Anda di halaman 1dari 2

Pengejar Mimpi di Tanah Jawa

oleh Asmarandhana Kaneshia Masananta

Judul buku : Negeri 5 Menara

Nama Pengarang : Ahmad Fuadi

Tahun terbit : 2009

Kota terbit : Jakarta

Nama penerbit : PT Gramedia Pusat Utama

Tebal buku : 423 halaman

Ukuran buku : 19,7 x 13,7 cm

Harga buku : Rp 28.000,-

Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972,
tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa, mematuhi perintah ibunya
untuk masuk ke sekolah agama. Di pondok modern Gontor dia bertemu Kyai dan Ustad yang
diberi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan akhirat. Gontor pula yang mengajarkan
kepadanya ”mantra” sederhana yang sangat kuat , mad jadda wajada, siapa yang bersungguh
sungguh akan sukses. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapat 8 beasiswa untuk belajar di
luar negeri. Dia telah mendapatkan kesempatan tinggal dan belajar di Kanada, Singapura,
Amerika Serikat dan Inggris. Kini, Fuadi sibuk menulis, jadi pembicaraan dan motivator. Ia
mulai menggarap film layar lebar Negeri 5 Menara serta membangun yayasan sosial untuk
membantu pendidikan orang yang tidak mampu yaitu Komunitas Menara. Negeri 5 Menara
telah mendapat beberapa penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa Award 2010 dan
Penulis Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia.

Sinopsis di dalam buku ini adalah terdapat Alif Fikri pemuda yang berasal dari
Maninjau, Bukit tinggi, adalah seorang anak desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya,
Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan melanjutkan studi di ITB,
universitas bergengsi itu. Selama ini mereka bersekolah di madrasah atau sekolah agama
Islam. Mereka merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan ingin menikmati masa remaja
mereka seperti anak-anak remaja lainnya di SMA.
Alif mendapat nilai tertinggi di sekolahnya yang membuatnya merasa akan lebih
terbuka kesempatan untuk Amak (Ibu) memperbolehkannya masuk sekolah biasa, bukan
madrasah lagi. Namun Amak menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua
menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP
atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya
tidak cukup. Bagaimana kualitas para ustad dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana
nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi
pemimpin agama yang mampu membina umatnya,” kata Amak yang membuat harapan
anaknya masuk SMA pupus. Alif sakit hati dan memutuskan untuk meninggalkan Maninjau
untuk berguru di sebuah pondok pesantren di daerah Jawa Timur setelah ia membaca surat
pamannya dari Mesir.
Setelah perjalanan selama 7 hari 7 malam, ia sampai di sebuah pondok bernama
Pondok Madani, yang dikepalai oleh seorang motivator handal yaitu Kiai Rais. Biarpun
masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok. Namun, berkat
banyaknya pengalaman yang merupakan motivasi di mata Alif, ia berhasil menyelesaikan
perguruannya di Pondok Madani, walau tanpa seorang teman yaitu Baso harus pulang karena
nenek yang merupakan satu-satunya keluarganya sakit keras. Setelah lulus dari Pondok
Madani, Alif merantau ke Amerika.

Kelebihan novel ini adalah mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang
hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar ilmu agama, ternyata juga
belajar ilmu umum seperti bahasa Inggris, Arab, kesenian dll. Pelajaran yang dapat dipetik
adalah jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi apapun itu, karena Allah Maha
mendengar doa dari umat-Nya. Kelebihan lainnya adalah pembaca tidak akan bosan
membaca kehidupan di pondok karena penulis rupaya menggunakan alur campuran. Ia
memulai cerita dengan mengambil setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke
dalam ingatan-ingatan Alif akan kehidupannya dulu di Pondok Madani. Setelah cukup
panjang menceritakan tentang pondok, ia mulai beralih lagi ke kehidupan Alif masa sekarang.
Sayangnya penulis kurang mampu memperlihatkan dinamika dalam cerita. Klimaks
cerita kurang menonjol sehingga para pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah
selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin
disebabkan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin
melebih-lebihkannya.

Setelah membaca novel Negeri 5 Menara ini, timbul rasa untuk lebih memperdalam
ilmu, baik agama maupun umum. Dari uraian yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa, apa yang kita pikirkan belum tentu akan baik di masa yang akan datang karena Allah
telah mengatur takdir kita. Semangat akan semua hal itu tumbuh dari dalam diri setiap orang
sejak ia melewati masa pubertas. Motivasi bisa datang dari mana saja dan kita harus
mengambil sisi positifnya agar terus termotivasi.

Anda mungkin juga menyukai