Anda di halaman 1dari 6

Teknik-teknik Konseling

A. Definisi Teknik Acceptance (Penerimaan)

Supriyo dan Mulawarman (2006:23) mengungkapkan bahwa acceptance (penerimaan) dalah


teknik yang digunakan konselor untuk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal - hal
yang dikemukakan klien.

Acceptance merupakan teknik yang digunakan konselor unluk menunjukkan minat dan
pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli. Acceptance atau penerimaan artinya
menerima apa adanya, menerima pribadi klien sebagai suatu keseluruhan.Sebaliknya
membenarkan (menyetujui) atau tidak menyetujui segi-segi kepribadian atau kelakuan seorang
klien, bukan merupakan bentuk penerimaan.

Tujuan dari teknik acceptence ini adalah:

a. Menunjukkan kedekatan daripada sikap dan menunjukkan tingkat keterbukaan dan


ketulusan hati konselor
b. Klien merasa dihargai dan diterima keberadaannya.

B. Respect

Rasa hormat dan saling menghargai (respect) merupakan hukum pertama dalam kita
berkomunikasi dengan orang lain. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap
saling menghargai dan menghormati, kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan
sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik secara individu maupun secara
keseluruhan sebagai sebuah tim.

C. Tahap Understanding

1. Mengakses perasaan dan reaksi fisik

2. Mengakses pikiran

3. Mengakses komunikasi dan tindakan

4. Tantangan, umpan-balik, dan pengungkapan diri

5. Memonitor, merangkum, dan keterampilan identifikasi.


D. Reassurance ( Penguatan )

Reassurance adalah ketrampilan atau teknik yang digunakan oleh konselor untuk
memberikan dukungan atau penguatan terhadap pernyataan positif klien agar ia menjadi lebih
yakin dan percaya diri.

Reassurance merupakan listening response, atau respon yang diungkapkan oleh konselor
pada saat klien berbicara atau bercerita. Melalui keterampilan ini, konselor mendukung apa yang
dikatakan oleh klien atau dengan bahasa lain konselor memberikan reinforcement (penguatan)
pada diri klien.

Ø Reassurance dibagi menjadi 3, yaitu :

(a) Prediction reassurance (penguatan prediksi)

Penguatan yang dilakukan konselor, ketika klien menyatakan bahwa ia akan melakukan
suatu rencana tindakan yang positif, maka konselor dapat mendukung pernyataan klien tersebut
atau memberikan suatu keyakinan bahwa ia bisa melakukan tindakan tersebut.

Contoh: “Bagus, saya yakin Anda sukses.”, “Anda pasti bisa”, “Itu rencana yang bagus sekali,
Anda pasti bisa melakukannya.”

(b) Postdiction reassurance (penguatan postdiksi)

Penguatan konselor terhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan klien dan tampak
hasilnya.

Contoh : “Tuh kan, buktinya Anda bisa melakukannya, Coba Anda lakukan sekali lagi. Anda pasti
bisa.”

Keterampilan ini memberikan penguatan pada diri klien saat ini, yang semula ragu atas
ketidakyakinan dirinya untuk mengulangi melakukan sesuatu hal, yang sebenarnya di masa lalu ia
pernah berhasil melakukannya.

(c) Factual reassurance (penguatan faktual)

Penguatan yang dipergunakan konselor untuk mengurangi beban penderitaan psikologis


(pengalama yang tidak menyenangkan) klien. Penguatan ini lebih bersifat menghibur klien
dengan tujuan agar beban yang dialami oleh klien menjadi berkurang dengan memberikan
dukungan factual bahwa apa yang dialami klien juga dapat dialami oleh orang lain dan merasakan
seperti apa yang anda rasakan saat ini.

Contoh: “Saya dapat memahami apa yang anda rasakan saat ini dan sebenarnya saya juga pernah
mengalami apa yang anda alami. Kuatkan diri anda, anda pasti bisa melaluinya.”

E. Menurut Carl Rogers (1961) yang dikuti dari Willis (2010) mengartikan empati sebagai
kemampuan merasakan dunia pribadi klien, merasakan apa yang dirasakan tanpa
kehilangan kesadaran diri. Untuk itu empati memiliki komponen sebagai berikut :
a. Positive regard/ Penghargaan positif
b. Respeck / rasa hormat
c. Warmth/ kehangatan
d. Concreteniss / kekonkritan
e. Immediacy/ kesiapan, kesegaran
f. Confrontation/konfrontasi
g. Congruence/ keaslian

Empati adalah sebuah kemampuan untuk melihat, memahami, dan merasakan sesuatu hal
yang terjadi pada diri orang lain dari sudut pandang orang lain tersebut; bukan dari sudut pandang
kita sendiri.

F. Untuk itu menurut Sofyan S. Willis. Refleksif merupakan keterampilan konselor untuk
memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan pikiran dan pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan terhadapn prilaku klien sebagai hasil pengamatan terhadap prilaku verbal
dan non verbalnya.

Dalam teknik refleksi seorang konselor dapat menggunakan beberapa materi atau beberapa
contoh latihan berikut ini. Namun untuk materi latihan sendiri konselor dapat menggunakan,
sebagai berikut :

a) Mengamati bahasa lisan klien

b) Mengamati perilaku non verbal


c) Setelah itu baru merefleksikan perasaan, pikiran, atau pengalaman klien dnegan bahsa
konselor sendiri. Namun tidak harus bersamaan antara pikiran, pengalaman, atau pun perasaan.

Nah, dengan demikian seorang konselor dapat lebih memudahkan untuk merefleksikan
pikiran, perasaan, dan pengalaman klien.

Refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada
ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan agar
hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya. Isi dari refleksi adalah memberikan
umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukakan konselee
kita ini baik maupun buruk.

Tahap-tahap Penerapan Teknik Client-Center

proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah);
(2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

A. Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan
klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan,
diantaranya :

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan


membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling,
terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin
dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu
memperjelas masalah klien.
c. Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai,
untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
d. Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi:
(1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan
klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan
tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian
kegiatan konseling.

B. Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah
memasuki tahap inti atau tahap kerja.

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah


dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah
yang sedang dialaminya.
b. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau
kembali permasalahan yang dihadapi klien.
c. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

Hal ini bisa terjadi jika :

a. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
b. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi
dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap
klien.
c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada
saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C. Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.


b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
e. Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2)
perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman
baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa
yang akan datang dengan program yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai