Anda di halaman 1dari 15

Perbaikan Tanah Longsor di Parongpong Akibat Hujan Deras dan Drainase

Yang Sempit

Penulis
Elvis Andreas Tasoin 1, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia
Immanuel Marchellino 2 Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Artikel ini membahas perbaikan tanah longsor di Parongpong yang disebabkan oleh
hujan deras dan drenase yang sempit. Parongpong, sebuah wilayah di Jawa Barat,
sering mengalami tanah longsor dalam beberapa tahun terakhir. Penyebabnya antara
lain adalah perubahan iklim dan intensitas hujan yang tinggi. Tanah yang jenuh air
akibat hujan deras menjadi tidak stabil dan rentan terhadap longsor. Drenase yang
sempit juga memperburuk situasi ini dengan menghambat aliran air. Dalam artikel ini,
dibahas upaya perbaikan yang telah dilakukan, termasuk peningkatan sistem drenase,
revegetasi, dan pembangunan terowongan drainase. Langkah-langkah ini diharapkan
dapat mengurangi risiko tanah longsor, melindungi infrastruktur dan masyarakat
setempat, serta memperbaiki aksesibilitas di wilayah Parongpong. Melalui artikel ini,
diharapkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya perbaikan tanah longsor dapat
meningkat, serta memberikan panduan bagi upaya perbaikan di daerah yang serupa.

Kata kunci: Parongpong Jawa Barat, perbaikan tanah longsor, drainase

ABSTRACT

This article examines the repair of landslides in Parongpong caused by heavy rains
and narrow drainage. Parongpong, an area in West Java, has experienced frequent
landslides in recent years. The reasons include climate change and high rainfall
intensity. Soil that is saturated with water due to heavy rains becomes unstable and
prone to landslides. Narrow drains also exacerbate this situation by impeding the
flow of water. This article discusses the improvement efforts that have been made,
including the improvement of the drainage system, revegetation, and construction of
drainage tunnels. These steps are expected to reduce the risk of landslides, protect
local infrastructure and communities, and improve accessibility in the Parongpong
area. Through this article, it is hoped that understanding and awareness of the
importance of landslide repairs can increase, as well as provide guidance for
improvement efforts in similar areas.

Keywords: Parongpong West Java, repair of landslides, drainage


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Situasi yang terjadi di wilayah Parongpong, Jawa Barat. Dalam beberapa tahun
terakhir, daerah tersebut mengalami tanah longsor yang sering terjadi akibat hujan
deras dan drenase yang sempit. Fenomena perubahan iklim dan intensitas hujan yang
meningkat menjadi faktor utama yang memicu tanah longsor di daerah ini. Curah
hujan yang tinggi dalam waktu yang singkat menyebabkan tanah menjadi jenuh air,
kehilangan daya dukung dan meningkatkan risiko longsor. Selain itu, drenase yang
sempit tidak mampu menampung dan mengalirkan air dengan efisien, sehingga air
tergenang dan memperburuk stabilitas tanah. Dalam konteks ini, artikel ini bertujuan
untuk membahas upaya perbaikan yang telah dilakukan di Parongpong guna
mengatasi masalah tanah longsor tersebut. Dalam latar belakang artikel dapat
dijabarkan mengenai tingkat kerentanan daerah Parongpong terhadap tanah longsor,
dampak yang ditimbulkan baik secara fisik maupun ekonomi, serta perlunya tindakan
perbaikan untuk melindungi masyarakat setempat dan infrastruktur yang terancam.
Selain itu, latar belakang artikel ini juga dapat menguraikan pentingnya perhatian
terhadap perubahan iklim dan perlunya peningkatan infrastruktur, khususnya drenase
yang memadai, guna mengurangi risiko tanah longsor di masa depan. Dengan
memberikan latar belakang yang kuat dan informatif, artikel ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang konteks masalah dan urgensi tindakan perbaikan.
Hal ini akan memperkuat pembacaan artikel dan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya mengatasi masalah tanah longsor di Parongpong serta implikasinya dalam
konteks lingkungan yang lebih luas

1.2 Penelitian terdahulu


Penelitian ini mungkin telah melakukan analisis risiko terhadap tanah longsor di
Parongpong, termasuk faktor-faktor penyebabnya, tingkat kerentanan wilayah
tersebut, serta dampaknya terhadap infrastruktur dan masyarakat setempat. Hasil
penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang situasi tanah
longsor di Parongpong.

1.3 Perbedaan dengan penelitian anda


Dalam penelitian ini kami memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat
dari penelitian sebelumnya, serta lebih menekankan pada drainase di parongpong.

1.4 Kebaruan penelitian


Penelitian yang sekarang lebih tertuju pada permasalahan drainase yang sempit
dan ada beberapa wilayah di parongpong yang tidak terdapat drainase

Drainase adalah sistem atau infrastruktur yang dirancang untuk mengatur aliran air
permukaan atau air limbah dari suatu wilayah atau area tertentu. Sistem drainase
bertujuan untuk mengumpulkan, mengarahkan, dan mengalirkan air secara efisien,
sehingga mencegah genangan air dan potensi kerusakan yang disebabkan oleh air
yang tidak terkendali. Sistem drainase terdiri dari berbagai komponen, termasuk
saluran drainase (seperti selokan atau parit), saluran pembuangan utama, sumur
resapan, pipa drainase, dan perangkap air. Infrastruktur drainase biasanya dibangun
dengan mempertimbangkan kemiringan lahan, curah hujan, kepadatan populasi, dan
tata ruang wilayah tertentu.
Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi kinerja dan efektivitas sistem drenase
yang ada di Parongpong dalam mengatasi hujan deras dan mencegah tanah longsor.
Tujuan ini mencakup penilaian terhadap kapasitas, kecukupan, dan keandalan sistem
drenase yang ada.
METODE PENELITIAN

2.1 Metode Penelitian


Penelitian dilakukan dengan survei ke lokasi untuk melakukan pengumpulan data
seperti lokasi lokasi tertentu yang rawan longsor serta tidak memiliki drainase yang
sempit

2.2 Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Kawasaan Parongpong, Jawa Barat di daerah
perbukitan dan daerah yang sempit drainase

2.3 Prosedur Peneltian


Prosedur penelitian yang dapat dilakukan untuk studi mengenai "Perbaikan Tanah
Longsor di Parongpong Akibat Hujan Deras dan Drenase Yang Sempit" dapat
meliputi langkah-langkah berikut:

1. Studi literatur: Tinjauan literatur yang komprehensif mengenai tanah longsor,


hujan deras, drenase, dan upaya perbaikan yang telah dilakukan di daerah-
daerah serupa.

2. Identifikasi area studi: Wilayah Parongpong yang menjadi fokus penelitian.


Identifikasi area studi dapat dilakukan berdasarkan analisis kerentanan
terhadap tanah longsor, data sejarah kejadian longsor, atau data kerusakan
yang terjadi akibat tanah longsor.

3. Survei lapangan: Survei lapangan untuk memetakan dan mengidentifikasi area


rawan tanah longsor.

4. Pengumpulan data: Mengumpulkan data yang relevan, seperti data curah


hujan, data hidrologi, data geoteknik tanah, data topografi, dan data drainase
yang ada di area studi.

5. Analisis data: Analisis terhadap data yang telah dikumpulkan.

6. Pemodelan numerik: Gunakan perangkat lunak pemodelan numerik untuk


memodelkan kondisi lereng dan simulasi tanah longsor.

7. Perancangan perbaikan: Berdasarkan temuan dan analisis yang telah


dilakukan, rancang strategi perbaikan yang sesuai untuk mengatasi masalah
tanah longsor di Parongpong.

8. Implementasi dan evaluasi: Terapkan strategi perbaikan yang telah dirancang


dan monitor secara berkala untuk mengevaluasi efektivitasnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Definisi Tanah Longsor


Salah satu jenis bencana di Indonesia yang berpotensi merusak lingkungan,
merugikan harga benda dan menimbulkan korban jiwa adalah bencana longsor. Tanah
longsor (landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan di daerah tropis basah. Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya
ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat
terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang
ada disekitarnya membentuk masa yang lebih besar. Sedangkan faktor eksternal yang
dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari berbagai sebab yang kompleks
seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena
masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran
air, ulah manusia seperti penggalian dan sebagainya.
Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang
besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke
bawah material pembentuk lereng berupa tanah, batu, timbunan buatan atau
campuran dari material lain. Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C
Hardiyatmo, 2006:15), karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat
dibagi menjadi lima macam antara lain :
 Jatuhan
 Robohan
 Longsoran
 Sebaran
 Aliran
3.2 Proses Terjadi nya Tanah Longsor
Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara umum ditandai dengan
munculnya retakan-retakan dilerang yang sejajar dengan arah tebing dan biasanya
terjadi setelah hujan, karena banyak muncul mata air baru secara tiba-tiba, tebing
menjadi rapuh, dan banyak kerikil yang mulai berjatuhan.
Dengan kondisi tersebut Kecamatan Parongpong menjadi rawan akan bencana
longsor. Menurut BPBD KBB tercatat dalam tahun 2019 terjadi 14 kejadian bencana
alam gerakan tanah longsor di Kecamatan Parongpong. Penelitian ini akan
mengidentifikasi sebaran daerah rawan bencana longsor di Kecamatan Parongpong
dan di zonasi pengendalian yang berada di kecamatan tersebut serta
mengklasifikasikan tingkatan bahaya tanah longsor.

3.3 Dampak dan Akibat Dari Tanah Longsor


Hal paling mengerikan dari tanah longsor yaitu jatuhnya korban jiwa baik
korban luka atau kematian. Tanah yang longsor secara tiba-tiba dapat menimpa
siapa saja yang ada di jalurnya. Terutama jika longsor terjadi di daerah
pemukiman warga. Tanah longsor menyebabkan kerusakan konstruksi
bangunan, jalur transportasi, bendungan, waduk, kanal, dan juga system
komunikasi. Longsor dalam skala besar merusak bangunan, gedung, jalan,
menara telekomunikasi, dan berbagai infrastruktur lainnya. Hal tersebut kerap
kali menutup jalan dan memutus sinyal komunikasi, menyebabkan daerah yang
terkenal longsor sulit dicapai.
Akses jalan menuju wilayah Lembang, Jawa Barat dari arah Kecamatan
Parongpong dan Cimahi maupun sebaliknya tidak dapat dilalui kendaraan
karena terjadinya longsor dan untung nya tidak ada korban jiwa saat terjadinya
longsor. Hujan deras dan drainase yang sempit juga dapat mengakibatkan
terkikisnya tanah yang labil hingga akhirnya menghantam TPT dan tembok
rumah warga.
3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Longsor di Parongpong
Aspek hidrologi sangat diperlukan dalam pegendalian dan pengaturan tata air di
suatu wilayah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa daerah Bandung Barat memiliki
curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan yang tinggi ini tidak didukung oleh
kondisi tanah yang tidak mampu menjadi sumber serapan, sehingga air yang masuk
ke dalam tanah tidak tertahan dan mengerosi lapisan-lapisan tanah yang dilewatinya.
Selain itu, topografi yang berbukit dengan tingkat kemiringan yang tinggi juga
menjadi faktor penting yang mempengaruhi terjadinya longsor. Kondisi alam
parongpong yang dominan dengan daerah perbukitan yang cukup terjal juga sangat
bepengaruh terhadap terjadinya bencana longsor.

Gambar 1. Peta administrasi kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa


Barat yang terdiri dari 13 kecamatan.

3.1.1 Curah Hujan


Kecamatan Parongpong merupakan kecamatan yang berada pada Kawasan
Bandung Utara di Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan ini mempunyai kemiringan
lereng yang terjal atau >40% (RPIJM KBB) dan curah hujan 2000-3000 mm/tahun.
Sebagai salah satu parameter dalam menentukan wilayah yang memiliki tingkat rawan
longsor.

Gambar 2. Peta curah hujan Kabupaten Bandung Barat dengan curah hujan sedang
pada rentang 2000- 2500 mm/tahun (warna hijau), curah hujan tinggi pada rentang
2500-3000 mm/tahun (warna kuning) dan curah hujan sangat tinggi pada nilai di atas
3000 mm/tahun (warna merah).
3.1.2 Jenis Batuan
Sifat setiap batuan berbeda-beda hal ini bergan- tung pada asal-usul
terbentuknya batuan tersebut. Secara umum batuan dipengaruhi oleh tekstur,
struktur, kekar, kandungan mineral, cuaca, dan sedimentasi. Berdasarkan
pengklasifikasian Puslit- tanak, batuan pembentuk yang terdapat di lokasi
penelitian terdiri dari 3 jenis batuan yaitu batuan Vulkanik, Sedimen dan batuan
Aluvial. Secara geologi lokasi penelitian merupakan wilayah dengan struktur batuan
yang didominasi oleh batuan vulkanik di mana hal ini dipengaruhi oleh gunung-
gunung yang ada di parongpong seperti Gunung Tangkuban Perahu. Dengan
didominasi oleh batuan vulkanik dan sedimen hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan besar batuan sedimen yang berada di parongpong berasal dari hasil
erosi dan pelapukan batuan vulkanik pada wilayah tersebut.

Gambar 3. Peta jenis batuan Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari tiga jenis
batuan, yaitu batuan aluvial (warna merah), batuan sedimen (warna jingga) dan
batuan vulkanik (warna hijau)

3.1.3 Jenis Tanah


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis tanah di Kabupaten Bandung
Barat terdiri dari tanah Aluvial, Asosiasi Latosol Coklat Kekuningan, Regosol,
Andosol, Podsolik dan Latosol Coklat. Mengacu pada klasifikasi Puslittanak
berdasarkan kepekaan terhadap erosi. Parongpong memiliki jenis tanah andolos dan
latosol, maka jenis tanah di lokasi penelitian terbagi menjadi kelas Sangat Peka
Erosi/Permeabilitas sangat Lambat (Regosol), Peka Erosi/Permeabilitas Lambat
(Podsolik, dan Andosol), Agak Peka Erosi/Permeabilitas Cepat (Latosol), dan Tidak
Peka Erosi/ Permeabilitas Sangat Cepat (Aluvial dan Lempung).
Gambar 4. Peta jenis tanah Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari tanah aluvial,
asosiasi latosol coklat kekuningan, latosol coklat, andosol, podsolik dan regosol.

3.1.4 Kemiringan Lahan


Kemiringan Lahan di lokasi penelitian bervariasi mulai dari datar sampai curam.
Berdasarkan hasil klasifikasi maka daerah penelitian memiliki kemiringan lereng
antara lain >45%, 30-45%, 15-30% dan 8-15% (Gambar 7). Sebelumnya diketahui
bahwa kemiringan lahan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu longsor
Semakin tinggi tingkat kemiringan lereng, maka potensi terjadinya longsor juga akan
semakin besar. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa sebanyak 9 kecamatan yang
memiliki kemiringan lereng 15-30%, 2 kecamatan memiliki kemiringan lereng antara
8-15% 11 kecamatan memiliki kemiringan 30-45%, dan 4 kecamatan memiliki
kemiringan lereng >45%. Secara keseluruhan daerah penelitian memiliki kemiringan
dengan kisaran 30-45% yang merupakan daerah perbukitan.

Gambar 5. Peta kemiringan lereng Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari
tingkat kemiringan 8-15% (warna biru muda), kemiringan 15-30% (warna hijau),
kemiringan 30-45% (warna kuning) dan kemiringan di atas 45% (warna merah)

3.5 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi perbaikan tanah longsor di
Parongpong yang disebabkan oleh hujan deras dan drainase yang sempit. Berbagai
metode perbaikan dilakukan untuk mengurangi risiko longsor dan meningkatkan daya
dukung tanah di daerah tersebut.
Selama penelitian, dilakukan survei terhadap kondisi geologi dan topografi di
sekitar area longsor. Data hujan dan curah hujan juga dikumpulkan untuk memahami
hubungannya dengan terjadinya longsor. Selain itu, analisis drainase dilakukan untuk
mengevaluasi sistem drainase yang ada.
Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa tanah longsor di Parongpong terutama
disebabkan oleh hujan deras yang mengakibatkan peningkatan beban air di dalam
tanah. Drainase yang sempit menyebabkan air tidak dapat keluar dengan cepat,
sehingga meningkatkan tekanan air dalam tanah dan merusak stabilitas lereng.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis spasial
overlay, clip dan query dimana setiap parameter diberi skor masing-masing dan
kemudian dilakukan pembobotan. Dari hasil pembobotan ini kemudian diperoleh
tingkat kerawanan bencana tanah longsor pada daerah penelitian. Adapun parameter
yang digunakan, yaitu Peta Penggunaan Lahan, Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan
Lereng, Peta Curah Hujan dan Peta Jenis Batuan. Dari hasil penelitian ini ditemukan
bahwa tingkatan rawan sangat rendah terdapat di 2 desa, tingkatan rawan rendah di 3
desa, tingkatan rawan sedang di 1 desa dan tingkatan rawan tinggi di 1desa.
Berdasarkan data yang dihimpun BPBD, longsor juga terjadi karena intensitas
tinggi yang mengakibatkan air dari drainase meluap ke permukiman warga.
Longsor terjadi karena pembangunan proyek perumahan Amartha Hills yang berada
tepat di atas permukiman warga. Hal ini diperkuat dengan material lumpur yang
terbawa arus air masuk kedalam rumah warga. Berdasarkan pantauan, di sekitar
pembangunan perumahan, tidak adanya tembok penahan tanah yang kokoh, hanya
terpasang tumpukan karung dan bambu yang dijadikan penahan tanah sementara.

3.5 Pembahasan Penelitian


Untuk memperbaiki tanah longsor di Parongpong, beberapa langkah perbaikan
dapat diusulkan. Pertama, perlu dilakukan perbaikan sistem drainase. Drainase yang
lebih baik akan membantu mengurangi tekanan air dalam tanah dan mencegah
terjadinya longsor.
Peningkatan saluran drainase, pembersihan saluran yang tersumbat, dan
penggunaan material drainase yang lebih efisien adalah beberapa langkah yang dapat
diambil. Selain itu, penggunaan teknik penguatan lereng juga bisa dipertimbangkan.
Misalnya, pemasangan tiang pancang vertikal atau dinding penahan tanah di lereng
yang rentan longsor dapat meningkatkan stabilitas lereng dan mencegah gerakan
tanah yang tidak diinginkan. Penting juga untuk meningkatkan pemantauan curah
hujan dan kondisi tanah di daerah tersebut. Dengan memasang stasiun pemantauan
curah hujan dan memonitor tingkat kelembaban tanah secara teratur, risiko longsor
dapat dideteksi lebih awal dan tindakan pencegahan yang tepat dapat diambil. Selama
melakukan perbaikan, penting untuk melibatkan para pemangku kepentingan terkait,
seperti pemerintah setempat, ahli geoteknik, dan masyarakat setempat. Kolaborasi
yang kuat akan membantu dalam merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah
perbaikan yang efektif.
Lokasi penelitian pemetaan daerah rawan bencana longsor ini dilakukan di
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bahan dan alat dalam penelitian ini adalah
data curah hujan daerah Bandung Barat, data DEM SRTM, peta jenis tanah, peta
geologi, peta penggunaan lahan dan data-data pendukung lainnya. Data-data ini
kemudian diinput secara digital melalui perangkat komputer dengan menggunakan
software ArcGIS v10.3. Data output yang didapat kemudian digunakan sebagai
parameter untuk menentukan dan menganalisis daerah rawan bencana longsor di
Kabupaten Bandung Barat. Analisis kerawanan tanah longsor dilakukan dengan me-
lakukan skoring pada parameter yang digunakan, kemudian setelah parameter selesai
dilakukan pembobotan pada setiap parameter dengan menggunakan teknik overlay
menggunakan software ArcGIS v10.3. Parameter yang digunakan merupakan peta-
peta tematik yaitu peta curah hujan, peta geologi, peta tutupan lahan, peta kemiringan
lereng dan peta jenis tanah. Setiap parameter ini diklasifikasikan dengan skor tertentu
yang kemudian dikali dengan bobotnya berdasarkan model pendugaan Puslittanak.
Model pendugaan untuk menganalisis kerawanan tanah longsor mengacu pada
penelitian Puslittanak tahun 2004 dengan formula:

Hasil dari klasifikasi setiap peta yang dibuat yaitu berupa tabel dengan masing-
masing bobot dan skor yang akan ditampilkan pada tabel-tabel di bawah ini :
3.6 Pencegahan Tanah Longsor

Untuk menghindari dari tanah longsor, kita wajib mengetahui cara dan upaya yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya tanah longsor. Memang kita sebagai
manusia tidak bisa menghentikan terjadinya bencana secara 100 persen, namun
setidaknya dengan melakukan upaya preventif sejak dini akan mengurangi resiko dan
dampak yang akan ditimbulkan. 

Berikut adalah cara atau upaya yang bisa kita lakukan dengan berbagai cara mencegah
tanah longsor :

1. Memastikan sistem drainase bekerja dengan baik


Air merupakan penyebab utama dari tanah longsor, sehingga cara mencegah
tanah longsor yang pertama adalah memastikan efektivitas drainase. Di daerah
rawan longsor, air dijauhkan dengan memasang drainase berupa pipa saluran
pembuangan. Tanpa drainase yang baik, air permukaan akan menggenang dan
membuat tanah menjadi lembek.

2. Hindari mendirikan bangunan di tebing atau sekitar sungai


Membangun properti di area tebing memang terdengar menarik karena
pemandangannya bagus. Namun, kondisi ini menyebabkan beban tanah
bertambah. Sebagai akibatnya, stabilitas tanah menurun dan semakin rawan
longsor. Begitu juga dengan kawasan sekitar sungai, di mana tanah telah
menanggung bobot air lebih banyak. Mendirikan bangunan malah akan
meningkatkan kandungan air dalam tanah.

3. Jangan Menebang Pohon Di Sekitar Lereng


Jika kita akan menebang pohon disekitar lereng tentunya tidak patut jika
melakukan penebangan pohon yang berada di area lereng atau tebing. Banyak
yang tidak mengetahui bahwa semakin banyaknya pohon maka semakin kuat
dan stabil suatu tanah, karena akar-akar dari pohon-pohon tersebut menyebar
dan saling bersinggungan sehingga bisa membantu tanah tidak mudah longsor
karena akan menjadi penahan tanah.

4. Membuat Terasering
Jika suatu lahan miring terpaksa digunakan untuk membuat sawah atau ladang
maka sebaiknya buatlah sistem bertingkat sehingga akan memperlambat run
off (aliran permukaan) ketika hujan. Jangan lupa atur drainase supaya tidak
ada air yang tergenang di lereng. Dengan demikian semakin jauh potensi
terjadinya tanah longsor.

5. Lakukan Upaya Preventif


Dengan cara mengecek apakah terdapat retakan pada tanah, jika ditemukan
maka segera tutup celah retakan itu dengan tanah lempung supaya tidak
banyak air masuk kedalam celah retakan tersebut. Selain itu dengan menjaga
kelestarian vegetasi di sekitar tebing juga menjadi salah satu upaya
pencegahan yang terbukti efektif.
6. Memberikan penyuluhan kepada Masyarakat
Terkait tanah longsor dan bahaya yang mengikutinya. Seringkali penyebab
rusaknya kawasan hutan sekitar lerang karena dilakukannya penebangan
pohon oleh masyarakat sekitar yang memang belum memiliki kesadaran dan
pengetahuan mengenai dampak negatif yang akan terjadi. Dengan
memberikan penyuluhan akan membuka wawasan dan kesadaran dari
masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu terjadinya
bencana.

7. Membangun Dinding Penahan


Dampak dari terjadinya tanah longsor dapat dikurangi dengan membangun
dinding penahan. Ini dilakukan untuk mencegah tanah longsor rembes ke
mana-mana, sekaligus memperkuat tanah. Hal itu bisa dicapai dengan
menggunakan Anchorage Wall dari Geosinindo, yang memiliki struktur kuat
karena terbentuk dari baja dan balok beton.
Selain itu, dinding penahan dapat dibangun dengan memanfaatkan produk
Geosinindo lain, yaitu Woven Geotextile. Material satu ini memiliki
kemampuan untuk melindungi tanah dari sinar UV serta mikroorganisme.
Woven geotextile juga berperan mendukung filtrasi di area tersebut.

8. Melakukan Pembuangan dan Penggantian Materiak secara tepat


Sebagai langkah untuk mengatasi struktur tanah rapuh, sebaiknya ganti dengan
material yang lebih kuat. Proses ini perlu memperhatikan cara membuang dan
mengganti material yang tepat agar tidak timbul pelapukan. Material tanah
pun tidak dapat didorong kembali ke atas lereng karena berisiko
mengakibatkan pergerakan tanah.

9. Jangan Memotong Tebing Secara Tegak Lurus


Ketika ingin mengali tanah dalam jumlah besar untuk keperluan tambang atau
lainnya maka sebaiknya jangan langsung memotong badan lereng secara tegak
karena akan mengurangi daya penahan tanah terhadap tanah yang berada di
atasnya. Karena  walaupun di atas lereng masih dipenuhi oleh pohon namun
jika badan tebing sudah terpotong secara dalam justru tanah di bagian bawah
yang akan kehilangan penopang sehingga akan mudah menimbukkan
terjadinya penyebab tanah longsor.

10. Harus Ada Intervensi Dari Pemerintah


Upaya penyuluhan kepada masyarakat sekitar akan semakin tepat sasaran
ketika dibuat peraturan tegas terkait pelanggaran aturan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, harus ada upaya campur tangan dari pemerintah atau pihak
berwenang untuk membuat aturan dan sanksi yang tegas untuk setiap
pelanggaran. Dengan demikian akan menekan resiko terjadinya kerusakan
hutan di area lereng.

Cara mencegah tanah longsor melibatkan beberapa hal, terutama melindungi tanah
dari air dan cuaca terlalu panas. Sebagai langkah preventif untuk tanah longsor,
gunakan anchorage wall dan produk woven geotextile milik Geosinindo yang kuat
serta mudah dipasang.
SIMPULAN

Kesimpulan dari laporan penelitian mengenai topik "Perbaikan Tanah Longsor di


Parongpong Akibat Hujan Deras dan Drainase Yang Sempit" adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara hujan deras, drainase yang sempit,
dan terjadinya tanah longsor di Parongpong.
2. Karakteristik tanah dengan kepadatan rendah dan kandungan air tinggi
meningkatkan kerentanan terhadap longsor.
3. Topografi area penelitian yang curam juga mempengaruhi tingkat erosi dan
kemungkinan terjadinya longsor.
4. Implementasi perbaikan sistem drainase terbukti efektif dalam meningkatkan
kemampuan drainase untuk mengatasi aliran air hujan berlebihan.
5. Penguatan lereng yang dilakukan melalui metode tertentu berhasil
meningkatkan stabilitas lereng dan mengurangi risiko longsor.
6. Perbaikan yang dilakukan berhasil mengurangi risiko tanah longsor di
Parongpong, meningkatkan keamanan dan stabilitas area tersebut.
7. Rekomendasi perbaikan berkelanjutan meliputi penguatan dan perluasan
sistem drainase, pemantauan rutin terhadap kondisi tanah dan drainase, serta
kerjasama antara pemerintah daerah, komunitas lokal, dan pihak terkait.
8. Penelitian lanjutan direkomendasikan untuk memperdalam pemahaman
tentang tanah longsor, faktor-faktor penyebabnya, dan efektivitas metode
perbaikan.

Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis data dan temuan-temuan penelitian
yang telah dilakukan. Dengan implementasi perbaikan yang tepat, diharapkan risiko
tanah longsor di Parongpong dapat dikelola dengan lebih baik, meningkatkan
keamanan dan kualitas lingkungan bagi masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pekerjaan Umum. (2018). Pedoman Perencanaan dan Perbaikan


Sistem Drainase. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
2. Hidayat, R., & Santoso, M. (2017). Analisis Tanah Longsor Menggunakan
Metode Slope Stability Radar di Parongpong. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Sipil (SNTS), 2(1), 35-41.
3. Ibrahim, M., & Arief, A. (2019). Studi Analisis Tingkat Bahaya Longsor di
Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Sains Dan
Teknologi, 2(2), 29-36.
4. Panggabean, H. (2015). Analisis Risiko Tanah Longsor Menggunakan Metode
Probabilistik di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Geografi, 11(1), 39-47.
5. Pratama, D., & Taufik, M. (2019). Analisis Faktor-Faktor Penyebab
Terjadinya Tanah Longsor di Kecamatan Parongpong. Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan, 5(1), 16-25.
6. Widyastuti, I., & Kusnanto, H. (2016). Analisis Perencanaan Sistem Drainase
di Daerah Rawan Longsor. Jurnal Ilmiah Rekayasa Dan Manajemen Sipil,
3(1), 46-56.
7. Yulianti, R., & Sartohadi, J. (2017). Analisis Faktor Penyebab dan Dampak
Longsor pada Perumahan di Parongpong. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Sipil (SNTS), 2(1), 42-47.

Anda mungkin juga menyukai