saat ini. Dan seiring berjalannya
waktu anak-anak didik sesuai dalam absnesi bulanan Uni Papua pada bulan
Maret 2017 tercatat sudah mencapai 43 anak. Berdirinya Uni Papua Cabang
Getasan dianggap oleh masyarakat sebagai bentuk penyebaran doktrin dari salah
satu agama. Hal itulah yang membuat para pengurus harus bekerja keras untuk
memberikan pemahaman ke masyarakat bahwa Uni Papua hadir dan bukan salah
satu gerakan salah satu agama, tetapi hadirnya Uni Papua untuk membentuk
karakter anak yang memiliki moral yang baik kedepannya. Menghadapi isu
SARA, ketua (Daniel Zebaoth) Uni Papua mengatakan bahwa, “karena
bagaimanapun ya isu SARA pasti ada tetapi yang jelas ya kita tawarkan bahwa
kita bukan masalah SARA yang ditawarkan tetapi kita masalah karakter anak
membangun generasi bangsa dengan karakter anak seperti itu”.
Keempat adalah peserta didik yang lebih suka bertanding dari pada
latihan. Awal berjalannya Uni Papua pada tahun 2015 anak dilarang untuk
bertanding oleh CEO dan Faunder dari Jakarta karena takut kalau anak-anak
didik cedera sehingga selama satu tahun anak hanya berlatih sepak bola tanpa

36
bertanding dengan siapapun. Akibatnya, anak-anak mengalami kebosanan dan
tidak lagi datang latihan. Dan pada bulan November 2016 ketua cabang Getasan
melakukan diskusi dengan CEO agar anak diberi izin untuk bertanding setiap
bulannya satu kali. Akhirnya, CEO memberi izin untuk bertanding, tapi
bertanding harus dengan Sekolah Sepak Bola (SSB), maka dengan diberi izin
anak-anak kembali mengikuti latihan, walaupun tidak semuanya pada waktu itu
bosan. Pernyataan yang sama disampaikan oleh sekretaris (Adhi Arianto), bahwa
“ Kemudian ada penghambat juga dari anak-anak sendiri kadang ada yang
mengalami kebosanan karena awal –awal itu kita harus ada berapa bulan dulu
kita berdiri baru bisa sparing atau melakukan pertandingan-pertandingan
jangankan anak-anak karena mungkin ini baru pertama kali Uni Papua berdiri
disini jadi bagi mereka kalau sepak bola itu harus bertanding terus tanpa
mungkin mereka berpikir harus mematangkan skill-skill dasar dulu yang penting
bertanding jadi itu yang menjadi penghambat juga. Dengan berjalannya waktu
sekarang anak-anak juga sudah semangat lagi untuk berlatih”.
Cuaca yang kurang mendukung. Cuaca merupakan salah satu penyebab
utama kegiatan tidak berjalan dengan baik di Uni Papua. Akibat dari cuaca
mengakibatkan latihan sepak bola menjadi terhenti. Sehingga latihan anak didik
banyak diliburkan karena kalau dipaksakan akan berpengaruh terhadap
keselamatan dan kesehatan anak. Hal ini disampaikan oleh Daniel Zebaoth
sebagai ketua Uni Papua yang mengatakan, bahwa “faktor penghambat kalau
hujan seringkali kalau di tempat kami seringkali hujan yang sangat lama ini
sampe-sampe hari ini pun sering hujan. Jadi hujan salah satu penghambat karena
perjanjian kita dengan anak-anak dan juga dengan orang tua itu kalau hujan libur
karena kami takut ada petir yang membahayakan anak atau anak-anak sakit
karena kena hujan itu salah satu faktor penghambat. Yang kedua angin karena di
tempat kami juga ada masim-musim angin yang besar seperti itu yang membuat
anak-anak takut jalan karena terkadang sampai ada kayu yang roboh yang
berterbangan jadi itu yang sering kali menjadi faktor penghambat”.
Yang berikutnya adalah akses transportasi yang kurang memadai.
Transportasi merupakan penyebab yang tidak begitu dominan, karena

37
kebanyakan anak diantar oleh orang tua mereka dan ada juga yang menggunaka
sepeda motor sendiri. Ada beberapa anak-anak didik yang memilih jalan kaki
karena letaknya yang tidak jauh dari rumah mereka. Akses transportasi menjadi
terhambat bagi para anak-anak yang rumahnya jauh dari lapangan, sehingga
menyebabkan kadang anak tidak datang dengan alasan tidak adanya transportasi
umum yang menuju ke arah Desa tersebut.

38
BAB V
STRATEGI PEMBERDAYAAN SEPAK BOLA SOSIAL UNI PAPUA
TERHADAP PEMBERDAYAAN GENERASI MUDA LEWAT SEPAK
BOLA SOSIAL DI GETASAN

Pada bagian ini merupakan pembahasan, penulis membahas


pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Sepak Bola Sosial Uni Papua dalam
pemberdayaan generasi muda lewat kegiatan sepak bola sosial di Getasan, Jawa
Tengah. Bagian ini akan menggambarkan strategi pemberdayaan yang dilakukan
Uni Papua Football Club terhadap pemberdayaan generasi muda lewat sepak
bola sosial di Desa Tajuk Kecamatan Getasan, Jawa Tengah, kemudian
menjelaskan strategi pemberdayaan Uni Papua Football Club dalam penguatan
kelembagaan di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Jawa Tengah
5.1. Strategi Pemberdayaan Lewat Latihan Rutin Sepak Bola Sosial dan
Bakti Sosial
5.1.1. Strategi Rekruitmen Pelatih dan Peserta Didik
Proses rekrutmen pelatih dan anak didik dilakukan dengan penyampaian
dari mulut ke mulut dan sosialisasi ke sekolah-sekolah di Getasan. Untuk
merekrut seorang pelatih, Uni Papua tidak membatasi siapapun yang mau ingin
melatih anak-anak dan yang paling terpenting memiliki jiwa sosial dan
berkomitmen . Cara yang digunakan untuk merekrut seorang pelatih di Uni
Papua dengan penyampaian dari mulut ke mulut kepada kenalan maupun pada
masyarakat yang memiliki pengalaman dalam sepak bola. Saat bertemu pengurus
mengajak “ngobrol” dan di perkenalkan Uni Papua dengan visi-misi serta
dijelaskan bahwa di Uni Papua, pelatih tidak dibayar, kecuali Uni Papua
mendapatkan sponsor. Untuk sistem kontrol para pelatih dengan menggunakan
absen, dokumentasi dan setiap bulan ada pertemuan terkait kegiatan yang akan
dilakukan dan diakhir tahun akan dilakukan evaluasi kinerja salama satu tahun,
serta para pelatih diwajibkan harus membuat laporan kegiatan terkait materi
latihan dan kegunaan dari latihan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengawasi
dan mengontrol anak, pelatih dan pengurus. Untuk menjaga komitmen, Uni
Papua juga memberikan suatu “ruang” kepada pelatih (valounteer), dimana bagi

39
para pelatih yang bekerja dan konsisten dengan Uni Papua dalam beberapa
tahun, maka para pelatih akan dikirim untuk sekolah yang dibiayai oleh Uni
Papua sendiri. Dan bagi para pelatih yang memiliki usia 30-an akan dikirim ke
provinsi-provinsi yang ada di Indonesia maupun ke luar negeri untuk mengikuti
pelatihan sepak bola agar menambah pengetahuan dan metode latihan sepak bola
profesional maupun metode sepak bola sosial.
Dalam proses merekrut anak didik, para pengurus melakukan sosialisasi ke
sekolah-sekolah dan masyarakat. Sosialisasi dilakukan ke sekolah-sekolah yang
ada di Getasan dengan mengadakan permainan edukasi yang menginspirasi
anak-anak melalui bola. Kegiatan sosialisasi dilakukan langsung oleh pelatih luar
negeri dengan dibantu oleh para pengurus Uni Papua. Para pelatih berasal
Amerika dan Inggris yang mengajarkan tentang sepak bola sosial kepada anak.
Kegiatan pertama tim Uni Papua Getasan dan CAC melakukan kunjungan ke SD
Kristen Tekelan dan memberikan bola sebagai simbolik untuk melakukan
kegiatan di sekolah tersebut. Selanjutnya tim Uni Papua dan CAC melakukan
beberapa games- games outdoor. Minat pelajar disana sangat besar untuk dapat
bermain bola. Terbukti Wanita-wanita pun lebih aktif bermain, karena hal ini
sangat bermanfaat dan tidak membeda-bedakan mereka untuk bermain bola.
Pelatihan CAC dihari pertama diikuti lebih dari 90 peserta dari pelajar,
mahasiswa, orang tua, anak-anak. Dihari kedua tim CAC melakukan kunjungan
ke SD Negeri Wates Getasan, memberikan bola kepada sekolah sebagai simbolik
dan memberikan games-games kecil untuk menghibur dan mengispirasi mereka.
Antusis mereka sangat tinggi, terbukti banyaknya siswa yang ikut dalam games-
games. Di hari ketiga kunjungan ke SD Negeri Sumogawe 4 memberikan bola
sebagai simbolik dan memberikan games – gamesedukasi. Kegiatan di SD
Negeri Sumogawe 4 sangat disambut meriah oleh anak-anak murid. Mereka
bermain dengan ceria, tertawa bersama sambil mengikuti arahan-arahan dari
pelatih Uni Papua dan tim CAC. Lebih dari 80 siswa / siswi mengikuti kegiatan
dilapangan sekolah mereka. Senyum lebar mereka menjadi semangat buat tim
CAC. Hari ke empat tim Uni Papua melakukan kunjungan ke SD Negeri Batur 4
bermain dan belajar bersama tentang hal-hal baik dilingkungan dengan games –

40
games yang diajarkan. Anak-anak sangat menikmati games- games yang
diajarkan dari tim CAC. Untuk lebih jelas lihat beberapa foto Coaching Accross
Continents dalam sosialisasi sepak bola sosial ke sekolah-sekolah di bawah ini:
Gambar 5.1
Sosialisasi Ke Sekolah-Sekolah

Sumber: Uni Papua Getasan, 2017


Sosialisasi juga dilakukan ke masyarakat dengan bantuan organisasi
Karang Taruna dan organisasi PKP (Pemuda Kinasih Puyang) dalam
mensosialisasikan Uni Papua. Sosialisasi dilakukan dalam rapat-rapat bulanan
bahkan rapat setiap minggu. Untuk pengurus sendiri, cara mensosialisasikan Uni
Papua dilakukan dari mulut ke mulut. Artinya bertemu dengan para orang tua
dimanapun, para pengurus mengajak “ngobrol” dan setelah itu menawarkan Uni
Papua dengan program-program yang dimiliki. Jadi, anak didik yang sudah
tergabung di Uni Papua awalnya mengetahui Uni Papua dari teman-teman
sekolah, pelatih futsal PPA dan dari kegiatan-kegiatan lain. Hal ini yang
disampaikan oleh keempat anak didik (Roice, Mikra, Edi dan Piter)7 saat peniliti
melakukan wawancara ke mereka pada 23 Desember 2016 di Lapangan Pulihan
saat berlatih, “saya itu pertama kali tahu uni papua dari pelatih futsal PPA, dari
teman, dari kegiatan CAC dan ada perlombaan dihubungkan ke Pondok Penuai
untuk ikut latihan supaya mendapatkan sertifikat,”. Sedangkan untuk merekrut
seorang anak didik, Uni Papua tidak memiliki kriteria apapun dalam menyeleksi
anak karena Uni Papua bersifat terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung
bahkan bagi penyandang disabiltas juga dapat bergabung dengan Uni Papua. Hal
yang serupa dituturkan Mikr Yesaya Putra pada 23 Desember 2016, bahwa
7
Wawancara dengan Roice, Mikra Edisah dan Piter sebagai peserta didik di Uni Papua Getasan
pada 23 Desember 2016 di Lapangan Pulihan, Desa Tajuk, Getasan

41
“Karena kalau menurut saya senaknya uni papua itu tidak batasilah. Semua-
semua anak-anak perempuan atau laki-laki itu bisa ikut dengan Uni Papua” 8.
Dalam terminologi seperti itu, maka ketika peneliti juga bertemu dengan ketua
dan sekretaris Uni Papua di Getasan, yakni Bapak Daniel Zebaoth dan Adhi
Arianto tanggal 15 Desember 2016 di rumah sekretaris Uni Papua di Bumi Ayu
Getasan, keduanya mengatakan bahwa9:
Terus ada sekretaris, bendahara, ada instruktur pelatih,
terus yang ketiga instruktur-instruktur yang lain atau
volunteer jadi semuanya sebenarnya dari pengurus sampai
ke pelatih itu namanya volunteer semuanya karena
sebenarnya tidak ada yang di bayar. Rekrutmennya kita
bukan ada seleksi tunggal tetapi sosialisasi kepada orang
tua-orang tua bahwa yang kita didik bukan hanya skill
sepak bola tetapi pembinaan karakter. Jadi salah satunya
kita ngobrol dengan mereka kita tawarkan kita membina
ini bukan pembinaan sepak bola tok nah seperti itu.
Rekruitmen kita sosialisasi dengan masyarakat dengan
warga sekitar setelah itu baru ke sekolah-sekolah dan
sekarang antar pemain dan temannya sudah berjalan. Saya
rasa gak ada bahkan orang disabilitas pun itu akan menjadi
anggota kita kalau dia mau.
Berdasarkan kutipan wawancara di atas mengatakan bahwa di Uni Papua
memiliki pengurus dari ketua, sekretaris, bendahara bahkan sampai ke pelatih
semuanya tidak di bayar. Proses rekrutmen dilakukan bukan seleksi tunggal atau
cara yang digunakan kebanyalan Sekolah Sepak Bola (SSB), tetapi terbuka bagi
yang ingin bergabung dengan Uni Papua tanpa kriteria apapun. Selain itu,
rekrutmen dilakukan dengan cara mensosialisasikan ke sekolah-sekolah dan ke
masyarakat. Proses rekrutmen dilakukan dengan cara bertemu, ngobrol dan
setelah itu menawarkan Uni Papua dengan berbagai program-program yang
sudah dilakukan bahkan yang akan baru dilaksanakan. Oleh karena itu, bahwa di
Uni Papua anak-anak bebas dalam mengikuti Uni Papua, karena komunitas
tersebut yang lebih diutamakan pembinaan karakter tanpa memaksakan atau
menghalangi anak untuk mengikuti kegiatan di Uni Papua Football Club.
8
Wawancara dengan Mikra Yesaya Putera pada 23 Desember 2016 di Lapangan Pulihan Desa
Tauk, Getasan.
9
Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan

42
5.1.2. Karakter Peserta Didik
Karakter peserta didik di Uni Papua sangat beragam. Awal sebelum Uni
Papua hadir di Getasan, anak-anak, remaja dan pemuda dalam bermain tidak
terkoordinir dengan baik. Artinya, anak-anak, remaja dan pemuda hanya suka
nongkrong, merokok dan anak bermain sesuka hatinya. Berdasarkan hasil
wawancara, ditemukan bahwa tanggapan tokoh masyarakat tentang karakter anak
sebelum dan sesudah adanya Uni Papua Cabang Getasan. Hal itu tampak dalam
kutipan wawancara tokoh masyarakat (Sarnid) dan tokoh pemuda (Budi Prayetni)
bahwa10:
Selama ini saya melihat dari anak-anak yang mengikuti Uni
Papua memang ada perubahan misalnya yang hanya
nongkrong-nongkrong, merokok dan sebagainya, tetapi
mengikuti latihan-latihan jadi mereka lebih terkendali seperti
itu. Dengan adanya Uni Papua di wilayah kecamatan Getasan
ini mengurangi kegiatan yang negativ dari anak-anak, remaja
maupun pemuda dan juga menambah pendidikan atau
pengetahuan, pengalaman tentang sepak bola yang benar.
Juga mengubah karena di dalam Uni Papua diselipkan
banyak tentang moral anak jadi bagaimana berbuat yang baik
di masyarakat, keluarga, terhadap orang tua, dan mungkin
terhadap yang dituakan di masyarakat itu harus bagaimana
mereka tahu bersikap sopan.
Selain itu, karakter anak-anak, remaja dan pemuda pada saat latihan sepak
bola. Untuk anak didik yang usia 6-14 tahun memiliki kecenderungan tidak mau
mendengarkan siapapun yang penting bermain, ada juga anak yang
diinstruksikan pelatih kadang tidak sesuai yang diinstruksikan dan ada anak yang
mengeluarkan kata-kata kotor terhadap temannya, serta juga ada anak ketika
pelatih memberikan materi anak tersebut tidak ingin melakukannya. Ketika
pelatih membagi dua tim untuk melakukan game kecil terdapat anak yang hanya
mau bermain kalau ia satu tim dengan teman-taman yang dikenal. Sedangkan
untuk anak didik yang berusia 15-21 tahun sudah memiliki karakter yang baik
dan sudah membedakan mana yang baik dan tidak. Namun di usia tersebut masih
terdapat perilaku-perilaku yang masih sering dilakukan, seperti, mengeluarkan
10
Wawancara dengan Bapak Sarnid sebagai tokoh masyarakat Getasan pada 8 Januari 2017 di
Dusun Pulihan dan wawancara juga dilakukan dengan Bapak Budi Prayetno sebagai sekretaris
Karang Taruna pada 17 Desember 2016 di Dusun Puyang Getasan

43
kata-kata kotor, ketika pelatih memberikan pengarahan, ada anak yang langsung
memotong pembicaraan pelatihnya, dan juga masih terdapat anak yang suka
menertawakan temannya ketika melakukan kesalahan saat ditunjuk untuk
memimpin doa dan saat memimpin pemanasan. Dan pada usia 6-21 tahun juga
hanya ingin bermain tanding tanpa latihan terlebih dahulu. Hal itu terlihat pada
saat pelatih memberikan instruksi maupun latihan. Pada awal anak-anak yang
baru mengikuti Uni Papua, anak-anak memiliki karakter yang susah diatur, suka
“mengerjain” temannya, terkadang saat pelatih memberikan pengarahan tidak
didengar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Yakonias Aiboy11 menuturkan
bahwa:
Di Getasan itu kita melatih anak-anak yang berusia 8 tahun
sampai 12 tahun dan ke atas 17 memang karakter anak-anak di
atas itu kalau kita bicara mereka kadang tidak mau mendengar,
terus mereka suka bermain kalau kita lagi macam kasih
nasihat, apalagi mereka kadang datang dengan kelompok-
kelompok macam ada lima orang dorang (mereka) itu dengan
itu ada juga dari yang ini tiga orang disitu.
Dari kutipan wawancara diatas, pada intinya di Uni Papua Getasan
memiliki karakter anak-anak memiliki karakter bawaan, kalau pelatih memberi
arahan kadang ada yang tidak mau mendengar, ada anak yang hanya bermain
dan kadang ada anak-anak pada saat di lapangan hanya bermain dengan teman-
teman yang dikenal atau bermain secara berkelompok-kelompok. Salah satu
contoh kasus diungkapkan oleh Yakonias Aiboy tentang seorang anak yang
bernama Edi yang memiliki karakter yang susah diatur awalnya, tetapi dengan
berjalannya waktu anak tersebut sudah mulai berubah, hal ini yang dituturkan
bahwa:
Pada saat latihan ada yang lain serius dia suka tidak serius
lalu buat yang kita bicara dia juga sambung ikut berbicara
kita mau marah dia buat lucu ketawa segala macam. Adik
satu dari Batak jadi memang orangnya nakal dia sendiri
cerita ke saya ternyata dulu itu waktu sekolah nakal sekali
suka bergaul dengan anak-anak, berkelahi sana-sini jadi saat
saya masuk di Uni Papua ternyata Uni Papua membentuk

11
Wawancara dengan Yakonias Aiboy sebagai pelatih di Uni Papua Getasan pada 25 Januari
2017 di Kost Cemara Merah Putih, Salatiga

44
karakter12. (Pada saat latihan ada yang lain serius dia suka
tidak serius lalu ketika palatih berbicara ia pun langsung
memotong perkataan pelatih dan ia pun menyambungnya
dengan perkataannya. Adik satu dari Batak dan memang
anaknya nakal karena diasendiri cerita ke saya ternyata
dulu waktu sekolah suka bergau dengan anak-anak,
berkelahi sana-sini sehingga saya masuk Uni Papua dan
Uni Papua ternyata membentuk karakter.
5.1.3. Strategi Penanaman Nilai Dalam Pemberdayaan Sepak Bola dan
Bakti Sosial
Di komunitas sepak bola sosial Uni Papua di Desa Tajuk Kecamatan
Getasan memiliki strategi dalam menanamkan nilai kepada anak didik. Strategi
penanaman nilai dengan melakukan berbagai kegiatan, dimana di Uni Papua
memiliki kegiatan rutin dan kegiatan bakti sosial.
A. Kegiatan Rutin
Pemberdayaan adalah perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan
menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke
dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi
berdaya (empowering). Dengan penjelasan seperti ini, hadirnya CAC setiap
tahunnya di Uni Papua Getasan membawa dampak positif serta memperkuat
kapasitas masyarakat agar dapat keluar dari masalah-masalah yang dihadapi,
terutama masalah alkohol (mabuk-mabukan), free sex, narkoba dan bentrokan
antar kampung.
CAC merupakan program rutin setiap tahun yang diselenggarakan oleh
Uni Papua. CAC ini bertujuan untuk pengembangan organisasi dan olahraga
untuk pendidikan sosial yang berfokus pada isu-isu lokal seperti: pemberdayaan
perempuan, kesetaraan gender; pencegahan konflik, termasuk inklusi sosial;
kesehatan dan kesejahteraan, perubahan perilaku HIV/AIDS; hak-hak anak;
keterampilan hidup yang penting dan menyenangkan 13. CAC ini dilakukan oleh
pelatih luar negeri yang bergerak ke arah sosial dengan mengajarkan game-game
pengetahuan dengan menggunakan bola sebagai media. Dalam kegiatan tersebut
diikuti oleh anak (laki-laki dan perempuan) dan juga para pelatih. Dalam
12
Wawancara dengan Yakonias Aiboy, 25 Januari 2017 di Kost Merah Putih, Salatiga
13
http://coachesacrosscontinents.org, diakses pada tanggal 15 Maret 2017 pukul 12.40

45
pelatihan awal, pelatih melakukan perkenalan terlebih dahulu sebelum memulai
kegiatan, lalu kemudian menyiapkan game dengan menggunakan cones dan bola.
Tujuan menggunakan cones sebagai pembatas dan setiap cones diisi oleh setiap
anak maupun pelatih. Dalam permainan game tersebut diajarkan muatan-muatan
sosial agar anak dapat mengenal temannya dan lebih mengenal pelatihnya. Selain
itu, anak diajarkan untuk bertanggungjawab, tidak takut dan malu, anak dilatih
menjadi pemimpin, serta anak dapat terhindar dari masalah-masalah, seperti
narkoba, HIV/AIDS dan konflik antar suku. Berdasarkan penjelasan di atas,
maka ketika peneliti bertemu dengan ketua dan sekretaris Uni Papua di Getasan,
yakni Bapak Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto tanggal 15 Desember 2016 di
rumah sekretaris Uni Papua di Bumi Getasan, keduanya mengatakan bahwa14:
CAC sebenarnya untuk pelatihan pelatih. Jadi sebenarnya
lebih ke kepelatihan untuk orang-orang yang senang dengan
sepak bola. Tidak cuman pelatih tapi untuk siapa saja yang
menyukai sepak bola kita adakan CAC dari luar negeri
pelatihnya kemudian bekerjasama dengan Uni Papua kita
menjangkau orang-orang yang mungkin menyukai sepak
bola dan mau mengubah generasi membangun generasi
melalui sepak bola kita di situ ada rekan bagaimana caranya
untuk mengenalkan isu-isu sosial melalui sepak bola.Sepak
bola bukan hanya sekedar olahraga tetapi sepak bola bisa
kita manfaatkan untuk hal-hal yang positif untuk hal-hal
yang menarik dan diajarkan game-game agar terhindar dari
narkoba, terhindar dari Free sex, terhindar dari HIV/AIDS.
Jadi perubahan sepak bola sosial dari pelatihan CAC tadi.
Itu kerjasama dengan CAC dari Amerika jadi mereka
bergerak di sepak bola sosial jadi mengajarkan kita tentang
bagaimana mengajarkan game-game kapada siswa-siswa
supaya terhindar dari hal-hal yang kita tidak inginkan.
Berdasarkan kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa CAC adalah
pelatihan sepak bola yang dilakukan Uni Papua dengan bekerjasama dengan
CAC luar negeri untuk pelatihan sepak bola sosial kepada pelatih dan anak didik
agar lebih berdaya dan dapat melindungi serta terhindar dari masalah-masalah
sosial. Dalam pelatihan tersebut tidak memengut biaya pendaftaran dan terbuka
14
Wawancara dengan Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto, 15 Desember 2016 di rumah Sekretaris
Uni Papua Bumi Ayu, Getasan

46
bagi siapa saja yang ingin mengikuti pelatihan tersebut. Tujuan CAC ini
dilakukan agar anak dapat saling mengenal, tidak takut dan malu ketika bertemu
teman baru dan terjalinnya keakraban antara satu dengan yang lain. Hal ini juga
yang dituturkan oleh Edisah Putera Tarigan dan Padakol Piter Afiakani bahwa15:
Mengajarkan saling beradaptasi yang kenal jadi kenal seperti
kita gak kenal sama orang kita bisa kenal dengan cara CAC
tadi, terhindar dari HIV, melatih teman-teman, membina
orang-orang supaya mereka punya semangat untuk bisa
bersosial kepada orang-orang dan untuk membangun
motivasi kita supaya kita tambah semangat.

Keakraban dan saling mengenal tersebut dimodifikasi dengan permainan


adukasi, dimana anak dituntut untuk berbaur dengan berpindah-pindah dari
cones satu ke cones yang lain. Untuk lebih jelas lihat beberapa foto Coaching
Across Continents dalam pelatihan sepak bola sosial di bawah ini:
Gambar 5.2.
Coaching Acroos Continents Tahun 2016

Sumber: Uni Papua Getasan, 2016


Pelatihan rutin sepak bola dilakukan juga oleh Uni Papua agar anak dapat
menyalurkan hobi dan bakatnya. Latihan sepak bola dilakukan setiap minggu 2
kali yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Proses latihan sepak bola diikuti dari 2
kategori umur dari usia 6-14 tahun dan juga ada usia dari 15-21 tahun. Saat
latihan, biasanya pelatih membagi 2 kategori tersebut dan juga terdapat
perbedaan cara melatih usia 6-14 tahun dengan usia 15-21 tahun. Untuk usia 6-
14 tahun para pelatih selalu mengajarkan agar sebelum mulai latihan pemain
diwajibkan untuk lari keliling lapangan sebanyak 3 kali dan setelah itu anak
diajarkan untuk membiasakan diri untuk stretching atau dalam istilah sepak bola

15
Wawancara dengan Edisah Putera Tarigan dan Padakol Piter Afiakani pada 23 Desember 2016
di Lapangan Pulihan, Desa Tajuk, Getasan

47
bentuk dari penguluran atau peregangan pada otot-otot di setiap anggota badan
agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan serta untuk mengurangi
dampak cedera yang sangat rentan terjadi. Setelah proses pemanasan selesai,
pelatih mengumpulkan anak didik dan diberi arahan untuk latihan selanjutnya
serta tujuan dari materi yang akan dilakukan. Sebelum dimulai pelatih memberi
contoh terlebih dahulu dengan membuat gerakan lambat agar anak dapat
mengerti dan melakukannya dengan baik. Latihan yang biasa dilakukan lebih
pada cara passing, dribbling dan kontrol bola. Untuk anak berusia 6-14 tahun
hampir semua memiliki passing, dribbling dan kontrol yang baik, maka pelatih
mengutamakan latihan pada untuk dasar-dasar dalam sepak bola seperti yang
disebutkan. Setelah melakukan latihan dasar-dasar kurang lebih 35 menit, anak
diberikan waktu 5-7 menit untuk beristirahat dan minum air mineral yang sudah
disediakan oleh pengurus. Setelah istirahat beberapa menit anak didik kembali
berkumpul dan pelatih memberikan pengarahan lagi terkait latihan yang sudah
dilakukan. Para pelatih selalu memberikan waktu 10 menit untuk fun game agar
anak tidak merasa bosan dan merasa capek dan diakhiri dengan cooling down
untuk meningkatkan fleksibiltas tubuh dengan mengembalikan kondisi seperti
semula melalui gerakan ringan dan bermaksud untuk menurunkan denyut
jantung yang berdegup cepat menjadi stabil sebagaimana kondisi awal dan
setelah itu anak berdoa untuk kembali ke rumah masing-masing.
Untuk usia 15-21 tahun latihan dilakukan bersamaan dengan usia 6-14
tahun. Latihan dibagi 2 lapangan. Namun, untuk usia 15-21 tahun, materi latihan
yang diberikan oleh pelatih lebih berat dan menguras tenaga karena anak dipaksa
untuk lebih baik dan mengurangi kesalahan. Materi yang selalu diberikan pelatih
biasanya anak diajarkan untuk membiasakan diri melakukan pemanasan lari
keliling lapangan yang diberi waktu 12 menit dengan 8 putaran. Setiap anak
diwajibkan untuk tidak melebihi waktu yang sudah ditentukan dan menyelesaikan
8 putaran dengan cepat dan tepat. Setelah itu, pelatih memberi pengarahan untuk
melakukan stretching terlebih dahulu sebelum melanjutkan latihan ke tahap
berikutnya. Setelah melakukan stretching sekitar 5-7 menit, kembali anak
berkumpul untuk diberi pengarahan oleh palatih mengenai tujuan materi yang

48
akan dilakukan selanjutnya. Untuk usia ini anak diajarkan agility atau yang
disebut dengan latihan kelincahan dengan menggunakan cones. Tujuan latihan
kelincahan agar anak dapat mengubah arah dan posisi sesuai dengan situasi yang
dikehendaki atau dihadapi dengan secepat mungkin. Latihan kecepatan
dikombinasikan dengan latihan fisik. Jadi saat anak dilatih kelincahan secara sadar
anak dilatih fisiknya. Untuk melewati cones setiap anak diberikan tanggungan
masing-masing sebanyak 3 kali untuk melewati cones secara terus menerus.
Waktu yang diberikan pelatih kurang lebih 20 menit dan setelah itu anak
diberikan waktu 5-7 menit untuk beristirahat dan minum air mineral yang sudah
disediakan. Setelah istirahat selesai, anak dikumpulkan dan diberikan pengarahan
untuk latihan tahapan berikutnya. Untuk tahapan berikutnya, yang diajarkan
adalah latihan passing, dribbling dan kontrol. Pada usia ini, passing, dribbling dan
kontrol sudah cukup baik, tetapi masih terdapat kesalahan-kesalahan kecil
sehingga pelatih selalu memberikan dasar-dasar secara terus-menerus agar anak
saat menyentuh bola ‘tidak kaku’. Dalam latihan ini pelatih memberikan waktu 15
menit untuk passing, dribbling, kontrol serta setelah passing pemain harus tetap
bergerak untuk membuka ruang.
Diakhir permainan, pelatih memberikan latihan shooting atau tembakan ke
arah gawang dengan tujuan menendang bola dengan keras dan kuat sehingga
menghasilkan laju bola dengan cepat untuk mencetak gol. Dan waktu yang
diberikan 20 menit dan setelah itu anak melakukan cooling down sebelum
berkumpul untuk berdoa. Cooling down dilakukan dengan tujuan meningkatkan
fleksibiltas tubuh dengan mengembalikan kondisi seperti semula melalui gerakan
ringan dan bermaksud untuk menurunkan denyut jantung yang berdegup cepat
menjadi stabil sebagaimana kondisi awal. Untuk lebih jelas lihat beberapa foto
tentang proses latihan Uni Papua di bawah ini:
Gambar 5.3
Proses Latihan Rutin Sepak Bola Uni Papua Cabang Getasan

49
Sumber: Uni Papua Getasan, 2016
Ketiga gambar di atas dapat dijelaskan bahwa yang pojok kiri adalah anak
yang berusia 15-21 tahun sedang berhadapan untuk melakukan latihan passing
dan kontrol. Pada gambar yang berada di tengah adalah anak yang berusia 6-14
tahun yang sedang melakukan pemanasan dengan membuat lingkarang dan
dipimpin oleh salah satu teman. sedangkan pada gambar yang berada di pojok
kanan adalah anak usia 6-14 tahun sedang melakukan latihan passing dengan
cara bola dipegang oleh beberapa teman dengan membuang bola ke arah kaki
dan melakukan passing kembali ke arah teman yang memegang bola secara
terus-menerus dan berganti-gantian. Berdasarkan penjelasan di atas, maka ketika
peneliti bertemu dengan pelatih-pelatih di Uni Papua di Getasan, yakni Leunar
Leonardo Rundi dan Yakonias pada tanggal 25 Januari 2017 di rumah kost
Merah Putih Salatiga, keduanya mengatakan bahwa16:
Jadi kita pisahkan 6-14 tahun kan porsi latihannya tidak
mungkin langsung paksa. Kita kasih keliling lapangan cuma
tiga kali. terus kalau 6-14 tahun ini kita ajar lebih ke pasing
dulu, bergerak ditempat pasing, dribblinng, dribbling
mungkin cuma tiga kali pakai cones itu cuma persiapkan
untuk mereka joging sambil pasing, sambil pasing. Biasa
dikasih fisik terus ada fisik dengan menggunakan bola tetapi
yang itu di dalamnya ada usia 6 tahun sampai 14. Jadi, yang
usia 6-14 tahun itu kami kurangi latihan yang tidak terlalu
berat begitu.
Pemberdayaan juga dilakukan Uni Papua Getasan dalam kegiatan latihan
sepak bola. Para pelatih dan anak memiliki perjanjian saat berada di lapangan
maupun di luar lapangan. Aturan tersebut berupa pelarangan bagi pengurus,
pelatih dan anak-anak didik agar tidak mengeluarkan kata-kata kotor, karena
apabila ditemukan yang mengeluarkan kata kotor, seperti ‘ndas’ maka akan
mendapatkan hukuman push up 10 kali atau lari keliling lapangan 5 kali.
Sebaliknya, hal sama juga berlaku bagi para pelatih, tapi hukuman bagi para
pelatih lebih berat harus push up 30 kali dan keliling lapangan 15 kali ketika
mengeluarkan kata-kata kotor. Selain itu, sebelum memulai latihan sepak bola,
16
Wawancara dengan Leunard Leonardo Rundi dan Yakonias Aiboy sebagai pelatih di Uni
Papua Getasan, 25 Januari 2017 di Kost Merah Putih

50
para pelatih terlebih dahulu hadir di Lapangan untuk mempersiapkan materi-
materi yang diajarkan sambil menunggu para anak-anak didik datang. Dan bagi
para anak-anak didik yang terlambat datang akan mendapatkan hukuman
hukuman push up 10 kali atau keliling lapangan 5 kali 17. Aturan berikutnya
adalah bahwa para pelatih di larang merokok selama melatih di lapangan, kecuali
merokok ketika sudah berada di rumah. Selain itu, setelah selesai latihan anak
diwajibkan untuk memungut sampah yang berserakan di dalam lapangan. Setiap
anak diinstruksikan minimal mengumpulkan 10 sampah dengan berbagai jenis
yang ditemukan. Dengan demikian, tujuan dari aturan yang dibuat bersama
adalah bentuk pendidikan kepada anak dengan menanamkan nilai-nilai
kedisiplinan, tidak mengelurkan kata-kata kotor, menjaga lingkungan dan anak
bermain, bersenang-senang dan bergembira. Dan untuk pelatih diajarkan hal
yang sama karena seorang pelatih merupakan “guru” yang mengajarkan anak-
anak untuk mengkuti perintahnya. Jadi, makna dari hukuman yang diberikan
sebagai bentuk pendidikan ke anak agar tidak mengulangi hal sama dan sanksi
yang diberikan membawa dampak positif untuk kesehatan anak. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Daniel Zebaoth18 menuturkan bahwa :
Kalau di lapangan anak-anak wajib tidak boleh berkata
kotor. Kalau berkata kotor Push Up minimal sepuluh kali
termasuk pelatih. Setelah latihan wajib mengumpulkan
sampah gak (tidak) boleh ada sampah di Lapangan, bahkan
pelatihpun harus juga ikut mengumpulkan sampah.
Dalam kutipan wawancara dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan
dilakukan Uni Papua dengan menanamkan nilai-nilai yang dimulai dari seorang
pelatih. Pelatih merupakan kunci utama dalam merubah dan mengarahkan anak.
Ketika seorang pelatih menunjukkan sikap kepada anak didik seperti
mengeluarkan kata-kata kotor, maka seorang anak akan mengikuti apa yang
dikatakan. Jadi di Uni Papua pelatih tidak boleh mengatakan kata-kata kotor saat
anak yang dilatih melakukan kesalahan maupun saat bercanda. Selain itu,
seorang pelatih juga harus menunjukkan sikap untuk disiplin terhadap waktu.
17
Wawancara dengan Yakonias Aiboy sebagai pelatih Uni Papua Getasan, 25 Januari 2017 di
Kost Merah Putih, Salatiga
18
Wawancara dengan Daniel Zebaoth sebagai Koordinator Uni Papua Getasan, 15 Desember
2016 di Bumi Ayu, Getasan

51
Karena dengan menepati waktu, maka anak yang didik dapat mengikuti apa yang
dilakukan pelatihnya. Kecuali pelatih terlambat karena kondisi cuaca yang
kurang baik. Untuk itu, pengurus, pelatih dan anak didik sepakat untuk
membentuk aturan yang mengikat agar memberi efek jera dan mendidik anak.
Aturan yang diberlakukan, saat mengatakan kata-kata kotor akan diberikan
hukuman push up atau lari keliling lapangan. Walaupun aturan ini terasa berat,
tetapi anak dapat memperoleh makna dari push up dan lari keliling lapangan.
Aturan berikutnya, setelah selesai latihan anak diwajibkan untuk mengumpulkan
sampah yang berserakan di lapangan. Karena selain Uni Papua, lapangan juga
digunakan oleh masyarakat sehingga sampah banyak yang dibuang sembarang.
Maka anak didik maupun pelatih diwajibkan untuk mengumpulkan sampah
setelah selesai latihan. Tujuan dilakukan agar anak dapat mencintai dan
melestarikan lingkungan tanpa membuang sampah sembarang. Oleh karena itu,
Uni Papua memiliki aturan agar pengurus, pelatih dan anak didik dapat merubah
kebiasaan lama menjadi sebuah pengetahuan yang bermanfaat saat berada di
lapangan maupun saat berada di tempat tinggal mereka.
B. Bakti Sosial
Bakti sosial merupakan salah satu kegiatan wujud dari rasa kemanusiaan
antara sesama manusia. Bakti Sosial merupakan suatu kegiatan dimana dengan
adanya kegiatan ini kita dapat merapatkan kekerabatan kita. Bakti sosial
diadakan dengan tujuan – tujuan tertentu. Bakti sosial antar warga yang
dilakukan oleh Uni Papua Getasan adalah untuk mewujudkan rasa cinta kasih,
rasa saling menolong, rasa saling peduli kepada masyarakat luas yang sedang
membutuhkan uluran tangan mereka. Hal ini yang dilakukan Uni Papua dengan
berbagai kegiatan-kegiatan sosial, seperti, penanaman pohon (go green), donor
darah, bantuan hari raya (buka bersama)dan dulu ada gereja yang rubuh Uni
Papua bahu membahu membantu membersihkan puing-puing sisah bagunan.
Pada hasil wawancara terhadap anak didik tentang kegiatan yang diikuti, Roice,
Mikra, Edisah dan Piter bahwa “kerja bakti, menanam pohon, membersihkan

52
lingkungan, donor darah, memperingati hari HIV/AIDS dan dulu ada gereja
rubuh kita ikut bantu bersih-bersih”19.
Penanaman pohon (go green) merupakan program yang dilakukan Uni
Papua setiap tahun dan setiap 6 bulan sekali . Kegiatan penanaman pohon sudah
dilakukan sebanyak 2 kali di area lereng Merbabu. Penanaman pohon pertama
dilakukan pasca gunung Merbabu terbakar 20. Pada waktu itu, Uni Papua bekerja
sama dengan Kodim Salatiga, organisasi PKP (Pumuda Kinasih Puyang),
organisasi Karang Taruna, Taman Nasional serta Muspika (Musyawarah
Pimpinan Kecamatan) untuk penanaman 1.000 pohon Puspa dan 1.000 (seribu)
pohon Gayam di area lereng Merbabu. Penanaman yang kedua bersamaan dengan
memperingatihari HIV/AIDS sedunia pada 1 Desember 2016, sebanyak 3.000
pohon, 1.000 pohon Puspa, 1.000 pohon salam dan 1.000 pohon Gayam dengan
bekerjasama taman nasioanal, Karang Taruna, Masyarakat Peduli Api (MPA),
Polsek Getasan, dan bantu Korem. Waktu itu juga, pada 1 Desember 2016
merupakan hari HIV/AIDS sedunia sehingga Uni Papua mengundang PMI
(Palang Merah Indonesia) untuk hadir melakukan pendonoran darah bagi
masyarakat yang ingin mendonorkan darah. Untuk lebih jelas lihat beberapa foto
penanaman pohon dan donor darah di bawah ini:

