TEORI ORGANISASI
Ada 2 (dua) pandangan tentang konsep organisasi, yaitu 1). klasik dan 2). modern
(perbedaan konsep organisasi Klasik (tradisional) dengan konsep organisasi
Modern), dengan menggunakan metapora (metaphor) atau paradigma (paradigm)
tertentu.
1.1. Pandangan tentang konsep organisasi klasik, disampaikan oleh para
pakar sebagai berikut:
A. Pandangan klasik disampaikan oleh Max Weber, dengan
mendemonstrasikan pendapatnya tentang birokrasi. Weber membedakan
suatu kelompok kerjasama, dengan organisasi kemasyarakatan.
Kelompok kerjasama adalah suatu tata hubungan sosial yang
dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh
mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai
suatu dengan fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan
maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya.
Aspek dari pengertian yang dikemukakan oleh Weber ini adalah:
bahwa suatu organisasi atau kelompok kerjasama ini mempunyai
unsur kekayaan, antara lain:
- organisasi merupakan tata hubungan sosial, dalam hal ini seorang
individu melakukan proses interaksi sesamanya di dalam organisasi
tersebut.
- organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries),
dengan demikian seseorang yang melakukan hubungan interaksi
dengan yang lainnya tidak atas kemauan sendiri, melainkan
dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.
- organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa
membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan
kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun proses interaksi
diantara orang-orang yang bekerja sama di dalamnya, sehingga
interaksi tersebut tidak muncul begitu saja.
- organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur:
di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian
1
kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. istilah lain dari
unsur ini adalah terdapatnya hirarki (hierarchy). Konsekuensi dari
adanya hirarki ini: bahwa di dalam organisasi ada pimpinan
(kepala) dan bawahan (staf).
Aspek lain, yang terkait dengan kriteria organisasi, ditambahkan oleh
Weber yakni kriteria organisasi dilihat dari dari sifat kerjasama yang
dilakukan orang-orang tersebut, yang lebih bercorak kerjasama
asosiatif, dan bukannya kerjasama yang komunal (kerja bersama-
sama seperti dalam keluarga).
B. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Chester
Barnard; yang menekankan tentang orang-orang sebagai anggota dari
sistem tersebut. Menurut Chester Barnard bahwa organisasi itu adalah
suatu sistem kegiatan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar / suatu
kekuatan dari dua manusia atau lebih. Oleh karena itu Chester Barnard
menyampaikan pendapatnya mengenai unsur kekayaan dari suatu
organisasi, sebagai berikut:
- organisasi terdiri dari serangkaian kegiatan yang dicapai lewat
suatu proses kesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang
bersasaran.
- organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang untuk
melaksanakan kegiatan yang bersasaran tersebut.
- organisasi memerlukan adanya komunikasi, yaitu: suatu hasrat dari
sebagian anggotanya untuk mengambil bagian pencapaian tujuan
bersama anggota yang lainnya. Chester Barnard menekankan
peranan seseorang dalam organisasi, diantaranya ada sebagian
anggota yang harus diberi informasi / dimotivasi, dan sebagiannya
lagi harus mengambil keputusan.
C. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh
Theodore Caplow (seorang Associate professor dari departemen
sosiologi Universitas Minnesota), mengemukakan harta kekayaan dari
sesuatu organisasi: bahwa pola-pola institusi yang ada yang
memungkinkan suatu sistem / aturan-auran kantor untuk lebih kurang
menjadi tetap dan mantap dinamakan organisasi. Pola semacam ini
dapat dikenali dengan suatu harga kekayaan, antara lain:
2
- mempunyai identitas.
- mempunyai kelangsungan.
- mempunyai jadwal kerja (calendarity).
- mempunyai otoritas.
D. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Amitai
Etziomi: konsepsi organisasi sebagai pengelompokan orang-orang yang
sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Kelompok semacam ini
mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
- mempunyai pembagian kerja, kekuasaan dan pertanggungjawaban
yang dikomunikasikan. pembagian ini tidaklah dilakukan secara
acak (random) melainkan sengaja direncanakan untuk
meningkatkan usaha mencapai tujuan tertentu.
- adanya satu / lebih pusat kekuasaan yang dapat dipergunakan
untuk mengendalikan usaha-usaha organisasi yang telah
direncanakan, dan yang dapat diarahkan untuk mencapai tujuan.
Pusat kekuasaan ini juga harus dapat dipergunakan untuk menilai
kembali secara ajek pelaksanaan organisasi, dan
menyempurnakan struktur yang dianggap perlu untuk
meningkatkan efisiensi.
- adanya usaha pergantian kepegawaian, misalnya seseorang yang
cara kerjanya tidak memuaskan dapat dipindah dan diganti oleh
orang lain. Dalam organisasi juga dapat dilakukan usaha
memadukan kembali kegiatan kepegawaian dengan cara
pemindahan / promosi.
E. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Richard
Scott. Bahwa konsep organisasi itu diciptakan sebagai suatu kolektivitas
yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan khusus tertentu yang
sedikit banyak didasarkan pada asas kelangsungan. Menurut Richard
Scott : akan lebih baik jelas persoalannya bahwa organisasi itu
bagaimanapun adanya, mempunyai gambaran prospek yang jelas, dan
berbeda dari sekedar kekhususan tujuan / kelangsungan aktivitas.
Perbedaan gambaran itu meliputi hal-hal sebagai berikut:
- adanya batas-batas yang jelas.
- adanya aturan-aturan yang normatif.
3
- adanya jenjang otoritas.
- adanya suatu sistem komunikasi.
- adanya suatu sistem insentif yang mampu mendorong berbagai
tipepartisipasi dalam usaha bekerja sama untuk mencapai tujuan
tertentu.
F. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Blake
and Mouton dengan mengenalkan adanya tujuh kekayaan (seven
properties) yang melekat pada organisasi mencoba menjelaskan
pengertian organisasi. Ke-tujuh kekayaan tersebut adalah:
- organisasi senantiasa mempunyai tujuan.
- organisasi mempunyai kerangka (structure).
- organisasi mempunyai cara yang memberikan kecakapan bagi
anggotanya untuk melaksanakan kerja mencapai tujuan tersebut
(know-how).
- organisasi; di dalamnya terdapat proses interaksi hubungan kerja
antara orang-orang yang bekerja sama mencapai tujuan tersebut.
- organisasi mempunyai pola kebudayaan sebagai dasar cara
hidupnya.
- organisasi mempunyai hasil-hasil yang ingin dicapainya.
Dari berbagai pandangan pakar di atas mengenai organisasi, itu
hanya merupakan sebagian saja dari definisi organisasi yang sangat
sangat banyak disampaikan oleh para ahlinya, namun setidaknya dapat
menampilkan beberapa rumusan yang merupakan jawaban dari
pertanyaan awal tentang apa dan bagaimana organisasi itu?.
Nampaknya organisasi dapat dirumuskan sebagai kolektivitas orang-orang
yang bekerja sama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan
tertentu. kolektivitas tersebut berstruktur, berbatas dan beridentitas
yang dapat dibedakan dengan kolektivitas-kolektivitas lainnya.
1.2. Pandangan tentang perbedaan konsep organisasi
Klasik (tradisional) dengan konsep organisasi Modern dengan
menggunakan metapora (metaphor) atau paradigma (paradigm) tertentu,
yakni System Tertutup (close system) dan System Terbuka (open system).
Para pakar dalam menjelaskan pendapatnya seringkali mempergunakan
perumpamaan-perumpamaan ini selalu didasarkan atas istilah-istilah yang
4
berbeda satu sama yang lain. Paradigma dipergunakan untuk menekankan
perspektif yang komunal yang dapat mengikat ahli-ahli pemikir bekerja sama
dalam suatu cara tertentu yang dianggapnya sebagai hal yang bermanfaat
sebagai suatu hampiran di dalam ilmu-ilmu sosial yang mempunyai batas-
batas problematik yang sama. Paradigma organisasi dapat
dikelompokkan atas 2 kelompok yang berbeda satu dengan yang lain.
Pertama, kelompok: yang mengambarkan organisasi sebagai suatu mesin
yang bekerja dengan suatu keteraturan dan keajekan tertentu, yang
menekankan adanya suatu tingkat produktivitas tertentu, dengan mencapai
suatu taraf efisiensi tertentu dan yang dikendalikan oleh suatu legitimasi
otoritas pimpinan. premis dasar dari kelompok ini berpijak pada
pemahaman bahwa organisasi sebagai kelompok manusia ekonomi yang
rasional. oleh karena itu lewat suatu pembagian kerja, spesialisasi dan
hubungan kerja yang hirarkis, maka usaha pencapaian tujuan bersama akan
dicapai secara efisien dan efektif. Dengan demikian pemahaman
organisasi oleh kelompok ini:
- menekankan adanya peningkatan efisiensi lewat pe-ngerangka-an
(structuring), dan pengendalian (controlling) dari partisipasi manusia.
- mereka dapat dimotivasi dengan cara-cara memberikan insentif ekonomi.
- yang sangat mendasar, cara kerja orang-orang tersebut dilakukan dengan
spesialisasi tugas dengan diikuti adanya suatu instruksi dan kontrol yang
terperinci. ini merupakan pemahaman kelompok Klasik; metapora yang
dipergunakan; organisasi sebagai suatu sistem mesin. Perwujudannya:
(-) organisasi disusun berdasarkan prinsip-prinsip struktur piramida, (-)
kesatuan komando, (-) jenjang pengawasan, (-) spesialisasi berdasarkan
fungsi, (-) pembedaan kerja lini dan staf.
Teori Tradisional menurut March dan Simon; berpusat pada penjelasan
organisasi sebagai model mesin (machine model), oleh karenanya
Bennis menyarankan bahwa pusat perhatian teori klasik adalah pada
organisasi tanpa orang (organization without people). Walaupun teori
organisasi klasik banyak mendapat kritikan karena lebih menerapkan
model sistem tertutup (closed system), namun apa yang dicapai
sekarang yang dinamakan pendekatan konsepsi organisasi modern
adalah hasil dari pendahulunya yang dinamakan teori klasik atau teori
5
tradisinal. konsepsi teori klasik ini memberikan banyak pelajaran dan
pengarahan, inspirasi, ide, kepada banyak manajer dan pimpinan
sampai dengan sekarang. Konsepsi Klasik (tradisional); mereka
banyak mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan struktur
dan variabel-variabel yang berkaitan dengan struktur, seperti: hirarki,
wewenang, tanggungjawab, kesatuan komando, jenjang pengawasan,
dan sejenisnya. Pemikiranya banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu fisik
(physical sciences) dan diterapkan pada suatu sistem yang mekanistik.
Konsentrasi perhatiannya adalah hal-hal yang bersifat internal dengan
menekankan pada pendekatan rasionalitas yang diturunkan dari
pewarisnya yakni model-model dalam ilmu fisik. setiap masalah yang
timbul dalam organisasi dicari sebabnya dari faktor-faktor di dalam
organisasi sendiri (internal factors), seperti: susunan organisasi, tugas
dan fungsi, hubungan formal, tanpa dicari hubungan dengan faktor di
luar atau di lingkungannya. Karakteristik; adanya kecenderungan
yang kuat untuk bergerak mencapai suatu keseimbangan dan entropi
(equilibrium and entropy) yang statis. istilah entropy dipergunakan
dalam ilmu-ilmu fisika, yang mempunyai arti: cenderung dipergunakan
pada setiap sistem tertutup dengan tidak adanya potensi berikutnya
untuk membangkitkan daya kerja atau usaha transformasi. Menurut
Miller, Entropy dikenal sebagai sistem yang menunjukkan kekacauan,
ketidakteraturan, tidak adanya pola kerja, atau organisasi yang diatur
secara acak (randomness).
Kedua, kelompok: mengambarkan organisasi sebagai suatu organisme
Kelompok lain dari paradigma organisasi adalah melihat organisasi
sebagai suatu organisme, yakni: sebagai suatu sistem yang hidup
dengan penekanannya pada unsur-unsur manusia sebagai pendukung
utamanya. konsepsi ini tidak lagi memandang produksi sebagai satu-
satunya yang paling utama dalam organisasi, sehingga berakibat
efisiensi dan efektivitas merupakan warna dari pencapaian tujuan dalam
organisasi. Hal yang dianggap penting dalam konsepsi paradigma
organisme ini adalah manusianya, yang mempunyai keseimbangan
dengan faktor lingkungan (psycosocial system). Pandangan baku
dari konsepsi ini adalah menganalisa organisasi dalam situasi yang
6
senyatanya (realword), dan tidak memandang model normatif sebagai
satu-satunya hampiran bagi analisa organisasi. Oleh karenanya
pendekatan dari pandangan organisme ini mempergunakan pendekatan
sistem terbuka; yang banyak mempertimbangkan variabel-variabel yang
jauh berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan sistem tertutup,
dimana pendekatan sistem terbuka; lebih menitikbertakan pada faktor
manusianya, dan cara manusia tersebut berperilaku dalam kegiatan-
kegiatan organisasi yang senyatanya. Adapun perilaku orang-orang
tersebut banyak ditentukan oleh faktor lingkungan disamping faktor
dirinya-sendiri. Oleh sebab itu konsepsinya, memperhitungkan
variabel-variabel lingkungan sebagai hal yang sangat menentukan.
Sistem Terbuka mempunyai interaksi hubungan yang berkelangsungan
(continual interactions) dengan lingungannya dan mencapai suatu
tingkat dinamika tertentu atau keseimbangan yang dinamis, sistem ini
juga mempunyai kemampuan yang berlanjut untuk melangsungkan
kerja dan melakukan transformasi ke pihak lain. sistem ini
mempunyai proses putaran yang kontinu yang menyebabkan daya
hidupnya berkelangsungan, dan organisasi dipandang sebagai hal yang
dinamis dan senantiasa berubah, bukan-ya sebagai mesin yang gerak
operasinya ajek, rutin, dan statis. Bahan-bahan masukan yang
berasal dari lingkungan diterima oleh suatu organisasi, kemudian
diproses sebagai salah satu kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Hasil pemrosesan dikirim dan diterima oleh lingkungan baik berupa
barang-barang atau jasa pelayanan. Hasil ini dirasakan oleh
masyarakat sebagai unsur lingkungan dari organisasi tersebut. dan
lingkungan memberikan umpan balik (feedback) kepada organisasi.
Umpan balik ini, sebagai bahan masukan baru untuk diolah dan
diproses dalam organisasi. Dengan cara demikian organisasi mencapai
tingkat keseimbangan yang dinamis dengan lingkungannya. Karena ia
dirangsang untuk mendapatkan potensi baru untuk melanjutkan
kelangsungan hidupnya.
7
BAB II
PATOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL
9
psikologis, serta sosial. Hakikat perubahan adalah faktor kekuatan yang
dapat menjadi integrasi dan disorganisasi (pertentangan ini perlu dicermati).
Istilah atau konsep lain untuk patologi sosial adalah masalah sosial,
disorganisasi sosial/social disorganization/disintegrasi sosial, social
maladjusment, sociopathic, abnormal, atau sociatry/sosiatri. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa patologi adalah: semua tingkah laku
sosial (masyarakat) yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Bentuk-bentuk patologi sosial yang diungkapkan oleh para pakar ilmu
sosial sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan masalah yang sering
terjadi di negara Indonesia. Patologi sosial belakangan ini bukan saja
dilakukan oleh masyarakat miskin, namun para pejabat juga telah membuat
penyakit kepada masyarakat, seperti: melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), yang sangat merugikan masyarakat & negara. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi ikut serta mengancam jiwa masyarakat,
yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah negatif yang
meresahkan masyarakat. Perkembangan teknologi membuat semakin
mudahnya akses ke berbagai sumber informasi, termasuk informasi yang
terkait dengan pornografi. Pornografi ini dapat mengarahkan ke terjadinya
perzinaan, perkosaan, prostitusi, pelecehan seksual terhadap anak kecil, dan
sebagainya. Oleh karena itu, masalah ini harus dicegah sedini mungkin agar
tidak menjalar kepada masyarakat lainnya.
2.2. Kajian Teori Patologi Sosial
Secara singkat akan dijelaskan oleh beberapa ahli tentang masalah
patologi sosial dan masalah sosial, antara lain:
a. Patologi sosial adalah suatu gejala ketika tidak ada persesuaian antara
berbagai unsur dari suatu keseluruhan sehingga dapat membahayakan
kehidupan kelompok atau merintangi pemuasan keinginan fundamental
dari anggota-anggotanya. Sehingga berakibat, pengikatan sosial patah
sama sekali.
b. Blackmar dan Billin (1923) menyatakan bahwa patologi sosial merupakan
kegagalan individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial
10
dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi
perkembangan kepribadian.
c. Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang
membahayakan kelompok sosial.
d. Blumer (1971) dan Thompson (1988), menyatakan bahwa masalah sosial
adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas
berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat dan kondisi
itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama.
Kesimpulan: yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah
sosial atau bukan, adalah: masyarakat yang kemudian disosialisasikan
melalui entitas. Dengan demikian tingkat keparahan sosial yang terjadi
dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dan
realitas yang terjadi. contoh: masalah kemiskinan, yang dapat
didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu
adanya tingkat kekurangan suatu materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlakudi
masyarakat yang bersangkutan. selanjutnya, Masalah sosial dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam, antara lain:
1) Konflik dan Kesenjangan, seperti: kemiskinan, kesenjangan, konflik
antar kelompok, pelecehan seksual, dan masalah sosial yang lain.
2) Perilaku Menyimpang, seperti: kecanduan obat terlarang, gangguan
mental, kejahatan, kenakalan remaja, dan kekerasan pergaulan.
3) Perkembangan Manusia, seperti: masalah keluarga, usia lanjut,
kependudukan (seperti urbanisasi), dan kesehatan seksual. Salah
satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan
akan kebutuhan hidup, yang berarti: bahwa jika seseorang gagal
memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan cenderung melakukan
tindakan kejahatan dan kekerasan, seperti: mencuri, berjudi, dan lain-
lain.
11
2.3. Konsep Patologi Sosial
Ada beberapa pendapat pakar tentang masalah-masalah sosial, yang
intinya mengarah pada penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku
yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal dalam masyarakat.Dari
pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan: bahwa patologi sosial adalah
semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal. Sedangkan
Masalah Sosial adalah: penyakit masyarakat yang diartikan sebagai semua
tingkah laku yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan dianggap
menganggu, merugikan, serta tidak dikehendaki oleh masyarakat. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa , masalah sosial adalah:
1). Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memerkosa adat-
istiadat masyarakat (dan adat-istiadat tersebut diperlukan untuk
menjamin kesejahteraan hidup bersama).
2). Situasi yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat
sebagai menganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan
orang banyak. apabila dicermati dari kesimpulan di atas, bahwa adat-
istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai pengontrol dan nilai
sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya. oleh karena
itu, tingkah laku yang dianggap tidak cocok, melanggar norma dan adat-
istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum dianggap
sebagai masalah sosial.
Pada dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh
3 (tiga) faktor, sebagai berikut:
1). Faktor Keluarga
Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak. meliputi:
bagaimana orang tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua
terhadap anak, interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi
keluarga, serta kepedulian orang tua terhadap anak. disini orang tua
sangat berperan penting dalam mendidik seorang anak untuk
menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak terjerumus ke dalam
penyakit-penyakit masyarakat. oleh karena itu, sangat dianjurkan
12
kepada semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dan
memberikan perhatian yang penuh terhadap anak.
2). Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap
munculnya penyakit-penyakit masyarakat. seperti: seseorang yang
berada di lingkungan tidak baik (pemabuk, pemain judi, dan senang
berkelahi) cepat atau lambat akan (mudah) terjerumus ke dalam
kumpulan orang-orang yang tidak baik itu. Dengan demikian norma
(aturan) tidak ditegakkan di dalam masyarakat, juga ikut menyumbang
munculnya penyakit-penyakit sosial tersebut.
3). Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan bagi
seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan baik, entah itu
pendidikan formal (pendidikan di sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan dalam keluarga, lingkungan masyarakat dan pergaulan).
dengan pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana
yang harus ditinggalkan/tidak dilakukan, sehingga tidak terjerumus ke
dalam penyakit-penyakit masyarakat. Kenakalan remaja, seperti:
perkelahian, pencurian, dan lain sebagainya, sering kali terjadi di daerah,
biasanya dilakukan oleh anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari
orang tuanya, terpengaruh oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya
pendidikan yang mereka miliki. anak-anak yang tidak melanjutkan
sekolah (hanya lulus SD atau SMP), tidak bekerja, ditinggal oleh orang
tuanya juga rentan terjerumus ke dalam penyakit-penyakit masyarakat.
George Lundberg, tokoh yang dianggap dominan dalam aliran
neoposistivisme dalam sosiologi; bahwa ilmu pengetahuan itu sifatnya
otoriter, oleh karena itu ilmu pengetahuan harus mengandung dan memiliki
moralitas ilmiah atau hukum moral, yang seimbang dengan hukum alam.
C.C. North, seorang sosiolog dalam bukunya Social Problems and Social
Planning, menyatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan serta sasaran
hidup yang bernilai bagi satu kebudayaan atau satu masyarakat, harus
disertakan etika sosial guna menentukan cara pencapaian sasaran tadi. oleh
karena itu, cara dan metode pencapaian itu secara etis-susila harus bisa
13
dipertanggungjawabkan. manusia normal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
dibekali dengan budi daya dan hati nurani sehingga ia dianggap mampu
menilai baik dan buruknya setiap peristiwa.
Ilmu patologi sosial bersifat dinamis dan berkembang. Adapun
perkembangan patologi sosial melalui 3 (tiga) fase sebagai berikut:
1). Fase masalah sosial (social problem)
Pada fase ini yang menjadi penyelidikan patologi sosial adalah masalah
sosial yang timbul melalui peristiwa-peristiwa yang bersifat negatif dalam
masyarakat, seperti: pengangguran, pelacuran, kejahatan, dan lain-lain.
2). Fase disorganisasi sosial
Pada fase ini yang menjadi objek penyelidikan patologi sosial adalah
disorganisasi sosial. Fase ini merupakan fase koreksi.
3). Fase sistematis
Fase ini merupakan perkembangan dari dua fase sebelumnya. Pada fase
ini patologi sosial berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang memiliki
sistem yang bulat.
16
BAB III
PENYAKIT MANUSIA DAN TERAPINYA
17
pimpinan. Terapinya: penegakan disiplin, diikuti dengan pemberian sanksi
yang tegas dan adil.
5. Komunitas Manusia Pejabat: sekilas hampir sama dengan pegawai dalam
organisasi, namun ke-irihatian pejabat dapat berdampak 2 hal; (a). iri-hati
kepada bawahan karenan memiliki kelebihan, maka pejabat tidak
memberikan peluang kepada bawahan untuk bisa berkembang, serta
tindakan kolonialisme (menindas) terhadap bawahannya. (b). iri-hati kepada
sesama pejabat: frekuensinya sangat tinggi. terapinya: (-) menciptakan
kekuatan moralitas, (-) menyadarkan dalam wawasan keimanan, dan (-)
dengan meningkatkan rasa kasih sayang kepada sesama manusia.
6. Komunitas Manusia Pengusaha: ke-irihatian antara komunitas pengusaha
senantiasa meningkat baik derajat maupun frekuensinya, karena persaingan
dalam usaha semakin ketat, dan perluasan bidang usaha yang semakin
sempit. Terapinya: dibutuhkan komitmen secara sehat serta saling
menghormati dalam suasana tertentu.
18
3.3. Penyakit Etika, Estetika dan Terapinya:
Etika adalah sekumpulan aturan hidup dalam komunitas manusia
tertentu untuk menciptakan keteraturan, kedamaian, dan dapat menciptakan
kejelasan suatu tindakan atau perbuatan manusia yang bisa dilakukan dan yang
tidak bisa dilakukan. penyakit etika: suatu perbuatan / tindakan seseorang
atau sekelompok orang yang melakukan pertentangan ketentuan yang telah
menjadi kesepakatan secara berkesinambungan dalam komunitas manusia
tertentu. Dalam penerapannya suatu etika dalam proses kegiatan administrasi
adalah untuk memberikan keberhasilan yang berdaya-guna dan berhasil-guna;
harus ditopang dengan estetika.
Estetika adalah suatu metode dan teknik untuk mengimplementasikan
ketentuan yang terdapat dalam etika, sehingga dapat menciptakan suatu
kesenangan, kecintaan, keindahan, dan sejenisnya.
Produktivitas yang dihasilkan dari kreativitas manusia dapat berkurang
pada setiap saat, hal ini disebabkan oleh karena pelanggaran etika dan estetika
melalui suatu kemasan virus patologi yang senantiasa mendatangkan ancaman
hukuman, baik secara moralitas seperti: pengasingan, tidak mendapat
dukungan dan lain-lain, yang pada gilirannya akan mematikan kreativitas
manusia dalam administrasi. Terapinya: Etika dan Estetika dijadikan sebagai
sarana pencegahan berkembang nya suatu bentuk virus patologi yang akan
menghambat perkembangan aktivitas administrasi.
19
3.4. Penyakit Fanatisme dan Terapinya:
Fanatisme: Keteguhan pemikiran dan keteguhan dalam pendirian serta
kematangan dalam tindakan, yang berlawanan dengan perubahan secara
alamiah, sebenarnya dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga, kelompok dan
mungkin saja kehidupan organisasi secara luas.
Untuk mengimbangi polarisasi kefanatismean pemikiran, pendirian, serta
tindakan, maka sangat diperlukan: (-) adanya Mediasi yang dapat
mempertemukan antara kestabilan dengan perubahan yang harus diikutinya. (-)
rangsangan melalui penyertaan manusia lainnya dalam sebuah organisasi serta
dapat melahirkan keharmonisan dalam proses kerjasama sebagaimana
dipersyaratkan oleh ajaran administrasi.
Salah satu syarat yang hampir dapat dikatakan mutlak dalam upaya
memperkecil kesenjangan polaritas struktur kehidupan dalam organisasi atau
kehidupan kemasyarakatan pada umumnya adalah menegakkan prinsip-prinsip:
(-) kesejahteraan, (-) pemerataan, dan (-) demokratisasi dalam berbagai dimensi
kehidupan yang dipersyaratkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Kesejahteraan, Pemerataan dan Demokratisasi yang Ideal adalah: suatu hak bagi
seluruh anggota organisasi dalam mengekspresikan aktivitasnya sesuai dengan
norma-norma kebebasan yang terkendali. Mengatasi penyakit fanatisme
pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk mencakrawalakan wawasan
dengan cara: (1). meningkatkan wawasan : (-) keilmuwan, (-) ketaqwaan, (-)
pengkayaan pengalaman, (-) kelestarian budaya, dan ketaatan terhadap etika
dalam menghadapi berbagai kondisi yang senantiasa dapat mengalami
perubahan, baik yang disebabkan oleh lingkungan sosial maupun karena
kondisi manusia itu sendiri. (2). meningkatkan wawasan: keilmuwan, keimanan,
pemberdayaan, dan lain-lain tersebut, Harus dilakukan secara simultan dan
bukan secara parsial dari seluruh aspek pemikiran dan aktivitas dalam rangka
mewujudkan proses kerjasama sebuah organisasi.
20
3.5. Penyakit Cinta dan Terapinya:
Cinta adalah: suatu dinamika perasaan yang dialami oleh seseorang atau
beberapa orang, baik muncul dengan suatu proses maupun kemunculannya
secara spontanitas yang digambarkan dalam tindakan maupun diucapkan
dengan bahasa. Sedangkan, Penyakit cinta adalah: suatu proses tindakan atau
ucapan bahasa yang dapat menciptakan akibat penderitaan diri sendiri, orang
lain, maupun perusakan makluk dan lingkungan sekitarnya.
Hubungan-hubungan saling ketergantungan satu sama yang lain, tentu
senantiasa menciptakan pertentangan dalam mewujudkan kerjasama. Proses
semacam ini disebabkan adanya pihak tertentu yang bertindak karena didorong
oleh virus penyakit cinta dengan tindakannya yang tidak rasional sehingga
memungkinkan dapat terlibat dalam konflik dengan saling memukul
kehormatan, saling berkomentar dengan melemahkan pihak lain, dan lain-lain.
Hal ini bisa terjadi karena didesain sebelumnya, atau secara spontanitas
sehingga kehadirannya tidak diinginkan oleh pihak lainnya. Virus penyakit cinta
dapat menimbulkan pertentangan yang semakin melebar, dan sulit diatur dalam
mencari kedamaian. Terapinya: langkah yang yang dipergunakan untuk
menetralisir virus penyakit cinta, adalah: Dengan melakukan perundingan
antara kedua belah pihak yang dimediasi oleh perunding yang memiliki
kemahiran untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh virus
penyakit cinta tersebut.
21
BAB IV
PENYAKIT ADMINISTRASI DAN TERAPINYA
22
Fondasi keberhasilan dari aktivitas administrasi sangat ditentukan oleh
sehat atau tidaknya administrasi itu sendiri. Aktivitas administrasi yang sehat;
adalah apabila proses kerjasama sekelompok manusia yang harmonis dengan
pembagian tugas yang jelas, batasan tugas yang tegas dan berjalan
berdasarkan norma-norma pengaturan dan keteraturan. Sedangkan aktivitas
administrasi yang sakit; adalah apabila proses kerjasama sekelompok
manusia tidak harmonis (terjadi serobot-menyerobot tugas, mau menang
sendiri, saling menyalahkan dan lain-lain), dengan pembagian tugas tidak jelas,
batasan tugas yang tidak tegas, serta norma-norma pengaturan dan keteraturan
yang amburadul. fondasi yang rapuh menggambarkan kegagalan aktivitas
administrasi, demikian juga sebaliknya fondasi administrasi yang kuat
menggambarkan keberhasilan aktivitas administrasi.
Istilah patologi asal mulanya dikenal di dunia ilmu kedokteran atau ilmu
kesehatan. Perkembangan istilah ini juga dipergunakan oleh ilmu-ilmu yang
lain, seperti: patologi sosial, patologi administrasi, dan lain-lain. Ada beberapa
definisi patologi yang dapat dijadikan pertimbangan, sebagaimana disampaikan
oleh Kartini Kartono Patologi Sosial adalah: semua tingkah laku yang
bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan,
moral hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin
kebaikan dan hukum formal.
Patologi Administrasi, dapat diartikan: sebagai suatu keadaan dimana
manusia sebagai unsur utama dalam administrasi, niat utamanya adalah
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan pribadi-pribadi dengan mengorbankan
orang lain. korban patologi administrasi meyampaikan: bahwa banyak sekali
pribadi-pribadi yang dengan kelicikannya melaksanakan gagasan dan idenya
untuk mengorbankan orang lain, sehingga keuntungan dan kenikmatan itu
berpihak pada dirinya. dalam realitanya, penyakit atau patologi administrasi
lebih banyak menyerang para ilmuwan dan praktisi pada umumnya, khususnya
ilmuwan dan praktisi administrasi. Bahwa penyakit atau patologi administrasi,
pertama-tama melumpuhkan rasionalitas, moralitas, dan bahkan keteguhan
iman, sehingga orang-orang yang diserang penyakit atau patologi administrasi
tersebut, apakah ilmuwan atau praktisi administrasi, dengan leluasa melakukan
suatu aktivitas dengan tidak dapat dikontrol lagi oleh rasionalitas, moralitas, dan
keteguhan keimanan.
23
Berdasarkan informasi diberbagai media (elektronik dan cetak),
nampaknya virus-virus penyakit atau patologi administrasi bukan hanya
menyerang para ilmuwan, dan praktisi, atau profesi administrasi saja, tetapi
juga menyerang lembaga-lembaga negara, lembaga swasta, lembaga
kemasyarakatan, kaum birokrat, akademisi, sampai dengan lembaga politik.
Untuk memberantas virus-virus penyakit atau patologi administrasi ini adalah:
semua pelaku (lembaga negara, para pilitisi, para pegawai swasta, para
anggolta lembaga kemasyarakatan, dll) Mau Menciptakan Pengaturan dan
Keteraturan sesuai dengan persyaratan administrasi, baik dari segi ilmu
pengetahuan maupun dari segi profesionalisme administrasi.
25
yang ideal, setiap bentuk kerja menghendaki suatu perubahan yang positif,
dalam arti; peningkatan jangkauan operasional, penembahan jenis kegiatan,
peningkatan volumen kerja, terwujud kesejahteraan anggota, dan lain-lain.
Terapinya: Seluruh masyarakat yang terikat dalam kerjasama itu, dapat
menyadari bahwa; ketidakjujuran, keserakahan, manipulasi dan tindakan
semacamnya dapat menciptakan kesengsaraan bahkan kematian.
yang ideal, penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi
seharusnya dilakukan secara terus menerus, karena kemungkinan akan
berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu
merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi
wawasan keilmuwan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman.
Disamping semua dari kita harus menjunjung tinggi kebenaran, semua
manusia yang terlibat dalam kerjasama untuk juga harus melakukan aktivitas
administrasi dengan saling mengontrol, dan mengingatkan antara satu
dengan yang liannya tentang bahaya laten virus penyakit nepotisme tersebut.
26
Penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi adalah orang atau
manusia yang bersekutu dengan orang ataau manusia lainnya untuk
memperoleh suatu manfaat dalam rangka memenuhi keinginan atau
kebutuhan walaupun tindakannya bertentangan dengan etika, moralitas,
rasionalitas, keimanan, dan peraturan yang berlaku dlam suatu bentuk
ikatan kerjasama.
Terapinya:
a. Penyadaran etika
b. Penyadaran moralitas
c. Peningkatan keimanan
d. Kelayakan hidup
e. Penegakan peraturan
f. Pemberian pemahaman
g. Pemberian sanksi
27
4.4. Penyakit Keserakahan Dalam Administrasi Dan Terapinya
Terapinya:
c. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak
terelakkan terhadap setiap manusia.
Terapinya:
b. Melalui Keterbukaan
28
BAB V
PENYAKIT BIROKRASI DAN TERAPINYA
30
5.1. Persekongkolan Jabatan dan Terapinya
Jabatan dari sudut pandang pengaturan dari berbagai aktivitas, sering
diistilahkan dengan pemimpin, sedangkan jabatan yang melakukan aktivitas
diistilahkan dengan yang dipimpin. Jabatan sebagai pengaturan dalam birokrasi
pemerintahan memiliki tingkatan-tingkatan tertentu yang diistilahkan dengan
jenjang jabatan yang terdiri dari 3 (tiga) jenis: (1). Jabatan Struktural: yang
memimpin unit-unit kerja. aktivitasnya: mengatur dan memerintah terhadap
kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan organisasi. (2). Jabatan Fungsional:
yang mengatur dan melaksanakan suatu aktivitas khusus yang membutuhkan
suatu keahlian yang khusus pula. aktivitasnya: mengatur dan melaksanakan
suatu tugas atau pekerjaan khusus yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. (3). Jabatan Politik: yang mengatur dan mengendalikan jabatan
suatu Negara. aktivitasnya: mengatur dan mengendalikan tugas kenegaraan.
Persekongkolan adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh dua
orang manusia atau lebih untuk melakukan kesepakatan yang tersembunyi
(terselubung) guna untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan kedua belah
pihak (yang mengajak dan yang diajak dalam melakukan kesepakatan dalam
persekongkolan tersebut). Sedangkan persekongkolan jabatan adalah: suatu
usaha yang dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih dengan menciptakan
kesepakatan guna mempertahankan atau memperoleh suatu jabatan tertentu
dalam organisasi dengan mengorbankan orang lain. Terapinya:
(a). Pengisian atau rekruitmen jabatan : dilakukan secara sadar dengan
mempertimbangkan berbagai hal dalam jabatan yang dapat memberikan
keuntungan bagi organisasi.
(b). Batasan kewenangan dan tanggung jawab dalam jabatan: kejelasan
batasan kewenangan dan tanggung jawab.
(c). Persyaratan Jabatan: kejelasan persyaratan dalam suatu jabatan sangat
diperlukan, agar semua manusia yang bekerja sama dalam organisasi
memahami akan syarat tertentu untuk menduduki jabatan tertentu, agar
kompetisi yang sehat dapat dilaksanakan.
(d). Penghasilan Jabatan: perlu kejelasan besaran penghasilan dalam suatu
jabatan.
31
5.2. Persekongkolan Pekerjaan dan Terapinya
Fenomena tentang pekerjaan, semakin tinggi jenjang jabatan: semakin
ringan pekerjaannya, dan semakin besar penghasilan yang diperoleh,
sedangkan semakin rendah jenjang jabatan semakin berat pekerjaan yang
harus dilaksanakan, dan semakin kecil penghasilan yang diperolehnya.
Terapinya:
(a). Menciptakan Kondisi Sosial Yang Baik : kondisi social kemasyarakatan
yang harmonis dari berbagai elemen-elemen dalam bereaksi dan
berinteraksi antara satu dengan lainnya, dapat menumbuhkan kepercayaan
dan keterbukaan.
(b). Menciptakan Emosional Yang Cerdas: dalam menlaksanakan pekerjaan
yang hanya berfikir dan berusaha dalam meningkatkan kemampuan,
keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan suatu jenis pekerjaan,
sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber-sumber manajemen
dapat terwujud, pada gilirannya akan memberikan hasil yang maksimal
serta memberikan manfaat bagi kehidupan secara keseluruhan.
(c). Menciptakan Intelektual Yang Baik: dalam rangka peningkatan dayaguna
dan hasilguna dari setiap pekerjaan yang telah dilakukan, dengan tujuan
utama menciptakan kesejahteraan baik secara individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat pada umumnya.
(d). Menciptakan Karakter Yang Baik: dalam melaksanakan pekerjaan dengan
mengedepankan; Rasional, Moralitas, dan Ketaqwaan, serta pola tindak
berdasarkan nilai-nilai moralitas, dan kasih sayang yang dinaungi oleh
wawasan ketaqwaan.
(e). Menciptakan Spiritualitas Yang Baik: keyakinan adalah suatu prinsip dari
sekelompok manusia bahwa kasih sayang itu merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam kehidupan manusia baik terhadap sesama manusia
itu sendiri, terhadap lingkungan dan bahkan kepada seluruh alam yang ada
di dunia ini.
33
BAB VI
KEJAHATAN ADMINISTRASI
37