Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS
“ PRE NATAL CARE (PNC) : SECTIO CESARIA (SC) “
DI RUANG RAWAT INAP RSUD JAGAKARSA

NAMA : VINI ANJELIA PATTINAJA

NPM : 18180000017

PRODI : PROFESI NERS

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PRE NATAL CARE (PNC) “ SECTIO CASERIA (SC) “

A. DEFINISI

Gambar 1.1 Sectio Casaria


Sectio cesaria adalah pebedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim. Salah satu teknik pembedahan secsio sesarea adalah secsio sesarea
transperitonialis profunda yaitu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah
rahim (Nurarif & Kusuma, 2015). Sedangkan menurt Cuningham, dkk., (2014) persalinan
sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan
dinding uterus (histrotomi). Berikut ini ialah kenis-jenis section :

Gambar 1.2 Jenis-jenis Sectio


1. Sectio Cesaria Transperitonealis Profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah :
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio Cesaria Klasik atau Sectio Cesarea Korporal
Pada sectio cesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio Caseria Ekstra Peritoneal
Sectio cesaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
4. Sectio Cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1) Atonia uteri.
2) Plasenta accrete.
3) Myoma uteri.
4) Infeksi intra uteri berat (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Alat reproduksi wanita berada di bagian tubuh seorang wanita yang disebut panggul. Secara
anatomi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu : bagian yang terlihat
dari luar (genitalia eksterna) dan bagian yang berada di dalam panggul (genitalia interna).
1. Alat Kelamin Luar (Genetalia Eksterna)

Gambar 2.1 Alat Kelamin Luar (Genetalia Eksterna)


a. Mons Vernis atau Mons Pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol dibagian depan
simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup
oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
Selain itu pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut (Irianto, 2014).
b. Labila Mayora atau Bibir Besar
Labila mayora adalah lipatan kulit yang menonjol secara longitudinal yang
memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis dan membentuk batas
lateral yang banyak mengandung saraf. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm
dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu
membentuk perineum, permukaan terdiri dari :
1) Bagian Luar; mempunyai pigmen dan ditutupi oleh rambut keriting.
2) Bagian Dalam; permukaannya licin karena dikelilingi selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak) (Irianto, 2014).
c. Lanila Minor atau Bibir Kecil
Labila minor adalah lipatam kecil yang terdapat diantara labila mayora. Labila
minora memanjang dari klitoris secara obligue ke bawah dan ke samping belakang
sepanjang 4 cm disisi orifisium vagina. Ujung posterior labila minora bergabung
dengan garis median oleh lipatan kulit disebut frenolum. Masing-masing labila
minora terbagi menjadi :
1) Prepusium : melalui klitoris bergabung dengan yang lain membentuk lipatan
yang menggantung pada glans klitoris.
2) Frenolum klitoris : melalui bawah klitoris dan membentuk permukaan bawah
yang saling berhubungan (Irianto, 2014).
d. Klitoris
Klitoris adalah tonjolan kecil yang melingkar yang berisi jaringan erektil yang
sangat sensitif, terdapat dibwah kommisura labia anterior dan sebagian tersembunyi
diantara ujung anterior labia minora. Banyak mengandung pembuluh darah dan
serabut saraf sensoris sehingga sangat sensitif analog dengan penis laki-laki.
Klitoris terdiri atas :
1) Klitoris terdiri dari dua krura (akar), satu batang (badan), dan satu glans klitoris
bundar yang banyak mengandung ujunga saraf dan sangat sensitive.
2) Batang klitoris mengandung dua korpora kavernosum yang tersusun dari
jaringan erektil. Saat mengembung dengan darah selama eksitasi seksual,
bagian ini bertanggung jawab untuk ereksi klitoris.
Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan saat
melakukan senggama atau hubungan seksual (Irianto, 2014).
e. Vestibulm Vagina (Serambi)
Celah yang terletak diantara labia minora dan dibelakang glans klitoris. Didalam nya
terdapat orifisium uretra 2,5 ccm yang terletak dibelakang glans klitoris diiukti
dengan vagina yang merupakan muara duktus vestibularis mayor, liang senggama,
kelenjar bartholini dan kelenjar vestibularis.
1) Kelenjar Bartholini memproduksi beberapa tetes sekresi mucus untuk membantu
melumasi orifisium vaginal saat eksitasi seksual.
2) Kelenjar Vestibularis adalah masa jaringan erektil dalam subsatansi jaringan
labila (Irianto, 2014).
f. Himen (Selaput Dara)
Himen (selaput dara) adalah lapisan tipis yang menutupi sebagian liang senggama.
Pada bagian tengah terdapat lubang tempat keluarnya menstruasi. Bentuknya
bervariasi dan bila teregang akan berbentuk cincin. Pada waktu koitus (coitus)
pertama, hymen robek dibeberapa tempat dan pada sisa hymen yang telah rupture
ditemukan penonjolan kecil yang disebut krankula mirtiformis . diantara hymen dan
frenolum labia terdapat lekukan kecil yang disebut fossa navikularis (Irianto, 2014).
g. Orifisium Vagina
Orifisium vagina adalah celah yang terdapat dibawah belakang muara uretra,
ukurannya tergantung pada hymen dan lipatan pinggir didalamna berkontak satu
sama lainnya, orifisium vagina muncul sebagai celah diantara orifisium vagina
(Irianto, 2014).
h. Bulbus Vestibularis (Bulbus Vaginalis)
Terdiri atas dua masa erektil dari masing-masing sisi orifisium vagina yang di sebut
pars intermedia, masing-masing massa lateralis memiliki panjang 2,5 cm. ujung
posterior diperpanjang dan berkontak dengan glandula vestibularis mayor, ujung
anterior bergabung satu dengan yang lain oleh pars intermedia dan permukaan dalam
lapisan superfasialid difragma dan ditutupi olej muskulus bulbocavernosus (Irianto,
2014).
i. Perineum
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perinium membentuk dasar badan perinium.
2. Alat Kelamin Dalam (Genetalia Interna)