Gambar 5.4
Penanaman Pohon dan Donor Darah

Sumber: Uni Papua Getasan, 2016


19
Wawancara dengan Roice, Mikra Edisah dan Piter sebagai peserta didik di Uni Papua Getasan
pada 23 Desember 2016 di Lapangan Pulihan, Desa Tajuk, Getasan
20
http://www.solopos.com/2015/10/04/kebakaran-gunung-merbabu-api-kembali-membesar-dan-
mulai-bakar-ladang-warga-648726, diakses pada 15 Maret 2017 pukul 19.00 wib

53
Berdasarkan gambar di atas dapat jelaskan bahwa gambar yang pertama
atau pojok kiri merupakan penanaman pohon yang kedua pada tahun 2016. Pada
waktu dibantu oleh Kodim 0714 Salatiga, dan Polsek Getasan. Untuk gambar
yang kedua dari kiri atau tengah adalah keikutsertaan anak, pengurus dan pelatih
untuk melakukan penanaman pohon dan pada waktu bersamaan dengan
peringatan hari HIV/AIDS sedunia. Sedangkan gambar yang ketiga yang berada
di pojok kanan adalah masyarakat Desa Tajuk yang ikut berpartisipasi
mendonorkan darah. Oleh karena itu, sebelum melakukan penanaman pohon di
lereng gunung Merbabu, terlebih dahulu dilakukan donor darah. Donor darah
tersebut bukan hanya masyarakat di Desa Tajuk, tapi juga dari Polsesk dan
Kodim turut memberikan darah untuk di donor. Dari hasil wawancara bersama
Daniel Zebaoth dan Adhi Arianto ada kesamaan pendapat yang mengatakan
bahwa21:
Kita sudah melakukan go green di lereng Merbabu yang
pertama 2016 itu seribu pohon Puspa dan seribu pohon
Gayam. Jadi untuk go green itu kita melibatkan dari Karang
Taruna, dari namanya PKP (Pemuda Kinasi Puyang), dan
juga dari taman nasional dari masyarakat juga karena waktu
itukan dulunya pernah kebakaran di lereng Merbabu jadi
tempat kebakaran tersebut sama masyarakat kita menanam
pohon Puspa di lereng Merbabu tersebut dan dibantu sama
Kodim 0714 Salatiga. Dan tangal 1 Desember 2016 kami
melakukan kembali dengan 3.000 pohon, 1.000 pohon
Puspa, 1.000 pohon salam dan 1.000 pohon Gayam itu
dipandu lagi dengan taman nasional, karang taruna, juga
masyarakat peduli api yang membantu kami untuk
penanaman yaitu dengan 3.000 pohon tersebut. Jadi itu
salah satunya itu karena juga itu peringatan hari AIDS dan
juga kita melibatkan masyarakat untuk donor darah, jadi
donor darah kita berikan kepada masyarakat waktu itu yang
membantu mendonorkan darahnya untuk PMI.

Kegiatan berikutnya adalah Jumat Eglish Day (Jumat belajar bahasa


Inggris). Setiap hari Jumat anak dibimbing belajar bahasa Inggris. Proses
bimbingan dilakukan oleh seorang guru wanita yang juga menjadi guru di salah

21
Wawancara dengan Daniel Zebaoth sebagai Koordinator Uni Papua Getasan, 15 Desember
2016 di Bumi Ayu, Getasan

54
satu sekolah dasar di Getasan. Namun, pada tahun 2016 guru tersebut berpindah
tugas ke Bandung sehingga yang mengambil alih kegiatan tersebut adalah pelatih
dan pengurus. Dalam membimbing anak didik, para pelatih hanya mengarahkan
anak agar di hari Jumat selalu mengucapkan bahasa Inggris dan pada saat
pemanasan juga berhitung menggunakan bahasa Inggris. Untuk lebih jelas lihat
beberapa foto anak diajarkan bahasa Inggris di bawah ini:
Gambar 5.5
Jumat English Day

Sumber: Uni Papua Getasan, 2016


Pada gambar diatas menunjukkan bahwa di Uni Papua memiliki program
untuk melatih anak didik agar bisa berbahasa Inggris. Kegiatan tersebut
dilakukan setiap hari Jumat di Lapangan Pulihan Desa Tajuk. Tujuan dilakukan
di lapangan anak-anak dapat menjangkau tempat tersebut. Dan ketika cuaca yang
tidak mendukung biasanya belajar ditunda ke hari-hari berikutnya. Namun,
program ini agar terhenti dalam beberapa bulan karena guru yang sering
mengajarkan bahasa Inggris berpindah tugas ke kota Bandung. Seiring dengan
berjalannya waktu, program tersebut dijalankan oleh pengurus dan pelatih
walapun metode yang diajarkan agak berbeda. Metode yang digunakan dengan
menggunakan latihan sepak bola, jadi pada saat pemanasan anak diwajibkan
berhitung menggunakan bahasa Inggris. Hal ini juga yang dituturkan oleh Bapak
Daniel Zebaoth22 bahwa:

22
Wawancara dengan Daniel Zebaoth sebagai Koordinator Uni Papua Getasan, 15 Desember
2016 di Bumi Ayu, Getasan

55
Sebenarnya hari Jumat itu adalah hari english day. Sekarang
mereka (guru) sedang pindah ke Bandung jadi sekarang
pelatih-pelatih yang mengajarkan anak, mementori supaya
di hari jumat atau di hari apa tetap memakai bahasa inggris.
Kalau pemanasan semua anak menghitungpun harus bahasa
inggris. Jadi kita mengajarkan kepada anak segala sesuatu
berawal dari bahasa inggris seperti itu.

Kegiatan sosial yang terakhir adalah bantuan hari raya. Di Uni Papua
Getasan setiap tahun menyelenggarakan buka bersama dengan masyarakat
sekitar pada bulan puasa (Idul Adha). Buka bersama diikuti oleh anak didik,
pengurus Uni Papua, masyarakat sekitar dan organisasi Karang Taruna. Pada
saat itu, Uni Papua memberikan bantuan berupa baju koko, snack, air miniral
dan yang terakhir adalah memberikan bantuan berupa hewan kurban. Dana yang
digunakan untuk buka bersama di Getasan pada saat itu adalah dana yang
didapat dari pusat atau langsung dari CEO Uni Papua yang berada di Jakarta.
Tujuan diadakan buka bersama sebagai bentuk terjalinnya hubungan
kebersamaan dan saling menghormati antar umat beragama dan juga anak dapat
belajar untuk berbaur dengan masyarakat, saling menghormati antar satu dengan
yang lain walaupun berbeda agama, suku dan ras. Untuk lebih jelas lihat
beberapa foto tentang perayaan bulan puasa di bawah ini:

Gambar 5.6
Bantuan Hari Raya

56
Sumber : Uni Papua Getasan, 2016

Berdasarkan gambar di atas dapat jelaskan bahwa saat merayakan buka


puasa bersama, Uni Papua memberikan bantuan baju koko yang sudah diberikan
logo Uni Papua ke masyarakat. Pada kedua foto di atas yang berada di kiri
merupakan Babinsa Sertu Suradi Desa Tajuk. Sedangkan foto yang di kanan
adalah Drs. Gustomo Hartanto selaku camat di Getasan. Pembagian baju tersebut
sebagai salah satu bentuk agar terjalinnya hubungan yang baik dan tetap menjaga
tali persaudaraan antar agama khususnya di wilayah Getasan.
Upaya pemberdayaan juga diartikan sebagai melindungi dan membela
kepentingan masyarakat lemah. Yang dimaksud masyarakat “lemah” disini
adalah anak-anak didik di Uni Papua, karena para anak-anak tersebut adalah
generasi masa depan bangsa yang masih banyak memerlukan bimbingan dan
arahan dari pelatih dan pengurus di Uni Papua. Berdasarkan pengamatan
peneliti, para anak-anak didik dan diajarkan, seperti menghargai satu sama lain,
disiplin, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, menghormati orang yang lebih tua,
yang tadinya suka mengeluarkan kata-kata kotor, akhirnya sedikit demi sedikit
dapat berubah serta anak diajarkan untuk melestarikan lingkungan dengan tidak
membuang sampah sembarang. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak di Uni
Papua mendapat dukungan masyarakat, pemerintah desa, dan bahkan mendapat
dukungan pemerintah kecamtan Getasan. Dalam hal ini pemerintah desa dan
kecamatan turut hadir dalam kegiatan-kegiatan sosial, seperti tanam pohon, buka
bersama dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya dan memberi izin menggunakan
lapangan sebagai tempat latihan sepak bola di Uni Papua. Yang menarik sebagai
bahan kajian, protecting didapatkan oleh masing-masing anak didik yang
tergabung di Uni Papua Gatasan. Para anak didik tetap eksis dan solid menjaga
persatuan di dalamnya dan berusaha mengajak kepada masyarakat khususnya
generasi muda di Getasan agar tetap bersatu dan menjunjung sikap kebersamaan,
sikap toleransi, kekompakkan, menjauhkan diri dari narkoba, alkohol, free sex
serta melestarikan lingkungan dengan menjaga dan tidak membuang sampah
sembarang.
5.1.4. Strategi Evaluasi Nilai Pemberdayaan

57
Strategi pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang memiliki
tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu, setiap pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi
keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Mardikanto,
2015:167). Tentang hal ini, secara konseptual, strategi sering diartikan dengan
beragam pendekatan, seperti:
Pertama, strategi sebagai suatu rencana. Uni Papua Getasan memiliki
perencanaan yang baik dan teraarah, namun terdapat juga perencanaan yang
tidak berjalan. Perencaan di Uni Papua berupa rencanaa jangka panjang dan
rencana yang bersifat jangka pendek. Untuk kegiatan jangka panjang, Uni Papua
ingin menjadi komunitas yang membentuk karakter anak yang dikenal semua
kalangan di Getasan maupun Indonesia dan menjadikan komunitas Uni Papua
sebagai barometer kemajuan dalam pembentukan karakter anak-anak, remaja dan
pemuda di Getasan. Sedangkan rencana jangka pendek, Uni Papua melakukan
kegiatan-kegiatan, seperti CAC yang dilakukan setiap tahun, menanam pohon,
donor darah, latihan sepak bola dan marayakan bulan puasa. Untuk setiap
kegiatan jangka pendek tersebut selama ini sudah berjalan dengan baik dan
terlaksana. Namun, berdasarkan observasi dan wawancara, peneliti menemukan
ada beberapa perencanaan kegiatan yang belum terlaksana yaitu melakukan
penyuluhan HIV/AIDS ke sekolah-sekolah, hal ini diakibatkan kurangnya
koordinasi dalam internal Uni Papua yang tidak berjalan dengan baik sehingga
jarang antar pengurus bertemu untuk bertemu secara langsung dan
membicarakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Kedua, strategi sebagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Uni
Papua selama ini berjalan dengan baik dan membawa dampak positif bagi anak
sehingga anak dapat merubah kebiasaan lama yang kurang baik berubah menjadi
kebiasaan yang menguntungkan. Perubahan yang terlihat saat ini adalah
terjalinnya hubungan kebersamaan dan kekompakkan saat latihan walaupun
cuaca yang tidak bersahabat. Contohnya, kegiatan penanaman pohon juga anak
terlihat kompak walaupun hujan deras dan angin kencang pada waktu itu mereka
tetap datang untuk menanam. Berikutnya juga, ketika Uni Papua mendapatkan

58
sponsor anak didik diajak pengurus untuk makan bersama di warung makan
disekitaran Getasan. Selain itu, anak memiliki sikap saling percaya dan
menghargai satu sama lainnya. Sikap itu terjadi pada saat latihan sepak bola,
awalnya ketika tidak saling mengenal anak tidak mudah percaya dengan
temannya, dimana anak akan takut passing bola karena belum saling mengenal,
tetapi sikap itu sudah berubah dan sekarang anak-anak sudah saling percaya dan
tidak takut-takut untuk bermain bersama. Pada saat di lapangan anak didik
memiliki sikap menghargai yang pada awalnya tidak mau mendengarkan, namun
berjalannya waktu anak-anak di Uni Papua sudah bisa mendengarkan perintah
dari pelatih maupun orang yang lebih tua dari mereka. Sikap tanggungjawab
adalah salah satu yang sering diberikan kepada ada oleh pelatih. Contohnya,
ketika lapangan dipenuhi sampah, anak diajarkan untuk bertanggungjawab
mengangkat dan membuang pada tempat dan anak didik dituntut
bertanggungjawab terhadap alam dengan melestarikan alam dengan cara
menanam pohon. Saat pelatihan sepak bola juga diajarkan anak untuk
bertanggungjawab ketika kehilangan bola dari kakinya dan dituntut merebut
kembali bola tersebut. Di Uni Papua, anak dilatih mendisiplin diri dan
menghargai waktu pada saat latihan dilakukan, anak juga diajarkan untuk
menjaga pola makan dan disiplin pada saat belajar. Contoh nyata, dalam latihan
sepak bola anak diajarkan agar pada saat latihan harus hadir tepat waktu dan
kalau anak tersebut terlambat akan mendapatkan hukuman push up 10 kali atau
keliling lapangan sebanyak 3-5 kali. Kemudian, yang menjadi hal yang
terpenting dan selalu diingatkan oleh pelatih kepada anak adalah tidak merokok,
tidak minum-minuman keras dan free sex. Ketika ada anak yang kedapatan
merokok, anak akan diberi hukuman lebih berat serta diberi pengarahan agar
tidak mengulangi hal yang serupa.
Ketiga, strategi sebagai suatu instrument. Dalam strategi ini, Uni Papua
memiliki tujuan pertama yaitu loyal dengan anak didiknya, loyal dengan visi dan
misi serta loyal dengan masyarakat. Loyal dengan anak, artinya para pengurus
dan pelatih walaupun tidak dibayar atau mendapatkan imbalan, mereka tetap
berkomitmen untuk melatih dan mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan

59
sosial yang mendidik. Untuk loyalitas yang berikutnya, para pengurus dan
pelatih loyal terhadap visi-misi Uni Papua untuk membangun karater anak
walaupun banyak masalah yang dihadapi. Kemudian loyal dengan masyarakat,
yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat dan selalu berbaur dengan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang ingin dilakukan. Contohnya, sikap
loyal yang dilakukan pengurus Uni Papua mendapat tanggapan dari masyarakat
dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dengan selalu mengundang
masyarakat untuk mengambil bagian dalam kegiatan tersebut.
Intinya, dari penjalasan Yakonias Aiboy, Leunard Leonardo Rundi dan
Yesaya (pelatih Uni Papua), setiap kegiatan sosial maupun latihan sepak bola
selama ini, para anak diajarkan muatan-muatan sosial dan anak juga diajarkan
agar terhindar dari permasalahan-permasalahan sosial yang menjerat anak-anak
saat ini, seperti narkoba, alkohol dan free sex. Menurut para pelatih tersebut
strategi yang dilakukan dengan latihan sepak bola, karena dalam latihan kami
menanamkan nilai-nilai, seperti yang dikatakan bahwa23:
Yang paling penting yang saya tanamkan untuk anak-anak
itu kekompakkan, kebersamaan, kesopanan,
bertanggungjawab, kepercayaan terus respect terhadap
sesama teman, pelatih maupun lawan. Jadi, harus saling
menghargailah. Kan kita habis latihan kita suruh yang kita
kasih latihan menceritakan apa yang kita kasih latih tadi
bagaimana atau kurang dimana terus yang apa yang bisa
mereka ambil (tujuan apa yang didapat dari latihan).
5.2. Strategi Pemberdayaan Dalam Penguatan Kelembagaan
Pemberdayaan pada hakikatnya adalah untuk memperkuat daya
(kekampuan dan posisi-tawar) agar masyarakat semakin mandiri. Karena itu,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan kapasitas. Yang
dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu, kelompok, organisasi,
dan kelembagaan yang lain). Yang dimaksudkan adalah kemampuan komunitas
sepak bola sosial Uni Papua Getasan menjadi basis untuk mengembangkan
keterampilan dan kompetensi anak didik hingga mampu dapat berubah dari
perilaku yang kurang baik berubah menjadi anak yang memiliki moral dan etika

23
Wawancara dengan Yakonias Aiboy dan Yesaya Sampari serta Leunard Leonardo Runi sebagai
pelatih Uni Papua Getasan, 25 Januari 2017 di Kost Merah Putih, Salatiga

60
yang baik. Oleh karena itu, terdapat peran yang dimainkan dalam penguatan
kelembagaan, diantaranya:
Kapasitas adalah kemampuan (individu, kelompok, organisasi dan
kelembagaan lain). Peningkatan kapasitas individu lebih condong pada usaha
untuk meningkatkan kemampuan anak didik di Uni Papua Getasan agar mereka
mampu memanfaatkan semua potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya
untuk dapat dimanfaatkan demi kemajuan masyarakat sekitarnya. Upaya
peningkatan kapasitas individu ini meliputi usaha-usaha pembelajaran baik dari
ranah pengetahuan, sikap atau penyadaran kritis dan keterampilannya.
Pengembangan kapasitas merupakan bagian yang penting di dalam berbagai
aspek kehidupan terutama pada komunitas sepak bola sosial Uni Papua di
Getasan. Di Uni Papua anak diberdayakan dan diberi kemampuan dengan
menanamkan nilai-nilai sosial, seperti, toleransi, kerjasama, bertanggung jawab
dan anak diajarkan untuk tidak merokok, minum alkohol dan free sex. Penguatan
kemampuan anak dikemas ke dalam kegiatan-kegiatan sosial yang ada di
masyarakat salah satu contoh program CAC (Coaching Across Continents),
dimana anak diajarkan langsung menggunakan games-games yang didalamnya
sudah diselipkan pengetahuan agar anak dapat saling mengenal satu sama dan
terhindar dari hal-hal yang negativ. Yang terpenting dari games - games anaka
dapat bermain dan tertawa bersama, terhibur dan mengispirasi.
Dengan demikian pengembangan kapasitas individu (anak didik), adalah
segala upaya untuk memperbaiki atau mengembangkan mutu karakteristik
pribadi anak agar lebih efektif, efisien, baik didalam entitasnya maupun dalam
lingkup global. Pengembangan kapasitas pribadi yang dimaksudkan nilai-nilai
perilaku, merujuk kepada kebiasaan, norma, dan etika pergaulan yang lain, baik
yang dipelihara didalam sistem sosial tertentu, maupun dalam pergaulan yang
lebih luas dengan individu yang berasal dari sistem sosial yang berbeda latar
belakang budaya.
Pemahaman mengenai pengembangan masyarakat sebagai sebuah proses
juga harus diikuti dengan usaha peningkatan kapasitas yang terus menerus
(kapasitas bukanlah sesuatu yang pasif melainkan berkelanjutan). Keluaran

61
dari proses pengembangan yang dilakukan Uni Papua Getasan terhadap anak-
anak didik bukanlah suatu kondisi yang berhenti pada sebuah titik tertentu saat
tujuan pengembangan itu dinyatakan tercapai, namun secara terus menerus
dilakukan oleh pengurus, pelatih agar anak tidak berhenti pada satu titik
melainkan selalu disadarkan dan diingatkan melalui kegiatan-kegiatan, seperti,
setiap tahun diadakan tanam pohon. Kegiatan ini terus dilakukan agar anak dapat
benar-benar memiliki kesadaran untuk selalu melestarikan alam dengan
menanam dan tidak membuang sampah sembarang. namun keluarannya harus
berupa siklus yang terus menerus dan berkelanjutan, karena kondisi dan
dinamika masyarakat terus berkembang dan ketika usaha peningkatan kapasitas
telah mencapai suatu tingkatan tertentu, maka akan muncul tantangan-tantangan
baru yang lebih kompleks dan lebih berat.
Dalam siklus pengembangan anak-anak didik di Uni Papua Getasan
merupakan proses peningkatan kapasitas yang dilakukan secara berulang-ulang
sehingga kesadaran menjadi budaya dan bagian dari masing-masing individu
dalam masyarakat.
Pengembangan kapasitas berikutnya adalah sumber daya manusia
merupakan pusat pengembangan kapasitas. Sumber daya manusia merupakan
tonggak keberlanjutan individu maupun organisasi. Oleh karenanya, hal yang
paling ditekankan di Uni Papua Getasan adalah menciptakan anak-anak yang
memiliki karakter dan memiliki moral yang baik dengan selalu memberikan
pendidikan karakter yang dimulai dari hal-hal kecil, seperti dalam latihan sepak
bola diajarkan untuk disiplin terhadap waktu latihan, anak diajarkan untuk
memimpin teman saat berlatih dan setelah selesai latihan tidak lupa pelatih selalu
menekankan agar menjauhi hal-hal negativ dan ketika lapangan di penuhi
sampah, maka secara sadar anak langsung mengangkat dan membuang sampah
pada tempat. Dengan demikian, pengembangan ini lebih menitikberatkan pada
pendidikan karakter dimana suatu anak akan menjadi anak yang berguna untuk
bangsa.
Pengembangan kapasitas yang terakhir adalah kelembagaan dalam arti
luas mengenai perilaku dan nilai-nilai. Komunitas Uni Papua adalah

62
komunitas yang bergerak dalam bidang sosial yang berhubungan dengan
pembinaan generasi muda lewat kegiatan positif, yaitu sepak bola dan kegiatan-
kegiatan sosial lainnya. Kelembagaan atau aturan main yang menjadi pegangan
bersama di Uni Papua Getasan adalah tidak boleh berkata kotor dan setiap habis
latihan mengumpulkan sampah. Aturan ini berlaku pada ana-anak didik, pelatih
serta pengurus. Ketika ada yang ketahuan mengeluarkan kata kotor, maka anak,
pelatih ataupun pengurus akan mendapatkan hukuman push up 10 kali atau
keliling lapangan 5 kali. Dan kalau anak atau pelatih mengucapkan lagi kata-kata
kotor yang kedua kalinya maka sanksi yang diberikan akan bertambah. Di Uni
Papua juga memiliki aturan yang mewajibkan anak maupun pelatih agar setelah
melakukan latihan harus mengumpulkan sampah dan setiap anak diwajibkan
mengumpulkan sepuluh sampah dan kalau belum sampai sepuluh, maka
sanksinya anak tidak izinkan pulang. Dengan demikian, kedua aturan yang
dibuat bersama merupakan aturan yang ini merupakan aturan yang harus ditaati
dan mendidik anak maupun pelatih agar menjaga kalimat yang diucapkan dan
membiasakan diri untuk menjaga lingkungan.
5.3. Strategi Pemberdayaan Sepak Bola Sosial Dalam Rangka
Meminimalisir Isu SARA di Getasan
Permberdayaan pada hakikatnya adalah kemampuan membangun nilai-nilai
bersama yang mampu memberikan penguatan bagi setiap orang atau kelompok
untuk bertindak menggapai harapan-harapan yang diinginkan. Dalam perspektif
inilah, John Friedmann (1992) mengatakan pemberdayaan masyarakat pada
hakikatnya adalah nilai kolektif pemberdayaan individual yang berlangsung dalam
suatu proses. Dengan demikian, pemberdayaan dimaknai secara konseptual oleh
peneliti sebagai bentuk penyadaran, pengkapsitasan dan pendayaan dilakukan bagi
individu dan masyarakat sebab pemberdayaan akan membentuk nilai-nilai kolektif
untuk “menutup” kelemahan-kelemahan guna mengantisipasi atau
meminimumkan ancaman-ancamanya. Distilulah dimaknai pemberdayaan sebagai
pola pikir.
Secara konseptual, proses pemberdayaan yang telah dan sedang dilakukan
oleh sepak bola sosial Uni Papua Getasan perlu diapresiasi. Apresiasi ini

63
didasarkan pada realitas aktivitas yang dilakukan yaitu : pertama, secara
kelembagaan Uni Papua telah berupaya dan bekerja keras untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevalusi program kegiatan yang mereka lakukan; kedua,
dalam merekrut tidak ada batasan kriteria di Uni Papua dan tidak memaksa anak
maupun pelatih untuk ikut Uni Papua, karena Uni Papua lebih ke pembinaan
karakter anak; ketiga, Uni Papua hadir di cabang Getasan sebagai bentuk untuk
membina anak-anak agar memiliki moral dan etika yang baik; dan Keempat, pola
pembinaan dan pengkapasitasan masyarakat (anak laki-laki, perempuan) lewat
kegiatan CAC, latihan rutin sepak bola dan kegiatan-kegiatan sosial di
masyarakat.
Kegiatan CAC merupakan kegiatan yang dilakukan setiap tahun sekali
dengan bekerjasama dengan CAC Amerika dan Inggris untuk melatih sepak bola
sosial. Dalam kegiatan ini, yang mengikuti adalah anak-anak didik dan pelatih
maupun masyarakat setempat. Materi yang diberikan pelatih berupa permainan-
permainan edukasi dengan menggunakan media sepak bola. Tujuan CAC ini
dilakukan agar anak dapat saling mengenal, tidak merasa takut dan malu ketika
bertemu teman baru dan terjalinnya keakraban antara satu dengan yang lain serta
anak dapat bermain, bersenang-senang dan bergembira. Selain itu, para pelatih
memberikan pengetahuan kepada anak dengan memberikan permainan-permainan
kecil tentang bahaya HIV/AIDS kalau tidak memakai pengaman (kondom),
bahaya menggunakan narkoba dan minum-minuman beralkohol.
Latihan rutin merupakan program latihan sepak bola yang dilakukan setiap
minggu dua kali agar anak dapat menyalurkan hobi dan bakatnya. Latihan ini
dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Latihan rutin dipimpin oleh pelatih yang
memiliki licensi maupun tidak. Proses latihan sepak bola diikuti dari dua kategori
umur dari usia 6-14 tahun dan juga ada usia dari 15-21 tahun. Saat latihan,
biasanya pelatih membagi dua kategori tersebut dan juga terdapat perbedaan cara
melatih usia 6-14 tahun dengan usia 15-21 tahun. Untuk usia 6-14 tahun para
pelatih selalu mengajarkan agar sebelum mulai latihan pemain diwajibkan
Namun, untuk usia 15-21 tahun, materi latihan yang diberikan oleh pelatih lebih
berat dan menguras tenaga karena anak dipaksa untuk lebih baik dan mengurangi

64
kesalahan. Materi yang selalu diberikan pelatih biasanya anak diajarkan untuk
membiasakan diri melakukan pemanasan lari keliling lapangan yang diberi waktu
12 menit dengan 8 putaran. Setiap anak diwajibkan untuk tidak melebihi waktu
yang sudah ditentukan dan menyelesaikan 8 putaran dengan cepat dan tepat.
dalam kegiatan latihan sepak bola. Para pelatih dan anak memiliki perjanjian saat
berada di lapangan maupun di luar lapangan. Aturan tersebut berupa pelarangan
bagi pengurus, pelatih dan anak-anak didik agar tidak mengeluarkan kata-kata
kotor, karena apabila ditemukan yang mengeluarkan kata kotor, seperti
mengeluarkan kata ‘ndas’ maka akan mendapatkan hukuman push up 10 kali atau
lari keliling lapangan 5 kali. Sebaliknya, hal sama juga berlaku bagi para pelatih,
tapi hukuman bagi para pelatih lebih berat harus push up 30 kali dan keliling
lapangan 15 kali. Selain itu, sebelum memulai latihan sepak bola, para pelatih
terlebih dahulu hadir di Lapangan untuk mempersiapkan materi-materi yang
diajarkan sambil menunggu para anak-anak didik datang. Dan bagi para anak-
anak didik yang terlambat datang akan mendapatkan hukuman push up 10 kali
atau keliling lapangan 5 kali. Aturan berikutnya adalah bahwa para pelatih di
larang merokok selama melatih di lapangan, kecuali merokok ketika sudah berada
di rumah. Setelah selesai latihan anak diwajibkan untuk memungut sampah yang
berserakan di dalam lapangan dan setiap anak diinstruksikan minimal
mengumpulkan 10 sampah dengan berbagai jenis yang ditemukan. Dengan
demikian, tujuan dari aturan yang dibuat bersama adalah bentuk pendidikan
kepada anak dengan menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, tidak mengelurkan
kata-kata kotor, menjaga lingkungan dan anak bermain, bersenang-senang dan
bergembira.
Program berikutnya adalah English Day atau setiap hari Jumat belajar
bahasa Inggirs. Program ini dilakukan oleh seorang guru perempuan setiap hari
Jumat sore di Lapangan sepak bola Dusun Pulihan. Guru tersebut biasanya
mengajarkan anak-anak didik belajar alfabet mengunakan bahasa Inggris, belajar
menghitung dengan menggunakan bahasa Inggris serta anak diajarkan untuk
memperkenalkan nama dan tanggal lahir dengan pengucapan bahasa Inggris.
Setiap hari Jumat anak diwajibkan untuk berbicara bahasa Inggris dengan teman-

65
temannya. Sanksi ketika ada anak yang tidak menggunaka bahasa Inggris berupa
teguran lisan dan memberi pengarahan kepada anak.
Bakti sosial merupakan program yang dilakukan Uni Papua Cabang Getasan
setiap 6 bulan sekali atau setiap tahunnya. Bakti sosial berupa penanaman pohon,
donor darah, buka bersama pada bulan Idul Adha dengan memberikan bantuan.
Penanaman pohon sudah dilakukan dua kali di lereng gunung Merbabu dengan
bekerjasama dengan Kodim, organisasi pemuda, pemerintah setempat, Polsek
Getasan, kelompok tani dan masyarakat Getasan. Uni Papua Cabang Getasan juga
memiliki program donor darah dengan bekerjama dengan Palang Merah Indonesia
(PMI). Donor darah dilakukan sebagai bentuk peduli kasih terhadap sesama
dengan mengajak masyarakat sekitar Desa Tajuk untuk mendonorkah darahnya.
Selain itu, Uni Papua juga pada hari raya berbaur dengan masyarakat dalam
bentuk berbagi kasih kepada umat muslim di Getasan yang pada waktu itu
melakukan hari raya Idul Adha. Bentuk peduli antara sesama dengan memberikan
bantuan berupa baju Koko dan bantuan berupa hewan kurban kepada masyarakat.
Pada waktu itu buka bersama dilakukan dengan anak-anak didik, Babinsa Desa
Tajuk, Bapak Camat Getasan serta organisasi pemuda. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh sekretaris Karang Taruna Budi Prayetno 24 di kediamannya
Dusun Puyang pada 12 Desember 2016, bahwa “keterlibatan untuk karang taruna
itu seperti kegiatan-kegiatan penanaman dalam istilah go green dan kegiatan-
kegiatan semisal bakti sosial dan bahkan dulu pernah ada kegiatan dari Uni Papua
melibatkan karang taruna juga itu untuk buka bersama waktu bulan puasa seperti
itu. Dulu juga pernah ada program seperti donor darah”.
Dengan program pemberdayaan yang sudah dilakukan Uni Papua Cabang
Getasan membawa dampak positif untuk meredam atau meminimalisir isu SARA
yang terjadi di Uni Papua Getasan. Pada kesempatan ini, sikap warga desa
terhadap organisasi Uni Papua yang baru dikenalnya menimbulkan perilaku yang
seolah-olah curiga dan ragu-ragu terhadap kehadiran Uni Papua Getasan. Disatu
sisi sebagian masyarakat mendukung dan di sisi yang lain ada tidak mendukung.

24
Wawancara dengan Bapak Budi Prayetno sebagai Sekretaris Karang Taruna pada 12 Desember
2016 di Dusun Puyang, Desa Tajuk, Getasan.

66
Namun, dengan seiiring perkembangan Uni Papua dengan berbagai program yang
ditawarkan ke masyarakat, maka isu SARA saat ini mulai berkurang. Salah satu
ukuran berkurangnya adanya peningkatan keikutsertaan anak dalam kegiatan rutin
sepak bola Uni Papua. Sebelum isu SARA menjadi isu yang sangat besar, jumlah
peserta didik yang mengikuti Uni Papua berjumlah 80-an anak, tetapi karena
goncangan isu SARA maka ada penurunan yang cukup drastis mencapai 30 anak,
tetapi sekarang dengan berbagai kegiatan-kegiatan bakti sosial yang dilakukan
Uni Papua masyarakat tersadarkan dan semakin percayaa dengan bertambahnya
peserta didik yang dari 30 anak menjadi 43 anak sampai sekarang ini. Berdasarkan
hasil temuan saat wawancara dengan Meshak Riwanto bahwa:
Kalo saya pernah mengikuti penyuluhan dari Uni Papua
khususnya anak saya tentang programnya Uni Papua itu
memang sangat membantu sekali untuk anak-anak
remaja ataupun anak-anak kecil untuk mendidik anak-
anak itu menjadi mandiri dan menjadi berprestasi itu
kalo menurut pendapat saya karena memang itu sangat
beruntung sekali Uni Papua ada di Getasan.
Dengan demikian, secara ideal, pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan
pertama-tama lewat character building atau proses penyadaran dan
pengkapasitasan, atau dapat dikatakan pembangunan sosial lewat pembangunan
kesadaran dan tindakan masyarakat. Hasil dari munculnya kesadaran ini perlu
diolah dalam pembentukan kapasitas kelembagaan masyarakat, pengkapasitasan
kelembagaan masyarakat inilah yang akan melaksanakan setiap program yang
direalisasikan Uni Papua Getasan. Oleh karena itu, peneliti melihat ada nilai-nilai
atau pesan yang ingin disampaikan dalam penelitian ini, yaitu bahwa persepsi
masyarakat dengan orang Papua sebagai pembuat onar, rusuh, suka mabuk-
mabukan, tawuran, tetapi dengan hadirnya Uni Papua diberbagai cabang di
Indonesia dan salah satunya adalah Uni Papua Getasan adalah bentuk bahwa
orang Papua bisa melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.

67
BAB VI

PENUT UP

Pada bab ini akan diuraikan akhir dari serangkaian penulisan, dengan
demikian muatan pokok bab ini adalah kesimpulan dan saran.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Strategi
Pemberdayaan Yang Dilakukan Uni Papua Football Club dalam Pemberdayaan
Generasi Muda Lewat Kegiatan Sepak Bola Sosial di Getasan Jawa Tengah”,
kesimpulan yang diperoleh adalah :
Dinamika komunitas sepak bola sosial Uni Papua Getasan sebelum adanya
isu SARA, anak didik yang mengikuti Uni Papua berjumlah 80 anak. Namun,
dengan adanya isu SARA yang dianggap sebagai gerakan sebuah agama, maka
telah terjadi penurunan peserta didik yang cukup drastis menjadi 30 anak.

68
Seiring berjalannya waktu dan kerja keras Uni Papua dengan menawarkan
program ke masyarakat telah terjadi kenaikan atau keikutsertaan anak mulai
bertambah menjadi 43 anak.
Dengan adanya masalah, Uni Papua memiliki struktur kelembagaan yang
lengkap dari pusat sampai ke cabang. Di pusat sendiri terdapat CEO dan Founder
dan Instruktur pelatih atau pelatih kepala. Sedangkan di Cabang terdapat
Koordinator Cabang (Ketua), Bendahara, Sekretaris, dan para pelatih berlicensi
dan maupun yang tidak memiliki licensi. Dengan kelembagan yang kuat, Uni
Papua juga didukung oleh pemerintah kecamatan Getasan, Pemerintah Desa
Tajuk, Kodim, Polsek, Organisasi pemuda dan masyarakat setempat.
Strategi pemberdayaan di Uni Papua Cabang Getasan dengan cara
menanamkan nilai-nilai melalui program CAC (Coaching Across Continents),
latihan rutin sepak bola dan Jumat English Day. Kegiatan CAC berupa
pengajaran permainan-permainan edukasi agar anak dapat terhindar dari bahaya
HIV/AIDS, Narkoba, Alkohol, merokok dan itu semua dimodifikasi melalui
media sepak bola. Selain itu juga, di dalam CAC anak diajarkan agar berbaur
dengan yang lain, tidak malu, mengenal satu sama lain dan juga CAC dilakukan
agar anak-anak dapat bermain, bersenang-senang dan bergembira. Sedangkan
latihan rutin sepak bola, anak diajarkan disiplin, tidak berkata kotor dan
memungut sampah ketika selesai latihan. Disiplin, tidak berkata kotor, dan
memungut sampah selesai latihan sepak bola. Makna yang diberikan sebagai
bentuk penyedaran kepada anak agar selalu tepat waktu, tidak boleh mengatakan
kata-kata kotor terhadap teman atau orang yang lebih tua. Strategi yang terkhir
adalah English Day merupakan program bahwa hari Jumat anak-anak didik
belajar bahasa Inggris dan diwajibkan berbicara dengan teman dengan
menggunakan bahasa Inggris. Bahkan dalam latihan sepak bola wajib berhitung
dengan bahasa Inggris.
6.2. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang
sangat bermafaat dan dapat membantu Komunitas Sepak Bola Sosial Uni Papua
untuk masa yang akan datang, yaitu ; (1) Diharapkan kepada Uni Papua pusat

69
menambah fasilitas latihan karena ada sebagian peralatan latihan sudah
“dimakan usia” serta menambah program-program edukasi yang lebih banyak
serta bermanfaat bagi tumbuhkembang anak-anak ; (2) Untuk Uni Papua Cabang
Getasan, perlunya koordinasi lebih baik atau intensif antara pengurus dan pelatih
dan pengurus dengan pengurus. Karena peneliti melihat adanya kesenjangan saat
proses latihan maupun evaluasi kegiatan-kegiatan ; (3) Untuk para pelatih agar
selalu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan anak-anak didik,
karena di dalam proses latihan, peneliti melihat bahwa anak-anak didik merasa
“canggung” dan takut terhadap pelatih sehingga anak hanya berdiam diri ketika
ditanya. Dan para pelatih diharapkan lebih kreatif dalam memberikan materi
yang bersifat edukatif; (4) Masyarakat Getasan harus menyediakan waktu luang
kepada anak-anaknya untuk mengikuti latihan di Uni Papua Getasan; (5) Bagi
peneliti selanjutnya dapat melakukan kajian tentang sosiologi olahraga
mengenai; a) Transfer pengetahuan dan skill pelatih kepada anak; b) Persepsi
masyarakat tentang klub-klub sepak bola; (c) Managemen Uni Papua dalam
menjaga komitmen para pelatih-pelatih; (d) Sosiologi sepak bola dalam
perspektif Gender.
Daftar Pustaka
Friedmann, John. 1992. Empowerment : The Politics of Alternative
Development. Cambridge Mass.: Blackwell Publisher.
Massachusetts.
Golu, W.2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
Haag, Herbet. 1994. Sport science studies: Theoretical foundation of sport
science as a scientific discipline. Schorndorf: Verlag Karl
Hofmann.
Ihalauw, John J. O. I. 2003. Bangunan Teori. Salatiga : Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Satya Wacana
Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
Koentjaraningrat.1964. Pengantar Antropologi. Djakarta : Universitas
Djakarta
Koentjoro. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta:Salemba Humanika

70
Legowo, Martinus. 2014. Motivasi Wanita Mengikuti Senam Aerobik Di
Sanggar Senam Ceria Sidoarjo. Jurnal Program Studi Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Volume 02
Nomer 01 Tahun 2014.
Mardikanto, Totok dan Soebiato, Poerwoko. 2015. Pemberdayaan
Masyarakat; Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta
Moleong, J Lexy.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Moleng, J Lexy.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nawawi, Hadari.1983. Metode Penelitian bidang Sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Rosady, Ruslan.2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Rusli Luthan dan Amung Ma'mud, 2000. Sosiologi Olahraga. Depdiknas.
Salim, Agus.2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku Sumber
untuk Penelitian Kualitatif. Edisi ke-2. Jogyakarta: Tiara Wacana
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama
Sumodiningrat, Gunawan.2007. Pemberdayaan Sosial. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara
Usman, Husaini dan Akbar, Setiady, Purnomo. 2011. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara
Wauran, P.2012. Strategi Pemberdayaan Sektor Informal Perkotaan di Kota
Manado. Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah,
7(1).. Volume 7 No.3 Edisi Oktober 2012. Diunduh pada tanggal
08 Januari 2017.
Wenger, Etienne C., McDermott, Richard, and Snyder, Williams C, A
Community Of Leading Knowledge-Based Organizations
Dedicated To Networking, Benchmarking And Sharing Best
Knowledge Practices. Cultivating Communities of Practice: A
Guide to Managing Knowledge, Harvard Business School Press,
Cambridge, USA, 2004, 304 pages (ISBN 1-5781-330-8)
Wicaksono, D. 2012. Sumbangan Ilmu Penunjang Olahraga Terhadap
Pembinaan Olahraga Prestasi. Jorpres, 8 (2), 91-101. Diunduh
Pada Tanggal 03 November 2016
Wulandari, P.K. 2016. Generasi Sadar Wisata (Pemberdayaan Pemuda dan
Pendidikan Duta Wisata Kabupaten Trenggalek). Jurnal Sosiologi
Pendidikan Humanis, 1(2), 140-148. Diunduh pada tanggal 08
Januari 2017.

71
Badan Pusat Statistik Semarang. Statistik Daerah Kecamatan Getasan 2016
Internet
Football for Hope. 1994-2016. http://www.fifa.com/sustainability. Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2016
Football for Hope Programme Support 2015. www.fifa.com/footballforhope.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2016
Harry Widjaja (Founder & Chairman). 2015. http://unipapua.net/. Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2016
Kick Andy Metro TV 14 April 2017: Lentera Kehidupan p6 (Uni Papua
HarryWidjaja) https://www.youtube.com/watch?v=QTEgJho_JSY
Uni Papua Football Community Network Member.
http://www.streetfootballworld.org/network-member/uni-papua-
football-community. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2016
Uni Papua Football Community. https://www.youtube.com/watch?
v=WXk5i8qwkcw. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2016

72

Anda mungkin juga menyukai