Anda di halaman 1dari 17

UJIAN TENGAH SEMESTER

PENGEMBANGAN PRODUK DAN PROSES 2023

Kelompok 11

Disusun oleh

Irfan Kamil (20/463732/TP/13010)

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Ir. Chusnul Hidayat

Dr. Rini Yanti, S.T.P., M.P.

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

2022
Pada UTS pengembangan produk dan proses diberika persoalan sebagai berikut:
 Pada pembuatan biodiesel, etanol dicampur dengan NaOH pada suhu 50C. Campuran
tersebut ditambahkan ke dalam reaktor yang berisi minyak sawit mentah (CPO). Reaksi
dilakukan selama 60 menit. Setelah itu, crude biodiesel dipisahkan. Selanjutnya, biodiesel
dimurnikan dengan memisahkan beta-karoten dari crude biodiesel menggunakan solvent
A. Buat desain proses produksi biodiesel dan beta-karoten tersebut

Sehingga berikut merupakan diagram proses, alat, bahan dan penjelasan proses yang
sudah saya rancang untuk memberikan gambaran proses pembuatan biodiesel yang saya
rencanakan :

A. Diagram
1. Diagram alir :
2. Diagram Blok
3. Diagram proses

B. Alat
1. Mixing tank
Mixing tank yang digunakan adalah Tangki Silinder Tegak/vertical dengan atap
berbentuk Torispherical dan dilengkapi dengan pengaduk. Mixing tank pada proses
produksi biodiesel digunakan berfungsi untuk mencampurkan 2 bahan yang berbeda agar
larutan bereaksi dan menjadi homogen. Pada proses di diagram alir, Mixing tank
digunakan untuk mencampur metanol dengan natrium hidroksida, serta untuk mencampur
crude biodiesel hasil dari pemisahan menggunakan dekanter 1 dengan solvent a (n-
hexane).
2. Reaktor
Untuk produksi biodiesel, digunakan Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB)
atau Continuous Stirred Tank Reactor yang dilengkapi dengan jaket pendingin untuk
menjaga suhu reaksi. Fungsi dari reaktor ini adalah untuk memfasilitasi reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dalam minyak sawit mentah (CPO) dengan etanol,
sehingga menghasilkan biodiesel (etil ester) dan gliserin. Prinsip kerja RATB adalah
reagen, reaktan, dan pelarut akan dialirkan secara kontinyu ke dalam reaktor dan akan
terdispersi dan tercampur dengan baik oleh agitator yang ada. Produk yang telah
tercampur rata akan dialirkan secara kontinyu dari tangki reaktor.

3. Dekanter
Jenis dekanter yang digunakan dalam produksi biodiesel ini adalah silinder
dekanter. Disebut sebagai tipe silinder karena bentuknya menyerupai silinder ketika
dilihat dari porosnya. Alat dekanter berfungsi dalam proses produksi biodiesel untuk
memisahkan cairan-cairan yang berbeda berdasarkan perbedaan densitas dan
kelarutannya. Prinsip kerja dari silinder dekanter ini adalah cairan atau suspensi
dimasukkan ke dalam alat dekanter dan kemudian diputar dengan kecepatan tertentu,
sehingga menghasilkan gaya sentrifugal. Zat yang memiliki berat jenis lebih besar akan
didorong ke arah dinding dekanter untuk diekstraksi, sedangkan zat yang memiliki berat
jenis lebih kecil akan tertahan pada poros dekanter.

4. Vacuum Dryer
Dalam produksi biodiesel, digunakan jenis vacuum dryer yang disebut Vacuum
Oil Dryer yang dilengkapi dengan steam injector. Vacuum dryer ini berfungsi untuk
memurnikan biodiesel dengan menghilangkan fraksi air. Prinsip kerja vacuum dryer ini
adalah dengan memanaskan campuran pada suhu yang telah ditetapkan dan menghisap
uap air yang dihasilkan dari campuran tersebut. Biodiesel akan jatuh ke dasar tangki,
sementara uap air akan dibuang keluar.

5. Neutralizer
Neutralizer berfungsi untuk menghilangkan katalis basa yang digunakan dan
sabun yang terbentuk akibat adanya asam lemak bebas serta air. Dalam neutralizer terjadi
reaksi pengasaman sehingga terbentuk lapisan garam anorganik di bagian bawah dan
lapisan kaya gliserin di bagian atas. Alat neutralizer yang digunakan berupa tangki
silinder vertikal.
6. Distilator
Mesin destilasi jenis steam digunakan untuk melakukan pemurnian. Distilator
berfungsi untuk memisahkan komponen pengotor yang terdapat dalam gliserin, seperti
etanol dan air, dengan menggunakan prinsip distilasi. Proses distilasi dapat
menghilangkan etanol dan air dari campuran sehingga mendapatkan gliserin yang lebih
murni.

7. Evaporator
Tipe evaporator yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel ini adalah long
tube vertical evaporator. Tujuannya adalah untuk memisahkan campuran cairan yang
mengandung pelarut atau air dari hasil produksi. Evaporator ini digunakan pada dua
tahap produksi biodiesel, yaitu untuk memisahkan air dari gliserin dan solvent A dari beta
karoten. Cara kerjanya adalah dengan memanaskan campuran cairan hingga pelarut atau
air menguap dan terpisah dari campuran yang lebih kental.
8. Heat Exchanger
Heat exchanger dapat digunakan dalam berbagai tahapan proses, seperti pada
pemanasan awal, pemanasan dan pendinginan gliserin, dan dalam distilasi etanol untuk
menghemat energi. Salah satu jenis heat exchanger yang digunakan adalah plate heat
exchanger, seperti Plate and Shell XPS 50 (Gambar a), yang dapat menahan tekanan
maksimal hingga 120 bar dan suhu hingga 300°C, dengan multi-lintasan di kedua sisinya.
Di sisi lain, sistem pengeringan biodiesel membutuhkan penyesuaian tergantung
pada jenis dan konsistensi bahan yang akan dikeringkan. Penukar panas dapat digunakan
untuk memanaskan biodiesel dan memulihkan panas dari udara buangan. Untuk aplikasi
ini, Thermo Plate heat exchanger XPT (Gambar b) sangat cocok dengan permukaan
perpindahan panas yang dapat diproduksi dalam berbagai jenis dan ukuran. Heat
exchanger ini dapat digunakan sebagai jaket pemanas atau permukaan pemanas internal
dan media pemanas dapat didistribusikan melalui saluran aliran yang dilas untuk
menghasilkan pengeringan yang seragam dan lembut pada pelat.

(Gambar a) (Gambar b)
C. Bahan
1. Crude Palm Oil
Crude palm oil (CPO) tersusun atas berbagai jenis asam lemak, yaitu asam
palmitat 40-46%; asam oleat 39-45%; asam linoleat 7-11%; asam stearat 3,6-4,7%; dan
asam miristat 1,1-2,5%. Berikut merupakan spesifikasi CPO yang digunakan :
 Penampilan : Jingga kemerah-merahan karena mengandung karotenoid
(500-700 ppm)
 Densitas : 0,909-0,917g/mL (pada 25 oC)
 FFA : 3 – 5%
 Titik leleh CPO : 38,52-39,78C.

