Anda di halaman 1dari 10

BA

B
III ETIKA DAN ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA
DALAM FORUM ILMIAH

Mahasiswa diharapkan mampu (1) memahami karakteristik forum ilmiah, (2) memahami
etika peran dalam forum ilmiah, dan (3) menggunakan bahasa Indonesia secara etis dan
estetis sesuai dengan perannya dalam forum ilmiah.

Kegiatan penalaran dan keilmuan merupakan hal yang lumrah dilakukan


pada lembaga pendidikan. Tidak terkecuali pada lembaga perguruan tinggi.
Kegiatan yang bertujuan untuk merangsang dan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi secara ilmiah ini menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat
akademik. Kegiatan penalaran dan keilmuan ini kemudian ditumbuhsuburkan
melalui berbagai wadah aktivitas di antaranya adalah seminar, diskusi panel,
diskusi kelas, semlok, debat, lokakarya, simposium, dan lain-lain.

Berbagai bentuk aktivitas ilmiah di atas terkemas dalam sebuah forum


yang disebut forum ilmiah. Dalam forum ini, arus pertukaran informasi ilmiah
dipastikan terjadi. Karena itulah ciri informatif menjadi karakterisistik forum ini.
Selain informatif, forum ilmiah juga berciri interaktif. Ciri interaktif dapat
dipahami mengingat situasi komunikatif/interaktif senantiasa melingkupi forum
ilmiah.

ETIKA PERAN DALAM FORUM ILMIAH

Forum ilmiah merupakan wadah berbagi wawasan akademik dan media


persebaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dalam forum ini terdapat
beberapa peran yang saling berkontribusi antara satu dengan yang lain. Peran-
peran tersebut antara lain penyaji (pemakalah, referator), pemandu/moderator
(pemimpin forum), penulis/notulen, peserta (audien, partisipan), dan teknisi. Satu

1
peran saja tidak dihadirkan maka akan mempengaruhi jalannya forum secara
umum. Pada tingkatan tertentu, kegagalan forum dalam mencapai tujuan yang
diharapkan tidak mustahil terjadi.

Kegagalan forum ilmiah dalam mencapai tujuan tidak hanya dipengaruhi


oleh kealpaan atau tidak berfungsi optimalnya peran tetapi juga oleh masalah
etika. Tidak sedikit forum ilmiah yang dilaksanakan dengan peran lengkap yang
berakhir dengan kegagalan. Tidak sedikit pula forum ilmiah terselenggara dengan
penuh motivasi dan antusias karena peran-peran yang terlibat di dalamnya
berfungsi maksimal. Akan tetapi, perasaan dikalahkan, dilecehkan, dan
dipermalukan menjadi buntut permasalahan yang berkepanjangan, bahkan setelah
forum berakhir. Masalah etika dalam forum ilmiah benar-benar memegang peran
penting dalam mencapai tujuan forum. Karena itu, masalah ini perlu dijaga. Jika
etika forum ilmiah senantiasa dijaga, bukan tidak mungkin suatu saat nanti
perhatian dan penghargaan terhadap etika berforum ilmiah akan menjadi sebuah
tradisi yang melembaga dan membudaya.

Etika forum ilmiah pada dasarnya berkaitan dengan etika peran dalam
forum ilmiah. Bagaimana seharusnya perilaku benar dan berterima secara moral
yang harus diterapkan oleh peran-peran dalam forum ini? Sesuai perannya,
moderator diharapkan bersikap moderat selama forum berlangsung. Objektivitas
dan ketidakberpihakan harus benar-benar dipegang teguh oleh moderator. Dalih
apapun yang melanggar prinsip moderat adalah sikap yang tidak berterima secara
moral dan sudah barang tentu melanggar etika forum ilmiah. Motif pertemanan,
hubungan kekerabatan, kepentingan politis, atau kepentingan ideologis apapun
hendaknya dijauhkan. Perilaku prinsip lainnya yang harus diperhatikan oleh
moderator adalah keadilan, kedisiplinan, dan keberanian. Keadilan berkaitan
dengan pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi seluruh forum. Kedisiplinan
bersinggungan dengan manajemen waktu dan manajemen interaksi. Keberanian
berhubungan dengan ketegasan terhadap segala hal yang kontraproduktif
terhadap prinsip keadilan dan kedisiplinan.