Gambar 2.2 Alat Kelami Dalam (Genetalia Interna)


a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Vagina
merupakan penghubung antara genetalia interna dan genetalia eksterna. Bagian
depan vagina berukuran 6,5 cm sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm.
Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding
posterior 11 cm.
Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina
merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding
vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian
bawah. Dinding vagina terdiri atas 3 lapisan yakni :
1) Tunika Mukosa. Terdiri dari epitel gepeng berlapis tidak berkreatin.
Sitoplasma sel-selnya mengandung glikogen dan lemak. Langsung di bawah
lapisan epitel terdapat anyaman serabut elastis halus yang padat. Pada lapisan
yang dalam tunika mukosa banyak mengandung anyaman venous (pleksus
venous). Pada dinding anterior dan posterior tunika mukosa mengadakan
lipatan-lipatan memenajang, dibagian distal lipatan-lipatannya melintang,
disebut rugae vaginalis.
2) Tunika Muskularis. Terdapat serabut otot polos yang berjalan longitudinal
(dilapisan luar) dan sirkuler.
3) Tunika Adventitia. Merupakan lapisan tipis terdiri atas jaringan ikat padat
yang melanjutkan diri menjadi longgar, banyak mengandung pleksus venosus
besar, serabut saraf dan kemlompok kecil sel saraf.
Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik
yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak
vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra,
fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan (Irianto, 2014).
b. Uterus (Rahim)

Gambar 2.3 Uterus (Rahim)


Uterus pada orang dewasa merupakan organ tebal seperti buah alpukat atau buah
peer sedikit gepeng, terletak dalam rongga pelvis antara rektum dan kandung
kemih. Ukuran uterus adalah panjang 7-7,5 cm, lebar 5cm dan tebal 2,5cm.
Uterus pada wanita dewasa umunya terletak di sumbu tulang panggul dan posisi
antervesio fleksio, membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri
kearah dengan membentuk sudut 120-130 derajat dengan serviks uteri. Bagian-
bagian dari uterus adalah sebagai berikut :
1) Fundus Uteri (Dasar Rahim)
Ditutupi oleh peritoneum, berhubungan dengan fasis vesikalis dan
permukaan internalis. Pada bagian atas bermuara tuba uteri yang menembus
dinding uterus. Dibawah dan didepan titik pertemuan ini terdapat
ligamentum dan dibelakangnya terdapat ovarium.
2) Korpus Uteri
Didalamnya terdapat rongga(cavum uteri) yang membuka keluar saluran
kanalis servikalis yang terletak pada serviks. Bagian ini merupakan tempat
berkembangnya janin.
3) Serviks Uteri
Merupakan bagian uterus yang menyempit, berbentuk kerucut dengan apeks
menjurus ke bawah dan ke belakang dengan sedikit lebar di pertengahannya.
Sumbu panjang serviks sama dengan sumbu panjang korpus yang berbentuk
garis bengkok ke depan. Serviks uteri terbagi atas 2 bagian :
a) Porsio Supra Vaginalis. Dipisahkan dari kandung kemih oleh
paramentrium yang memanjang pada sisi lateral didalam diantara
ligamentum latum uretra, berjalan ke bawah dan kedepan di dalam
parametrium sepanjang 2cm dan serviks. Bagian posterior supra
vaginalis ditutupi oleh peritoneum.
b) Porsio Vaginalis. Terdapat diantara forniks enterior dan posterior. Pada
ujung porsio vaginalis terdapat orifisium eksterna uteri dibatasi oleh
suatu bibir (bibir atas dan bibir bawah). Kedua bibir ini berkontak
dengan dinding posterior vagina.
Bagian Dalam Uterus
Kavum Uteri: bagunan berupa segitiga dimana basis dibentuk oleh permukaan
dalam dari fundus diantara tuba uterima. Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir
yang kaya dengan kelenjar, bagian apeks dibentuk oleh orifisium interna dimana
kavum uteri bergabung dengan kanalis servisis (canalis cervicis) melalui
orifisium uteri interna, terdiri dari :
1) Endometrium: terdiri dari jaringan epitel dan kelenjar yang banyak
mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Bagian korpus uteri
endomentrium licin dan bagin serviks berkelok-kelok.
2) Mimetrium: lapisan otot yang tersusun sedemikian rupa hingga dapat
mendorong isisnya pada waktu persalinan. Bagian ini akan mengecil kembali
setelah plasenta keluar.
3) Perimetrium (lapisan luar): dilapisi oleh peritoneum visceral, ditemuka pada
dinding korpus uteri serosa atau peritonrum. Uterus mendapat darah dari
arteri uterina cabang dari arteri iliaka interna yang menjadi arteri ovarika.
Fungsi Uterus adalah menahan ovum yang telah dibuahi dan tertahan dalam
endomentrium sampai pada saar melahirkan, uterus akan berkontraksi men-
dorong janin keluar.
Penyokong Uterus
Penyokong utama uterus adalah difragma pelvis, muskulus levator ani dan fase
levator ani. Uterus ditahan dalam posisi yang kuat dalam pelvis oleh vagina,
ligamentum kardinale, ligamentum layum dan uterus sakralis. Jaringan lemak di
dekitar ligamentum dan uterus merupakan elemen penting dalam menyokong
uterus.
Posisi Uterus
1) Pada Masa Pubertas. Uterus berbentuk firiformis dengan berat 14-17 gram
dan berada dalam rongga pelvis. Pada waktu kandung kemih kosong korpus
uteri hampir horizontal. Fundus berada 2cm dibelakang simpisis pubis. Pada
keadaan menstruasi, uterus membesar karena lebih banyak vaskularisasi
(bentukan pembuluh darah dan jaringan baru) dan permukaan membulat.
Orifisium eksternus bentuknya bulat, labia membengkak, endometrium
menebal dan lebih lunak.
2) Selama Kehamilan. Uterus membesar pada bulan kedelapan mencapai
region epigastrika. Pertambahan ukuran disebabkan pertumbuhan otot yang
telah ada dan sebagian pertumbuhan otot baru.
3) Sesudah Melahirkan. Uterus hampir kembali pada ukuran semula, beratnya
42 gram karena kavum uteri lebih besar, serta pembuluh darah dan otot
bertambah.
4) Pada Umur Tua. Uterus menjadi atropi dan pucat sehingga lebih
memisahkan uterus dan serviks.
Pembuluh Darah Uterus
1) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral
dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium
membentuk arteri spinalis uteri.
2) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi
dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
3) Vena uterus arahnya berlawanan dengan arteri, darah uterus (vena arkuarta)
akan bergabung mebentuk vena uterine pada tiap-tiap sisi dan masuk ke vena
hipogastrika. Darah dari ovarium bagian atas ligamentum latum dikumpulkan
oleh pleksus pelvini formis di dalam ligamentum latum masuk ke vena
ovarika.
Pembuluh Saraf
Cabang pleksus hipogastrikus dan pleksus ovarikus dari nevi servikal III-IV.
Serabut aferens uterus masuk ke medulla spinalis melalui nervi torakal XI-XII
(Irianto, 2014).
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus.
terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum
tubae internum pada dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm.
Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan
epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum
internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan
bagian yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut
fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai
bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial, folikel De Graf,
badan kuning(korpus luteum), badan putih(korpus albikans). Indung telur
membentuk hormon esterogen dan hormon progesteron yang berperan dalam
peristiwa menstruasi(haid). Indung telur mengeluarkan ovum setiap bulan silih
berganti pada bagian kanan dan kiri. Pada saat telur dikeluarkan wanita disebut
“dalam masa subur”. Produksi telur pada wanita sesuai dengan usia adalah
sebagai berikut :
Saat lahir bagi wanita mempunyai sel telur 750.000
Usia 6-15 tahun wanita mempunyai sel telur 439.000
Usia 16-25 tahun wanita mempunyai sel telur 159.000
Usia 26-35 tahun wanita mempunyai sel telur 59.000
Usia 36-45 tahun wanita mempunyai sel telur 34.000
Masa menopause semua telur menghilang
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Ovarium terletak
ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat
pada ligamentum latum melalui mesovarium. Terdapat 2 bagian dari ovarium
yakni :
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial.
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff.
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes.
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe.
b) Terdapat serat saraf (Prawirohardjo, 2014).
3. Jaringan Penunjang Alata Genetalia
Uterus berada di rongga panggul dalam posisi anteversiofleksio sedemikian rupa
sehingga bagian depan setinggi simpisis pubis dan bagian belakang setinggi artikulasio
sakroksigea. Jaringan ikat diparametrium dan ligamentum membentuk suatu sistem
penunjang uterus sehingga uterus terfiksasi relative cukup baik. Jaringan tersebut terdiri
atas :
a. Ligamentum Latum
1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke dinding
panggul.
2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter.
3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi.
4) Ligamentum rotundum (teres uteri), Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba
menuju kanalis inguinalisdan mencapai labia mayus.
5) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
6) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
b. Ligamentum Infundibulo Pelvikum
1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul.
2) Menggantung uterus ke dinding panggul,
3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium.
c. Ligamentum Kardinale Machenrod
1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul.
2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri.
3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
d. Ligamentum Sacro Uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os sacrum.
e. Ligamentum Vesika Uterinum
1) Dari uterus menuju ke kandung kemih.
2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan (Prawirohardjo, 2014).
4. Kelenjar Mammae
Kelenjar Mamae (payudara) merupakan kelenjar fungsional saat pubertas untuk
merespons esterogen pada perempuan juga laki-laki biasanya tidak berkembang. Saat
kehamilan kelenjar mamae mencapai puncaknya dan berfungsi untuk produksi susu.
(laktasi) setelah kelahiran bayi.
a. Struktur
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adiposa yang
tertutup kulit pada dinding anterior dada tepatnya di atas otot pektoralis mayor dan
melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Variasi ukuran payudara
bergantung pada variasi jumlah lemak dan jaringan ikat dan bukan pada jaringan
glandular actual.
1) Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus.
2) Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut yang membentang keluar sekitar
1-2 cm untuk membentuk areola.
b. Suplai Darah
Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mamaria internal, yang merupakan
cabang arteri subklavia. Kontribusi tambahan berasal dari cabang arteri toraks.
Darah dialirkan dari payudara melalui vena dalam dan vena supervisial yang
menuju vena kava superior (Saifuddin, 2015).