2. Etanol
Etanol berperan pad proses transesterifikasi sebagai alkohol yang bereaksi dengan
trigliserida pada crude palm oil (CPO) dengan bantuan katalis. Etanol akan membentuk
alkoksida terlebih dahulu dengan basa NaOH, kemudian bereaksi dengan karbon positif
pada CPO. Etanol yang digunakan memiliki kemurnian sekitar 97%. Rasio antara minyak
dan etanol yang digunakan pada produksi biodiesel dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk rasio minyak:etanol yang optimal yaitu 1:9. Berikur merupakan spesifikasi dari
etanol yang digunakan :
 Rumus kimia : C2H5OH
 Massa molar : 46,06844 g/mol
 Penampilan : Cairan tak berwarna/bau khas
 Densitas : 0,7893 g/cm3
 Titik lebur : -114,14 oC
 Titik didih : 78.29 oC
 Kelarutan dalam air : Tercampur penuh
 Tekanan uap : 58 kPa (pada 20 oC)
 pH : 7,33
 Viskositas : 1,200 cP (pada 20 oC)
3. Natrium Hidroksida
Katalis basa NaOH digunakan untuk mempercepat reaksi transesterifikasi antara
minyak atau lemak dan alkohol pada produksi biodiesel. NaOH dipilih sebagai katalis
karena dapat digunakan pada suhu dan tekanan yang relatif rendah serta memiliki
kemampuan katalisator yang tinggi. Penambahan NaOH pada reaksi transesterifikasi juga
dapat meningkatkan laju reaksi dengan mempercepat pemecahan ikatan ester pada
minyak atau lemak dan alkohol. Selain itu, kemurnian NaOH yang digunakan dalam
proses produksi harus minimal 96%, karena kemurnian dapat mempengaruhi kecepatan
katalis reaksi transesterifikasi. Berikut merupakan spesifikasi NaOH yang digunakan :
 Rumus kimia : NaOH
 Berat molekul : 39,9971 g/mol
 Densitas : 2,13 g/cm
 Titik lebur : 323 C
 Titik didih : 1.388 C
 Kelarutan dalam air : larut
 Kemurnian : >96%

4. Solvent A (n-heksana) C₆H₁₄


Solvent A (n-heksana) digunakan pada ekstraksi beta karoten pada crude
biodiesel. Karotenoid memiliki sifat non polar dan larut dalam pelarut non polar seperti
n-heksana. Sehingga ekstraksi menggunakan n-Heksana sebagai solvent dapat menarik
senyawa-senyawa non-polar seperti beta-carotene tersebut sesuai dengan teori “like
dissolve like”. Spesifikasi N-heksana adalah sebagai berikut :
 Bobot molekul : 8,62 gr/mol
 Warna : Tak berwarna
 Wujud : Cair
 Titik Lebur : -95C
 Titik Didih : 69C
 Densitas : 0,6603 gr/ml pada 20C
5. Air
Dalam pembuatan biodiesel, air tidak termasuk bahan utama yang diperlukan.
Namun, air ditambahkan pada tahap pencucian atau washing. Air yang digunakan harus
memenuhi spesifikasi tertentu, yaitu pada suhu antara 65-75 derajat C dan pH air 4-6.
Fungsi dari penambahan air pada tahap ini adalah untuk membantu menghilangkan sisa
kotoran yang masih tertinggal setelah proses transesterifikasi dan pemisahan biodiesel
dengan gliserin. Kotoran-kotoran tersebut dapat berupa sisa metanol, katalis, sabun, atau
pengotor lainnya yang tidak bereaksi.

6. Asam Klorida
HCl digunakan untuk menetralkan NaOH yang digunakan sebagai katalis dalam
reaktor transesterifikasi. HCl yang digunakan memiliki konsentrasi sebesar 36%. Selain
itu, HCl juga digunakan untuk menurunkan pH pada proses netralisasi gliserin. Dalam
proses ini, HCl berperan dalam membentuk dua fase berbeda yaitu fase ringan yang
terdiri dari garam anorganik dan fase berat yang terdiri dari gliserin. Berikut merupakan
spesifikasi dari HCl yang diguanakan :
 Rumus kimia : HCl
 Berat molekul : 36,46 g/mol
 Densitas : 1,18 g/cm3
 Titik lebur : -27,32oC
 Titih didih : 48oC
 Kelarutan : larut
 Kemurnian : 36%

D. Proses
a. Pembuatan Biodiesel
1. Pencampuran etanol dan natrium hidroksida
Pencampuran etanol (C2H5OH) dengan natrium hidroksida (NaOH)
bertujuan untuk membentuk natrium etoksida (C2H5ONa) dan air (H2O).
Campuran antara reaktan dan katalis ini dilakukan agar ion hidroksida (OH-) yang
terbentuk dari NaOH dapat bereaksi dengan asam lemak. Proses pencampuran
dilakukan dalam sebuah tangki dengan pengaduk pada suhu 50C.
Natrium hidroksida berfungsi sebagai katalis yang sangat penting dalam
menghasilkan senyawa kimia seperti metil atau etil ester yang merupakan hasil
dari reaksi transesterifikasi. Sementara itu, etanol memiliki peran penting sebagai
agen reaktif dalam proses transesterifikasi.

2. Transesterifikasi
Pada proses produksi biodiesel, terjadi reaksi transesterifikasi antara crude
palm oil (CPO) dan etanol yang dikatalisir oleh NaOH. Rekasi yang terjadi
berupa perubahan trigliserida menjadi ester dan gliserin melalui pencampuran
lemak/minyak dengan bioalkohol. Penambahan NaOH sebagai katalisator pada
reaktor dilakukan untuk meningkatkan laju reaksi transesterifikasi. Ester yang
dihasilkan dari proses transesterifikasi merupakan bahan dasar dari biodiesel.
Reaksi transesterifikasi ini berlangsung pada reactor yang kemudian setelah 60
menit, biodiesel dipompa menuju decanter untuk dilakukan pemisahan.

3. Pemisahan 1
Proses pemisahan hasil transesterifikasi dilakukan menggunakan dekanter
yang mempunyai prinsip memisahkan liquid-liquid dengan prinsip perbedaan
densitas dan kelarutan yang rendah. Proses pemisahan dengan dekanter 1
dilakukan pada temperatur rendah karena pada temperatur yang tinggi densitas
akan semakin kecil dan kelarutannya akan semakin tinggi, sehingga sulit untuk
memisahkan campuran. Fungsi dekanter 1 adalah untuk memisahkan ethyl ester
(biodiesel) dengan zat pengotornya seperti gliserin, NaOH, sabun, dan air yang
dimana ethyl ester akan berada di lapisan paling atas. Pemisahan ini terjadi
berdasarkan perbedaan densitas dari bahan yang dimasukkan ke dalam dekanter.
Setelah pemisahan selesai dilakukan, ethyl ester yang berupa crude biodiesel akan
dialirkan menuju mixing tank untuk dilakukan pencampuran dengan solvent A
dan bahan lain dan pengotor seperti gliserin, NaoH, sabun dan air akan dipompa
menuju tangka penyimpanan gliserin sememtara.

4. Pencampuran crude biodiesel dengan solvent A (n-hekasana)


Biodiesel yang diapatkan setelah hasil pemisahan pada decanter masih
berupa crude biodiesel dan diperlukan proses refining untuk menghasilkan produk
biodesel yang diinginkan. Salah satu tahapan refining biodiesel ini adalah
pencampuran crude biodiesel dengan solvent A (n-hekasana) menggunakan
Mixing tank. Pencampuran crude biodiesel dengan solvent A (n-hekasana)
bertujuan untuk memisahkan beta karoten dari crude biodiesel. n-heksana
merupakan senyawa non-polar dan begitu pula beta karoten sehingga beta karoten
dapat larut pada n-heksana. Sehingga, dari hasil dari pencampuran akan terbentuk
biodiesel dan betakaroten.

5. Pemisahan 2
Tahap pemisahan 2 memiliki fungsi yang berbeda dibandingkan dengan
fungsi dari pemisahan pada tahapan pertama. Tahapan pemisahan yang pertama
bertujuan untuk memisahkan produk hasil transesterifikasi menjadi dua produk
yaitu zat pengotor biodiesel berupa gliserin+air dan crude biodiesel, sedangkan
pemisahan kedua berfungsi untuk memisahkan biodiesel dan by product yang
berupa betacarotene. Pemisahan ini memiliki konsep yang sama seperti konsep
pemisahan pertama yaitu pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan densitas dari
bahan yang dimasukkan ke dalam dekanter. Pada dekanter 2, lapisan yang akan
terbagi menjadi 2 yaitu lapisan bawah yang berupa beta carotene dan lapisan atas
yang berupa biodiesel. Kemudian biodiesel akan dipompa menuju washing tank
dan beta karotene dipompa menuju evaporator untuk dilakukan recovery.

6. Washing
Proses washing atau pencucian merupakan upaya untuk memisahkan
kontaminan seperti gliserin, metanol, dan larutan NaOH dari biodiesel. Selama
proses, air disemprotkan ke biodiesel. Polaritas air memisahkan kontaminan dari
biodiesel. Kontaminan akan lebih padat daripada biodiesel sehingga setelah
pemisahan, kontaminan akan tenggelam dan terpisah dari biodiesel murni.
Sebelum disemprot menggunakan air, larutan asam berupa asam klorida
ditambahkan pada air untuk membantu menetralkan pH biodiesel dan juga untuk
menurunkan kandungan sabun pada biodiesel. Sehingga diharapkan dari
penambahan asam klorida dan pembilasan dengan air, tingkat kemurnian dari
Biodiesel dapat meningkat dan yield biodiesel yang dihasilkan dapat lebih banyak
(biodiesel yang hilang akibat pencucian air berkurang). Proses pencucian ini
terjadi di Washing tank yang kemudian larutan didalamnya dipompa menuju
dekanter untuk memisahkan biodiesel dan pengotor menggunakan dekanter.

7. Pemisahan 3
Setelah mengalami pencucian, biodiesel dan zat pengotor akan dipompa
menuju dekanter 3 untuk dipisahkan sehingga biodiesel yang didapatkan dapat
memiliki kemurnian yang lebih tinggi. Pada dekanter 3 air, gliserin dan zat
pengotor lainnya akan berada di lapisan bawah dan biodiesel akan berada
dilapisan atas karena perbedaan densitas. Kemudian biodiesel akan dipompa
menuju vacuum drying untuk dipisahkan dari air dan zat pengotor akan
dimasukan kedalam tangka penyimpanan sementara giseron dan air.
8. Vacuum Drying
Setelah didapatkan biodiesel yang dusah dipisahkan dari zat pentoronya
memalui dekantasi/pemisahan, selanjutnya dilakukan pengerinagn menggunakan
vacuum drying. Vacuum drying dilakukan pada proses pemurnian biodiesel untuk
menghilangkan fraksi air dari biodiesel. Cairan biodiesel yang berasal dari hasil
tahap pemurnian dengan dekantasi, akan dipanaskan dalam vacuum dryer pada
suhu tertentu sehingga dihasilkan uap air. Uap air hasil tersebut nantinya akan
disedot keluar dan akhirnya biodiesel murni pun didapatkan. Biodiesel ini
kemudian ditampung dalam tangka biodiesel.

b. Permunian gliserin
1. Pemisahan
Gliserin, air, dan zat pengotor lain yang tertampung di tangka
penyimpanan semestral kemudian akan diolah Kembali untuk membuat by-
product berupa gliserin. Liquid dari tangka penyimpanan sementara kemudian
dipompa menuju dekanter 4 untuk dilakukan pemisahan. Pemisahan dilakukan
untuk memisahkan campuran gliserin dengan residu FFA. Proses pemisahan ini
dilakukan dalam dekanter yang akan memisahkan campuran berdasarkan
kepadatan/densitas yang berbeda menggunakan gaya sentrifugal. Residu FFA
yang lebih ringan akan terpisah dari campuran gliserin. Kemudian campuran
gliserin dipompa menuju neutralizer untuk di neturalisasi.
2. Netralisasi
Netralisasi gliserin dilakukan dengan penambahan senyawa asam kuat
berupa asam klorida dalam crude glycerol sehingga terjadi reaksi yang
menghasilkan garam anorganik. Garam anorganik dan gliserin terpisah dalam
lapisan yang berbeda, gliserin berada di lapisan atas dan garam di lapisan bawah.
Garam anorganik tersebut mengendap karena memiliki densitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan campuran kaya gliserin.
3. Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan sisa etanol dari gliserin agar dapat
digunakan kembali sebagai reaktan dalam proses produksi biodiesel. Distilasi
dapat memfasilitasi pemisahan campuran cairan yang miscible berdasarkan
perbedaan titik didihnya, dan menggunakan prinsip evaporasi dan kondensasi
dalam proses pemisahan. Campuran gliserin, air, dan etanol yang tersisa akan
masuk, dan etanol yang memiliki titik didih akan berevaporasi terlebih dahulu
menjadi gas, keluar dari mesin, dan terkondensasi kembali menjadi etanol
sehingga yang tersisa hanyalah gliserin dan air.
4. Evaporasi
Evaporasi digunakan untuk memisahkan gliserin dengan air yang berada
pada campuran, Proses evaporasi dilakukan dengan menggunakan long tube
vertical evaporator dengan prinsip menghilangkan kadar air pada gliserin
berdasarkan titik didihnya. Gliserin yang sudah terpidah dari air merupakan
gilserin murni yang kemudian disimpan pada tangka recovery.

c. Pembuatan Beta Karoten


1. Pencampuran
Biodiesel yang diapatkan setelah hasil pemisahan pada decanter masih
berupa crude biodiesel dan diperlukan proses refining untuk menghasilkan produk
biodesel yang diinginkan. Salah satu tahapan refining biodiesel ini adalah
pencampuran crude biodiesel dengan solvent A (n-hekasana) menggunakan
Mixing tank. Pencampuran crude biodiesel dengan solvent A (n-hekasana)
bertujuan untuk memisahkan beta karoten dari crude biodiesel. n-heksana
merupakan senyawa non-polar dan begitu pula beta karoten sehingga beta karoten
dapat larut pada n-heksana. Sehingga, dari hasil dari pencampuran akan terbentuk
biodiesel dan betakaroten.
2. Pemisahan
Tahap pemisahan 2 memiliki untuk memisahkan biodiesel dengan by
product yang berupa beta karoten. Pemisahan ini memiliki konsep yaitu
pemisahan berdasarkan perbedaan densitas dari bae han yang dimasukkan ke
dalam dekanter. Pada dekanter 2, lapisan yang akan terbagi menjadi 2 yaitu
lapisan bawah yang berupa beta carotene dan lapisan atas yang berupa biodiesel.
Kemudian biodiesel akan dipompa menuju washing tank dan beta karotene
dipompa menuju evaporator untuk dilakukan recovery
3. Evaporasi
Tahapan akhir pada recovery beta karoten adalah evaporasi. Proses
evaporasi ini dilakukan dalam evaporator. Pada proses evaporasi ini akan terjadi
pemisahan antara solvent A dan beta karoten, pemisahan yang terjadi didasarkan
pada perbedaan titik didih. Dimana solvent A yang memiliki titik didih yang lebih
rendah akan mengalami penguapan terlebih dahulu, sehingga akan menyisakan
produk akhir yaitu beta karoten. Beta karoten kemudain ditampung kedalam
recovery tank.

Daftar Pustaka
D. S. Prayanto, M. S. (2016). Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Dengan Katalis Naoh
Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Secara Kontinyu . Jurnal Teknik Its Vol.
5, No. 1, 1-6.
Heryani, H. (2019). Teknologi Produksi Biodiesel. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University
Press.
Perez. (2014). Trends In Biodiesel Production: Present Status And Future.
Santoso, H., & Rois Fathoni, S. M. (2014). Rarancangan Pabrik Biodiesel Dari Cpo ( Crude
Palm Oil) Dan Metanol Kapasitas 660.000 Ton/Tahun. Skripsi Thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sreedhar, I., & Kishan, Y. (2016). Process Standardization And Kinetics Of Ethanol Driven
Biodiesel Production By Transesterification Of Ricebran Oil. Int J Ind Chem 7,, 121-129.

Anda mungkin juga menyukai