A. IDENTITAS BUKU
1. Judul : Negeri 5 Menara
2. Pengarang : A. Fuadi
3. Penyunting : Mirna Yulistianti
4. Cetakan : Cetakan keempatbelas (Februari 2012)
5. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
6. Tahun terbit : Tahun 2009
7. Jumlah halaman : xii + 423 halaman
8. Kota tempat terbit : Jakarta
9. Kategori : Novel
10. Harga : Rp 50.000,00
11. Ukuran Novel : 19,7 x 13,7 cm
12. No. ISBN : 978-979-22-4861-6
13. Cover :
a. Bagian Depan
Didominasi dengan warna coklat dan terdapat gambar 5 buah
menara yaitu: Monumen Nasional (Monas), Menara Big Ben
London, Washington Monument Amerika Serikat, Al-Azhar
University , dan Masjidil Haram.
b. Bagian Belakang
Berwarna coklat tua, terdapat sinopsis dan beberapa komentar
dari tokoh Indonesia, seperti BJ Habibie, Andy F. Naya, A.
Syafii Maarif.
B. IDENTITAS KEPENGARANGAN
Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung
kecil di pinggir Danau Maninjau tahun
1972, tidak jauh dari kampung Buya
Hamka. Ahmad Fuadi merantau ke
Jawa, mematuhi permintaan ibunya
untuk masuk sekolah agama. Di
Pondok Modern Gontor dia bertemu
dengan kiai dan ustad yang diberkahi
keikhlasan mengajarkan ilmu hidup
dan ilmu akhirat. Gontor pula yang
mengajarkan kepadanya “mantra” sederhana yang kuat, man jadda wajada,
siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.
Lulus kuliah Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran, dia
menjadi wartawan majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani
dalam tugas-tugas reportase di bawah bimbingan para wartawan senior
Tempo. Tahun 1999, dia mendapatkan beasiswa Fullbright untuk kuliah S-
2 di School of Media and Public Affairs, George Washington Univesity,
USA. Merantau ke Washington DC bersama Yayi (istrinya). Sambil kuliah
mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of America
(VOA). Berita bersejarah seperti tragedi 11 september dilaporkan mereka
berdua langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill. Tahun 2004,
mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal Holloway,
Univesity of London untuk bidang film dokumenter.
Seorang scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan
sekolah dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapat
8 beasiswa untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapatkan kesempatan
tinggal dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika Serikat dan Inggris.
Penyuka fotografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The Nature
Conservancy, sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sibuk
menulis, jadi pembicaraan dan motivator,mulai menggarap film layar lebar
Negeri 5 Menara serta membangun yayasan sosial untuk membantu
pendidikan orang yang tidak mampu dengan nama Komunitas Menara.
Negeri 5 menara telah mendapat beberapa penghargaan, antara lain
Nominasi Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit
2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia.
C. RINGKASAN
Judul Novel : Negeri 5 Menara
Ringkasan ini merupakan 11% dari jumlah halaman novel yang saya
laporkan.
BAB 1 : Pesan dari Masa Silam
Hari itu di Washington DC, Desember 2003, jam `16.00 terlihat dari
balik kerai tipis salju tampak turun diiringi matahari sore yang menggantung
condong ke barat. Dari tempatku saat ini di lantai empat, aku dapat melihat
banyak hal; gedung-gedung bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar,
hamparan pohon American elm yang dibalut serbuk es, tanah dan jalanan
yang dilingkupi permadani putih serta sesekali sirine polisi atau ambulans
menggertak diselingi bunyi klakson.
Musim dingin ini membuatku merasakan rasa suka dan benci. Benci
karena aku harus membebat diri dengan baju tebal nan berat dan suka karena
aku terpesona dengan pemandangan yang hadir di musim dingin ini.
Kantorku yang berada di Independence Avenue adalah lokasi impian
banyak wartawan karena letaknya strategis serta menjadi berada di pusat
keramaian.
Hari ini adalah hari terakhir aku masuk kantor sebelum terbang ke
Eropa untuk tugas liputan wawancara dengan perdana menteri Inggris dan
untuk secara pribadi menghadiri The World Inter-Faith Forum sebagai
panelis. Ketika aku sedang menyiapkan perlengkapanku, terdengar suara
messenger yang mengejutkannya. Pesan dari Atang sang menara keempat
yang mengajakku untuk reuni mengingatkan aku akan kenangan masa
laluku.
BAB 38 : Kilas 70
Selain Sahibul Menara, kawan karibku adalah diari-diariku. Aku
sudah menulis diari sejak berumur 12 tahun. PM kemudian
memperkenalkan untuk pertama kalinya daku dimensi lain menulis.
Menulis bukan hanya di diari dan buat diri sendiri, menulis juga buat orang
lain dan ada medianya. Inilah yang mendorongku kemudian bergabung
dengan majalah kampus Syams.
Kita perlu bikin koran harian supaya semua orang tahu apa yang
terjadi. Karena dana dan tenaga, bentuknya koran dinding dan ditempatkan
di beberapa sudut penting PM, sehingga semua orang tahu apa yang terjadi.
Sejak hari itu, kami adalah wartawan harian Kilas 70. Kantor kami di
ruangan kecil sebelah kamar Ustad Salman.
Edisi pertama kami kacau balau. Aku yakin, Ustad Salman yang
merencanakan ini semua tidak membayangkan betapa beratnya membuat
berita setiap hari. Kami bukan wartawan profesional, apalagi masih ada
kelas dan pelajaran yang harus kami hapal, masih ada kelas yang harus
diajar Ustad Salman. Waktu kami benar-benar habis. Dan memakan energi
besar. Barulah setelah dua minggu, kami berenam mulai mendapatkan ritme
yang tepat. Membuat berita lebih cepat dan bersih karena mesin tik telah
diganti.
Di penghujung peringatan Milad PM, reputasi kami berada di dtik
tertinggi. Animo pembaca demikian besar sampai setiap hari terjadi himpit-
himpitan di depan koran dinding kami. Konsistensi terbit harian ini
membuat kami sekarang mendapat kantor baru di dekat masjid. Kantor ini
bahkan dilengkapi komputer dan printer yang memudahkan kami bekerja
lebih ligat lagi.
Head-line tentang acara besar apa hari ini, profil alumni sukses yang
sedang berkunjungan ke PM dan cerita dan foto lucu seputar peringatan ini.
Setiap hari kami bergantian meliput dan menulis acara besar hari ini.
“RI Satu akan datang. Kita akan bikin gebrakan lagi,” proklamir
Ustad Salman suatu sore. Untuk acara penutupan acara milad maraton ini,
Presiden sendiri telah setuju untuk hadir.
Sejak kemarin PM di-sweeping oleh pasukan intel untuk
memastikan semua aman menyambut Presiden. Mereka melongok longok,
mulai dari dapur, kamar mandi, asrama dan ruang kelas. Hari ini, hampir
seluruh penduduk PM berkumpul di lapangan sepakbola, menyaksikan
helikopter Presiden mengapung sebentar sebelum hinggap ringan di ujung
lapangan tempat kami biasa latihan tendangan penalti.
Rencana kami adalah membuat Presiden bisa menerima dan
membaca liputan kunjungan dan fotonya, bahkan sebelum dia turun
panggung. Setelah presiden selesai memberikan sambutan dan kembali
berjalan ke tempat duduknya, Ustad Salman segera menyerahkan Kilas 70
kami langsung ke tangan penguasa negeri ini.
Ustad Salman lalu berlalu dengan senyum terlebarnya yang pernah
ada. Tangannya melambai-lambai kepada kami yang bersorak-sorak penuh
kemenangan. Kerja mission impossible kami sampai ke tangan Presiden.
Beliau sekarang tampak mengangguk-angguk tersenyum ketika membolak
balik Kilas 70 kami.
BAB 39 : It’s Show Time
Tradisi turun temurun di PM, kelas enam harus mempersembahkan
pagelaran multi seni terhebat yang bisa mereka produksi kepada almamater
tercinta. Acara megah ini sangat dinanti-nantikan oleh ribuan penonton.
Bahkan pamong desa dan aparat pemda kabupaten selalu menagih
diundang.
Banyak sekali ajang pertunjukan seperti Poettry reading, lomba
drama, festival band, sampai Semuanya heboh dan menghibur kami. Tapi
tak ada yang mengalahkan kemasyhuran Class Six Show. Inilah pertunjukan
di atas pertunjukan.
7. Baso
- Orang yang agamis
"saya ingin mendalami agama islam dan menjadi penghapal
Al-Quran" (halaman : 46)
- Orang yang sangat peduli
"....merawat nenek dan pulang, mungkin selamanya..."
(halaman : 362)
- Berbakti kepada orangtua
"motivasi besar menghapal Al-Quran adalah pengabdian
kepada orangtua" (halaman : 363)
8. Atang
- Orang yang menepati janji
"sesuai janji, Atang yang membayari ongkos" (halaman :
221)
- Humoris
"memasukkan berbagai macam guyon sunda yang membuat
hadirin terpingkal-pingkal" (halaman : 220)
d. Latar
1. Tempat
- Pondok Madani
"selamat datang di pondok madani" (halaman : 30)
- Aula
"murid-murid berbondong-bondong memenuhi aula"
(halaman : 48)
- Lapangan
"masing-masing melintasi lapangan besar..." (halaman : 62)
- Kamar
"pintu kayu kamar bergetar-getar digedornya" (halaman : 84)
- Menara
"Di bawah bayangan menara ini kami lewatkan waktu...."
(halaman : 94)
- Kelas
"Ustad Salman masuk kelas..." (halaman : 105)
- Bandung
"kami telah masuk Bandung..." (halaman : 218)
- Surabaya
“...dengan senang hati mengajak kami keliling ke berbagai
objek wisata disekitar Surabaya.” (halaman : 226)
2. Waktu
- Sore hari
"matahari telah tergelincir di ufuk..." (halaman : 62)
- pagi hari
"rasanya udara pagi lebih segar...." (halaman : 127)
- Malam hari
“malam ini untuk pertama kalinya kami..." (halaman : 238)
- Dini hari
"sekitar jam dua pagi..." (halaman : 244)
3. Suasana
- Menegangkan
"kami mendengar suara orang berteriak dan bunyi kaki
berlari mendekat ke arah kami" (halaman : 246)
- Bahagia
"kami senang bisa menangkap pencuri dan lebih senang lagi
lepas dari kewajiban jadi jasus" (halaman : 249)
- Gelisah
"kegelisahanku yang naik turun..." (halaman : 369)
e. Alur/Plot
Alur yang digunakan yaitu alur campuran.
1. Eksposisi
Kisah berawal dari seorang wartawan VOA yang sedang berada
di Washington DC. Wartawan itu bernama Alif Fikri. Tanpa
disengaja ia mengecek laptopnya dan tiba-tiba ada pesan masuk
dari seorang yang bernama Batutah. Setelah berbalas-balas
pesan, ternyata dia adalah teman lama alif dari sekolah lamanya
Pondok Madani
2. Intrik
Alif tidak ingin bersekolah di sekolah Madrasah ataupun
Pesantren, sedangkan Amaknya tidak rela jika Alif masuk ke
sekolah SMA umum, karena Amakanya ingin anak laki-lakinya
bersekolah agama, dan menjadikan anaknya menjadi pemimpin
agama di masa depan, seperti Buya Hamka
3. Konflik
Baso bercerita kepada teman-teman Shahibul Menara, bahwa
sepertinya ia harus meninggalkan Pondok Madani lebih cepat
dibandingkan yang lain, karena ia harus merawat neneknya yang
sedang sakit parah. Akhirnya Baso pun harus meninggalkan
Pondok Madani untuk selamannya.
4. Klimaks
Ustadz Torik begitu marah ketika mendengar bahwa ada siswa
yang pergi dari Pondok Madani tanpa izin terlebih dahulu.
Mereka itu adalah Said, Alif, dan Atang. sebelum itu, mereka
meminta izin ke Ponorogo untuk mencari barang, tetapi barang
itu tidak ada, dan mereka pun harus pergi ke Surabaya untuk
mendapatkan barang tersebut. Akhirnya mereka bertiga
diberikan hukuman, yaitu dicukur habis rambutnya
5. Anti Klimaks
Seluruh siswa Pondok Madani kelas 6, telah berhasil
menyelesaikan ulangan akhir, untuk menentukan kelulusan
meraka. Kemudian meraka semua pun berpisah, begitu juga
dengan Shahibul Menara yang akan menempuh jalannya
masing-masing untuk mewujudkan impian meraka.
6. Resolusi
Shahibul menara telah mencapai impiannya masing-masing dan
berencana akan melakukan reuinian setelah tidak bertemu
selama bertahun-tahun.
f. Gaya Bahasa
1. Hiperbola
- "Kami bisa makan bagai kesurupan" (halaman : 122)
- "Kiai Rais telah menyetrum 3000 murid kesayangannya"
(halaman : 190)
2. Personifikasi
- "walau dingin mencucuk tulang..." (halaman : 2)
- "Jantungku melonjak-lonjak girang" (halaman : 5)
- "Cerita Kiai Rais terus berputar di kepalaku" (halaman : 142)
- "sejak dari pagi buta..." (halaman : 214)
3. Asosiasi
- "kami seperti sekawanan tentara yang terjebak..." (halaman :
64)
- "Mukanya dingin seperti besi" (halaman : 124)
g. Sudut Pandang
Dalam novel Negeri 5 Menara, penulis menggunakan orang pertama
sebagai pelaku utama, karena menggunakan kata ganti orang
pertama yaitu "AKU".
h. Amanat
Cerita negeri 5 menara memberikan pesan moral pendidikan yang
sangat dalam. Kita harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras
untuk meraih impian kita dan mencapai kesuksesan kita. Banyak
jalan untuk meraih cita-cita, meski menggunakan jalur berbeda dari
keinginan namun kita pasti bisa menggapainya dengan satu syarat:
tidak pernah menyerah. Namun dibalik kesuksesan tersebut ada doa
dan restu dari kedua orangtua kita, jadi kita juga harus serta-merta
menghormati dan berbakti kepada orangtua. Penulis juga
memberikan perenungan bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam
hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
agama.