Anda di halaman 1dari 9

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia

Hernia adalah penonjolan abnormal organ intra abdomen melalui suatu

defek bawaan atau defek yang didapat. Sebagian besar hernia terjadi di

inguinal (75%). Komponen hernia terdiri dari cincin hernia, kantong hernia,

dan isi hernia (Read, 2002; Javid dan Brooks, 2007; Doherty, 2010).

Pemahaman dengan jelas anatomi daerah inguinal penting untuk

memahami prinsip dalam penanganan hernia. Anatomi dinding perut dari luar

ke dalam terdiri dari kutis, lemak subkutis, fascia Scarpa, Musculus Obliquus

Abdominis Eksternus, Musculus Ob liquus Abdominis Internus, Musculus

Transversus Abdominis, fascia Transversalis, lemak Peritoneal, dan

Peritoneum (lihat gambar 2.1) (Stead, et al., 2003; Sabiston, 2004; Brunicardi,

2007).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1 Anatomi dinding abdomen (diambil dari ciples of Surgery,

chapter 34 : Abdominal wall, omentum, mesentery, and retroperitoneum.

Brunicardi, 2006).

Kanalis inguinalis merupakan suatu terowongan yang dibatasi di

anterior oleh Apponeurosis Musculus Obliquus Abdominis Eksternus, di

superior oleh tepi bawah dari Musculus beserta Apponeurosis Musculus

Obliquus Abdominis Internus dan Musculus Transversus Abdominis, di

posterior dibatasi oleh fascia Transversalis, di inferior dibatasi oleh

Ligamentum Inguinale. Kanalis inguinalis berjalan miring dari cranio lateral ke

caudo medial terletak di antara Anulus Internus dan Anulus Eksternus (lihat

gambar 2.2). Kanalis inguinalis pada pria berisi Funiculus Spermaticus,

sedangkan pada perempuan berisi Ligamentum Rotundum. Funiculus

Spermaticus berisi Nervus Illioinguinalis, Ramus Genitalis Nervus


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Genitofemoralis, cabang-cabang Nervus Simpaticus, Arteri Testicularis (Arteri

Spermatica Eksterna), arteri yang menuju ke Vasdeferens, Vena Plexus

Pampiniformis, Musculus Cremaster, fascia Spermaticus Superficialis, fascia

Spermaticus Eksternus, fascia Spermaticus Internus, Vasdeferens (Skandalakis,

2006).

Gambar 2.2 Kanalis inguinalis (diambil dari Surgical anatomy and technique.

Chapter 09 : Abdominal wall and hernia. Skandalakis, 2006).


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

etak di sebelah medial dari Anulus Internus.

Batas inferiornya adalah Ligamentum Inguinale. Batas medialnya tepi lateral

dari Vagina Musculus Rectus Abdominis. Batas superior adalah vasa

Epigastrica Inferior (profunda). Area ini merupakan lokus minoris untuk

terjadinya hernia inguinalis medialis (Skandalakis, 2006).

Di daerah inguinal terdapat arteri dan vena Illiaca Eksterna, keluar dari

Musculus Psoas di sisi medial dan bercabang dua, cabang lateral adalah arteri

Circumflexa Illiaca Profunda, cabang medial adalah arteri Epigastrica Inferior.

Vena Illiaca Eksterna terletak pada posterior dan medial dari arteri dan

mengikuti arahnya. Arteri dan vena Epigastrica Inferior menyilang Tractus

Illiopubicus pada sisi medial dari Anulus Internus dan naik sepanjang sisi

posterior dari Musculus Rectus Abdominis. Arteri Spermatica Interna

merupakan percabangan dari aorta Abdominalis di bawah arteri Renalis.

Anastomose dari arteri Testicularis, arteri Diferentialis, dan arteri Cremasteric

menyuplai testis dengan membentuk kolateral (Brunicardi, 2006).

B. Hernia Inkarserata

Hernia inkarserata merupakan salah satu hernia yang tidak dapat

direposisi ke dalam cavum abdomen. Keadaan ini dapat dicegah dengan

koreksi bedah elektif sebelum terjadi inkarserata. Sekali terjadi hernia

inkarserata, maka mungkin terjadi strangulata karena pembengkakan progresif

isi inkarserata bisa timbul sebagai hasil obstruksi vena dan pembuluh limfe di

leher kantong, bisa pada anulus internus atau eksternus (lihat gambar 2.3). Hal

ini akan menimbulkan edema lebih lanjut, kemudian tekanan meningkat


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sedemikian rupa, sehingga aliran masuk arteri terancam dan bisa berlanjut

menjadi iskemia dan gangren usus (Sabiston, 2004).

Menurut lokasi hernia inkarserata, 40-50% merupakan hernia

inguinalis, 30-35% hernia femoralis, 10-15% hernia umbilikalis, dan sisanya

hernia incisional atau epigastrika. Pada hernia yang tidak dilakukan

herniarepair dapat menjadi hernia inkarserata yaitu < 1% (0,18% sampai

dengan 0,79%) (Haider, et al., 2003; Sabiston, 2004; Mehta, 2006; Leubner, et

al., 2007).

Gambar 2.3 gambar A : jepitan hernia pada annulus eksternus, gambar B : jepitan

hernia pada anulus internus (diambil dari Surgical anatomy and

technique. Chapter 09 : Abdominal wall and hernia. Skandalakis,

2006).

Komplikasi hernia tergantung kepada keadaan yang dialami oleh isi

hernia. Isi hernia dapat bertahan dalam kantong hernia pada hernia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

irreponibilis, ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri dari

omentum, organ ekstraperitoneal, disini tidak ada keluhan kecuali ada

benjolan. Dapat pula isi hernia terjepit oleh cincin hernia yang akan

menimbulkan hernia inkarserata. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan

gangguan perfusi jaringan isi hernia. Waktu interval pada hernia inkarserata

sebelum terjadinya nekrosis usus sangat bervariasi. Waktu minimal kurang

lebih 5 - 6 jam, tetapi ada usus yang masih viabel 3-4 hari. Waktu perkiraan

viabilitas usus pada hernia inkarserata : <24 jam (mungkin terjadi jepitan pada

usus), 24-48 jam (vaskularisasi usus berkurang sehingga terjadi iskemia), 48-

72 jam (mungkin terjadi gangren), > 72 jam (terjadi nekrosis). Pada permulaan

terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam

hernia dan terjadi transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem akan

menambah jepitan pada cincin hernia sehingga perfusi jaringan makin

terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat

yang bersifat serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus maka akan terjadi

perforasi yang akhirnya akan menimbulkan abses lokal, fistel, dan peritonitis

jika ada hubungan dengan rongga perut. Gambaran klinis pada hernia

inkaserata yang berisi usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan

gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila terjadi

strangulata akan menyebabkan gangguan vaskularisasi dan akan terjadi

gangren. Hernia inkarserata adalah keadaan emergensi yang perlu tindakan

operatif secepatnya (Mann, 1995; Kendarto, 1999; Bendavid, 2001; Simpson

dan Humes, 2010).


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Viabilitas usus

Penilaian viabilitas usus intra operatif tidak selalu mudah dilakukan,

usus yang kelihatan normal kemungkinan bisa menjadi tidak viabel. Penilaian

makroskopis untuk menentukan viabilitas usus meliputi warna serosa usus,

peristaltik usus, dan pulsasi arteri. Selain itu bisa menggunakan ultrasonografi

doppler untuk menentukan aliran darah pada arkade pembuluh darah dan

dinding usus. Metode lain dalam menentukan viabilitas usus dengan melihat

perubahan warna pada arkade pembuluh darah usus setelah dilakukan

penyuntikan zat kontras angiografi flouresen intravena (Yusuf, et al., 2005).

Penilaian viabilitas usus intra operatif sangat penting dilakukan oleh

seorang ahli bedah. Pada keadaan dimana usus berwarna hitam, biru, atau

keunguan dengan tidak ada pulsasi dari pembuluh darah, maka diperlukan

reseksi usus. Apabila usus dalam kondisi edema dan berwarna keunguan, dan

tidak didapatkan pulsasi dari pembuluh darah, dapat dilakukan kompres dengan

kassa NaCl 0,9 % hangat selama 5-10 menit kemudian dilakukan penilaian

kembali viabilitas usus. Apabila masih ragu dapat diulang kembali dan

dilakukan penilaian ulang (Bendavid, 2001; Vasas, et al., 2009; Simpson dan

Humes, 2010).

D. C-Reactive Protein (CRP)

CRP adalah indikator inflamasi non-spesifik yang diperiksa secara rutin

di rumah sakit pada pasien dengan diagnosa akut abdomen (appendisitis akut,

perforasi hollow viscus, ileus obstruksi, hernia inkarserata, karsinoma

colorectal, dan lain-lain). Kebanyakan studi baru menggunakan nilai CRP


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk mendiagnosa appendisitis akut. Baru sedikit penelitian yang memeriksa

CRP pada akut abdomen selain appendisitis (Salem, et al., 2007).

CRP merupakan indikator yang paling sensitif terhadap reaksi non-

spesifik dari infeksi bakteri, iskemik, peradangan, dan kerusakan jaringan

daripada protein fase akut yang lain. Pada hernia inkarserata dapat terjadi

proses inflamasi dan kerusakan jaringan yang dapat mengakibatkan

peningkatan CRP dan leukosit. Ada dua serum protein yang meningkat

signifikan pada respon inflamasi yaitu serum amyloid A potein (SAA) dan

CRP. Salah satu keuntungan yang paling penting dari CRP adalah indikator

adanya reaksi inflamasi yang lebih cepat dari pada Erythrocyte Sedimentation

Rate (ESR). CRP akan meningkat pada obstruksi usus yang mengalami

inkarserata dibandingkan pada obstruksi usus sederhana (Jehan, 2003; Xiao-

Lan, et al., 2011).

CRP disintesa oleh sel hepatosit dan dalam jumlah kecil disintesa di

ekstrahepatal seperti pada sel limfosit, neuron, monosit. Peningkatan sintesa

CRP dalam sel parenkim hati diinduksi oleh IL-1, IL-6, TNF, dan INF yang

berasal dari rangsangan makrofag. Produksi CRP terutama diinduksi oleh IL-6

(Kwok, 2009). CRP meningkat 100 kali atau lebih, berperan pada imunitas non

spesifik, yang dengan bantuan Ca2+ dapat berikatan dengan polisakarida dari

bakteri, jamur, dan parasit, phosporicholine, phosphatidhylcolin seperti lecitin,

dan polianion seperti asam nukleat. Kemudian menggerakkan sistem

komplemen dan membantu merusak mikroorganisme patogen dengan cara

opsonisasi dan dengan meningkatkan fagositosis. Sebagai tambahan dapat


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menimbulkan reaksi terhadap platelet serta membantu proses pelepasan lemak

dalam proses jaringan yang sudah mati. CRP dapat menjadi aktif sebelum

proses perubahan spesifik terjadi dalam proses patologis. Perbaikan dari reaksi

inflamasi umumnya memerlukan waktu sekitar 2 minggu kembali normal.

Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat 4-6 jam,

jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan (Johnson,

2001; Utama, 2012). Waktu paruh CRP di plasma kurang lebih 19 jam (Kwok,

2009). Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah

inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi

yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Kinetik metabolisme CRP

sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh

karena itu, CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan

akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal dan dapat diperoleh hasilnya dalam

waktu cepat serta tidak memerlukan volume darah yang banyak. Trauma atau

infeksi pada jaringan mengakibatkan terjadi serangkaian reaksi dengan tujuan

untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut dan mengaktifkan proses

perbaikan (Johnson, 2001; Utama, 2012). Nilai normal kadar CRP yang

diperiksa dengan

0,5 mg/dl (El-Awady, et al., 2007).

Kadar CRP mempunyai nilai yang sama pada laki-laki dan perempuan

yang sehat pada rentang usia 25-64 tahun (perempuan) dan 25-74 tahun (laki-

laki) (Hutchinson, et al., 2000).

Anda mungkin juga menyukai