Anda di halaman 1dari 11

PROSEDUR DASAR

PELAYANAN
KONSELING
(PERTEMUAN 3)
A. Arah, Etika, dan Prosedur Dasar
Seluruh unsur dan keempat kompetensi dasar konselor
sebagai pendidik profesional (kompetensi pedagogis,
kepribadian, sosial dan profesional) itu, menyatu, bersinergi
dan berkimiawi dalam diri konselor, yang kemudian
terimplementasikan dalam kegiatan nyata pelayanan konseling
profesional terhadap subjek sasaran pelayanan dengan OPS
(Objek Praktik Spesifik), terarah pada pengembangan KES dan/
atau penanganan KES-T. Penyatuan seperti itu merupakan
energi konselor yang menjamin kesuksesan pelayanan profesi
konseling (Prayitno, 2007; Prayitno & Afriva, 2011; Prayitno,
2015; Prayitno, dkk, 2015).
Praktik pelayanan profesi konseling sepenuhnya
mengadopsi upaya pendidikan dengan wujud
terlaksananya suasana belajar dan proses
pembelajaran berlandaskan pada arah, etika dan
prosedur dasar konseling yang telah dibelajarakan
secara intensif pada program Bimbingan dan
Konseling. Untuk setiap kali pelayanan konseling hal-
hal yang bersifat mendasar itu diimplementasikan.
1. Arah Dasar Kegiatan Pelayanan Konseling
Arah dasar kegiatan pelayanan profesi konseling disimpulkan
sebagai berikut:
a. Upaya konseling bertujuan mengembangkan KES (Kesehatan
efektif sehari-hari) dan menangani KES-T (kehidupan afektif
sehari-hari yang terganggu), dengan fokus kemandirian pribadi
dan pengendalian diri
b. Upaya konseling terarah pada pembelajaran klien agar klien
belajar dalam dimensi dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dari tidak biasa
menjadi biasa, dan dari tidak bersyukur menjadi bersyukur serta
tidak ikhlas menjadi bersyukur dan ikhlas
c. Konselor tidak pernah memihak, kecuali pada kebenaran
d. Konselor tidak bekerja dengan acuan sanksi ataupun hukuman
e. Konselor memegang teguh rahasia klien.
1. Prosedur Dasar
Prosedur dasar praktik pelayanan konseling disimpulkan sebagai lima-an/in; yaitu
pengantaran (introduction), penjajakan (investigation), penafsiran (interpretation),
pembinaan (intervention), penilaian (inspection). Berikut adalah uraian singkatnya.
a. Pengantaran, kegiatan awal untuk membangun suasana rapport sehingga klien
memasuki proses konseling dengan rasa nyaman, aman, dinamis, positif, dan sukarela
dalam membahas permasalahan atau topik yang dikemukakan, melalui penjelasan
tentang tujuan, prinsip dan asas konseling. Dalam pengantaran ini konselor
memastikan sehingga klien/konseli menjadi yakin bahwa dirinya (diri mereka) memiliki
potensi yang perlu dan bisa dikembangkan. Tugas konselor adalah membantu
pengembangan potensi tersebut. Di samping itu konselor juga memberikan contoh
konkrit bahwa pada klien/konseli ada sesuatu yang positif.
b. Penjajakan, kegiatan untuk mengungkapkan kondisi diri klien (perasaannya,
pikirannya, keinginannya, dalam suasana kekinian, baik secara umum maupun dalam
kaitannya dengan suatu permasalahan atau topik yang dibahas.
c. Penafsiran, kegiatan untuk memahami dan mendalami lebih jauh atas berbagai
hal yang ditampilkan dalam penyajian melalui proses klien berfikir, merasa,
bersikap, kemungkinan bertindak, dan bertanggung jawab (BMB3) secara
positif. Kegiatan ini dapat terarah pada (hasil) analisis diagnosis dan prognosis
terhadap kondisi yang perlu diperbaiki.
d. Pembinaan, kegiatan yang menunjang terbangunnya KES dan/atau terisinya
KES-T, berdasarkan hasil analisis diagnosis dan prognosis terarah pada
dipahaminya/dikuasainya oleh klien tindakan nyata dengan acuan yang tepat,
kompetensi yang memadai, usaha yang efektif, perasaan yang positif dan tekad
yang sungguh-sungguh (AKURS) untuk melaksanakan pasca konseling.
e. Penilaian, kegiatan untuk mengetahui hasil yang dicapai klien melalui
dilaksanakannya penilaian segera (laiseg) di saat-saat akhir proses konseling,
penilaian jangka pendek (laijapen) untuk menilai hasil pelaksanaan awal setelah
proses konseling (pasca konseling) yang diikuti oleh tindak lanjut, dan penilaian
jangka panjang (laijapang) untuk masa yang lebih panjang sesudah
pelaksanaan lebih lanjut pelayanan.
Ada empat etika penting yang perlu dipahami, antara lain:

1. Profesional Responsibility.
Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung
jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Responding fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk memberi
perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.
b. Terminating appropriately. Kita harus bisa melakukan terminasi
(menghentikan proses konseling) secara tepat.
c. Evaluating the relationship. Relasi antara konselor dan klien haruslah relasi
yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal.
d. Counselor’s responsibility to themselves. Konselor harus dapat
membangun kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia sehat secara
spiritual, emosional dan fisik.
2. Confidentiality.
Konselor harus menjaga kerahasiaan klien. Ada
beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini,
yaitu yang dinamakan previleged communication.
Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa
untuk membuka percakapannya dengan klien, namun
untuk kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan, hal
seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu
sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang
absolute.
3 Conveying Relevant Information to The Person In Counseling.
Maksudnya klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang
akan mereka jalani. Informasi tersebut adalah:
a. Counselor qualifications ; konselor harus memberikan informasi tentang
kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
b. Counseling consequences ; konselor harus memberikan informasi tentang hasil
yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling
c. Time involved in counseling ; konselor harus memberikan informasi kepada
klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh klien. Konselor
harus bisa memprediksikan setiap kasus membutuhkan berapa kali pertemuan.
Misalnya konselor dan klien bertemu seminggu sekali selama 15 kali, kemudian
sebulan sekali, dan setahun sekali.
d. Alternative to counseling ; konselor harus memberikan informasi kepada klien
bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk sembuh
4. The Counselor Influence.
Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga
ada beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi
proses konseling dan mengurangi efektifitas konseling. Hal-hal tersebut
adalah :
a. The counselor needs : kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang konselor perlu
dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu efektifitas konseling.
b. Authority : pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu diwaspadai
karena akan mempengaruhi proses konseling jika kliennya juga figur otoritas.
c. Sexuality : konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum
terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan klien, terjadinya bias dalam
konseling, dan resistance atau negative transference.
d. The counselor `s moral and religius values : nilai moral dan religius yang
dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor terhadap klien yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang.
Barokallahu
Fiikum

Anda mungkin juga menyukai