C. ETIOLOGI
1. Etiologi yang Berasal dari Ibu
a. Plasenta Previa sentralis dan lateralis (posterior). Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uretri internal).
b. Panggul Sempit. Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis ialah CV = 8 cm. Panggul dengan CV (conjugata vera) < 8 cm dapat
dipastikan tidak dapat melahirkan normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea.
CV antara 8 dan 10 cm boleh dilakukan partus percobaan, baru setelah gagal,
dilakukan seksio seserea sekunder.
c. Disproporsi Sefalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul.
d. Ruptura uteri mengancam.
e. Partus lama (prolonged labor).
f. Distosia serviks. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia
serviks adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena kelainan pada serviks
uteri. Walaupun his normal dan baik, kadang-kadang pembukan serviks macet
karena adanya kelainan yang menyebabkan serviks tidak mau membuka.
g. Pre-eklamsia dan hipertensi (Prawirohardjo, 2014).
2. Malpresentasi Janin
a. Letak Lintang
Greenhill dan Eastman sependapat bahwa :
1) Jika panggul terlalu sempit, seksio sesaria adalah cara terbaik dalam semua
kasus letak lintang, dengan janin hidup dan ukuran normal.
2) Semua primigravida (Adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali)
dengan janin letak lintang harus ditolong oleh seksio sesaria, walaupun tidak
ada perkiraan panggul sempit.
3) Multipara (Adalah wanita yang pernah melahirkan bayi yang hidup beberapa
kali (sampai 5 kali)) dengan janin letak lintang dapat lebih dulu dicoba ditolong
dengan cara lain.
b. Letak Bokong, seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada kasus : Panggul
sempit, Primigravida, dan Janin besar.
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika reposisi dan cara lain tidak berhasil.
d. Presentasi rangkap jika reposisi dan cara lain tidak berhasil.
e. Gameli, menurut Eastman :
1) Jika janin pertama letak lintang atau presentasi bahu.
2) Jika terjadi interlock (locking of the twins).
3) Pada kasus distosi karena tumor.
4) Pada gawat janin, dan sebagainya (Prawirohardjo, 2014).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Plasenta Previa sentralis dan lateralis (posterior).
2. Panggul Sempit.
3. Disproporsi Sefalopelvik.
4. Ruptura uteri mengancam.
5. Partus lama (prolonged labor).
6. Distosia serviks.
7. Pre-eklamsia dan hipertensi.
8. Malpresentasi Janin :
a. Letak Lintang.
b. Letak Bokong.
c. Gameli (Nurarif & Kusuma, 2015).

E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji Laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD.
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah (Prawirohardjo, 2014).

G. TEKNIK PELAKSANAAN SECTIO CAESARIA

Gambar 7.1 Teknik Sectio Caesaria Secara Umum


Teknik Secsio Sesarea Transperitonealis Profunda Daver Catheter di pasang dan wanita
berbaring dalam letak tredelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis
tengah dari simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat. Setelah peritorium dibuka, dipasang
spekulum perut dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa panjang
atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan piset,
plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi diteruskan melintang jauh ke lateral. Kemudian
kandung kencing depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada segmen bawah uterus
yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah
menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak
melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterine. Karena
uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum membuat insisi, posisi
uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rocundo kanan dan kiri, di tengah-
tengah insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian luka
yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang telah
dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban dipecahkan dan air ketuban yang keluar dihisap.
Kemudian spekulum perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang
kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong.
Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika dialami kesulitan untuk melahirkan
kepala janin lubang insisi.
Jika dialami ksulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat dipasang
dengan cunan boerma. Sesudah kepala janin badan terus dilahirkan muka dan mulut terus
dibersihkan. Tali pusat dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain untuk diurus. Diberikan
suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus/ intravena, pinggir luka insisi dipegang
dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual.
Tangan untuk sementara dimasukkan ke dalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan
luka, tangan ini diangkat sebelum luka uterus ditutup sama sekali. Jahitan otot uterus
dilakukan dalam dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan cagut
dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan mengikutsertakan desidua),
lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka pada miomtrium tertutup rapi
(Cunningham, dkk., 2014).
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal
a. Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri
diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang
kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I  : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.
2) Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara
jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm
dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai
kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.
2) Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2.
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban.
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser
kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal
profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul
serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan (menggunakan chromic catgut (no.1 atau
2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis (Cuningham, dkk., 2014).
H. PENTALAKSANAAN
1. Perawatan Awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Fungsi Gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan Fungsi Kandung Kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
6. Pembalutan Dan Perawatan Luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC.
7. Jika Masih Terdapat Perdarahan
a. Lakukan masase uterus.
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika Terdapat Tanda Infeksi, Berikan Antibiotika Kombinasi Sampai Pasien Bebas
Demam Selama  48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
9. Analgesik dan Obat untuk Memperlancar Kerja Saluran Pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria : ketopropen sup 2x/ 24 jam.
c. Oral: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
d. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
10. Obat-obatan Lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan neurobion
dan vit. C
11. Hal – Hal lain yang Perlu Diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen.
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena
pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu
juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15
menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya
pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan.
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium atau
diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per
protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan
ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

I. FOKUS PENGKAJIAN
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola Aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola Eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama
masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan Tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola Hubungan dan Peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7) Pola Penagulangan Sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan Konsep Diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri.
10) Pola Reproduksi dan Sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher : Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
3) Mata : Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga : Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung : Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Dada : Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae.
7) Abdomen : Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia : Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus : Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas : Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda Vital : Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

J. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan, penurunan
sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka kering bekas
operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan (Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi)
5) Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan atau kondisi
klien.
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
c. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan : Integritas kulit dan proteksi jaringan membaik.
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.
2) Lakukan latihan gerak secara pasif.
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.
4) Jaga  kelembaban kulit.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas
operasi (SC).
Tujuan : Infejsi tidak terjadi.
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar atau faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah
menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC
atau sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan hemoglobin dan hematokroit. Catat perkiraan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan : Ansietas berkurang.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung.
2) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
3) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan.
4) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
5) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi.
6) Diskusikan pengalaman atau harapan kelahiran anak pada masa lalu.
7) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal (Nurarif &
Kusuma, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. J., Hauth, J. C., Rouse, D. J., & Spong, C. (2014).
Obstetri Williams (Williams Obstetrics) Edisi 23 Volume 1. Jakarta: EGC.

Irianto, K. (2014). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Bandung: Alvabeta.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic Noc Jilid 3. Yoygakarta: Medication.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan; Edisi Keempat; Cetakan Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. (2015). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai