B
III ETIKA DAN ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA
DALAM FORUM ILMIAH
Mahasiswa diharapkan mampu (1) memahami karakteristik forum ilmiah, (2) memahami
etika peran dalam forum ilmiah, dan (3) menggunakan bahasa Indonesia secara etis dan
estetis sesuai dengan perannya dalam forum ilmiah.
1
peran saja tidak dihadirkan maka akan mempengaruhi jalannya forum secara
umum. Pada tingkatan tertentu, kegagalan forum dalam mencapai tujuan yang
diharapkan tidak mustahil terjadi.
Etika forum ilmiah pada dasarnya berkaitan dengan etika peran dalam
forum ilmiah. Bagaimana seharusnya perilaku benar dan berterima secara moral
yang harus diterapkan oleh peran-peran dalam forum ini? Sesuai perannya,
moderator diharapkan bersikap moderat selama forum berlangsung. Objektivitas
dan ketidakberpihakan harus benar-benar dipegang teguh oleh moderator. Dalih
apapun yang melanggar prinsip moderat adalah sikap yang tidak berterima secara
moral dan sudah barang tentu melanggar etika forum ilmiah. Motif pertemanan,
hubungan kekerabatan, kepentingan politis, atau kepentingan ideologis apapun
hendaknya dijauhkan. Perilaku prinsip lainnya yang harus diperhatikan oleh
moderator adalah keadilan, kedisiplinan, dan keberanian. Keadilan berkaitan
dengan pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi seluruh forum. Kedisiplinan
bersinggungan dengan manajemen waktu dan manajemen interaksi. Keberanian
berhubungan dengan ketegasan terhadap segala hal yang kontraproduktif
terhadap prinsip keadilan dan kedisiplinan.
2
Fokus forum seharusnya lebih mengarah pada permasalahan yang
disajikan. Individu atau kelompok yang bertanggung jawab dalam penyajian
masalah/topik forum adalah penyaji. Umumnya penyajian masalah diskusi
dibakubukukan dalam paper, resume atau makalah. Karena itulah penyaji disebut
pula dengan referator atau pemakalah. Makalah yang disajikan dalam forum
ilmiah (misalnya diskusi, seminar, lokakarya) seharusnya terdistribusi sebelum
forum digelar. Hal ini dilakukan agar forum tidak lagi disibukkan dengan aktivitas
membaca untuk memahami permasalahan dalam makalah. Dalam kenyataannya,
peserta yang hadir dalam forum lebih memosisikan diri sebagai sekadar penerima
informasi dan penanya atau pengonfirmasi terhadap informasi yang belum
mereka pahami. Tidak banyak peserta yang hadir dengan pemahaman terhadap
permasalahan supaya forum ilmiah yang diikutinya lebih diintensifkan sebagai
wacana berbagi sudut pandang dan pemikiran serta berbagi solusi mengatasi
permasalahan.
Pada ranah peran yang lain, kemampuan menyimak dan menulis dengan
efektif segala informasi yang ternyatakan dalam forum merupakan persyaratan
yang seyogiannya dimiliki oleh seorang notulis. Tidak semua informasi harus
3
direkam secara tertulis karena hanya informasi penting yang ditulis. Informasi
penting dan utama dalam forum umumnya menyangkut kesepakatan penting,
rekomendasi forum, butir-butir pertanyaan dan tanggapan yang telah diikhtisarkan
serta pemikiran dan wawasan baru sesuai topik yang mampu menajamkan dan
memberi solusi terhadap permasalahan. Madya (2006) menyarankan agar catatan
hasil forum yang telah ditata ringkas sebaiknya dibagikan kembali kepada forum.
Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pemilik gagasan/konsep untuk
meluruskan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Peran yang selama ini dipandang sebelah mata adalah teknisi. Hal-hal
yang berkaitan dengan pengoperasian teknologi dianggap dapat dilakukan atau
dikerjakan oleh setiap orang. Kenyataannya adalah banyak teknisi yang tidak
memiliki kompetensi alias tidak profesional. Berdasarkan kenyataan tersebut
maka menjadi pemandangan yang dianggap wajar jika terdapat penyaji yang
menata dan mempersiapkan sendiri perangkat teknologi LCD sebelum presentasi
atau penanya yang terlebih dahulu mengutak-atik mikroponnya sebelum
menyampaikan tanggapan. Seorang teknisi tetap dibutuhkan untuk mengontrol
dan menyelamatkan jalanya forum dari segi teknologi. Penguasaan teknologi
informasi dengan demikian menjadi ciri profesionalisme peran ini.
DISKUSI 1
4
pada kaidah. Permasalahan kedualah yang lazim ditemukan dalam pelaksanaan
sebuah forum ilmiah. Kebiasaan menggunakan bahasa secara tidak konsisten
dianggap sebagai salah satu “biang” permasalahan. Sistem bahasa gado-gado
sudah terprogram sedemikian rupa sehingga seolah-olah tidak ada sensor
kesadaran berbahasa yang berorientasi kepada kaidah yang semestinya.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi tolok ukur ada
tidaknya etika berbahasa Indonesia dalam forum ilmiah. Bahasa Indonesia yang
baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks resmi
umumnya melatarbelakangi forum ilmiah. Dalam konteks ini penggunaan
bahasa dikaitkan dengan masalah kedinasan, keilmuan, dan keakademisan. Pada
situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk
menyampaikan gagasan. Karena itu, penggunaan bahasa baku merupakan sebuah
keharusan.
5
mendorong peserta forum untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan percaya
diri dan penuh motivasi. Kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong
peserta forum untuk menggunaan bahasa Indonesia secara cermat, tepat, santun,
dan anggun.
Secara praktis, etis tidaknya bahasa Indonesia dalam forum ilmiah juga
dapat diamati dari bentuk pengungkapannya. Ungkapan bahasa Indonesia yang
tidak mengandung nada emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri
atau menyerang gagasan orang lain (superior) dapat dikatakan bercirikan etis.
Ungkapan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau
konsep dapat pula dikatakan etis. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak
mengandung nada dan kata emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri
atau menyerang gagasan orang lain tercermin pada perilaku berbahasa yang
mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Dengan memperhatikan sopan santun,
bahasa kekerasan dapat dihindari dan banyak ”muka” yang dapat diselamatkan.
Diskusi 2
6
ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-
kaidah baku juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu
perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya
masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa
dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan
dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap,
melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar
penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga
menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari
estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau
mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk
mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta
7
forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu
yang lain dapat diwujudkan.
Simulasi
8
3. Setelah selama 20 menit dipersiapkan, tampilkanlah satu-persatu gelaran
forum ilmiah. Kelompok yang belum tampil wajib memberikan penilaian
dengan mengacu kepada format penilaian berikut ini.
1 Konsistensi penggunaan
bahasa Indonesia
9
Daftar Rujukan
Hakim, Retty N. 2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2)
(online) (Http://Www.Wikimu.Com, diakses 11 Mei 2008).
Haryanta, Kasdi. 2008. Mari Berdiskusi Secara Baik dan Benar. (online) (
Http://Keterampilanberbicara.Blogspot.Com, diakses 14 Mei 2008).
Karnita. 2007. Berbahasalah dengan Sopan dan Santun. Pikiran Rakyat, hal.4
Madya, Suwarsih. 2006. Etika dalam Forum Ilmiah. Makalah, Disajikan dalam
Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indoensia, 13-15 Mei di
Jogjakarta.
10