Anda di halaman 1dari 25

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Laju Erosi

Penelitian yang dilakukan oleh Ugro Hari Murtiono (2005) dengan menggunakan
prediksi MUSLE diperoleh laju erosi pada tahun 2005 di DAS Keduang 158 ton/ha/th dan
nilai aktual yang diperoleh dari hasil pengamatan hidrologi di Stasiun Pengamatan Arus
Sungai (SPAS) tahun 2005 nilainya sebesar 106 ton/ha/th, sehingga terjadi penyimpangan
sebesar + 51,6679 ton/ha/th.Metode MUSLE (A-MUSLE) terjadi over estimate sebesar
48,47 % dalam memprediksi erosi tanah pada DAS Keduang, dibandingkan dengan nilai
aktualnya yang diperoleh dari hasil pengamatan hidrologi (SPAS) tahun 2005.

Berdasarkan tata guna lahan tahun 2001 hasil analisis laju erosi pada DAS
Keduang dengan menggunakan tiga metode didapat besarnya kehilangan tanah yang terjadi
pada tahun 2000-2011 dengan menggunakan metode USLE adalah 3.227.963 ton/th dengan
laju erosi yang terjadi sebesar 76 ton/ha/th, dengan metode MUSLE besarnya kehilangan
tanah adalah 4.391.623 ton/th dengan laju erosi yang terjadi sebesar 104 ton/ha/th dan
dengan metode RUSLE memprediksi kehilangan tanah sebesar 6.909.830 ton/th dengan
laju erosi yang terjadi sebesar 164 ton/ha/th (Aprillya Nugraheni dkk, 2013).

Berdasarkan data dari Comprehensive Development Management Plan (CDMP)


pada tahun 1999 s.d. 2000 sedimentasi Waduk Wonogiri sudah sangat besar sehingga
mengurangi daya tampung waduk. Penyumbang sedimen terbesar adalah erosi dari Sungai
Keduang yaitu sekitar 33% dari total keseluruhan sedimentasi yang terjadi. Sumber
sedimentasi itu berasal dari erosi permukaan tanah, penebangan pohon di daerah tangkapan
air, dan kerusakan DAS.Besarnya laju erosi dan sedimen di DAS Keduang dengan bantuan
perangkat lunak didapatkan erosi total yang terjadi sebesar 172 ton/ha/tahun dan erosi
terbesar yang terjadi di Sub DAS yaitu 78 ton/ha/tahun termasuk tingkat bahaya erosi berat
(Mahyaya M. Rahman dkk, 2012).

Erosi yang terjadi di DAS Keduang disebabkan oleh adanya hubungan dari
beberapa faktor penyebab erosi. Lahan pertanian (sawah, sawah tadah hujan, tegalan dan
commit to user
kebun campuran) merupakan penyumbang erosi yang utama di wilayah DAS Keduang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2

Besarnya erosi yang terjadi diprediksi dengan persamaan USLE dapat diketahui besarnya
erosi rata-rata di DAS Keduang adalah sebesar 44 ton/ha/thn, sehingga erosi total di
wilayah DAS Keduang adalah sebesar 1,9 juta ton/th (Joko Sutrisno dkk, 2012).

Erosi lahan adalah suatu proses pengikisan permukaan tanah oleh hujan yang
dihubungkan dengan kualitas tata guna lahan (Yafeng Wang dkk, 2014). Faktor-faktor
terpenting yang mempengaruhi erosi tanah adalah curah hujan, tumbuh-tumbuhan yang
menutupi permukaan tanah, jenis tanah dan kemiringan tanah. Karena peranan penting dari
dampak tetesan air hujan, maka tumbuhan memberikan perlindungan yang penting
terhadap erosi, yaitu dengan menyerap energi jatuhnya air hujan dan biasanya mengurangi
ukuran-ukuran dari butir-butir air hujan yang mencapai tanah. Tumbuh-tumbuhan dapat
juga memberikan perlindungan mekanis pada tanah terhadap erosi (Suroso dkk, 2007).

Ada beberapa cara dalam melakukan pendugaan besarnya erosi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa peneliti menduga besarnya erosi yang terjadi
di suatu tempat dengan cara menampung aliran permukaan pada setiap saat turunnya
hujan. Selanjutnya berdasarkan curah hujan dilakukan penafsiran terhadap erosi yang
sesungguhnya yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu ada yang melakukan
pendugaan besarnya erosi dengan mengukur besarnya muatan suspensi yang terbawa aliran
sungai di daerah tersebut pada saat terjadinya hujan (Suroso dkk, 2007).

2.1.2 Laju Sedimen

Proses sedimentasi meliputi erosi, transportasi, pengendapan dan pemadatan dari


sedimentasi itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya air
hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi.
Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan
tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi
angkutan sedimen (Suroso dkk, 2007).

Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang
mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk kedalam suatu badan
air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa
oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat atau
terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau proses sedimentasi
commit to user
(Arsyad, 2010). Proses sedimentasi berjalan sangat komplek, dimulai dari jatuhnya hujan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3

yang meng-hasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu
tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal
di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan
sedimen (Olviana Mokonia, 2013).

Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan


disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Adanya muatan sedimen dasar
ditunjukan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai. Gerakan itu dapat bergeser,
menggelinding, atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai.
Gerakan ini kadang-kadang dapat sampai jarak tertentu dengan ditandai bercampurnya
butiran partikel tersebut bergerak ke arah hilir (Subary Adinegara, 2005)

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi adalah debit aliran.
Selama aliran rendah angkutan sedimen bisa jadi sedikit, sedangkan pada saat aliran tinggi
sungai bisa mengangkut muatan sedimen yang tinggi dengan ukuran sedimen dalam range
yang lebih luas. Namun dalam kenyataannya, aliran sungai mengalirkan debit yang sangat
bervariasi dengan membawa muatan sedimen. Pada beberapa sungai perbandingan (ratio)
debit maksimum dan debit minimum dapat mencapai nilai 1000 atau lebih (Garde, 1977).
Variasi yang beragam pada aliran sungai membawa kesulitan dalam memilih suatu debit
yang mewakili dalam mempelajari karakteristik aliran sungai (Olviana Mokonia, 2013).

Dalam kaitannya dengan erosi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS), sedimen


adalah hasil akhir dari proses erosi lempeng (sheet erosion) permukaan tanah dan erosi alur
(gully erosion) yang diangkut oleh air. Erosi lempeng ditambah erosi alur disebut sebagai
erosi gros (gross erosion). Bagian dari hasil erosi yang terangkut sampai di tempat
pengukuran di hilir disebut hasil sedimen (sediment yield). Laju sedimen rata-rata
(sediment yield) adalah laju sedimen per satuan luas DPS (Hang Tuah Salim dkk, 2006).

Besarnya erosi pada titik kontrol sebuah DAS sebanding dengan erosi gross
dikalikan dengan ratio pelepasan sedimen (sediment delivery ratio). Pada dasarnya metoda
ini hanya cocok untuk DAS dengan luas kurang dari 10 km². Untuk DAS dengan luas lebih
besar perlu dilakukan pengukuran sedimen (sampling). Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan pada metoda ini antara lain : erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan
kemiringan lereng, konservasi tanah dan pengelolaan tanaman, laju erosi potencial, laju
erosi aktual dan laju sedimentasi p o t e nc oc ima lm. iMt t eo toudsea r yan g lebih dikenal
sebagai formula USLE (Universal Soil Losses Equation) ini telah diteliti lebih lanjut oleh
Balai Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id4

Tanah Bogor untuk disesuaikan pemakaiannya terhadap jenis tanah dan kondisi di
Indonesia (Hang Tuah Salim dkk, 2006).

2.1.3 Bangunan Pengendali Sedimen (Check Dam)

Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan suatu bangunan pengendali sedimen


perlu dievaluasi sehingga didapat informasi mengenai efektifitas bangunan pelindung kota
sekaligus sebagai sarana konservasi lingkungan. Setelah hampir 10 tahun bangunan
pengendali sedimen gunung Karangetang dikonstruksi, daerah hilir yang dilindungi telah
tumbuh menjadi pusat bisnis dan pemukiman kota yang padat, sedangkan kantong-kantong
penampungan sedimen telah dimanfaatkan sebagai sumber penambangan material pasir,
kerikil dan batu. Kondisi ini membuat alur sungai yang ada menjadi lebih stabil. Namun
demikian, pengambilan material tambang yang melebihi kapasitas justru membahayakan
bangunan pengendali sedimen itu sendiri, yang pada gilirannya membahayakan sungai dan
kawasan bisnis yang dilindungi (Tiny Mananoma, 2006).

Check dam adalah tipe struktur yang membendung sungai atau alur sungai dengan
tujuan untuk menahan aliran air selama musim hujan dan membiarkan meresap ke dalam
tanah. Bangunan ini dapat terbuat dari berbagai macam material seperti tanah, batu,
maupun beton, dengan biaya yang bervariasi. Pemilihan lokasi check dam menjadi sangat
penting karena efektifitas check dam tergantung pada lokasinya. Keuntungan dari check
dam ini adalah untuk menyimpan air permukaan yang dapat dimanfaatkan baik selama
musim hujan maupun setelah musim hujan (R. García Lorenzo dkk, 2009).

Banjir besar sering mengakibatkan kerusakan fasilitas umum, kebun, sawah dan
daerah pemukiman. Gerusan aliran sungai juga menimbulkan kerusakan pada tebing
sungai tersebut sehingga mengancam fasilitas-fasilitas penting yang berada di sekitarnya.
Check Dam merupakan salah satu solusi menanggulangi besarnya laju erosi dan
sedimentasi akibat banjir di sungai. Dalam perencanaan fasilitas Check Dam, debit rencana
disarankan dengan periode ulang 10 sampai 50 tahun. Berdasarkan tinggi Check Dam
dalam studi ini debit rencana diambil dengan periode ulang 50 tahun, maka debit rencana
tersebut dikalikan dengan koefisien konsentrasi sedimen (I Gusti Ngurah Aryasena dkk,
2013)

Bangunan check dam akan efektif jika dibangun secara serial pada suatu DAS dan
commit to user
dikombinasikan dengan agroforestri. Dengan adanya bangunan check dam dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5

menurunkan nilai erosi sebesar 30%. Secara keseluruhan bangunan ini cukup efektif
terhadap perlindungan bangunan air yang berada di hilirnya (Muhammad Bisri, 2011).

Dari sisi yang lain check dam juga mempunyai pengaruh negatif dalam suatu DAS
yaitu agradasi di bagian hulu check dam yang terjadi karena pada saat banjir aliran air
mengangkut material yang berukuran besar tertahan dan menutup lubang check dam
sehingga material yang berukuran kecil tidak dapat melewati check dam. Dalam kurun
waktu tertentu tampungan check dam akan penuh sehingga material dari hulu tidak dapat
tertampung dan melewati check dam (Margiono dkk, 2000).

Check dam biasanya digunakan pada chatment area yang kecil karena mempunyai
daya tampung yang sangat kecil dan umur layan Check Dam sangat pendek. Check dam
adalah bangunan yang berfungsi menampung atau menahan sedimen dalam jangka waktu
sementara maupun tetap, dan harus tetap melewatkan air baik melalui mercu maupun
tubuh bagunan. Check dam juga digunakan untuk mengatur kemiringan dasar sungai
sehingga mencegah terjadinya pengerusan dasar yang membahayakan stabilitas bangunan
di sepanjang sungai (Bogusław Michalec, 2014).

Check dam mempunyai fungsi yang signifikan terhadap keberlangsungan tata guna
lahan dan sekaligus melindungi tata guna lahan di daerah hilir terutama daerah pertanian
dari kejadian erosi pada daerah hulu suatu DAS. Erosi dan sedimentasi yang terjadi ditahan
sementara olehcheck dam dengan nilaiefisiensi yang tergantung pada kemampuan
bangunan ini menahan erosi dan sedimentasi (R. García Lorenzo dkk, 2009).

Metode mekanik dalam konservasi tanah berfungsi untuk memperlambat aliran


permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak
merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan penyediaan air
bagi tanaman. Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi.
Metode mekanik diantaranya adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut
kontur (countour cultivation), teras, dam penghambat (check dam), waduk (farm ponds),
dan tanggul. Langkah untuk memperkecil aliran permukaan dilakukan dengan jalan
memberi kesempatan aliran permukaan untuk masuk ke dalam tanah (infiltrasi) pada
umumnya dibuat check dam (Desi Ria Anita, 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6

2.1.4 Sedimen yang mengendapCheck Dam

Estimasi sedimen yang mengendap di check damuntuk setiap jumlah material


yang dapat tererosi, selain longsoran yang sudah ada, material sisa longsoran lama dan
erosi sekunder secara praktis dilaksanakan dengan perhitungan pada suatu daerah yang
termasuk dalam suatu DAS.Pada beberapa lokasi, variasi komposisi sedimen pada
potongan memanjang dan melintang sungai dapat berupa pasir halus, pasir kasar, kerikil,
maupun batuan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengendapan sedimen tergantung pada
gradasi, yang meliputi variasi ukuran, kepadatan, bentuk, dan kebulatan butiran. Proses
pengendapan sedimen pada suatu tampungansangat dipengaruhi oleh penampang sungai
dan kecepatan arus. (Bogusław Michalec, 2014).

Pengendapan umumnya merupakan akibat adanya erosi dan sebagai perantara


utamanya adalah air. Di sungai jika terjadi pengendapan akan menyebabkan pendangkalan
dan hal ini sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Angkutan sedimen di Indonesia
memiliki sifat lebih bervariasi dan spesifik yang disebabkan sifat sungai yang berbeda.
Selain itu adanya perbedaan dengan jenis endapan dan keadaan musim yaitu musim hujan
dan kemarau. Hasil sedimen dari suatu daerah pengaliran tertentu dapat ditentukan dengan
melakukan pengukuran pengangkutan sedimen yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan
hal tersebut dapat menentukan ukuran dari volume sedimen. Pengetahuan mengenai
Angkutan Sedimen (Sediment Transport) merupakan dasar untuk perancangan bangunan –
bangunan pengendali sungai (Subary Adinegara, 2005).

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi adalah debit aliran.
Selama aliran rendah angkutan sedimen bisa jadi sedikit, sedangkan pada saat aliran tinggi
sungai bisa mengangkut muatan sedimen yang tinggi dengan ukuran sedimen dalam range
yang lebih luas. Namun dalam kenyataannya, aliran sungai mengalirkan debit yang sangat
bervariasi dengan membawa muatan sedimen. Pada beberapa sungai perbandingan (ratio)
debit maksimum dan debit minimum dapat mencapai nilai 1000 atau lebih. Variasi yang
beragam pada aliran sungai membawa kesulitan dalam memilih suatu debit yang mewakili
dalam mempelajari karakteristik aliran sungai. (Olviana Mokonio dkk, 2013).

2.1.5 Ringkasan Telaah Pustaka

Penelitian sejenis yang telah dilakukan memilikai konsep dasar yang sama, namun
commit to user
beda dalam pengunaan metode dan hasilnya dibandingkan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id0

Perbedaan tersebut membuktikan bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang baru,
seperti ditunjukan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ringkasan Telaah Pustaka


No. Peneliti Materi Penelitian Metode
1. Ugro Hari Murtiono, Membandingkan hasil prediksi - Estimasi volume limpasan
2005. volume limpasan permukaan, debit dengan menggunakan data
aliran puncak, dan erosi tanah. hujan yang tersedia, yang
dikenal dengan metode Soil
Conservation Service (SCS)
dibandingkan denganStasiun
Pengamatan Arus Sungai
(SPAS).
- Estimasi Debit Puncak Aliran
Dengan Model
Rasionaldibandingkan dengan
SPAS.
- Estimasi Laju Erosi dengan
Model MUSLE dibandingkan
dengan SPAS.
2. Aprillya Nugraheni dkk, Membandingkan hasil prediksi Memprediksi besarnya erosi yang
2013. perhitungan metodeUsle, Musle, terjadi berdasarkan tata guna
Rusle dan penelitian sebelumnya. lahan 2001 dengan Metode
USLE, MUSLE dan RUSLE.
3. Mahyaya M. Rahman Menentukan tingkat kekritisan Melakukan analisa erosi lahan
dkk, 2012. lahan dan kelas kemampuan lahan dari data hujan, peta kontur, peta
dari tingkat bahaya tata guna lahan, peta jenis tanah
erosinya. dan solum tanah dengan bantuan
softwere Arcview 3.3 dan
AVSWAT 2000.
4. Joko Sutrisno dkk, 2012. Mengetahui besarnya erosi di - Prediksi erosi dilakukan dengan
wilayah DAS Keduang dan menggunakan persamaan
besarnya sedimentasi di Waduk Universal Soil Loss Equation
Wonogiri yang berasal dari DAS (USLE) yang dikembangkan
Keduang serta Mengetahui nilai oleh Wischmeier dan Smith
ekonomi (economic value) erosi (1978).
yang terjadi. - Penilaian di hulu (on-site), yang
dinilai dengan pendekatan biaya
pengganti (replacement cost)
unsur hara yang hilang akibat
erosi.
- Penilaian di Hilir (Off-site),
yang dinilai dengan pendekatan
biaya pengerukan sedimen dan
nilai ekonomi total keberadaan
waduk.
5. Suroso dkk, 2007. Studi pengaruh sedimentasi kali - Analisa erosi lahan adalah
brantas terhadap kapasitas metode USLE (Universal Soil
dan usia rencana waduk sutami Loss Equation).
malang. - Volume sedimen yang
terakumulasi di dasar waduk
dengan menggunakan Sediment
Delivery Ratio.
6. Olviana Mokonia, 2013. menganalisis debit sedimen dasar - Analisis debit sedimen dasar
(bed load) di m ua ra s u n ga i mengunakan metode Einstein,
ser c
Saluwangko.om m i t t o u Meyer-Peter dan Van Rjin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id1

No. Peneliti Materi Penelitian Metode

7. Subary Adinegara, 2005. Analisa dan perhitungan kecepatan - Menghitungan volume


aliran terhadap volume angkutan pengangkutan sedimen
sedimen. menggunakan rumus
pendekatan yaitu rumus
Schocklitsch.
8. Hang Tuah Salim dkk, Kajian model matematik mengenai - mengkaji karakteristik
2006. hubungan antara pola hujan, aliran pengaliran di DAS dan sungai
permukaan dan erodibilitas pada digunakan model matematik
DAS (Daerah Aliran Sungai) ANSWERS.
dengan tingkat sedimentasi di
sungai.
9. Tiny Mananoma, 2006. Program pengendalian sedimen dari - Manajemen sungai torrential
daerah hulu DAS.
10. R. García Lorenzo dkk, Prediksi Erosi dan sedimentasi - Dengan metode
2009. lahan denganGeoWEPP interfaceArcView.
11. I Gusti Ngurah Aryasena Merencanakan bangunan Check - Metode yang digunakan untuk
dkk, 2013. Dam yang sesuai dengan kondisi menduga laju erosi di DAS
hidrologi, topografi serta kondisi Jeneberang adalah metode SIG
sedimentasi. (Sistem Informasi Geografis).
12. Bogusław Michalec, Penilaian distribusi sedimen pada - Distribusi sedimen dengan
2014. kolam penampungan kecil (kurang metode Annandale’S.
dari 5 juta m³).
13. Dessy Ria Anita, 2012. Menghitung besarnya erosi dan laju - Perhitungan erosi dengan
sedimentasi per tahun pada DTA USLE.
Sub DAS Musi Hulu dan Sub DAS - Menghitung sediment yield
Musi dengan metode USLE dengan dengan SDR
variabel-variabel yang ditentukan - Memperkirakan sisa umur Dam
dengan menggunakan system GIS Pengendali.
(model builder) untuk menentukan - Penilaian kondisi fisik Dam
sisa umur bangunan Dam Pengendali.
Pengendali dan memanfaatkan - Memanfaatkan Dam Pengendali
bangunan untuk fungsi pertanian. di bidang pertanian.
14. Abdul Mahmud, 2014. - Mengetahui besarnya laju erosi - Mengitung besarnya laju erosi
tahunan yang terjadi pada DAS dengan USLE.
Keduang. - Menghitung besarnya sedimen
- Mengetahui besarnya laju dengan Sediment Delivery
sedimen tahunan yang terjadi Ratio (SDR).
pada DAS Keduang. - Menghitung besarnya sedimen
- Mengetahui besarnya sedimen yang mengendap dengan grafik
yang dapat mengendap di Brune (1953).
semua check dam Sungai - Membandingkan kapasitas
Keduang pertahunnya. tampungan check dam dengan
- Menentukan Alternatif penangan sedimen yang terjadi.
sedimentasi di check dam
Sungai
Keduang.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Laju Erosi

Erosi tanah adalah masalah yang berkembang terutama di bidang kegiatan


pertanian di mana erosi tanah tidak h a ncyoammmei nt gt oa rua she rk e penurunan produktivitas
pertanian
tetapi juga mengurangi ketersediaan air. Universal Soil Loss Equation(USLE)adalah model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id2

yang berbasis empiris yang paling populer digunakan secara global untuk memprediksi
erosi. Citra Penginderaan Jauh dan GIS merupakan teknik jarak jauh sebagai alat yang
berharga khususnya ketika menilai erosi pada skala yang lebih besar karena jumlah data
yang diperlukan dan cakupan wilayah yang lebih besar. Informasi tersebut sangat
membantu dalam mengidentifikasi area prioritas untuk pelaksanaan tindakan pengendalian
erosi (Reshma Parveen dkk, 2012).

Sejumlah model parametrik telah dikembangkan untuk meramalkan erosi tanah di


daerah aliran sungai. Universal Soil Loss Equation (USLE) yang paling banyak digunakan
sebagai rumus empiris untuk memperkirakan kerugian tanah tahunan dari lahan pertanian.
Dengan kemajuan teknik penginderaan jauh dapat mengukur parameter hidrologi pada
skala spasial sementara. Sistem Informasi Geografis (GIS) mengintegrasikan fungsi
analitis spasial untuk data spasial terdistribusi. Penerapan model USLE dan GIS, untuk
estimasi kerugian tanah telah disajikan untuk Waduk DAS Tanudula pada Sungai di Balod
Tehsil distrik Durg Chhattisgarh India. Hasil yang diperoleh dari Model USLE
dibandingkan dengan model Nayak dan Khosla, terbukti bahwa USLE dengan GIS
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan dua metode lainnya (Ishtiyaq
Ahmad dkk, 2013).

Kehilangan tanah karena erosi tanah dapat diperkirakan dengan menggunakan


model prediksi seperti Universal Soil Loss Equation (USLE). Keakuratan model ini
tergantung pada parameter yang digunakan dalam persamaan. Salah satu parameter yang
paling penting dalam persamaan yang digunakan adalah faktor C yang merupakan
parameter dari vegetasi dan tutupan lahan. Memperkirakan tutupan lahan dengan
interpretasi citra penginderaan jauh melibatkan Normalized Difference Vegetation
Index(NDVI), suatu indikator yang menunjukkan tutupan vegetasi (Ahmet Karaburun,
2010).

Secara keseluruhan ada lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi


besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, topografi (bentuk wilayah), vegetasi penutup dan
kegiatan manusia. Sedangkan bentuk wilayah atau topografi berperan dalam menentukan
kecepatan aliran air permukaan yang membawa butiran tanah. Peranan vegetasi penutup
tanah adalah melindungi tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan dan memperbaiki
struktur tanah melalui penyebaran a kcaor m- amk ai tr nt oyau. s eFra k t o r kegiatan manusia
memegang peranan yang sangat penting terutama dalam usaha-usaha pencegahan erosi.
Sangat sulit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id3

untuk mencegah atau menghilangkan erosi sama sekali, sehingga yang bisa dilakukan
adalah mengendalikan ataupun membatasi tanah yang hilang agar tidak menyebabkan
penurunan produktivitas tanah.

Di daerah beriklim basah seperti Indonesia, kerusakan lahan oleh erosi terutama
disebabkan oleh hanyutnya tanah terbawa oleh air hujan. Erosi oleh air sangat
membahayakan tanah-tanah pertanian, terutama di daerah yang berkemiringan terjal.
Selain iklim dan kemiringan lahan (topografi), besarnya erosi dipengaruhi pula oleh faktor-
faktor vegetasi, pengolahan tanah dan manusia.Metode yang digunakan dalam analisa erosi
lahan adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap erosi lahan adalah faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah,
faktor panjang dan kemiringan lereng serta faktor pengelolaan dan pengawetan tanah
(Suroso dkk, 2007).

Besarnya laju erosi pada umumnya menggunakanmetode USLE (Universal Soil


Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umumKehilangan Tanah). USLE memungkinkan
prediksi laju erosi rata-rata lahantertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu
untuk setiap macamjenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan. USLE dirancang untuk
memprediksierosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur
dibawahkondisi tertentu. Persamaan tersebut dapat juga untuk memprediksi erosi
padalahan-lahan non pertanian tetapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan
dantidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasarsungai
(Suripin, 2002).
Pada penelitian ini digunakan metode perhitungan prediksi laju erosi dengan
USLE. Rumus USLE (Universal Soil Loss Equation) pertama kali dikembangkan di
Amerika Serikat pada tahun 1954 oleh Agricultural Research Service bekerja sama dengan
Universitas Purdue. Di Indonesia telah diaplikasikan penelitian menggunakan faktor-faktor
dalam rumus USLE, yaitu menurut Bols (1978), nilai erosivitas hujan (R), foktor vegetasi
dan pengolahan lahan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor. Untuk
menghitung besarnya laju erosi mengunakan rumus USLE pada Persamaan 2.1.

Rumus USLE:

(EA) = R x K x LS x CP. (2.1)


commit to user
dengan:
EA = Banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id4

R = Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan,


K = Faktor erodibilitas tanah,
LS = Faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor),
CP = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman.

Data-data sekunder, primer yang telah dianalisis dipersiapkan untuk keperluan


faktor USLE, maka nilai laju erosi selama satu tahun dapat diperkirakan. Untuk
memperkecil laju erosi digunakan model sistem teknologi reboisasi, mengubah jenis
penutup lahan (C) dan faktor konservasi lahan (P), referensi hasil penelitian Badan
Penelitian Pengembangan Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Solo tahun 2009.

1) Faktor Erosivitas Hujan (R)

Penyebab utama erosi tanah adalah pengaruh pukulan air hujan pada tanah yang
biasa disebut dengan energi kinetik air hujan, Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua
jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan
kontribusi hujan terhadap aliran.

Sebelum menghitung faktor erosivitas hujan maka Data curah hujan sebelum
dipakai dalam analisis harus diuji terlebih dahulu. Hujan merupakan masukan penting
dalam analisis, sehingga apabila terjadi kesalahan pada data hujan terlalu besar maka
analisisnya perlu diragukan. Ada beberapa hal penting yang terkait dengan uji data hujan,
antara lain uji kepanggahan data. Dimungkinkan data hujan untuk stasiun tertentu sifatnya
tidak panggah maka data semacam itu tidak dapat langsung digunakan (Desi Ria Anita,
2012).

Data hujan yang diperoleh dari suatu stasiun pencatat diuji kepanggahannya
(consistency) dengan RAPS (rescaled Ajusted Partial Sums) membandingkan hasil uji
statistik dengan QRAPS/√n. Bila yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan
confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut:

s
*

k
y  y
1
(2.2)

dengan:
 k
t 1

k = 1,2,3,…n
*
s0 0
commit to user (2.3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id5

**

s *

s
k
, (2.4)
k
D y

dengan:
k = 0,1,2,3,…,n
n y y  
(2.5)
D 
2 i

y n
i1
dengan:
Yi = Data hujan ke-i,
Y = Data hujan rerata ,i,
Dy = Deviasi standar,
n = Jumlah data.
Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik:
**
Q = maks I sk I, 0 ≤ k ≤n, atau

Atau nilai range


** **
R = maksimum sk - minimum s k , dengan 0 ≤ k ≤ n

Nilai kritik Q dan R dapat dilihat di Tabel 2.2.


Tabel 2.2 Nilai kritik Q dan R
/√ /√
n
0.90 0.95 0.99 0.90 0.95 0.99
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70
40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86
ₒₒ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
Sumber: Mamok Suprapto, 2008
Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian antara energi kinetik (KE) dari
suatu kejadian hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit ( ), selain itu faktor
erosivitas hujan (R) didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun.
Nilai R yang merupakan
daya rusak hujan dapat ditentukan dengan Persamaan 2.6.
(Wischmeier ,1971);

commit to user
(2.6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id6

dengan:

R = Erosivitas hujan rata-rata tahunan (KJ/ha/tahun),


n’ = Jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan),
E = Energi hujan (KJ/ha-mm),
= Interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit.
Dimana dihitung denganPersamaan 2.7 (Bols,1978) berdasarkan penelitiannya di
Pulau Jawa dan Madura.
Faktor Erosivitas Hujan (R):
=6.21 ( )1.21( )−0.47(
)0.53 (2.7)

dengan:

EI30 = Faktor erosivitas hujan rata-rata


tahunan, RAIN = Curah hujan rata-rata
tahunan (cm),
DAYS = Jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari),
MAXP = Curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk
kurun waktu satu tahun (cm).

2) Faktor Erodibilitas (K)

Mudah tidaknya tanah tererosi disebut erodibilitas tanah, dinyatakan dalam Indeks
Erodibilitas (K). Erodibilitas dipengaruhi oleh tekstur, struktur, permeabilitas, dan
kandungan bahan organik tanah. Nilai K berkisar antara 0,00 sampai 0,99, dimana semakin
tinggi nilai K tanah semakin mudah tererosi. Nilai K ditentukan berdasarkan pengukuran
langsung di lapangan yang dihitung dengan menggunakan nomogram (Wischmeier, 1971).

Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap


pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik
air hujan. Meskipun besarnya resistensi tersebut di atas akan tergantung pada topografi,
kemiringan lereng, dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau
resistensi tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas
agregat tanah, kapasitas.

Dalam konsep USLE mula-mula, erodibilitas tanah dianggap parameter konstan


yang menyatakan respon tanah terhadap erosivitas hujan yang diberikan untuk
memprediksi rata-rata erosi tanah jangka panjang. maka nilai K dapat diestimasikan
dengan Persamaan 2.8. (Wischmeier,1971);

, ( )
= {2,713 10 (12 − c,om mi t t o u(ser }
) + 3 ,2 5 (2.8)
− 2) +
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id7

dengan:

K = Erodibilitasi tanah,
OM = Persen unsur organik,
S’ = Kode klasifikasi struktur tanah,
= Permeabilitas tanah,
= Persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) x (100 - % liat).

3) Faktor Panjang Kemiringan Lereng (LS)

Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan bertambah
besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan
air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan yang
lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya Seringkali dalam prakiraan erosi
menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (Ldan S)
diintegrasikan menjadi faktor LSdan dihitung dengan rumus:
LS = [L/22]z (0,006541S² +0,0456S +0,065) (2.9)
dengan:
LS = Faktor panjang kemiringan lereng (m),
L = Panjang lereng (m),
S = Kemiringan lereng actual (%),
Z = Konstanta.
dengan:
z = 0,5 jika S ≥ 5%,
z = 0,4 jika 5% > S ≥ 3%,
z = 0,3 jika 3% > S ≥ 1%,
z = 0,2 jika S < 1%.
4) Faktor PengelolaanTanaman (C)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C)dalam USLE adalah nisbah antara besarnya erosi
dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah
yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor C menunjukan keseluruhan pengaruh dari
vegetasi, seresah, keadaan penutupan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah
yang hilang.
Nilai faktor C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman disajikan
pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman)
No. Macam Pengunaan Lahan Nilai Faktor C
1 Sawah commit to user 0,05
2 Kawasan pemukiman rumah 0,10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id8

No. Macam Pengunaan Lahan Nilai Faktor C


3 Kawasan pemukiman rumah dengan kondisi tanah tegalan 0,70
4 Tegalan
faktor tanaman campuran jagung dan ketelatahunan rata-rata 0,60
faktor tanaman campuran kacang-kacangandan ketela tahunan rata-rata 0,45
faktor tanaman campuran kacang-kacangandan ketela tahunan rata-rata 1,00
5 Padang rumput / semak 0,02
6 Hutan 0,01
7 Kebun buah / Perkebunan 0,30
8 Lahan terbuka 1,00
9 Tubuhan air 0
Sumber: Nippon Koei, 2005

5) Faktor Konservasi Praktis (P)

Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C),
sehingga dalam rumus USLE kedua variable tersebut dipisahkan. Faktor P adalah nisbah
antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu
terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan
catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Untuk aktivitas
pengelolaan dan konservasi tanah serta aktivitas pegelolaan tamaman mengunakan tabel
2.4.

Tabel 2.4 Nilai Faktor P Untuk Berbagai Tindakan Konservasi Lahan.


No. Tindakan Konservasi Lahan Nilai Faktor P
1 Tanpa upaya konservasi tanah 1,00
2 Teras gulud 0,80
3 Campuran (teras gulud dan tanpa teras) 0,90
4 Teras bangku tradisional 0,50
5 Teras bangku pada lahan tegalan:
- Konstruksi baik 0,04
- Konstruksi sedang 0,15
- Konstruksi kurang baik 0,35
- Teras tradisional 0,40
6 Teras pada sawah irigasi 0,02
7 Kebun buah/Perkebunan 0,40
commit to user
8 Tegalan di kawasan pemukiman 0,65
9 Penanaman menurut garis kontur:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1id9

No. Tindakan Konservasi Lahan Nilai Faktor P


- Kemiringan 0 – 8% 0,5
- Kemiringan 0 – 20% 0,75
- Kemiringan > 20% 0,90
10 Hutan negara 1,00
11 Kawasan pemukiman perumahan 1,00
12 Padang rumput 1,00
Sumber: Nippon Koei, 2005.

6) Tingkat Bahaya Erosi (TBE)


Untuk tanah yang mempunyai sifat-sifat yang jelas, perubahan-perubahan yang
terjadi oleh erosi mudah diketahui, sehingga dengan tepat dapat ditentukan tingkat
kehilangan tanah yang telah terjadi. Tingkat atau kelas erosi ditentukan berdasarkan
tebalnya lapisan tanah yang hilang. Tanah yang masih ditumbuhi rerumputan atau yang
belum banyak diolah dapat digunakan sebagai pembanding dengan tanah yang telah
diusahakan dalam waktu yang relatif lama. Perbandingan harus dilakukan pada lahan yang
sama dan kemiringan yang relatif sama. Selanjutnya kelas-kelas erosi dibagi berdasarkan
banyaknya tanah permukaan yang hilang (Fitryane Lihawa, 2012).
Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan besarnya tingkat bahaya erosi
dapatdilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Tanah
Tingkat Erosi Tingkat Erosi
No. Kelas Bahaya Erosi
(ton/ha/th) (mm/th)
1. I < 1,75 <0,1 Sangat ringan
2. II 1,75 – 17,50 0,1 – 1,0 Ringan
3. III 17,50 – 46,25 1,0 – 2,50 Sedang
4. IV 46,25 – 92,50 2,5 – 5,0 Berat
5. V >92,50 >5,0 Sangat berat
Sumber: Suripin, 2002.

7) Indeks Bahaya Erosi (IBE)


Indeks bahaya erosi dapat ditentukan dengan menggunakan Model TSL (Tolerable
Soil Loss) atauerosi yang dapat ditoleransikan, ditetapkandengan menggunakanpersamaan
yangdikemukakan (Hammer, 1981):
( / / )
ℎ = )
(2.10)
( /
/
dengan:
commit to user
TSL = Tolerable Soil Loss (laju erosi yang masih dapat ditoleransi).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id0

Nilai TSL pada masing-masing satuan lahan dapat ditentukan dengan caramerujuk
pada pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia yangdisajikan pada
Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia
Nilai TSL
No. Sifat Tanah dan Substratum (ton/ha/tahun)
1. Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan. 0
Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telahmelapuk 4,8
2. (tidak terkonsolidasi).
3. Tanah dangkal (25 – 50 cm) di atas bahan telahmelapuk. 9,6
Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atasbahan 14,4
4. telah melapuk.
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawahyang kedap 16,8
5. air di atas substrata yang telah melapuk.
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan 19,2
6. bawahberpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk.
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan 24
7. bawahberpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk.
Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawahyang 30
8. berpermeabilitas cepat, di atas substrata telah melapuk.
Sumber: Arsyad, 1989.

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat di rembesi atau dilalui
air. Permeabilitas tanah yang dapat dibagi dalam 3 kelas seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Kelas Permeabilitas Tanah.
Permeabilitas
No. Kelas Permeabilitas Jenis Tanah (cm/jam)
1. Permeabilitas tanah lambat Lanau < 2,0
2. Permeabilitas tanah sedang Lanau 2,0 - 6,5
3. Permeabilitas tanah agak cepat Pasir halus 6,5 - 12,5
4. Permeabilitas tanah cepat Pasir kasar > 12,5
Sumber: Standar SNI 062405, 1991.

Penentuan kategori (harkat) hasil perhitungan indeks bahaya erosi padamasing-


masingsatuan lahan di suatu DAS dapat ditentukan dengan caramemasukkan pada
klasifikasi Indeks Bahaya Erosi yang disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi
No. Indeks Bahaya Erosi Kategori/Harkat
1. < 1,00 Rendah
2. 1,01––10,00
4,01 4,00 Sedang
3. commit to user Tinggi
4. > 10,00 Sangat Tinggi
Sumber: Hammer, 1981.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id1

2.2.2 Laju Sedimentasi

Sedimentasi adalah berpindahnya partikel tanah yang terangkut oleh tanah dan air,
jumlah dan ukuran dari material yang terangkut meningkat dengan kecepatan aliran.
Sedimentasi terjadi ketika partikel tanah dalam air dibawa secara pelahan dan dalam kurun
waktu yang cukup lama untuk kemudian meningalkan partikel tersebut. Partikel yang lebih
berat seperti kerikil dan pasir ditinggalkan lebih cepat daripada partikel yang lebih ringan
seperti lempung (De Vente Joris,2003).

Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transportasi), pengendapan


(deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini
berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik
yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah mnjadi partikel halus lalu
menggelinding bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya
masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1991).

Sedimen yang sering djumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut,
adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal
sebagi partikel-partkel tanah. Pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan
(untuk kasus di daerah tropis), partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan
terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal
sebagai sedimen. Oleh adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi ke daerah
hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan terbentuknya
tanah-tanah baru di pinggir-pinggir sungai (Asdak, 2007).

Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah besaran


sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu. Terjadinya
penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu diketahui kuantitas
sedimen yang terangkut dalam proses tersebut. Sungai disebut dalam keadaan seimbang
jika kapasitas sedimen yang masuk pada suatu penampang memanjang sungai sama
dengan kapasitas sedimen yang keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi
dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam
satuan waktu. Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen
yang masuk lebih kecil dari kapasitas s ecdoi mm me ni t s teoi mu bs earn g dalam satuan waktu
(Saud, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id2

Sedimentasi dari suatu daerah pengaliran dapat ditentukan dengan pendekatan


hidrologi atau sedimentologi. Dalam pendekatan hidrologi, sedimen yang masuk ke dalam
waduk diprediksi berdasarkan laju erosi daerah aliran sungai serta besarnya nisbah
pengiriman sedimen atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Sedangkan dalam pendekatan
sedimentologi, besarnya angkutan sedimen dianalisis berdasarkan pengukuran
pengangkutan sedimen pada titik kontrol dari alur sungai dan/atau rumus empiris yang
telah ada.

Dalam kaitannya dengan konservasi lahan perkiraan laju sedimen


dilakukanberdasarkan persamaan empiris yang dikembangkan oleh “Wischmeier
danSmith”. Metode ini akan menghasilkan perkiraan besarnya erosi gross.
Untukmenetapkan besarnya sedimen yang sampai ditempat studi, erosi gross
harusdikalikan dengan rasio pelepasan sedimen (sediment delivery ratio).Tidak semua
erosi yang dihasilkan erosi aktual menjadi sedimen, dan initergantung dari ratio antara
volume sedimen dari hasil erosi aktual dengan volumesedimen yang bisa diendapkan dan
nilai SDR tergantung dari luas DAS.

Hanya sebagian kecil material sedimen yang tererosi di lahan DAS dapat
mencapai outlet basin atau sungai terdekat. Hasil erosi yang mencapai sungai biasa disebut
yil sedimen. Dalam perjalananya dari tempat terjadinya erosi lahan sampai ke outlet terjadi
pengendapan/deposisi, baik pengendapan permanen ataupun sementara, terutama di
daerah-daerah cekungan, daerah yang landai, dataran banjir, dan di saluran itu sendiri.
Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet dan erosi di lahan biasa disebut Nisbah
Pengangkutan Sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Secara umum
besarnya SDR cenderung berbanding terbalik terhadap luas DAS, makin luas DAS makin
kecil nilai SDR, sebagai mana ditunjukan dalam Persamaan 2.11 (Auerswald, K, 1992):

= −0.02 + 0.385 ( ) .
(2.11)
dengan:

SDR = Sediment Delivery Ratio,


′ = Luas DAS (Km²).
Menurut SCS National Engineering Handbook (DPMA, 1984) besarnya prakiraan
hasil sedimen dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 2.12 (Chay Asdak, 2002):

Y = E (SDR) Ws commit to user (2.12)


dengan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id3

Y = hasil sedimen per satuan luas,


E = Erosi total,
SDR = Nisbah Pelepasan Sedimen,
Ws = luas daerah tangkapan air.
Setelah didapatkan besarnya total erosi berdasarkan USLE, maka dapat dihitung
nilai SDR, sehingga bisa diketahui berapa jumlah sedimen yang sampai ke outlet.

2.2.3 Bangunan Pengendali Sedimen (Check Dam)

Pada sungai yang banyak membawa sedimen, sedapat mungkin dapat


dibangunbendung-bendung pengendali sedimen (check dam) yang lebih tinggi agar
kemiringansungai lebih landai dan daya tampung sedimen ruang di hulu check dam lebih
besar.Untuk menahan sedimen yang masih mengalir dari hulu kadang dilakukan
denganpenggalian pada kantong-kantong yang telah penuh. Akan tetapi penggalian yang
terlalubesar dapat menyebabkan penurunan suplai sedimen dibagian hilir check dam
yangberakibat lapisan tanah dibagian kaki hilir check dam terkikis dan
membahayakankesetabilan tubuh check dam (Yafeng Wang dkk, 2014).
Jika tanah pondasi terdiri dari tanah batuan yang lunak, maka gerusan
tersebutdapat dicegah dengan pembuatan bendung anakan (Sub Dam). Beberapa check
dammemerlukan beberapa sub dam, sehingga didapat kelandaian yang stabil pada dasar
alursungai dihilirnya, stabilitas dasar alur dapat diketahui dari ukuran butir sedimen,
debitsungai dan daya angkut sedimen, kemudian barulah jumlah sub dam dapat
ditentukan.Keruntuhan check dam biasanya akibat dari bahaya piping pada lapisan pondasi
danpencegahannya adalah dengan pembuatan lantai lindung antara Main Dam dengan
SubDam-nya. Apabila besarnya pengaruh piping pada dasar pondasi bagian hilir
tidakdiketahui secara pasti, maka dianjurkan untuk membangun bendung secara bertahap
danpeninggiannya dilakukan setelah 2-3 tahun kemudian. Dengan demikian dapat
diketahuisecara pasti penurunan dasar sungai disebelah hilir bendung dan ketahanan tanah
asliterhadap piping (Yafeng Wang dkk, 2014).
Penentuan tempat kedudukan bendung, biasanya didasarkan pada
tujuanpembangunannya (Suyono Sosrodarsono, 1994). Seperti yang dijelaskan dibawah
ini:
1) Untuk pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak dan dengan jumlah

yangsangat besar yang timbul akib a t d a r i t an a h longsor, sedimen luruh, banjir


c o m m i t t o u s er
lahar danlain-lain, maka tempat kedudukan check dam harus diusahakan pada
lokasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id6

Hujan wilayah merupakan penurunan dari hujan titik. Hujan yang tercatat pada alat
ukur disebut hujan titik. Kualitas data hujan sangat beragam tergantung alat, pengelola, dan
sistem arsip. Data hujan yang hilang tidak dapat diisi karena kejadian hujan tidak dapat
diulang. Untuk keperluan analisis hujan rancangan, diperlukan data hujan daerah aliran
sungai atau hujan wilayah harian maksimum tahunan. Hujan wilayah dapat ditentukan
dengan berbagai cara yang ada seperti rerata aljabar, poligon Thiessen ataupun Isohiet
(Nugroho Hadisusanto, 2011).
Untuk keperluan analisis hujan rancangan, diperlukan data hujan daerah aliran
sungai atau hujan wilayah harian maksimum tahunan (Mamok Suprapto, 2008).Beberapa
metode untuk mendapatkan curah hujan wilayah adalah dengan cara Rerata Aljabar,
Poligon Thiessen dan Isohyet. Pemilihan metode yang paling cocok untuk suatu DAS
dapat ditentukan dengan mempertimbangkan 3 (tiga) faktor dalam Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Faktor Pertimbangan dalam Penggunaan Metode


a) Jaring - jaring stasiun pengamatan hujan dalam DAS
Kriteria Metode
Metode Isohyet, Thiessen atau Rerata Aljabar dapat
Jumlah pos penakar hujan cukup banyak dipakai
Jumlah pos penakar hujan terbatas Metode Rerata Aljabar atau Thiessen
Pos penakar hujan tunggal Metode hujan titik
b) Luas DAS
Kriteria Metode
DAS besar ( > 5.000 km2 ) Metode Isohyet
DAS sedang ( 500 – 5.000 km2 ) Metode Thiessen
DAS kecil ( < 500 km2 ) Metode Rerata Aljabar
c) Topografi DAS
Kriteria Metode
Pegunungan Metode Rerata Aljabar
Dataran Metode Thiessen
Berbukit dan tidak beraturan Metode Isohyet
Sumber : Suripin, 2004

Banyaknya sedimen yang tertangkap pada suatu tampungan pada suatu periode
waktu tergantung pada besarnya volume tampungan dan banyaknya aliran yang masuk ke
tampungan. Prosentase tertangkapnya sedimen pada tampungan dapat diestimasi dengan
mengunakan kurva Brune (1953).Kurva ini paling banyak digunakan untuk
memperkirakan sedimen yang mengendap pada suatu tampungan check dam. Metode ini
sangat terbatas karena hanya mengunakan dua paremeter yaitu: kapasitas tampungan dan
inflow tahunan rata-rata (N.M.T.K. Revel dkk, 2013).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id7

Untuk perhitungan ini dalam menentukan besarnya trap efficiency, terlebihdahulu


ditentukan perbandingan antara kapasitas tampungan dengan inflow alirantahunan. Setelah
diperoleh nilai perbandingan antara C/I, maka besarnya trap efficiency dapat dicari dengan
menggunakan grafik ( Brune, 1953 ), hubunganantara ratio of reservoir capacity to annual
inflow ( sumbu x ) dengan sediment trapped percent ( sumbu y ), lihat pada Gambar 2.3.
Nilai trap efficiency akanberkurang sejalan dengan operasional waduk karena kapasitas
waduk akan terusberkurang akibat sedimen.

Capacity/MAR ratio

Gambar 2.3. Grafik Brune (1953)

2.2.5 Alternatif penanganan sedimen yang mengendap di Check Dam


Menurut Soemarto (1995), Dalam konteks pengelolaan DAS, kegiatan pengelolaan
yang dilakukan umumnya bertujuan untuk mengendalikan dan
menurunkan laju
sedimentasi karena kerugian yang ditimbulkan oleh adanya proses
sedimen jauh lebih
besar daripada manfaat yang diperoleh.
Untuk menjaga kapasitas waduk supaya tetap lestari diantaranya adalah dengan
mengurangi laju sedimentasi yang masuk ke waduk dengan cara program konservasi DAS,
bangunan pengendali erosi, penangkap sedimen di daerah hulu waduk dan lain sebaginya.
Salah satu upaya adalah membuat struktur pengendali sedimen atau yang sering disebut
Check Dam untuk sungai, sudah dikembangkan juga struktur ambang bawah air
(underwater sill) atau tanggul dibawah laut (Sasongko,1991).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.2id8

Mencegah terjadinya proses sedimentasi adalah hasil suatu proses gejala alam yang
sangat kompleks akan tetapi intensitas proses sedimentasi tersebut secara teknis dapat
diperlambat mencapai tingkat yang tidak membahayakan. Oleh karena itu usahan untuk
memperlambat sedimen yaitu dengan menggerakkan sedimen ke bagian hilir secara teknik
dengan membangun bendungan penahan (Check Dam), bendungan pengatur, pengendali
erosi di lereng pengunungan, dan lain-lain (Sosrodarsono,1994).
Metode penambangan yang bisa dilakukan pada daerah alur sungai harus Mengacu
pada keputusan Kep Men PU No. 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai
dalam Hubungan dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C dan Keputusan Direktur
Jenderal Pengairan No. 176/KPTS/1987 (Najib, 2009).
a. Koefisian dan jumlah tenaga kerja
Jumlah jam kerja merupakan koefisien tenaga kerja atau kuantitas jam kerja per
satuan pengukuran. Koefisien adalah faktor yang menunjukan lamanya pelaksanaan dari
tenaga kerja yang diperlukan untuk memyelesaikan satu satuan volume pekerjaan. Faktor
yang mempengaruhi koefisien tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat
keahlian tenaga kerja (Pusat Litbang, 2012). Analisa satuan pekerjaan dapat dilihat pada
Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Analisa Satuan Pekerjaan (dalam 1 m³)
No Uraian Koefisien Satuan
1 Galian Pasir 0,663 Jam
2 Mengangkut hasil galian sejauh 50 m 2,310 Jam

Waktu yang dibutuhkan 2,973 Jam


Sumber: Pusat Litbang, 2012.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai