Anda di halaman 1dari 8

Indonesia dan Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases)

“Kring.. (dering telepon berbunyi). Call taker WINGS menjawab, “Hallo dengan WINGS,
ada yang bisa dibantu?” Terdengar suara penuh kepanikan dari ujung telepon, “Tolong
ini suami saya tidak sadarkan diri..” Call taker menjawab, “Mohon tetap tenang, kami
akan segera mengirim tim ambulans. Mohon dengarkan instruksi kami.”

Berikut adalah salah satu contoh percakapan awal antara pengguna layanan dan Tim
WINGS (Wlingi Emergency Medical Service) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi. IGD adalah garda terdepan dalam pelayanan medis di suatu rumah sakit,
sekaligus suatu unit kerja yang bertanggungjawab terhadap tatalaksana kasus
kegawatdaruratan dan bencana (bencana alam, non alam dan pandemi). WINGS
merupakan pelaksanaan dari Sistem Penanggulangan Gawat darurat Terpadu (SPGDT)
yaitu sistem penanggulangan pasien gawat darurat dengan berfokus pada pelayanan
sebelum pasien dibawa ke rumah sakit (pre hospital). Sistem kerja WINGS berpedoman
pada respon cepat yang menekankan keselamatan nyawa dan mencegah kecacatan (time
saving is life and limb saving) dengan melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam
(masyarakat yang tidak mengetahui dasar tentang kegawatdaruratan), petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi yang terintegrasi.

Menjadi bagian dari WINGS adalah pengalaman berharga bagi saya. Saya lahir dan
besar di Kabupaten Blitar. Wilayah yang memiliki luas 1.589,0 km 2 ini memiliki karakteristik
yang unik yaitu dibagi dua bagian, Blitar Utara dan Blitar Selatan. Bitar Utara memiliki
tanah lebih subur dan sarana air bersih yang cukup, sedangkan Blitar Selatan pada
umumnya merupakan daerah pegunungan kapur yang relatif kurang subur dan sarana air
bersih masih menjadi masalah. Dengan luas wilayah dan kondisi georafis tersebut, saya
mendapat pelajaran bahwa masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk menjangkau
fasilitas kesehatan terutama rumah sakit.
Pengalaman berjumpa dengan masyarakat di daerah juga pernah saya alami ketika
menempuh kepaniteraan kedokteran komunitas di akhir pendidikan profesi dokter di
Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Saya mendapat tugas untuk kunjungan ke rumah
pasien kusta. Masih teringat jelas dalam ingatan saya, wajah putus asa pasien tersebut
yang harus berulang kali merasakan reaksi kusta selama pengobatannya. Reaksi kusta
adalah suatu episode akut pada perjalanan penyakit yang kronis berhubungan dengan
respon imunitas pasien. Dengan jari-jari yang mulai terganggu fungsi sarafnya, amat sulit
baginya untuk bekerja dan bergaul di masyarakat. Penyakit kusta secara kompleks
mempengaruhi bukan hanya masalah medis, namun juga meluas ke masalah sosial,
ekonomi dan budaya. Fenomena itu menggugah hati saya untuk bisa mendalami Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin sehingga nantinya dapat berkontribusi menyelesaikan
masalah penyakit kulit dan kelamin di masyarakat.

Saya tertarik di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin sejak saya duduk di bangku
kuliah semester 6. Saya menyadari bahwa Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah bidang
yang kompleks karena penyakitnya yang beragam. Meski demikian, sebagian besar
diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik oleh ahli. Karena bentuk penyakitnya
dan gejalanya yang serupa, seringkali muncul diagnosis yang kurang tepat atau kadang
pasien membeli obat sendiri atau bahkan tidak berobat. Akhirnya muncul penyakit tropis
terabaikan (Neglected Tropical Diseases).

Salah satu penyakit kulit terabaikan yang menjadi beban Indonesia hingga saat ini
adalah penyakit kusta. Di tingkat global, Sustainable Development Goals (SDGs) pada target
3.3.5 menargetkan penurunan orang yang memerlukan intervensi terhadap
penanggulangan Penyakit Tropis Terabaikan pada tahun 2021-2030, yang kemudian
dijabarkan dalam indikator peningkatan jumlah negara dengan nol kasus indigenous kusta
dalam Roadmap bagi Penyakit Tropis Terabaikan 2021-2030.

Menurut data WHO dan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, angka kusta di
Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia. Indonesia belum dinyatakan bebas kusta
karena angka kasus kusta belum mencapai target kurang dari 1 orang per 10.000
penduduk. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan RI tahun 2022,
tercatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru
sebanyak 7.146 kasus.

Di Kabupaten Blitar, penyakit kusta menjadi 10 penyakit terbesar yang masih menjadi
perhatian, terbukti penyakit kusta berturut-turut muncul dalam Profil Kesehatan
Kabupaten Blitar selama lebih dari 5 tahun terakhir. Stigma yang melekat di masyarakat
yang perlu diluruskan adalah kusta bukan penyakit turunan maupun kutukan melainkan
penyakit menular melalui kontak erat, lama dan berulang. Kusta dapat menyerang kulit,
mukosa, saluran nafas, saluram retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis. Berbagai
macam strategi pemutus mata rantai penularan kusta sudah ditempuh pemerintah, seperti
pemberian pengobatan secara dan gratis maupun imunisasi dasar untuk balita yang
semuanya gratis. Namun stigma dan diskriminasi yasng dialami penderita kusta
mengakibatkan masih banyak daerah yang menjadi kantong-kantong endemi kusta. Adanya
pandangan negatif terhadap penderita kusta membuat seseorang yang terkena kusta
enggan berobat karena takut dijauhi masyarakat. Kecacatan tubuh yang dialami pasien
kusta menunjukkan keterlambatan penanganan sebesar 15,4%. Hal itu menghambat
penderita dan keluarganya menikmati kehidupan sosial yang wajar seperti individu lainnya.
Perlakukan diskriminasi dialami oleh penderita dalam kehidupan sehari-hari seperti
kesulian mencari pekerjaan, beribadah, menggunakan kendaraan umum dll yang
menyebabkan tekanan psikis. Hal ini tentu mengakibatkan berlanjutnya mata rantai
penularan kusta, timbulnya kecacatan, sehingga menajdi lingkaran yang tak terselesaikan.

Hal yang perlu mendapat perhatian mengenai penyakit kusta adalah tingginya
prevalensi kusta pada anak. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tanggal 13
Januari 2021, prevalensi kusta pada anak mencapai 9,14%, melebihi target pemerintah
dibawah 5%. Kasus pada anak menjadi perhatian karena mereka akan bersekolah, resiko
penularan pada anak sekolah dan dampak sosial yang ada. Hal kedua adalah angka cacat
tingkat 2 mencapai 1,18 per 1.000.000 penduduk. Artinya masih berlangsungnya penularan
dan adanya keterlambatan dalam penemuan kasus.
Selain penyakit kusta, Kabupaten Blitar juga dihadapkan pada masalah penyakit kulit
lain yaitu penyakit kulit alergi yang masuk ke dalam daftar 10 penyakit terbesar kunjungan
puskesmas tahun 2020. Penyakit Hipertensi menduduki urutan nomor 1 dan Diabetes
Mellitus di urutan nomor 6. Sedangkan komplikasi kedua penyakit kronis ini juga
menyerang kulit.

Pengalaman berkecimpung di area pencegahan dan pengendalian infeksi saya


dapatkan ketika mendapat kesempatan bergabung dengan Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) rumah sakit. Saya mendapat amanah sebagai IPCD (Infection
Prevention Control Doctor). Sebagai IPCD, saya ditugaskan untuk:

1. Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi yang tepat


2. Turut menyusun pedoman penggunaaan antibiotika dan surveilans
3. Mengidentifikasi dan melaporkan pola kuman dan pola resistensi antibiotika
4. Bekerjasama dengan Infection Prevention Control Nurse (IPCN) melakukan monitoring
kegiatan surveilans infeksi dan mendeteksi serta investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Bersama komite PPI mempeperbaiki kesalahan yang terjadi, membuat laporan tertulis
hasil investigasi dan melaporkan kepada pimpinan rumah sakit
5. Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI bekerjasama dengan bagian pendidikan
dan pelatihan (Diklat) di rumah sakit
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami PPI

Selama akreditasi, saya juga terlibat dalam kelompok kerja (pokja) yang sesuai dengan
tugas IPCD yaitu Pokja PPI. Saya bersama tim PPI membantu merumuskan pendoman,
Standar Operasional Prosedur (SPO), dan sosialisasi berkala terkait PPI di rumah sakit.
Harapannya hal ini dapat meningkatkan pengetahuan civitas rumah sakit dalam hal
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Dari ilmu PPI saya belajar untuk
berfikir secara holistik, yaitu memastikan seluruh individu di rumah sakit memahami ilmu
tentang PPI dan saling menjaga diri dan sekitarnya agar tidak tertular penyakit di rumah
sakit secara berkesinambungan.
Dalam hal managerial, saya juga mendapat kesempatan bergabung dalam Tim Satuan
Pengawas Internal yang tugasnya melakukan audit internal rumah sakit. Saya ditunjuk
sebagai Ketua Bidang Pelayanan dan Penunjang Medik dalam tim yang bertugas memimpin
audit ke unit-unit yang ditunjuk guna memeriksa, menganalisis dan memberikan
rekomendasi dalam bentuk laporan kegiatan. Dari pengalaman itu saya banyak belajar
mengenai cara membagi waktu, cara bekerjasama lintas unit maupun lintas profesi, nilai-
nilai positif seperti kerahasiaan, sikap netral, koordinasi, kepemimpinan, manajerial dan
komunikasi efektif.

Seluruh tugas tambahan itu saya jalani di sela-sela tugas pokok saya sebagai dokter jaga
IGD yang bekerja secara shift yaitu pagi, siang dan malam. Dalam menjalani kesibukan jaga,
saya juga mendapat amanah sebagai koordinator dokter jaga yang bertugas melakukan
koordinasi jadwal jaga, mengatur SDM dokter jaga dan konsultasi dengan atasan. Masa-
masa berat pandemi saya lalui di IGD. Selain dituntut untuk menjaga kesehatan tubuh
sendiri, saya juga mengontrol kesehatan SDM dokter jaga dan mengatur bilamana ada
dokter yang terkonfirmasi Covid-19 dan harus menjalani masa isolasi.

Pengalaman 6 tahun bekerja di IGD, memacu saya untuk meningkatkan ilmu dan
kemampuan guna memperluas manfaat bagi masyarakat. Saya ingin membangun kesehatan
sesuai bidang yang saya minati yatu Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Di Kabupaten Blitar,
jumlah dokter spesialis Kulit Kelamin yang berpraktek ada 2 orang. Dengan jumlah
penduduk tahun 2020 sebesar 1.163.789 jiwa, rasio antara tenaga dokter spesialis dan
jumlah penduduk masih belum terpenuhi (idealnya 1 : 16.000).

Universitas Airlangga menjadi perguruan tinggi pilihan saya menuntut ilmu. Selain
merupakan universitas almamater saya dan telah terakreditasi A baik Universitas, Fakultas
Kedokteran maupun Program Studi Dermatologi dan Venereologi nya, universitas ini
berkomitmen sesuai visi departemennya yaitu menjadi Program Studi Dermatologi dan
Venereologi yang bermartabat, berdaya saing dan unggul khususnya dalam bidang infeksi
tropis, didukung dengan kehadiran Institute of Tropical Disease yang maju dalam hal
penelitian. Universitas Airlangga juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang
dibuktikan dengan adanya lembaga khusus yang menaungi yaitu Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM) FK Unair. Difasilitasi oleh Unit Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (UPPM), pelaksana penelitian dan pengabdian masyarkat mendapatkan
petunjuk bagaimana strategi mendapatkan dana hibah sebagai salah satu bentuk dukungan.

Di masa depan, saya bermimpi Indonesia akan terbebas dari penyakit tropis terabaikan.
Fungsi promotif dan preventif bisa berjalan baik sehingga masyarakat lebih sadar akan
pentingnya menjaga kesehatan kulit melalui pola hidup bersih dan sehat, segera berobat
sejak dini ditunjang akses terhadap pelayanan kesehatan oleh dokter ahli lebih tercukupi.
Sehingga lingkaran penularan bisa diputus, kualitas hidup meningkat, masyarakat lebih
produktif dan lahirlah generasi muda yang unggul. Harapan saya, diskriminasi dan stigma
terhadap penyakit kulit bisa terhapuskan sehingga memaksimalkan fungsi kuratif dan
rehabilitatif dan tercapai SDGs tahun 2030. Didukung oleh kerjasama lintas sektor yang
lebih terjalin, Indonesia tumbuh menjadi negara maju.

Untuk mewujudkan mimpi tersebut saya memiliki rencana kontribusi jangka pendek
dalam 0-5 tahun setelah saya lulus yaitu menjadi dokter spesialis Dermatologi dan
Venereologi yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap professional dalam
pengelolaan pasien secara paripurna. Saya juga akan aktif mendukung program pemerintah
dalam mengendalikan penyakit kulit yang menjadi perhatian seperti penyakit kusta
meliputi:

1. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor


2. Penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
3. Penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam penanggulangan kusta
4. Penguatan sistem surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan penanggulangan
kusta.

Deteksi dini adalah kunci, yaitu 3T (Testing, Tracing, Treatment) secara optimal. Saya
akan berkontribusi dalam kegiatan penguatan kader kusta yang diterjunkan oleh
puskesmas meliputi sosialisasi dan pelatihan dalam upaya deteksi dini dan penemuan aktif
terutama di wilayah-wilayah endemi. Saya juga akan mendukung upaya promosi kesehatan
untuk meningkatkan pemahaman bahwa adanya bercak putih maupun merah bukanlah
bercak biasa, namun membutuhkan penanganan lebih lanjut di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Kontribusi jangka panjang yang saya rencanakan dalam 5-10 tahun kedepan adalah
mengembangkan Klinik Kulit Kelamin di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi tempat saya bekerja
dan memperluas layanan khusus untuk penyakit kulit infeksi khususnya kusta. Saya akan
merangkul teman sejawat spesialis DV melalui Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin (PERDOSKI) untuk rutin mengadakan bakti sosial di wilayah-wilayah endemi kusta
terutama di Kabupaten Blitar. Saya akan memberikan rekomendasi kepada Dinas Kesehatan
khususnya bidang P2PM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular) untuk
mendukung upaya penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta melalui
pemberdayaan komunitas penyintas kusta di berbagai kegiatan yang diadakan oleh Dinas
Kesehatan. Saya juga akan memberikan rekomendasi kepada lintas sektor seperti sektor
perdagangan dan pariwisata melibatkan stake holder dan tokoh masyarakat dalam upaya
pemberdayaan penyintas kusta. Sosialisasi secara berkesinambungan juga dilakukan melalui
seminar atau webinar dengan sasaran awam, non medis seperti sekolah maupun tenaga
medis dengan tema penyakit kulit infeksi. Saya juga akan menjalin komunikasi intens
dengan puskesmas untuk optimalisasi upaya monitoring pengelolaan pasien kusta.

Sebagai seseorang dengan motivasi tinggi dan pantang menyerah, saya yakin saya dapat
menjalani pendidikan dengan penuh tanggungjawab. Saya ingin meneruskan kontribusi saya
bersama LPDP dengan menjadi dokter spesialis Dermatologi dan Venereologi yang
berkomitmen mendukung program pemerintah dalam mengendalikan penyakit kulit
terabaikan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai