Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kandungan BK dan BO Bahan Pakan

Kandungan BK dan BO serbuk ampas batang aren yang digunakan selama

penelitian berdasarkan hasil analisis proksimat Laboratorium Loka Penelitian Sapi

Potong Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan BK dan BO ampas pati aren setelah fermentasi.


Kandungan nutrien (%) BK
Sampel
BK BO PK LK SK BETN
P0 91,82 97,90 2,89 0,11 28,79 66,11
P1 94,76 97,91 3,55 0,19 28,52 65,65
P2 93,55 98,33 3,58 0,23 29,31 65,39
P3 91,89 98,03 4,57 0,25 26,58 66,63
P4 94,36 98,28 4,60 0,13 26,65 66,80
Keterangan: BETN (%) = 100% - %LK - %SK - %PK - %Abu

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa kandungan BK, BO, PK dan BETN

serbuk ampas batang aren cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya

waktu inkubasi. Peningkatan kadar BK disebabkan oleh adanya penguapan air

yang terjadi dalam proses fermentasi. Selain itu, juga terjadi peningkatan kadar

PK seiring dengan bertambahnya lama waktu inkubasi. Peningkatan kadar PK ini

disebabkan peningkatan biomassa kapang. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjitjah

(1995) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar protein kasar juga disebabkan

peningkatan biomassa dari kapang yang kaya akan protein. Mikrobia penghasil

amilase seperti Aspergillus niger umumnya mengandung 31% sampai 78%

protein dan dapat digunakan sebagai sumber protein alternatif untuk pakan

(Triwiyono, 1996).

18
4.2 Nilai parameter a (fraksi yang larut dalam air)

Dari analisis statistik menunjukkan bahwa nilai parameter a untuk

komponen BK dan BO menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Nilai rata-

rata parameter a untuk komponen BK dan BO tersaji pada Tabel 3 .

Tabel 3. Nilai rata-rata parameter a degradasi BK dan BO secara in sacco pada


masing-masing bahan pakan.
Perlakuan BK (%) BO (%)
P0 13,32 13,76
P1 13,64 13,09
P2 13,38 13,32
P3 11,02 11,07
P4 14,35 14,52
Keterangan : a-b superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap nilai kelarutan BK dan BO. Namun nilai kelarutan akibat

fermentasi relatif bervariasi antar perlakuan baik untuk BK maupun BO.

Tingginya nilai parameter a pada P4 (inkubasi 72 jam) disebabkan karena

Aspergillus niger telah mendegrasi serbuk ampas batang aren menjadi lebih

sederhana. Aspergillus niger dapat menghasilkan enzim amilase. Selain itu tinggi

rendahnya nilai. Nilai rata-rata parameter a juga dipengaruhi oleh proses

pencucian dimana sebagian besar bahan pakan tersebut mudah larut dalam air

(Rinduwati dan Ismartoyo, 2002).

19
4.3 Nilai parameter b (fraksi yang tidak larut dalam air tetapi potensial
terdegradasi)
Rata-rata nilai fraksi b pada komponen BK dan BO tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata parameter b degradasi BK dan BO secara in sacco pada


masing-masing bahan pakan.
.Perlakuan BK (%) BO (%)
P0 36,29a 37,87 a
b
P1 42,42 45,01c
b
P2 42,97 44,99c
P3 42,60b 44,78c
a
P4 39,32 41,09b
a-b
Keterangan : superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap parameter b untuk BK dan BO, P1 memberikan pengaruh

terbaik namun tidak berbeda dengan P2 dan P3. Kadar BK ampas pati aren

fermentasi pada P1, P2 dan P3 terjadi penurunan serat kasar dibanding P0 (ampas

pati aren tanpa fermentasi). Hal ini membuktikan bahwa Aspergillus niger

mampu mencerna serat kasar menjadi komponen yang lebih sederhana oleh enzim

selulase dan hemiselulase yang dihasilkannya. Menurut Shuler (1980) yang

disitasi oleh Muhajir (1998) menyatakan bahwa degradasi selulosa merupakan

pemecahan polimer anhidroglukosa menjadi molekul-molekul yang lebih

sederhana sehingga mudah dicerna.

20
4.4 Nilai parameter a+b (total fraksi yang potensial terdegradasi)
Rata-rata nilai fraksi a+b pada komponen BK dan BO tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata parameter a+b degradasi BK dan BO secara in sacco pada
masing-masing bahan pakan
Perlakuan BK (%) BO (%)
P0 49,39a 51,56a
b
P1 56,06 58,19b
b
P2 56,35 58,30a
P3 53,42a 55,14a
b
P4 53,67 55,61b
a-b
Keterangan : superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Dari hasil statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap a+b untuk BK dan BO. Hal ini dikarenakan fraksi a+b

dipengaruhi oleh nilai fraksi a, karena tingkat kelarutan bahan pakan merupakan

suatu gambaran ketersediaan awal zat nutrisi bagi pertumbuhan mikroba rumen.

Menurut Widyobroto et al. (1995) fraksi-fraksi mudah larut cepat terfermentasi

dan memberikan nutrisi untuk mikroba yang relatif cepat dibandingkan fraksi

yang tidak larut tetapi potensial terdegradasi.

4.5 Nilai parameter c (laju degradasi potensial di dalam rumen)


Tabel 6. Nilai rata-rata parameter c degradasi BK dan BO secara in sacco pada
masing-masing bahan pakan
Perlakuan BK (%)/ jam BO (%)/ jam
P0 2,24a 2,50
P1 3,58b 3,51
P2 3,17b 3,15
b
P3 3,62 3,53
P4 3,76b 3,66
a-b
Keterangan : superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap nilai laju dedrasasi BK. Rendahnya laju degradasi serbuk

21
ampas batang aren terfermentasi Aspergillus niger pada penelitian ini disebabkan

kerena pada fase tetap kecepatan pertumbuhan mikroba menurun akhirnya

terhenti, karena habisnya nutrien dalam substrat sebagai akhir metabolisme,

sehingga menyebabkan laju degradasi oleh mikroba rumen rendah (Bukle et al,

1985). Sedangkan pada nilai BO, perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap parameter c, hal ini disebabkan karena fermentasi serbuk ampas batang

aren dengan menggunakan Aspergillus niger kurang efektif karena enzim-enzim

yang dihasilkan oleh Aspergillus niger kurang optimal dalam memecah molekul-

molekul serat serbuk ampas batang aren.

4.6 Pola Degradasi BK dan BO Serbuk Ampas Batang Aren Terfermentasi

Pola kecernaan BK dan BO secara in sacco untuk masing-masing

perlakuan ampas pati aren terfermentasi dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3

dibawah ini:

Degradasi BK
60

50
BK yang hilang (%)

40
P0
P1
30 P2
P3
20 P4

10

0
0 4 8 16 24 48 72 96
Waktu inkubasi (jam)

Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan nilai degradasi BK


serbuk ampas batang aren terfermentasi.

22
Degradasi BO

70

60

50
BO yang Hilang (%0

P0
40 P1
P2
30 P3
P4
20

10

0
0 4 8 16 24 48 72 96
Waktu Inkubasi (jam)

Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan nilai degradasi BO


serbuk ampas batang aren terfermentasi.

Gambar 3 dan gambar 4 menggambarkan bahwa pola degradasi BK dan

BO tertinggi pada inkubasi ke 96 jam . Hal ini terjadi karena inkubasi pada 96 jam

kebutuhan mikroba yaitu Aspergillus niger tercukupi sehingga mampu

mendegradasi lignin dengan optimal. Hal ini sesuai dengan Moentamaria (2000)

yang menyatakan bahwa untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan

mikroorganisme dibutuhkan media yang cukup seperti air, nitrogen dan sumber

energi seperti unsur C.

Semakin lama masa inkubasi maka semakin tinggi partikel substrat (BK

dab BO) yang terfermentasi. Selain itu kecepatan fermentasi (c) meningkat seiring

dengan peningkatan levelnya.

23

Anda mungkin juga menyukai