2
Fokus forum seharusnya lebih mengarah pada permasalahan yang
disajikan. Individu atau kelompok yang bertanggung jawab dalam penyajian
masalah/topik forum adalah penyaji. Umumnya penyajian masalah diskusi
dibakubukukan dalam paper, resume atau makalah. Karena itulah penyaji disebut
pula dengan referator atau pemakalah. Makalah yang disajikan dalam forum
ilmiah (misalnya diskusi, seminar, lokakarya) seharusnya terdistribusi sebelum
forum digelar. Hal ini dilakukan agar forum tidak lagi disibukkan dengan aktivitas
membaca untuk memahami permasalahan dalam makalah. Dalam kenyataannya,
peserta yang hadir dalam forum lebih memosisikan diri sebagai sekadar penerima
informasi dan penanya atau pengonfirmasi terhadap informasi yang belum
mereka pahami. Tidak banyak peserta yang hadir dengan pemahaman terhadap
permasalahan supaya forum ilmiah yang diikutinya lebih diintensifkan sebagai
wacana berbagi sudut pandang dan pemikiran serta berbagi solusi mengatasi
permasalahan.

Masih berkaitan dengan bagaimana seharusnya etika penyaji dan peserta,


kejujuran agaknya menjadi nilai yang wajib ditegakkan oleh keduannya. Bagi
penyaji, segala informasi yang disampaikan secara lisan dan tulis harus dapat
dipertanggungjawabkan. Lebih-lebih menyangkut rujukan dari informasi
akademik yang disampaikan, apakah merupakan buah pemikiran penulis sendiri
atau penulis lain harus jelas disampaikan. Hal yang sama juga berlaku bagi
peserta. Peserta seharusnya secara tulus menyimak segala informasi yang
disampaikan penyaji. Ketidaktulusan ini tampak dalam sikap meminta ulang
penjelasan karena alpa menyimak bagian tertentu dalam penyajian misalnya.
Sebaliknya, ketidaktulusan tampak saat penyaji yang tidak menyimak pertanyaan,
kemudian meminta peserta untuk menyampaikan pertanyaan ulang. Menanyakan
hal yang telah ditanyakan oleh peserta sebelumnya juga wujud ketidaktulusan
peserta. Berikutnya, pertanyaan menguji dari peserta merupakan contoh lain
ketidaktulusan dan ketidakjujuran.

Pada ranah peran yang lain, kemampuan menyimak dan menulis dengan
efektif segala informasi yang ternyatakan dalam forum merupakan persyaratan
yang seyogiannya dimiliki oleh seorang notulis. Tidak semua informasi harus

3
direkam secara tertulis karena hanya informasi penting yang ditulis. Informasi
penting dan utama dalam forum umumnya menyangkut kesepakatan penting,
rekomendasi forum, butir-butir pertanyaan dan tanggapan yang telah diikhtisarkan
serta pemikiran dan wawasan baru sesuai topik yang mampu menajamkan dan
memberi solusi terhadap permasalahan. Madya (2006) menyarankan agar catatan
hasil forum yang telah ditata ringkas sebaiknya dibagikan kembali kepada forum.
Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pemilik gagasan/konsep untuk
meluruskan jika ada hal-hal yang kurang tepat.

Peran yang selama ini dipandang sebelah mata adalah teknisi. Hal-hal
yang berkaitan dengan pengoperasian teknologi dianggap dapat dilakukan atau
dikerjakan oleh setiap orang. Kenyataannya adalah banyak teknisi yang tidak
memiliki kompetensi alias tidak profesional. Berdasarkan kenyataan tersebut
maka menjadi pemandangan yang dianggap wajar jika terdapat penyaji yang
menata dan mempersiapkan sendiri perangkat teknologi LCD sebelum presentasi
atau penanya yang terlebih dahulu mengutak-atik mikroponnya sebelum
menyampaikan tanggapan. Seorang teknisi tetap dibutuhkan untuk mengontrol
dan menyelamatkan jalanya forum dari segi teknologi. Penguasaan teknologi
informasi dengan demikian menjadi ciri profesionalisme peran ini.

