Anda di halaman 1dari 14

Nama : Syhinta Bela

NIM : 22006111
Departemen : Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Dr. Yeni Karneli, M.Pd., Kons.
Azmatul Khairiah Sari, M.Pd.
Rahmi Dwi Febriani, M.Pd.
Frischa Meivilona, M.Pd. Kons.
Tugas Ke : Tugas 1
TAHAP DAN TEKNIK KONSELING
A. Tahap-tahap Konseling
Proses pelaksanaan konseling mulai dari kegiatan paling awal sampai kegiatan
akhir, terentang dalam lima tahap, yaitu tahap (a) pengantaran (introduction), (b)
tahap penjajakan (invesgation), (c) tahap penafsiran (interpretation), (d) tahap
pembinaan (intervention), (e) tahap penilaian (inspection). Dalam keseluruhan
proses layanan konseling perorangan, konselor harus menyadari posisi dan peran
yang sedang dilakukannya.
1. Tahap Pengantaran (introduction).
Tahap pengantaran merupakan tahap mengantarkan klien memasuki
kegiatan konseling dengan segenap pengertian konseling, tujuan konseling,
serta asas dalam melaksanakan konseling. Dalam tahap pengantaran
diperlukan suasana kegiatan yang hangat, permisif, tidak pernah menyalahkan
klien (KTPS) serta keterampilan konselor dalam menstruktur pemikiran klien
untuk masuk ke dalam suasana konseling. Apabila konselor bisa
mengantarkan klien untuk masuk suasana proses konseling, maka kegiatan ini
merupakan proses awal yang efektif, sehingga klien termotivasi untuk
menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih baik.
2. Tahap Penjajakan (investigation)
Tahap penjajakan merupakan kegiatan eksplorasi, tahap menjelajahi
atau menjajaki permasalahan yang dialami klien serta menemukan akar
masalah klien. Sasaran dari penjajakan adalah hal-hal yang dikemukakan
klien dan hal- hal lain yang perlu dipahami konselor tentang diri klien. Sasaran
yang perlu dijajaki berada dalam lingkup masidu, likuladu, dan pancadaya.
Lingkup masidu yang perlu dijelajahi antara lain rasa aman klien, kompetensi,
aspirasi, semangat dan penggunaan kesempatan. Lingkup likuladu yang perlu
dijelajahi antara lain gizi, Pendidikan, sikap dan perlakuan orang lain, budaya
serta kondisi incidental. Lingkup pancadaya yang perlu dijelajahi antara lain
ketaqwaan yang terputus, daya cipta yang lemah, daya rasa yang tumpul, daya
karsa yang mandeg, serta daya karya yang mandul. Jadi, dapat disimpulkan
pada tahap ini konselor perlu menjajaki masalah yang ada dalam diri kilen dan
masalah di luar diri klien yang menjadikan perasaan dan pikiran klien tidak
nyaman dan bermasalah.
3. Tahap Penafsiran (interpretation)
Pada tahap ini konselor mengartikan, merangkum dan mengkaitkan
serta melihat berbagai aspek yang diceritakan klien yang menjadi sumber
permasalahan klien. Apa yang terungkap melalui penjajakan merupakan
merupakan sesuatu yang penuh arti, yang mengandung arti tertentu (Gatra)
yang perlu diartikan oleh konselor. Dalam rangka penafsiran upaya diagnosis
dan prognosis dapat memberi manfaat yang berarti.
4. Tahap Pembinaan (intervention)
Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada pengentasan
masalah dan pengembangan diri klien. Dalam tahap ini disepakati strategi dan
intervensi yang dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi
terutama ditentukan oleh sifat masalah, gaya dan teori yang dianut konselor,
serta keinginan klien. Dalam langkah ini konselor dan klien mendiskusikan
alternatif pengentasan masalah dengan berbagai konsekuensinya, serta
menetapkan rencana tindakannya.
5. Tahap Penilaian (inspection)
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan
terentaskannya masalah klien. Ada tiga jenis penilaian yang perlu dilakukan
dalam konseling perorangan, yaitu penilaian segera, penilaian jangka pendek,
dan penilaian jangka panjang. Penilaian segera dilaksanakan pada setiap akhir
sesi layanan, sedang penilaian pasca layanan selama satu minggu sampai satu
bulan, dan penilaian jangka panjang dilaksanakan setelah beberapa bulan.
Fokus penilaian segera diarahkan kepada diperolehnya informasi dan
pemahaman baru ( understanding ) , dicapaianya keringanan beban perasaan
(comfort), dan direncanakannya kegiatan pasca konseling dalam rangka
perwujudan upaya pengentasan masalah klien (action). Penilaian pasca
konseling, baik dalam jangka pendek (beberapa hari) maupun jangka panjang
mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klien secara
menyeluruh. Setiap penilaian, baik penilaian segera, jangka pendek, maupun
jangka panjang, perlu diikuti tindaklanjutnya demi keberhasilan klien lebih
jauh. Tindak lanjut itu dapat berupa pemeliharaan kondisi, konseling lanjutan,
penerapan teknik lain, atau berupa alih tangan kasus.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap
awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3)
tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan) (Candra,2022).
1. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan
sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini
beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya:
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).
Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada
terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling terutama azas
kesukarelaan, keterbukaan, kerahasiaan dan kegiatan.
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling
sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka
konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
c. Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi
atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang
mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi
klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi
masalah.
d. Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor
dengan klien, berisi:
1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang
diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan.
2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien.
3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya
peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling
dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
2. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling
selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini
terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif
dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
b. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-
sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
c. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa
terjadi jika:
1) Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara
konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengem-
bangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
2) Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik
konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang
jujur, ikhlas dan benarbenar peduli terhadap klien.
3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang
telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak
konselor maupun klien
3. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu;
a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil
proses konseling.
b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling
sebelumnya.
c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian
segera).
d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya.
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu: 1) Menurunnya
kecemasan klien 2) Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif,
sehat dan dinamis 3) Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang
dihadapinya 4) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan
program yang jelas.
B. Teknik Umum dan Teknik Khusus dalam Konseling
Menurut Prayitno (dalam Fadoli & Karneli, 2021) , teknik-teknik konseling
yang secara langsung diterapkan terhadap klien, antara lain:
1. Konseling Direktif (Directive Conseling)
Pendekatan ini dipelopori oleh E.G Williamson dan J.G Darley yang
berasumsi dasa bahwa klien tidak mampu mengatasi sendiri masalah yang
dihadapinya. Karena itu, klien membutuhkan bantuan dari orang lain, yaitu
konselor. Klien bersifat menerima perlakuan dan keputusan yang dibuat
konselor.
2. Konseling Non Direktif (Non-Directive Counseling)
Konseling non-direktif sering disebut juga “Clien Centered Therapy”.
Konseling non-direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang
berpuasat pada klien. Klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan,
perasaan dan pikiran-pikirannya secara bebas. Pendekatan ini berasumsi dasar
bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki
potensi dan mampu mengatasi maslahnya sendiri.
3. Konseling Eklektif (elective Counseling)
Konseling elektif merupakan penggabungan direktif dan konseling non-
direktif. Didasari pada kenyataan praktek konseling menunjukkan bahwa
tidak semua masalah dapat dientaskan secara baik hanya dengan satu
pendekatan atau teori saja
1. Teknik Umum meliputi:
Teknik umum merupakan teknik konseling yang sering digunakan
dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang
harus dikuasai oleh konselor (Suparwan, 2015). Adapun teknik umum
meliputi:
a. Penerimaan terhadap klien
b. Sikap dan jarak duduk
c. Kontak Mata
d. Tiga M (mendengar dengan baik, memahami secara tepat, serta merespon
secara tepat dan positif)
e. Empati
f. Kontak psikologis
g. Penstruturan
h. Ajakan untuk berbicara
i. Dorongan minimal
j. Pertanyaan terbuka
k. Refleksi; isi dan perasaan
l. Keruntutan
m. Penyimpulan
n. Penafsiran
o. Konfrontasi
p. Ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain
q. Peneguhan Hasrat
r. “Penfrustrasian” klien
s. Strategi “tidak memaafkan” klien
t. Suasana diam
u. Transferensi dan kontra-transferensi
v. Teknik eksperimensial
w. Interpretasi dan pengalaman masa lalu
x. Asosiasi bebas
y. Sentuhan jasmaniah
Menurut Suparwan (2015) teknik-tekning konseling diantaranya terdiri dari:
a. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang
mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Attending
merupakan keterampilan yang digunakan konselor untuk memusatkan
perhatiannya kepada klien agar klien merasa dihargai, klien bebas dalam
mengekspresikan tentang apa saja yang ada didalam pikirannya, perasaan
ataupun tingkah lakunya (Mappiare, 2006). Contoh perilaku attending yang
baik sebagai berikut:
1) Kepala: melakukan anggukan jika setuju
2) Ekspresi wajah: tenang, ceria, senyum
3) Posisi tubuh: agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan
klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
4) Tangan: variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah,
menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk
menekankan ucapan.
5) Mendengarkan: aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga
selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah
pada lawan bicara.
b. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan
klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang
klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku
attending mustahil terbentuk empati. Empati terbagi menjadi dua bagian,
yaitu (Willis, 2019):
1) Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami
perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat
terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer: “Saya dapat
merasakan bagaimana perasaan Anda”. “Saya dapat memahami
pikiran Anda”. “Saya mengerti keinginan Anda”.
2) Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor
terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih
mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan
tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan
terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan,
pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan
empati tingkat tinggi, “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan,
dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
c. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien
tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi,
yaitu:
1) Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat
memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “Tampaknya yang Anda
katakan adalah ….”.
2) Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan
pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan
non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakan…”.
3) Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-
pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal
dan non verbal klien. Contoh: “Tampaknya yang Anda katakan
suatu…”
d. Eksplorasi
Eksplorasi adalah suatu keterampilan konselor untuk menggali
perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting, karena
kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya terus terang (Namora, 2011) Dengan teknik
ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan
dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam
teknik eksplorasi, yaitu:
1) Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien
yang tersimpan. Contoh: “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan
bingung yang dimaksudkan ….”
2) Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan
pendapat klien. Contoh: “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih
lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
3) Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk
menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh: “Saya terkesan
dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap
pendidikan Anda”
e. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan
kembali esensi atau inti ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan
utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya
ditandai dengan kalimat awal: adakah atau nampaknya, dan mengamati
respons klien terhadap konselor. Tujuan paraphrasing adalah: (1) untuk
mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan
berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan
apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah
wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor
tentang apa yang dikemukakan klien. Contoh dialog:
Klien: “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak
mengambilnya.
Saya tidak tahu mengapa demikian?”
Konselor: “Tampaknya Anda masih ragu”
f. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau
berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat
digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang
diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa
sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak
tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata
tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah. Contoh: “Apakah Anda
merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”.
g. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan
terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup,
yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata
singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk: (1) mengumpulkan informasi;
(2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan
pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh. Contoh dialog:
Klien: “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar
kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”.
Klien: “Empat”
Konselor: “Sekarang berapa?”
Klien: “Sebelas”
h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan
langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien.
Misalnya dengan menggunakan ungkapan: oh…, ya…., lalu…,
terus….dan…Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan
dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini
diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan
pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada
pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien. Contoh
dialog:
Klien: “Saya putus asa… dan saya nyaris… “ (klien menghentikan
pembicaraan)
Konselor: “ya…”
Klien : “nekad bunuh diri”
Konselor: “lalu…”
i. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien
dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor,
dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti
dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut. Contoh,
Klien: “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian
membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik
saya banyak dan amat membutuhkan biaya”.
Konselor: “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak
bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda.
Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia
Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun
mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan
meninggalkan SMA”.
j. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan
sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor
atau menghayalkan sesuatu. Contoh dialog:
Klien: “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi
menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit”.
Konselor: “Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan
kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda”.
k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga
arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah
untuk: (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas
balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan
hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4)
mempertajam fokus pada wawancara konseling.
2. Teknik Khusus meliputi:
Dalam keelektikan proses layanan Konseling Individual, teknik khusus
digunakan untuk membina kemampuan tertentu pada diri klien. Kemampuan
ini terlebihlebih lagi terarah kepada tuntutan yang harus dipenuhi dalam
kehidupan sehari-hari (effective daily living). Teknik khusus itu adalah:
a. Pemberian informasi
b. Pemberian contoh
c. Pemberian contoh pribadi
d. Perumusan tujuan
e. Latihan penenangan
f. Kesadaran tubuh
g. Disensitisasi dan sensitisasi
h. Kursi kosong
i. Permainan peran dan permainan dialog
j. Latihan keluguan
k. Latihan seksual
l. Latihan transaksional
m. Analisis gaya hidup
n. Kontrak
o. Pemberian nasihat
Adapun perbedaan teknik umum dan teknik khusus yaitu: teknik umum dapat
digunakan dalam pelayanan Konseling Individual untuk semua masalah. Semetara
itu teknik khusus hanya digunakan untuk masalah-masalah tertentu saja untuk
mencapai tujuan spesifik tertentu yang perlu dikuasai klien dalam pengentasan
masalahnya (Candra, 2022).
Daftar Pustaka

Andi Mappiare. (2006). Kamus Itilah Konseling & Terapi. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.

Candra, I. A. (2022). Layanan Individual Untuk Meningkatkan Disiplin Peserta Didik


Pada Semester Genap Smp Negeri 1 Payakumbuh Tahun Pelajaran 2017/2018.
Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling, 7(1).

Fadoli, R. S., & Karneli, Y. (2021). Pelaksanaan Layanan Konseling Individu


Terhapap Siswa Di Sman 3 Batusangkar. Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 6(2), 172-177.
Namora lumongga lubis. (2011). memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan
praktek. Jakarta: kencana prenada media group.

Suparwan, S. (2015). Peranan Bimbingan Dan Konseling Dalam Pendidikan Islam.


At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah, 3(1), 71-86.

Willis, S. (2019). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai