Anda di halaman 1dari 4

10 Adab Murid terhadap Guru Menurut Imam al-Ghazali

Muhammad Ishom

KH Said Aqil Siroj saat ikut dalam pengajian kitab "al-Hikam" asuhan KH Anwar Manshur. Dalam
proses pembelajaran, murid membutuhkan orang alim atau yang umum disebut dengan guru,
ustadz, atau kiai. Murid dan orang alim perlu berinteraksi. Oleh karena itu ada adab-adab tertentu
yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-
Ghazali dalam risalahnya berjdudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo,
Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431) sebagai berikut:

‫ وال يسأل‬، ‫ قال فالن خالف ما قلت‬: ‫ وال يقول له‬، ‫ ويقوم له إذا قام‬، ‫ ويقل بين يديه الكالم‬، ‫ يبدؤه بالسالم‬:‫ آداب المتعلم مع العالم‬ 
‫ وال يس''تفهمه عن مس''ألة في‬، ‫ وال يأخ''ذ بثوب''ه إذا ق''ام‬، ‫ وال يش''ير علي''ه بخالف رأي''ه‬، ‫ وال يبتسم عند مخاطبت''ه‬، ‫جليسه في مجلسه‬
  .‫ وال يكثر عليه عند ملله‬،‫طريقه حتى يبلغ إلى منزله‬

Artinya, “Adab murid terhadap guru, yakni: mendahului beruluk salam, tidak banyak berbicara di
depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda
dengan pendapat Anda”, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis,
tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan
karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak
menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak
mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.”  

Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesepuluh adab murid terhadap guru sebagai berikut:  

Pertama, mendahului beruluk salam. Seorang murid hendaknya mendahului beruluk salam kepada
guru. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari
dan Muslim bahwa yang kecil memberi salam kepada yang besar.  

Kedua, tidak banyak berbicara di depan guru. Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari
pada orang-orang di sekitarnya. Apa bila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan
kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Hal ini tidak baik dilakukan kecuali atas
perintah guru.   

Ketiga, berdiri ketika guru berdiri. Bila guru berdiri, murid sebaiknya lekas berdiri juga. Hal ini tidak
hanya penting kalau-kalau guru memerlukan bantuan sewaktu-waktu, misalnya uluran tangan agar
segera bisa tegak berdiri, tetapi juga merupakan sopan santun yang terpuji. Demikian pula jika guru
duduk sebaiknya murid juga duduk.  

Keempat, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda.” Ketika
guru memberikan suatu penjelasan yang berbeda dengan apa yang pernah dijelaskan oleh orang
lain, sebaiknya murid tidak langsung menyangkal penjelasan guru. Sebaiknya murid meminta izin
terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat orang lain yang berbeda. Jika guru berkenan, murid
tentu boleh menyampaikan hal itu.   

Kelima, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya sewaktu guru di dalam majelis. Dalam majlis
ta’lim atau kegiatan belajar mengajar di kelas, murid hendaknya bertanya kepada guru ketika ada hal
yang belum jelas. Hal ini tentu lebih baik daripada bertanya kepada teman di sebelahnya. Lebih
memilih bertanya kepada teman dan bukannya langsung kepada guru bisa membuat perasaan guru
kurang nyaman.  

Keenam, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru. Guru tidak sama dengan teman,
dan oleh karenanya tidak bisa disetarakan dengan teman. Seorang murid harus memosisikan guru
lebih tinggi dari teman sendiri sehingga ketika berbicara dengan guru tidak boleh sambil tertawa
atau bersenyum yang berlebihan.  

Ketujuh, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru. Bisa
saja seorang murid memiliki pendapat yang berbeda dengan guru. Jika ini memang terjadi, murid
tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui orang banyak. Lebih baik murid
meminta komentar sang guru tentang pendapatnya yang berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada
menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan teman-teman.   

Kedelapan, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri. Ketika guru hendak berdiri dari posisi duduk
mungkin ia membutuhkan bantuan karena kondisinya yang sudah agak lemah. Dalam keadaan
seperti ini, murid jangan sekali-kali menarik baju guru dalam rangka memberikan bantuan tenaga. Ia
bisa berjongkok untuk menawarkan pundaknya sebagai tumpuan untuk berdiri; atau sesuai arahan
guru.    

Kesembilan, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah.
Jika ada suatu hal yang ingin ditanyakan kepada guru, terlebih jika itu menyangkut pribadi guru,
tanyakan masalah itu ketika telah sampai di rumah. Tentu saja ini berlaku terutama kalau perjalanan
dengan menaiki kendaraan umum.   

Kesepuluh, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah. Dalam
keadaan guru sedang lelah, seorang murid hendaknya tidak mengajukan banyak pertanyaan yang
membutuhkan jawaban pelik, misalnya. Dalam hal ini dikhawatirkan guru kurang berkenan
menjawabnya sebab memang sedang lelah sehingga membutuhkan istirahat untuk memulihkan
stamina.   

Demikian kesepuluh adab murid terhadap guru sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Jika
diringkas, maka pada intinya adalah seorang murid hendaknya berlaku hormat kepada guru baik
dengan sikap-sikap tertentu maupun dengan pandai-pandai menjaga lisan. Ia hendaknya tahu kapan
dan bagaimana sebaiknya ia berbicara kepada guru termasuk ketika hendak mengajukan
pertanyaan.    

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.  

Sumber: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/sepuluh-adab-murid-terhadap-guru-menurut-imam-
al-ghazali-HDTaY
11 Adab Guru Menurut Imam Al-Ghazali

Muhammad Ishom

Tak hanya murid yang mesti punya etika, guru pun terikat oleh adab-adab tertentu agar ilmu berkah
dan manfaat. (Ilustrasi: sothebys.com) Guru, ustadz, atau kiai adalah orang-orang alim. Mereka
disebut alim karena memiliki ilmu yang memadai di bidangnya. Kewajiban orang alim antara lain
adalah mengamalkan dan menyebarkan ilmunya kepada masyarakat. Dalam interaksinya dengan
masyarakat, terutama murid-murid sendiri, seorang guru hendaknya memperhatikan adab-adab
tertentu sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjdudul al-Adab fid
Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman
431) sebagai berikut:

،‫ والت'أنى ب'المتعجرف‬،‫ والرف'ق ب'المتعلم‬،‫ ومن'ع التك'بر وت'رك ال'دعاء ب'ه‬،‫ ودوام الوق'ار‬،‫ والعم'ل ب'العلم‬،‫ لزوم العلم‬:‫ آداب العالم‬ 
،‫ وترك التكل''ف‬،‫ وتكون همته عندالسؤال خالصة من السائل إلخالص السائل‬،‫ وبرك األنفة من قول ال أدري‬،‫وإصالح المسألة للبليد‬
‫واستماع الحجة والقبول لها وإن كانت من الخصم‬

Artinya: “Adab orang alim (guru), yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak dengan ilmu,
senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap
lembut terhadap murid, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami
orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia
menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih
terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain
meskipun ia seorang lawan.”  

Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesebelas adab orang alim (guru) sebagai berikut:  

Pertama, tidak berhenti menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak ada batas akhirnya karena kewajiban
ini dilakukan sejak dari ayunan ibu hingga liang lahat. Dalam kaitan ini Gus Mus pernah menulis
dalam akun Twitternya, “Seseorang akan selalu pandai selagi terus belajar. Bila dia berhenti belajar
karena menganggap dirinya sudah pandai, mulailah dia bodoh.”  

Kedua, bertindak dengan ilmu. Orang alim (guru) hendaknya bertindak berdasarkan ilmu terlebih
dalam hubungannya dengan ibadah. Di luar ibadah pun, suatu tindakan juga harus sesuai dengan
ilmu terkait, misalnya pengobatan atau terapi terhadap orang sakit harus berdasarkan ilmu tertentu
yang memang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam ibadah, amal tanpa didasari ilmu akan tertolak.   

Ketiga, senantiasa bersikap tenang. Orang berilmu tentu bersikap tenang dalam menghadapi
berbagai persoalan. Inilah salah satu hal yang membedakan antara orang berlilmu dan orang tak
berilmu. Terlebih dalam menghadapi murid-murid yang menjadi tanggung jawabnya dalam
kependidikan, seorang guru hendaknya bersikap sabar dan tidak emosional.   

Keempat, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang. Orang alim (guru) dituntut
meneladani sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak mungkin. Hal ini sejalan
dengan hadits yang menyatakan bahwa ulama adalah para pewaris Nabi. Rasulullah dikenal sangat
tawadhu’ sehingga para alim atau ulama juga dituntut bertawadhu’ dalam semua hal termasuk
dalam memerintah dan memanggil seseorang, misalnya murid.    

Kelima, bersikap lembut terhadap murid. Sangat tidak dianjurkan orang alim (guru) bersikap keras,
apalagi kejam terhadap murid-muridnya sebab hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perilaku
mereka. Sering kali murid tidak berani jujur dengan mengatakan apa adanya ketika guru sangat keras
terhadap mereka yang bersalah. Akibatnya mereka memilih berbohong agar selamat dari kemarahan
guru.   

Keenam, tidak membanggakan diri. Orang alim (guru) hendaknya tidak membanggakan diri atas
semua prestasi yang diraihnya sebab hal ini bisa membawanya pada sikap ujub, yakni mengagumi
diri sendiri yang ujung-ujungnya menimbulkan kesombongan. Allah sangat tidak menyukai hamba-
hamba-Nya yang sombong, dan sebaliknya mengangkat derajat orang-orang yang senantiasa
bertawadhu’.   

Ketujuh, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya. Tingkat
kesulitan pertanyaan yang diajukan kepada seorang murid, misalnya, harus disesauikan dengan
tingkat kemampuan berpikir atau seberapa luas pengetahuannya. Tidak bijak memberikan
pertanyaan yang sulit kepada murid-murid yang baru mulai belajar sebab hal ini bisa menimbulkan
frustrasai dan tidak percara diri .   

Kedelapan, merendah dengan mengatakan, “Saya tidak tahu.” Ada kalanya guru tidak perlu
menjawab suatu permasalahan apabila murid benar-benar tidak bermaksud bertanya tetapi hanya
ingin mengujinya. Dalam situasi seperti ini lebih baik guru mengatakan ketidaktahuannya dengan
tetap menunjukkan sikap tawadhu’nya, dan bukan dengan bersikap marah-marah.   

Kesembilan, bersedia menjawab secara ringkas (sederhana) pertanyaan yang diajukan penanya yang
kemampuan berpikirnya masih terbatas. Seorang guru dituntut mengenali tingkat kemampuan
berpikir murid-muridnya yang beragam sehingga penjelasan yang ditujukan kepada individu tertentu
disesuaikan dengan tingkat kecerdasannya. Sistem pembelajaran “sorogan” sangat memungkinkan
guru mengenali potensi akademik murid-muridnya satu per satu.   

Kesepuluh, menghindari sikap yang tak wajar. Seorang guru hendaknya selalu bersikap wajar
terhadap murid-muridnya. Ia tidak perlu bersikap terlalu keras atau sebaliknya terlalu lembut. Sikap
terlalu keras bisa membuat murid tidak kreatif, dan sebaliknya sikap terlalu lembut bisa membuat
murid meremehkan perintah-perintah guru. Sikap terbaik adalah yang moderat, atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.   

Kesebelas, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.
Seorang guru hendaknya bersikap akomodatif terhadap argumetasi dari mana pun asalnya,
termasuk dari orang yang tidak sependapat dengannya dengan cara mau mendengarkan dan
mempertimbangkan untuk mengkaji kuat tidaknya argumentasi itu. Maksudnya seorang guru tidak
boleh besikap apriori terhadap pendapat orang lain.   

Demikianlah kesebelas adab orang alim (guru) sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali.
Kesebelas adab tersebut dapat diringkas bahwa seorang alim (guru) hendaknya senantiasa menuntut
ilmu dan mengamalkannya; menjaga akhlak terpuji dengan memiliki sikap tenang, lemah lembut,
tawadhu’ dan bersikap wajar; memahami karakter murid-muridnya dan tidak apriori terhadap
pendapat orang lain yang berbeda. 

Sumber: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/11-adab-guru-menurut-imam-al-ghazali-2hQjf

Anda mungkin juga menyukai