DISKUSI 1

1. Adakah karakteristik forum ilmiah selain yang disebutkan di atas? Jelaskan!


2. Saudara tentu pernah terlibat dalam sebuah forum ilmiah. Temukanlah bentuk-
bentuk pelanggaran etika yang terjadi dalam forum tersebut!

ETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH

Kualitas pemakaian bahasa Indonesia dalam forum ilmiah sejauh ini


belum memenuhi harapan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan taat asas sering
tidak diimbangi dengan kesesuaian pemakaiannya. Sebaliknya, kesesuaian
konteks penggunaan bahasa Indonesia sering tidak disertai dengan kepatuhan

4
pada kaidah. Permasalahan kedualah yang lazim ditemukan dalam pelaksanaan
sebuah forum ilmiah. Kebiasaan menggunakan bahasa secara tidak konsisten
dianggap sebagai salah satu “biang” permasalahan. Sistem bahasa gado-gado
sudah terprogram sedemikian rupa sehingga seolah-olah tidak ada sensor
kesadaran berbahasa yang berorientasi kepada kaidah yang semestinya.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi tolok ukur ada
tidaknya etika berbahasa Indonesia dalam forum ilmiah. Bahasa Indonesia yang
baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks resmi
umumnya melatarbelakangi forum ilmiah. Dalam konteks ini penggunaan
bahasa dikaitkan dengan masalah kedinasan, keilmuan, dan keakademisan. Pada
situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk
menyampaikan gagasan. Karena itu, penggunaan bahasa baku merupakan sebuah
keharusan.

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang


penggunaannya selalu menaati kaidah baku bahasa Indonesia. Kebakuan dalam
ragam baku bahasa Indonesia meliputi kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata,
tata bahasa, dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah ragam bahasa Indonesia
yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman pada
pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus
menggunakan kata-kata baku. Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah
ketatabahasaan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam forum ilmiah
bermakna memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar
situasi dan karakteristik forum yang dihadapi sehingga mampu merumuskan
ungkapan kebahasaan yang sesuai. Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar dalam forum ilmiah, perlu adanya sikap positif peserta
forum terhadap bahasa Indonesia. Sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri
pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya
norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong peserta forum memelihara
konsistensi berbahasa indonesia . Kebanggaan bahasa adalah sikap yang

5
mendorong peserta forum untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan percaya
diri dan penuh motivasi. Kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong
peserta forum untuk menggunaan bahasa Indonesia secara cermat, tepat, santun,
dan anggun.

Secara praktis, etis tidaknya bahasa Indonesia dalam forum ilmiah juga
dapat diamati dari bentuk pengungkapannya. Ungkapan bahasa Indonesia yang
tidak mengandung nada emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri
atau menyerang gagasan orang lain (superior) dapat dikatakan bercirikan etis.
Ungkapan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau
konsep dapat pula dikatakan etis. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak
mengandung nada dan kata emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri
atau menyerang gagasan orang lain tercermin pada perilaku berbahasa yang
mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Dengan memperhatikan sopan santun,
bahasa kekerasan dapat dihindari dan banyak ”muka” yang dapat diselamatkan.

Pernyataan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang


gagasan atau konsep bermakna selalu ada rasionalitas di balik
ketidaksepahaman, ketidaksependapatan, dan penolakan terhadap gagasan
tertentu. Selain adanya rasionalitas, terdapat pula pernyataan solusif yang
diajukan sebagi alternatif penyelesaian masalah.

Diskusi 2

1. Bagaimana komentar Saudara terhadap seseorang penyaji yang


menyelipkan banyak istilah asing (lebih-lebih yang telah memiliki
padanan dalam bahasa Indonesia) dalam pengungkapan gagasannya dalam
sebuah forum ilmiah?
2. Bagaimana pula komentar Saudara terhadap seorang peserta yang
terkesan merendahkan diri dalam menyampaikan tanggapannya?

6
ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH

Dalam forum ilmiah, kesadaran penggunaan bahasa secara verbal yang


lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur, mudah dipahami, dan lugas
belum cukup membudaya. Kesadaran semacam ini sebenarnya tidak hanya
mampu membangun nilai-nilai estetika komunikasi interaktif dalam forum ilmiah
tetapi juga komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri formal forum ilmiah menghendaki penggunaan bahasa Indonesia yang


taat kaidah dan tepat konteks. Keniscayaan yang demikian bukan berarti tidak
menyisakan permasalahan. Bagaimana kebosanan sering dialami peserta forum,
tentunya hal ini tidak dapat begitu saja dilepaskan dari faktor pemakaian bahasa.
Barangkali terdapat beberapa faktor lainnya yang menimbulkan kejenuhan.
Namun, harus diingat bahwa komunikasi interaktif tetap menjadi bagian utama
dalam forum ilmiah. Dalam komunikasi interaktif, penggunaan bahasa
memegang peran penting. Untuk itu diperlukan pemakaian bahasa yang bercita
rasa dan berjiwa.

Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-
kaidah baku juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu
perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya
masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa
dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan
dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap,
melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar
penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga
menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari
estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau
mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk
mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta

7
forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu
yang lain dapat diwujudkan.

Estetika bahasa selanjutnya menghendaki ungkapan bahasa Indonesia


yang bertenaga, selektif, dinamis (tidak arkhais), dan tidak klise. Kata
bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi,
dan daya imajinasi pada benak pendengar. Agar ungkapan dapat bertenaga perlu
diupayakan pendayagunaan kata. Pendayagunaan ini pada prinsipnya berkaitan
dengan ketepatan memilih kata (selektif) untuk mengungkapkan sebuah gagasan,
ide, atau pemikiran. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah
kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar,
seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.

Pada umumnya, kecenderungan formulaik pada pernyatan kebahasaan


tertentu menyebabkan adanya ungkapan bahasa yang klise dan arkhais.
Penyebab lainnya adalah kemalasan penutur mengkreasi (memodifikasi)
ungkapan atau kata. Akhirnya, keberanian membuat variasi kalimat akan
menciptakan ungkapan yang dinamis dan hidup.

Simulasi

Gelar sebuah forum imiah di kelas dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Bagilah terlebih dahulu kelas dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok


akan menggelar jenis forum ilmiah yang berbeda (debat, seminar, dan diskusi
panel).
2. Tentukanlah ketua kelompok untuk memfasilitasi penentuan topik forum dan
penentuan masing-masing peran.

8
3. Setelah selama 20 menit dipersiapkan, tampilkanlah satu-persatu gelaran
forum ilmiah. Kelompok yang belum tampil wajib memberikan penilaian
dengan mengacu kepada format penilaian berikut ini.

No Aspek amatan Nilai Komentar


(1-
10)

1 Konsistensi penggunaan
bahasa Indonesia

2 Kebakuan penggunaaa bahasa


Indonesia

3 Ungkapan kebahasan yang


bercita rasa dan berjiwa

4 Ungkapan bahasa Indonesia


yang tidak mengandung nada
emosional

5 Ungkapan bahasa yang solusif


dan argumentatif

6 Ungkapan bahasa yang tidak


melemahkan/merendahkan diri
(inferior)

7 Ungkapan bahasa Indonesia


yang bertenaga, selektif,
dinamis (tidak arkhais), dan
tidak klise

9
Daftar Rujukan

Alwi, Hasan. 2006. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta:


Pusat Bahasa.

Hakim, Retty N. 2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2)
(online) (Http://Www.Wikimu.Com, diakses 11 Mei 2008).

Haryanta, Kasdi. 2008. Mari Berdiskusi Secara Baik dan Benar. (online) (
Http://Keterampilanberbicara.Blogspot.Com, diakses 14 Mei 2008).

Karnita. 2007. Berbahasalah dengan Sopan dan Santun. Pikiran Rakyat, hal.4

Madya, Suwarsih. 2006. Etika dalam Forum Ilmiah. Makalah, Disajikan dalam
Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indoensia, 13-15 Mei di
Jogjakarta.

-----------------------. 2006. Pengembangan Kepribadian melalui Bahasa Indonesia.


Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indonesia, 13-15
Mei di Jogjakarta.

Sriyanto. 2007. Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. (online)


(Http://www.Pontianakpost.com,diakses 14 Mei 2008)

10

Anda mungkin juga menyukai