Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

Bagian Bedah Saraf RS PELNI


Traumatik Hematoma Subdural
1. Pengertian Kumpulan darah dalam ruang subdural otak (antar duramater dan membran arachnoid).
(Definisi) Biasanya diakibatkan robeknya bridging veins yang mengalirkan darah dari permukaan otak
ke dural sinues. Penyebab SDH yang lain adalah robeknya arteri, sekitar 20-30% kasus
SDH. Atau dapat berasal dari kontusio otak yang superfisial. (1,2,3,4,5)
2. Anamnesis  Didapatkan riwayat trauma
 Didapatkan gangguan neurologis (amnesia, penurunan kesadaran, kejang, dll.)
 Macam trauma: kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, jatuh dari
ketinggian dan lain-lain
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
 Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways), B (breathing),
dan C (circulation)
Pemeriksaan kepala
 Mencari tanda – tanda jejas, patah dasar tengkorak, patah tulang wajah, trauma
padamata, auskultasi karotis untuk menentukan adanya bruit
Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang
 Mencari tanda – tanda cedera pada tulang belakang (terutama cedera servikal) dan
cedera pada medulla spinalis
Pemeriksaan lain
 Cedera lain dicari dengan cermat dari cranial ke kaudal
 Semua temuan tanda trauma dicatat. Benjolan, lukalecet, luka terbuka, false
movement, flail chest, dinding abdomen, nyeri tekan dan lain-lain, perdarahan yang
tampak segera dihentikan
Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
2. Saraf II-III, lesi saraf VII perifer
3. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, retinal detachment
4. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
5. Autonomis
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. Diagnosis Kerja Hematoma Subdural (ICD 10: S06.5)
6. Diagnosis Banding 1. Cerebro vascular accident
2. Epileptic fits
3. Keracunan obat
4. Penyakit metabolic
7. Pemeriksaan No Pemeriksaan Rekomendasi Grade
Penunjang
Rekomendasi
1 Laboratorium DL, cross match 1B
X-foto vertebra  Menyingkirkan adanya cedera servikal
2 1B
servikal
3 X-foto thoraks  Mencari cedera penyerta 1C
 CT Scan kepala paling sering dipakai untuk
imaging pasien dengan trauma kepala akut
dengan alasan cepat, relative simple, dan
banyak tersedia. Tampak sebagai lesi
4 CT scan kepala hiperdens berbentuk bulan sabit (crescentic 1B
shape) pada konveksitas hemisfer
 Sekitar 91% SDH dg tebal ≥5 mm sudah
teridentifikasi pada pemeriksaan CT Scan
kepala
MRI kepala lebih sensitif dibanding CT Scan
kepala dalam mendeteksi perdarahan
intrakranial. MRI kepala dikpakai pada
5 MRI kepala 1B
beberapa kasus dimana dicurigai adanya SDH
atau perdarahan lain yang tidak tampak pada
CT Scan kepala.
Diindikasikan untuk evaluasi SDH, ketika tidak
6 Angiografi didapatkan riwayat trauma dan tidak jelas 1C
penyebabnya.

8. Terapi
Grade
No Terapi Prosedur (ICD 9 CM)
Rekomendasi
1 Operasi 1. Craniotomi evakuasi hematom (ICD 9 CM :
01.24) bila
 Hematom subdural dengan ketebalan
>10mm atau midline shift >5mm tanpa
melihat GCS
 GCS ≤8 atau bila GCS turun ≥2 poin dari
saat pertama datang ke RS, dan atau bila 1C
didapatkan pupil asimetris atau pupil
dilatasi dan tetap, dan atau pengukuran
TIK >20mmHg.

2. Craniectomy evakuasi hematom, bila


 Midline shift > 0,5 cm
3. ICP Monitor (ICD 9 CM : 01.1) 1B
 GCS < 9
 Hematom subdural dengan tebal <
10mm atau midline shift < 5mm
2.  Hematoma yang kecil dan tidak memberikan 1B
Non operatif : efek masa (midline shift< 0,5 cm), juga tidak
memberikan gejala klinik.
 Perawatan di ruangan
 Observasi GCS, pupil, lateralisasi, dan faal
vital.
 Optimalisasi, stabilisasi faal vital, menjaga
mantapnya suplai O2 ke otak.
 Sirkulasi : cairan infus berimbang NaCl-
glukosa, dicegah terjadinya overhidrasi, bila
sudah stabil secara bertahap di ganti cairan /
nutrisi enteral / pipa lambung.
 Airway : menghisap sekret / darah / muntahan
bila diperlukan, tracheostomi. Penderita COB
dengan lesi yang tidak memerlukan evakuasi
dan penderita dengan gangguan analisa gas
darah dirawat dalam respirator.
 Mempertahankan perfusi otak, memposisikan
kepala head up sekitar 30, dengan
menghindari fleksi leher.
 Kateter buli-buli diperlukan untuk mencatat
produksi urine, mencegah retensi urine,
mencegah tempat tidur basah (dengan
demikian mengurangi risiko dekubitus).
 Cairan hipertonik (mannitol 20%), bila tampak
edema atau cedera yang tidak operable pada
CT Scan. Manitol dapat diberikan sebagai
bolus 0,5 – 1 g/kg. BB pada keadaan tertentu,
atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100
cc manitol 20% dalam 24 jam.
Penghentiansecara gradual.
 Analgesik, anti inflamasi, anti piretika : asam
mefenamat, paracetamol 3-4 kali sehari 500
mg atau Na diklofenac 2-3 x sehari 50 mg
pada dewasa atau.
 Antisida dan atau antagonis H2
 Anti epileptikum diberikan pada penderita
dengan resiko tinggi terjadinya kejang yakni:
COB, laserasi otak, fraktur depresi, ICH.
Phenitoin (PHT) profilaksis dengan dosis 300
mg/hari atau 5-10 mg kg BB/hari selama 10
hari. Bila telah terjadi kejang, PHT diberikan
sebagai terapi.
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
 Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
 Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
 Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
1. Usia
2. Status Neurologis awal
3. Jarakantara trauma dan tindakan bedah
4. Edema cerebri
5. Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom
epidural
6. Faktor ekstrakranial

11. Penelaah kritis 1. Dr. dr. Renindra Ananda, Sp.BS (K)


2. dr. M. Radhian Arief, Sp.BS
3. dr. Kumara Wisyesa, Sp.BS
12. Indikator Medis Perbaikan status neurologis.
13. Kepustakaan 1. PPK RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Departemen Bedah Saraf
2. Besenski N. Traumatic injuries: imaging of head injuries. Eur Radiol.2002; 12:1237.
3. Victor M, Ropper A. Craniocerebral trauma. In: Adams and Victor's Principles of
Neurology, 7th ed, Victor M, Ropper A. (Eds), McGrawHill, New York 2001. p.925.
4. Gennarelli TA, Thibault LE. Biomechanics of acute subdural hematoma. J Trauma 1982;
22:680.
5. Haselsberger K, Pucher R, Auer LM. Prognosis after acute subdural or epidural
haemorrhage. Acta Neurochir (Wien) 1988; 90:111.
6. Maxeiner H, Wolff M. Pure subdural hematomas: a postmortem analysis of their form and
bleeding points. Neurosurgery 2002; 50:503.
7. MacDonald RL, Schwartz ML, Mirich D, et al. Diagnosis of cervical spine injury in motor
vehicle crash victims: how many Xrays are enough? J Trauma 1990; 30:392
8. Zabel DD, Tinkoff G, Wittenborn W, et al. Adequacy and efficacy of lateral cervical spine
radiography inalert, highriskblunt trauma patient. J Trauma 1997; 43:952.
9. Fisher A, Young WF. Is the lateral cervical spine xrayobsolete during the initial evaluation
of patientswith acute trauma? Surg Neurol 2008; 70:53.
10. Wisbach GG, Sise MJ, Sack DI, et al. What is the role of chest Xrayin the initial
assessment of stabletrauma patients? J Trauma 2007; 62:74.
11. Duane TM, Dechert T, Wolfe LG, et al. Clinical examination is superior to plain films to
diagnose pelvicfractures compared to CT. Am Surg 2008; 74:476.
12. Grossman RI. Head Trauma. In: Neuroradiology: The Requisites, 2nd ed, Mosby,
Philadelphia 2003. p.243.
13. Gentry LR, Godersky JC, Thompson B, Dunn VD. Prospective comparative study of
intermediatefield MR and CT in the evaluation of closed head trauma. AJR Am J
Roentgenol 1988; 150:673.
14. Koerbel A, Ernemann U, Freudenstein D. Acute subdural haematoma without
subarachnoid haemorrhage caused by rupture of an internal carotid artery bifurcation
aneurysm: case report and review of literature. Br J Radiol 2005; 78:646.
15. Nonaka Y, Kusumoto M, Mori K, Maeda M. Pure acute subdural haematoma without
subarachnoid haemorrhage caused by rupture of internal carotid artery aneurysm. Acta
Neurochir (Wien) 2000; 142:941.
16. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, et al. Surgical management of acute subdural
hematomas. Neurosurgery 2006; 58:S16.
17. Hatashita S, Koga N, Hosaka Y, Takagi S. Acute subdural hematoma: severity of injury,
surgical intervention, and mortality. Neurol Med Chir (Tokyo) 1993; 33:13.
18. Servadei F, Nasi MT, Cremonini AM, et al. Importance of a reliable admission Glasgow
Coma Scale score for determining the need for evacuation of posttraumatic subdural
hematomas: a prospective study of 65 patients. J Trauma 1998; 44:868.
19. Mathew P, OluochOlunya DL, Condon BR, Bullock R. Acute subdural haematoma in the
conscious patient: outcome with initial nonoperative management. Acta Neurochir (Wien)
1993; 121:100.
20. Wong CW. Criteria for conservative treatment of supratentorial acute subdural
haematomas. Acta Neurochir (Wien) 1995; 135:38.
21. Rosner MJ, Rosner SD, Johnson AH. Cerebral perfusion pressure: management protocol
and clinical results. J Neurosurg 1995; 83:949.
22. Lane PL, Skoretz TG, Doig G, Girotti MJ. Intracranial pressure monitoring and outcomes
after traumatic brain injury. Can J Surg 2000; 43:442.
23. Harhangi BS, Kompanje EJ, Leebeek FW, Maas AI. Coagulation disorders after traumatic
brain injury. ActaNeurochir (Wien) 2008; 150:165.

Anda mungkin juga menyukai