Anda di halaman 1dari 37

BAB I

TEORI ORGANISASI

Ada 2 (dua) pandangan tentang konsep organisasi, yaitu 1). klasik dan 2). modern
(perbedaan konsep organisasi Klasik (tradisional) dengan konsep organisasi
Modern), dengan menggunakan metapora (metaphor) atau paradigma (paradigm)
tertentu.
1.1. Pandangan tentang konsep organisasi klasik, disampaikan oleh para
pakar sebagai berikut:
A. Pandangan klasik disampaikan oleh Max Weber, dengan
mendemonstrasikan pendapatnya tentang birokrasi. Weber membedakan
suatu kelompok kerjasama, dengan organisasi kemasyarakatan.
 Kelompok kerjasama adalah suatu tata hubungan sosial yang
dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh
mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai
suatu dengan fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan
maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya.
 Aspek dari pengertian yang dikemukakan oleh Weber ini adalah:
bahwa suatu organisasi atau kelompok kerjasama ini mempunyai
unsur kekayaan, antara lain:
- organisasi merupakan tata hubungan sosial, dalam hal ini seorang
individu melakukan proses interaksi sesamanya di dalam organisasi
tersebut.
- organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries),
dengan demikian seseorang yang melakukan hubungan interaksi
dengan yang lainnya tidak atas kemauan sendiri, melainkan
dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.
- organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa
membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan
kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun proses interaksi
diantara orang-orang yang bekerja sama di dalamnya, sehingga
interaksi tersebut tidak muncul begitu saja.
- organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur:
di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian
1
kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. istilah lain dari
unsur ini adalah terdapatnya hirarki (hierarchy). Konsekuensi dari
adanya hirarki ini: bahwa di dalam organisasi ada pimpinan
(kepala) dan bawahan (staf).
 Aspek lain, yang terkait dengan kriteria organisasi, ditambahkan oleh
Weber yakni kriteria organisasi dilihat dari dari sifat kerjasama yang
dilakukan orang-orang tersebut, yang lebih bercorak kerjasama
asosiatif, dan bukannya kerjasama yang komunal (kerja bersama-
sama seperti dalam keluarga).
B. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Chester
Barnard; yang menekankan tentang orang-orang sebagai anggota dari
sistem tersebut. Menurut Chester Barnard bahwa organisasi itu adalah
suatu sistem kegiatan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar / suatu
kekuatan dari dua manusia atau lebih. Oleh karena itu Chester Barnard
menyampaikan pendapatnya mengenai unsur kekayaan dari suatu
organisasi, sebagai berikut:
- organisasi terdiri dari serangkaian kegiatan yang dicapai lewat
suatu proses kesadaran, kesengajaan, dan koordinasi yang
bersasaran.
- organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang untuk
melaksanakan kegiatan yang bersasaran tersebut.
- organisasi memerlukan adanya komunikasi, yaitu: suatu hasrat dari
sebagian anggotanya untuk mengambil bagian pencapaian tujuan
bersama anggota yang lainnya.  Chester Barnard menekankan
peranan seseorang dalam organisasi, diantaranya ada sebagian
anggota yang harus diberi informasi / dimotivasi, dan sebagiannya
lagi harus mengambil keputusan.
C. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh
Theodore Caplow (seorang Associate professor dari departemen
sosiologi Universitas Minnesota), mengemukakan harta kekayaan dari
sesuatu organisasi: bahwa pola-pola institusi yang ada yang
memungkinkan suatu sistem / aturan-auran kantor untuk lebih kurang
menjadi tetap dan mantap dinamakan organisasi.  Pola semacam ini
dapat dikenali dengan suatu harga kekayaan, antara lain:
2
- mempunyai identitas.
- mempunyai kelangsungan.
- mempunyai jadwal kerja (calendarity).
- mempunyai otoritas.
D. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Amitai
Etziomi: konsepsi organisasi sebagai pengelompokan orang-orang yang
sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Kelompok semacam ini
mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
- mempunyai pembagian kerja, kekuasaan dan pertanggungjawaban
yang dikomunikasikan.  pembagian ini tidaklah dilakukan secara
acak (random) melainkan sengaja direncanakan untuk
meningkatkan usaha mencapai tujuan tertentu.
- adanya satu / lebih pusat kekuasaan yang dapat dipergunakan
untuk mengendalikan usaha-usaha organisasi yang telah
direncanakan, dan yang dapat diarahkan untuk mencapai tujuan.
Pusat kekuasaan ini juga harus dapat dipergunakan untuk menilai
kembali secara ajek pelaksanaan organisasi, dan
menyempurnakan struktur yang dianggap perlu untuk
meningkatkan efisiensi.
- adanya usaha pergantian kepegawaian, misalnya seseorang yang
cara kerjanya tidak memuaskan dapat dipindah dan diganti oleh
orang lain. Dalam organisasi juga dapat dilakukan usaha
memadukan kembali kegiatan kepegawaian dengan cara
pemindahan / promosi.
E. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Richard
Scott. Bahwa konsep organisasi itu diciptakan sebagai suatu kolektivitas
yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan khusus tertentu yang
sedikit banyak didasarkan pada asas kelangsungan.  Menurut Richard
Scott : akan lebih baik jelas persoalannya bahwa organisasi itu
bagaimanapun adanya, mempunyai gambaran prospek yang jelas, dan
berbeda dari sekedar kekhususan tujuan / kelangsungan aktivitas. 
Perbedaan gambaran itu meliputi hal-hal sebagai berikut:
- adanya batas-batas yang jelas.
- adanya aturan-aturan yang normatif.
3
- adanya jenjang otoritas.
- adanya suatu sistem komunikasi.
- adanya suatu sistem insentif yang mampu mendorong berbagai
tipepartisipasi dalam usaha bekerja sama untuk mencapai tujuan
tertentu.
F. Pandangan konsep klasik tentang organisasi, disampaikan oleh Blake
and Mouton dengan mengenalkan adanya tujuh kekayaan (seven
properties) yang melekat pada organisasi mencoba menjelaskan
pengertian organisasi.  Ke-tujuh kekayaan tersebut adalah:
- organisasi senantiasa mempunyai tujuan.
- organisasi mempunyai kerangka (structure).
- organisasi mempunyai cara yang memberikan kecakapan bagi
anggotanya untuk melaksanakan kerja mencapai tujuan tersebut
(know-how).
- organisasi; di dalamnya terdapat proses interaksi hubungan kerja
antara orang-orang yang bekerja sama mencapai tujuan tersebut.
- organisasi mempunyai pola kebudayaan sebagai dasar cara
hidupnya.
- organisasi mempunyai hasil-hasil yang ingin dicapainya.
Dari berbagai pandangan pakar di atas mengenai organisasi, itu
hanya merupakan sebagian saja dari definisi organisasi yang sangat
sangat banyak disampaikan oleh para ahlinya, namun setidaknya dapat
menampilkan beberapa rumusan yang merupakan jawaban dari
pertanyaan awal tentang apa dan bagaimana organisasi itu?.
Nampaknya organisasi dapat dirumuskan sebagai kolektivitas orang-orang
yang bekerja sama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan
tertentu.  kolektivitas tersebut berstruktur, berbatas dan beridentitas
yang dapat dibedakan dengan kolektivitas-kolektivitas lainnya.
1.2. Pandangan tentang perbedaan konsep organisasi
Klasik (tradisional) dengan konsep organisasi Modern dengan
menggunakan metapora (metaphor) atau paradigma (paradigm) tertentu,
yakni System Tertutup (close system) dan System Terbuka (open system).
Para pakar dalam menjelaskan pendapatnya seringkali mempergunakan
perumpamaan-perumpamaan ini selalu didasarkan atas istilah-istilah yang
4
berbeda satu sama yang lain. Paradigma dipergunakan untuk menekankan
perspektif yang komunal yang dapat mengikat ahli-ahli pemikir bekerja sama
dalam suatu cara tertentu yang dianggapnya sebagai hal yang bermanfaat
sebagai suatu hampiran di dalam ilmu-ilmu sosial yang mempunyai batas-
batas problematik yang sama.  Paradigma organisasi dapat
dikelompokkan atas 2 kelompok yang berbeda satu dengan yang lain.
Pertama, kelompok: yang mengambarkan organisasi sebagai suatu mesin
yang bekerja dengan suatu keteraturan dan keajekan tertentu, yang
menekankan adanya suatu tingkat produktivitas tertentu, dengan mencapai
suatu taraf efisiensi tertentu dan yang dikendalikan oleh suatu legitimasi
otoritas pimpinan.  premis dasar dari kelompok ini berpijak pada
pemahaman bahwa organisasi sebagai kelompok manusia ekonomi yang
rasional. oleh karena itu lewat suatu pembagian kerja, spesialisasi dan
hubungan kerja yang hirarkis, maka usaha pencapaian tujuan bersama akan
dicapai secara efisien dan efektif.  Dengan demikian pemahaman
organisasi oleh kelompok ini:
- menekankan adanya peningkatan efisiensi lewat pe-ngerangka-an
(structuring), dan pengendalian (controlling) dari partisipasi manusia.
- mereka dapat dimotivasi dengan cara-cara memberikan insentif ekonomi.
- yang sangat mendasar, cara kerja orang-orang tersebut dilakukan dengan
spesialisasi tugas dengan diikuti adanya suatu instruksi dan kontrol yang
terperinci.  ini merupakan pemahaman kelompok Klasik; metapora yang
dipergunakan; organisasi sebagai suatu sistem mesin.  Perwujudannya:
(-) organisasi disusun berdasarkan prinsip-prinsip struktur piramida, (-)
kesatuan komando, (-) jenjang pengawasan, (-) spesialisasi berdasarkan
fungsi, (-) pembedaan kerja lini dan staf.
 Teori Tradisional menurut March dan Simon; berpusat pada penjelasan
organisasi sebagai model mesin (machine model), oleh karenanya
Bennis menyarankan bahwa pusat perhatian teori klasik adalah pada
organisasi tanpa orang (organization without people). Walaupun teori
organisasi klasik banyak mendapat kritikan karena lebih menerapkan
model sistem tertutup (closed system), namun apa yang dicapai
sekarang yang dinamakan pendekatan konsepsi organisasi modern
adalah hasil dari pendahulunya yang dinamakan teori klasik atau teori
5
tradisinal.  konsepsi teori klasik ini memberikan banyak pelajaran dan
pengarahan, inspirasi, ide, kepada banyak manajer dan pimpinan
sampai dengan sekarang.  Konsepsi Klasik (tradisional); mereka
banyak mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan struktur
dan variabel-variabel yang berkaitan dengan struktur, seperti: hirarki,
wewenang, tanggungjawab, kesatuan komando, jenjang pengawasan,
dan sejenisnya.  Pemikiranya banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu fisik
(physical sciences) dan diterapkan pada suatu sistem yang mekanistik.
Konsentrasi perhatiannya adalah hal-hal yang bersifat internal dengan
menekankan pada pendekatan rasionalitas yang diturunkan dari
pewarisnya yakni model-model dalam ilmu fisik.  setiap masalah yang
timbul dalam organisasi dicari sebabnya dari faktor-faktor di dalam
organisasi sendiri (internal factors), seperti: susunan organisasi, tugas
dan fungsi, hubungan formal, tanpa dicari hubungan dengan faktor di
luar atau di lingkungannya.  Karakteristik; adanya kecenderungan
yang kuat untuk bergerak mencapai suatu keseimbangan dan entropi
(equilibrium and entropy) yang statis. istilah entropy dipergunakan
dalam ilmu-ilmu fisika, yang mempunyai arti: cenderung dipergunakan
pada setiap sistem tertutup dengan tidak adanya potensi berikutnya
untuk membangkitkan daya kerja atau usaha transformasi.  Menurut
Miller, Entropy dikenal sebagai sistem yang menunjukkan kekacauan,
ketidakteraturan, tidak adanya pola kerja, atau organisasi yang diatur
secara acak (randomness).
Kedua, kelompok: mengambarkan organisasi sebagai suatu organisme
 Kelompok lain dari paradigma organisasi adalah melihat organisasi
sebagai suatu organisme, yakni: sebagai suatu sistem yang hidup
dengan penekanannya pada unsur-unsur manusia sebagai pendukung
utamanya.  konsepsi ini tidak lagi memandang produksi sebagai satu-
satunya yang paling utama dalam organisasi, sehingga berakibat
efisiensi dan efektivitas merupakan warna dari pencapaian tujuan dalam
organisasi.  Hal yang dianggap penting dalam konsepsi paradigma
organisme ini adalah manusianya, yang mempunyai keseimbangan
dengan faktor lingkungan (psycosocial system).  Pandangan baku
dari konsepsi ini adalah menganalisa organisasi dalam situasi yang
6
senyatanya (realword), dan tidak memandang model normatif sebagai
satu-satunya hampiran bagi analisa organisasi. Oleh karenanya
pendekatan dari pandangan organisme ini mempergunakan pendekatan
sistem terbuka; yang banyak mempertimbangkan variabel-variabel yang
jauh berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan sistem tertutup, 
dimana pendekatan sistem terbuka; lebih menitikbertakan pada faktor
manusianya, dan cara manusia tersebut berperilaku dalam kegiatan-
kegiatan organisasi yang senyatanya. Adapun perilaku orang-orang
tersebut banyak ditentukan oleh faktor lingkungan disamping faktor
dirinya-sendiri.  Oleh sebab itu konsepsinya, memperhitungkan
variabel-variabel lingkungan sebagai hal yang sangat menentukan. 
Sistem Terbuka mempunyai interaksi hubungan yang berkelangsungan
(continual interactions) dengan lingungannya dan mencapai suatu
tingkat dinamika tertentu atau keseimbangan yang dinamis, sistem ini
juga mempunyai kemampuan yang berlanjut untuk melangsungkan
kerja dan melakukan transformasi ke pihak lain.  sistem ini
mempunyai proses putaran yang kontinu yang menyebabkan daya
hidupnya berkelangsungan, dan organisasi dipandang sebagai hal yang
dinamis dan senantiasa berubah, bukan-ya sebagai mesin yang gerak
operasinya ajek, rutin, dan statis.  Bahan-bahan masukan yang
berasal dari lingkungan diterima oleh suatu organisasi, kemudian
diproses sebagai salah satu kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Hasil pemrosesan dikirim dan diterima oleh lingkungan baik berupa
barang-barang atau jasa pelayanan.  Hasil ini dirasakan oleh
masyarakat sebagai unsur lingkungan dari organisasi tersebut. dan
lingkungan memberikan umpan balik (feedback) kepada organisasi.
Umpan balik ini, sebagai bahan masukan baru untuk diolah dan
diproses dalam organisasi. Dengan cara demikian organisasi mencapai
tingkat keseimbangan yang dinamis dengan lingkungannya. Karena ia
dirangsang untuk mendapatkan potensi baru untuk melanjutkan
kelangsungan hidupnya.

7
BAB II
PATOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL

2.1. Patologi dan Patologi Sosial


Patologi berasal dari kata pathos, yaitu penderitaan atau penyakit,
sedangkan logos berarti ilmu. Dengan demikian Patologi berarti ilmu tentang
penyakit. sedangkan Sosial adalah tempat atau wadah pergaulan hidup antar
manusia yang perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi; yakni
individu atau manusia yang berinteraksi atau berhubungan secara timbal balik,
bukan manusia dalam arti fisik. Oleh karena itu, pengertian patologi sosial
adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap sakit, disebabkan oleh
faktor sosial atau ilmu tentang asal-usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang
berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup masyarakat.
Pada abad ke-19, dan awal abad ke-20 para sosiolog mendefinisikan
patologi sosial sebagai:
Semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal,
pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun
bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Pandangan yang hampir sama disampaikan oleh Kartini Kartono, bahwa
patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma
kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
keluarga, hidup rukun betetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Di era globalisasi dan era informasi, perubahan masyarakat lebih cepat
jika dibandingkan dengan pemecahan permasalahan masyarakat. Manusia
sekarang ini tengah disibukkan dengan kebutuhan untuk semakin bersaing
kompetitif dalam aneka ragam tantangan, bahkan sampai berkorban jiwa dan
raga. Perkembangan ilmu pengetahuan juga melahirkan berbagai macam
penemuan dan pembaruan di bidang teknologi dan informasi yang nantinya
akan mengajak manusia berubah untuk mengikuti kepentingan diri sendiri.
Dalam ilmu sosial, perubahan yang terjadi dalam masyarakat inilah yang
disebut dengan perubahan sosial. Perubahan sosial dapat berupa perubahan
sosial kearah positif dan negatif. Kedua bentuk perubahan ini sangat rentan
terjadi dimasyarakat. Perubahan sosial yang cenderung ke positif adalah suatu
hal yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat, sedangkan perubahan sosial
8
yang mengarah ke negatif seperti: penyakit masyarakat, adalah suatu masalah
yang harus dihindari.  Menurut Simuh, bahwa perubahan sosial yang bersifat
negatif ini timbul dari kenyataan akan adanya unsur-unsur yang saling
bertentangan di dalam kehidupan bermasyarakat. Semakin meningkatnya gejala
patologi sosial di suatu masyarakat maka akan semakin tidak stabil, kondisi
masyarakat tersebut. dan Menurut Hassan Shadily, bahwa ganguan
masyarakat seperti: kenakalan remaja, kemiskinan, dan lain-lain, itu merupakan
kejahatan, yang harus dicarikan solusinya.
Gillin dan Gillin sebagaimana yang diungkapkan oleh Salmadanis,
memberikan 2 (dua) batasan tentang patologi sosial, yaitu:
1. Patologi sosial adalah: salah satu kajian tentang disorganisasi sosial atau
maladjustment yang dibahas dalam arti luas, sebab, hasil, dan usaha
perbaikan adalah faktor-faktor yang dapat menganggu atau mengurangi
penyesuaian sosial, seperti: kemiskinan, pengangguran, lanjut usia, penyakit
rakyat, lemah ingatan atau pikiran, kegilaan, kejahatan, perceraian,
pelacuran, ketegangan-ketegangan dalam keluarga, dan lain-lain.
2. Patologi sosial berarti: penyakit-penyakit masyarakat atau keadaan abnormal
pada suatu masyarakat.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit di dalam
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa
gangguan mental cukup besar kontribusinya terhadap waktu produktif dan
ekonomi.  Menurut Vebrianto patologi sosial mempunyai 2 (dua) arti:
1. Patologi sosial berarti: suatu penyelidikan disiplin ilmu pengetahuan tentang
disorganisasi sosial dan social maladjustment, yang di dalamnya membahas
tentang arti, eksistensi, sebab, hasil, maupun tindakan perbaikan (treatment)
terhadap faktor-faktor yang menganggu atau mengurangi penyesuaian sosial
(social adjustment).
2. Patologi sosial berarti: keadaan sosial yang sakit atau abnormal pada suatu
masyarakat.
Bangsa Indonesia sedang mengalami perubahan sosial yang sangat
cepat akibat pertemuan dua kebudayaan masyarakat dunia. Hal ini
disebabkan karena perkembangan teknologi yang begitu cepat. Hakikat dari
perubahan dari percepatan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi pribadi,

9
psikologis, serta sosial.  Hakikat perubahan adalah faktor kekuatan yang
dapat menjadi integrasi dan disorganisasi (pertentangan ini perlu dicermati).
Istilah atau konsep lain untuk patologi sosial adalah masalah sosial,
disorganisasi sosial/social disorganization/disintegrasi sosial, social
maladjusment, sociopathic, abnormal, atau sociatry/sosiatri. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa patologi adalah: semua tingkah laku
sosial (masyarakat) yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Bentuk-bentuk patologi sosial yang diungkapkan oleh para pakar ilmu
sosial sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan masalah yang sering
terjadi di negara Indonesia.  Patologi sosial belakangan ini bukan saja
dilakukan oleh masyarakat miskin, namun para pejabat juga telah membuat
penyakit kepada masyarakat, seperti: melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), yang sangat merugikan masyarakat & negara. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi ikut serta mengancam jiwa masyarakat,
yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah negatif yang
meresahkan masyarakat. Perkembangan teknologi membuat semakin
mudahnya akses ke berbagai sumber informasi, termasuk informasi yang
terkait dengan pornografi.  Pornografi ini dapat mengarahkan ke terjadinya
perzinaan, perkosaan, prostitusi, pelecehan seksual terhadap anak kecil, dan
sebagainya. Oleh karena itu, masalah ini harus dicegah sedini mungkin agar
tidak menjalar kepada masyarakat lainnya.
2.2. Kajian Teori Patologi Sosial
Secara singkat akan dijelaskan oleh beberapa ahli tentang masalah
patologi sosial dan masalah sosial, antara lain:
a. Patologi sosial adalah suatu gejala ketika tidak ada persesuaian antara
berbagai unsur dari suatu keseluruhan sehingga dapat membahayakan
kehidupan kelompok atau merintangi pemuasan keinginan fundamental
dari anggota-anggotanya. Sehingga berakibat, pengikatan sosial patah
sama sekali.
b. Blackmar dan Billin (1923) menyatakan bahwa patologi sosial merupakan
kegagalan individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial

10
dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi
perkembangan kepribadian.
c. Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang
membahayakan kelompok sosial.
d. Blumer (1971) dan Thompson (1988), menyatakan bahwa masalah sosial
adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas
berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat dan kondisi
itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama.
Kesimpulan: yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah
sosial atau bukan, adalah: masyarakat yang kemudian disosialisasikan
melalui entitas. Dengan demikian tingkat keparahan sosial yang terjadi
dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dan
realitas yang terjadi. contoh: masalah kemiskinan, yang dapat
didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu
adanya tingkat kekurangan suatu materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlakudi
masyarakat yang bersangkutan. selanjutnya, Masalah sosial dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam, antara lain:
1) Konflik dan Kesenjangan, seperti: kemiskinan, kesenjangan, konflik
antar kelompok, pelecehan seksual, dan masalah sosial yang lain.
2) Perilaku Menyimpang, seperti: kecanduan obat terlarang, gangguan
mental, kejahatan, kenakalan remaja, dan kekerasan pergaulan.
3) Perkembangan Manusia, seperti: masalah keluarga, usia lanjut,
kependudukan (seperti urbanisasi), dan kesehatan seksual.  Salah
satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan
akan kebutuhan hidup, yang berarti: bahwa jika seseorang gagal
memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan cenderung melakukan
tindakan kejahatan dan kekerasan, seperti: mencuri, berjudi, dan lain-
lain.

11
2.3. Konsep Patologi Sosial
Ada beberapa pendapat pakar tentang masalah-masalah sosial, yang
intinya mengarah pada penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku
yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal dalam masyarakat.Dari
pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan: bahwa patologi sosial adalah
semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal. Sedangkan
Masalah Sosial adalah: penyakit masyarakat yang diartikan sebagai semua
tingkah laku yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan dianggap
menganggu, merugikan, serta tidak dikehendaki oleh masyarakat. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa , masalah sosial adalah:
1). Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memerkosa adat-
istiadat masyarakat (dan adat-istiadat tersebut diperlukan untuk
menjamin kesejahteraan hidup bersama).
2). Situasi yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat
sebagai menganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan
orang banyak.  apabila dicermati dari kesimpulan di atas, bahwa adat-
istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai pengontrol dan nilai
sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya.  oleh karena
itu, tingkah laku yang dianggap tidak cocok, melanggar norma dan adat-
istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum dianggap
sebagai masalah sosial.
Pada dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh
3 (tiga) faktor, sebagai berikut:
1). Faktor Keluarga
Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak.  meliputi:
bagaimana orang tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua
terhadap anak, interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi
keluarga, serta kepedulian orang tua terhadap anak.  disini orang tua
sangat berperan penting dalam mendidik seorang anak untuk
menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak terjerumus ke dalam
penyakit-penyakit masyarakat. oleh karena itu, sangat dianjurkan

12
kepada semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dan
memberikan perhatian yang penuh terhadap anak.
2). Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap
munculnya penyakit-penyakit masyarakat. seperti: seseorang yang
berada di lingkungan tidak baik (pemabuk, pemain judi, dan senang
berkelahi)  cepat atau lambat akan (mudah) terjerumus ke dalam
kumpulan orang-orang yang tidak baik itu. Dengan demikian norma
(aturan) tidak ditegakkan di dalam masyarakat, juga ikut menyumbang
munculnya penyakit-penyakit sosial tersebut.
3). Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan bagi
seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan baik, entah itu
pendidikan formal (pendidikan di sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan dalam keluarga, lingkungan masyarakat dan pergaulan). 
dengan pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana
yang harus ditinggalkan/tidak dilakukan, sehingga tidak terjerumus ke
dalam penyakit-penyakit masyarakat.  Kenakalan remaja, seperti:
perkelahian, pencurian, dan lain sebagainya, sering kali terjadi di daerah,
biasanya dilakukan oleh anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari
orang tuanya, terpengaruh oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya
pendidikan yang mereka miliki.  anak-anak yang tidak melanjutkan
sekolah (hanya lulus SD atau SMP), tidak bekerja, ditinggal oleh orang
tuanya juga rentan terjerumus ke dalam penyakit-penyakit masyarakat.
George Lundberg, tokoh yang dianggap dominan dalam aliran
neoposistivisme dalam sosiologi; bahwa ilmu pengetahuan itu sifatnya
otoriter, oleh karena itu ilmu pengetahuan harus mengandung dan memiliki
moralitas ilmiah atau hukum moral, yang seimbang dengan hukum alam.
C.C. North, seorang sosiolog dalam bukunya Social Problems and Social
Planning, menyatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan serta sasaran
hidup yang bernilai bagi satu kebudayaan atau satu masyarakat, harus
disertakan etika sosial guna menentukan cara pencapaian sasaran tadi. oleh
karena itu, cara dan metode pencapaian itu secara etis-susila harus bisa
13
dipertanggungjawabkan. manusia normal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
dibekali dengan budi daya dan hati nurani sehingga ia dianggap mampu
menilai baik dan buruknya setiap peristiwa.
Ilmu patologi sosial bersifat dinamis dan berkembang. Adapun
perkembangan patologi sosial melalui 3 (tiga) fase sebagai berikut:
1). Fase masalah sosial (social problem)
Pada fase ini yang menjadi penyelidikan patologi sosial adalah masalah
sosial yang timbul melalui peristiwa-peristiwa yang bersifat negatif dalam
masyarakat, seperti: pengangguran, pelacuran, kejahatan, dan lain-lain.
2). Fase disorganisasi sosial
Pada fase ini yang menjadi objek penyelidikan patologi sosial adalah
disorganisasi sosial. Fase ini merupakan fase koreksi.
3). Fase sistematis
Fase ini merupakan perkembangan dari dua fase sebelumnya. Pada fase
ini patologi sosial berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang memiliki
sistem yang bulat.

2.4. Sejarah Munculnya Patologi Sosial


Manusia sebagai makluk yang cenderung selalu ingin memenuhi
kebutuhan hidupnya telah menghasilkan teknologi yang berkembang sangat
pesat sehingga melahirkan masyarakat modern yang serba kompleks,
sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi,
urbanisasi, dan lain sebagainya.  yang dapat memberikan berbagai
alternatif kemudahan bagi kehidupan manusia, ternyata juga dapat
menimbulkan hal-hal yang berakibat negatif kepada manusia dan
kemanusiaan itu sendiri yang biasa disebut masalah sosial.  contoh:
revolusi industri (pemakaian mesin-mesin industri) di pabrik-pabrik
mengaubah cara bekerja manusia yang dahulu memakai banyak tenaga
manusia (berasal dari penduduk desa yang mencari kerja di kota / tempat
industri), selanjutnya tergantikan dengan mesin maka hanya membutuhkan
sedikit saja tenaga manusia, kemudian terjadilah pemecatan tenaga kerja
atau pemutusan hubungan kerja di tempat industri tersebut, sehingga
pengangguran meningkat (terutama tenaga kerja yang tidak terampil). Disisi
yang lain pengusaha lebih senang dengan tenaga kerja wanita dan anak-
14
anak karena upahnya yang rendah/lebih murah upahnya.  dampaknya:
semakin menambah banyaknya masalah kemasyarakatan (social problem)
yang umumnya berkaitan dengan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Kesulitan beradaptasi dengan perubahan ini menyebabkan kebingungan dan
kecemasan, dan dapat memicu konflik, baik yang bersifat internal maupun
eksternal,  hal ini membuat manusia melakukan pola tingkah laku yang
menyimpang dari pola yang umum, melakukan apapun demi kepentingannya
sendiri, bahkan cenderung dapat merugikan orang lain.
Pada awal abad 19-an sampai awal abad ke-20 an, para sosiolog
mendefinisikan patologi sosial dan masalah sosial sedikit berbeda
dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Masalahnya adalah: kapan
kita berhak menyebut peristiwa itu sebagai gejala patologi atau sebagai
masalah sosial?.  Menurut Kartini Kartono: orang yang dianggap kompeten
dalam menilai tingkah laku orang lain adalah pejabat, politisi, pengacara,
hakim, polisi, dokter, rohaniawan, serta kaum ilmuwan di bidang sosial.
Sekalipun adakalanya mereka membuat kekeliruan dalam membuat analisis
dan penilaian terhadap gejala sosial, pada umumnya mereka dianggap
mempunyai peranan menentukan dalam memastikan baik buruknya pola
tingkah laku masyarakat. Mereka juga berhak menunjuk aspek-aspek
kehidupan sosial yang harus atau perlu diubah dan diperbaiki.
2.5. Masalah Sosial (Dis-organisasi Sosial)
Ada unsur-unsur yang dengan cepat berubah, tetapi ada pula unsur-
unsur yang sulit untuk berubah. Biasanya unsur-unsur kebudayaan
kebendaan lebih mudah berubah daripada unsur-unsur kebudayaan
rohaniah. contoh: suatu perubahan dalam cara bercocok tanam, tidak
berpengaruh terhadap tarian-tarian tradisional, namun sistem pendidikan
anak-anak memiliki hubungan yang erat dengan pekerjaannya pada industri.
 perlu keserasian, jika tidak akan terjadi kegoyahan dalam hubungan
antara unsur-unsur tersebut sehingga keserasian masyarakat akan
terganggu. contoh: jika pertambahan penduduk berjalan lebih cepat, maka
untuk menjaga tata tertip dalam masyarakat diperlukan pula penambahan
petugas-petugas keamanan dengan jumlah yang seimbang. 
ketidakserasian memungkinkan akan naiknya frekuensi kejahatan yang
terjadi.  demikian pula bertambah banyaknya sekolah harus diimbangi
15
dengan penambahan lapangan kerja, jika tidak terwujud keserasian, maka
akan menimbulkan banyaknya pengangguran.
Masyarakat yang mengalami disorganisasi memiliki ciri-ciri:
1). Perubahan-perubahan yang serba cepat kearah negatif;
2). Tidak stabil dari segala bidang (ekonomi, pendidikan, hukum, dan lain
sebagainya);
3). Tidak ada kesinambungan pengalaman, baik dari satu kelompok dengan
kelompok-kelompok lainnya;
4). Tidak ada intimidasi organik dalam relasi sosial;
5). Kurang atau tidak adanya adaptasi diantara para anggota masyarakat
(baik adat-istiadat maupun karakter yang dianut masyarakat).
Sedangkan Masyarakat yang terorganisasi dengan baik memiliki ciri-
ciri:
1). Adanya stabilitas disegala bidang (ekonomi, keamanan, politik, dan lain-
lain);
2). Interaksi secara individu tergolong akrap (intim);
3). Relasi sosial berjalan secara berkesinambungan;
4). Ada kesepakatan (konsensus) yang kuat diantara anggota-anggota
masyarakat.
 Hilangnya keakraban (intimitas) organik dari relasi sosial itu dianggap
sebagai pertanda utama dari masyarakat yang tengah mengalami proses
disorganisasi/disintegrasi, yang kemudian digantikan dengan pola
individualistis ekstrem serta nafsu mementingkan diri sendiri.
 Ditandai pula oleh kontak-kontak sosial yang otomatis dan relasi yang
terpecah-pecah. Dengan demikian, para anggotanya mengalami frustasi
dan terhalang dalam pemenuhan kebutuhan manusiawi serta keinginan-
keinginan pribadinya.

16
BAB III
PENYAKIT MANUSIA DAN TERAPINYA

3.1. Penyakit iri hati dan terapinya


Manusia sesuai dengan kodratnya, mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan makluk yang lain yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, manusia
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, manusia juga
senantiasa berusaha menciptakan inovasi-inovasi untuk mencapai tujuan
hidupnya secara lebih baik, serta dapat menghindarkan dirinya dari virus-virus
penyakit yang dapat berakibat fatal dalam kehidupan manusia yang merupakan
bagian integral dari proses administrasi. selain kelebihan manusia tersebut,
ternyata ada kelemahan manusia yang erat kaitannya dengan ketidakberdayaan
atau kegagalan dalam meraih apa yang diinginkan.
Penyebab munculnya iri hati dari setiap komunitas manusia adalah:
1. Komunitas Manusia Anak-Anak : derajatnya sangat rendah, tetapi
frekuensinya tinggi, dan tidak terlalu tinggi intensitasnya dalam penciptaan
permasalahan dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya.  terapinya: dari
knflik yang terjadi, cukup membiarkan dan tidak memihak diantara mereka.
2. Komunitas Manusia Dewasa: intensitas ke-irihatian dengan frekuensi yang
rendah, tetapi derajatnya sangat tinggi, serta akibatnya dapat menciptakan
konflik dan menciptakan keresahan terhadap manusia lainnya atau
masyarakat disekitarnya. Terapinya: diperlakukan secara dewasa,
materinya diarahkan pada moralitas dan rasionalitas, ketimbang rayuan atau
bujukan yang tidak memiliki makna yang berarti.
3. Komunitas Manusia Orang Tua: intensitas ke-irihatian bersifat terselubung,
lebih tinggi frekuensinya dibandingkan dengan intensitas ke-irihatian yang
terang-terangan.  Terapinya: harus dilakukan secara hati-hati, supaya
terapi yang dilakukan tidak menjadikan virus patologi menjadi lebih ganas
dari sebelumnya..
4. Komunitas Manusia Pegawai: karena tiap hari saling berinteraksi dan
memahami kondisi dan kualitas masing-masing, maka frekuensi dan
derajatnya meningkat atau sangat kuat, serta dapat menciptakan konflik
kalau derajat ke-irihatiannya sangat tinggi, saling menjatuhkan di depan

17
pimpinan.  Terapinya: penegakan disiplin, diikuti dengan pemberian sanksi
yang tegas dan adil.
5. Komunitas Manusia Pejabat: sekilas hampir sama dengan pegawai dalam
organisasi, namun ke-irihatian pejabat dapat berdampak 2 hal; (a). iri-hati
kepada bawahan karenan memiliki kelebihan, maka pejabat tidak
memberikan peluang kepada bawahan untuk bisa berkembang, serta
tindakan kolonialisme (menindas) terhadap bawahannya. (b). iri-hati kepada
sesama pejabat: frekuensinya sangat tinggi.  terapinya: (-) menciptakan
kekuatan moralitas, (-) menyadarkan dalam wawasan keimanan, dan (-)
dengan meningkatkan rasa kasih sayang kepada sesama manusia.
6. Komunitas Manusia Pengusaha: ke-irihatian antara komunitas pengusaha
senantiasa meningkat baik derajat maupun frekuensinya, karena persaingan
dalam usaha semakin ketat, dan perluasan bidang usaha yang semakin
sempit.  Terapinya: dibutuhkan komitmen secara sehat serta saling
menghormati dalam suasana tertentu.

3.2. Penyakit Adu Domba dan Terapinya


Penyakit adu domba ini bisa terdapat pada praktisi ataupun ilmuwan,
khususnya ilmuwan dan praktisi administrasi sebagai menusia pelaksana dan
pemikir dalam menciptakan pengaturan dan keteraturan dalam proses
kerjasama.
Tindakan adu domba yang senantiasa dilakukan oleh manusia terhadap
manusia lainnya, jika dikaitkan dengan fenomena yang berkembang di
masyarakat (pedesaan maupun perkotaan) selalu mengadung 2 sudut
pandang: (a). memberikan manfaat yang positif bagi manusia yang di-adu
dombakan. (b). menciptakan kesengsaraan, dan bahkan malapetaka bagi
bagi manusia yang di-adu dombakan. inilah yang dinamakan virus patologi
manusia: adu domba, di kehidupan manusia dalam administrasi. Terapi:
karena tidak ada satu manusiapun yang dapat memastikan masa depannya,
maka dapat bercermin pada informasi atau kejadian pada masa lalu yang ikut
mempengaruhi proses kehidupan manusia.

18
3.3. Penyakit Etika, Estetika dan Terapinya:
Etika adalah sekumpulan aturan hidup dalam komunitas manusia
tertentu untuk menciptakan keteraturan, kedamaian, dan dapat menciptakan
kejelasan suatu tindakan atau perbuatan manusia yang bisa dilakukan dan yang
tidak bisa dilakukan.  penyakit etika: suatu perbuatan / tindakan seseorang
atau sekelompok orang yang melakukan pertentangan ketentuan yang telah
menjadi kesepakatan secara berkesinambungan dalam komunitas manusia
tertentu. Dalam penerapannya suatu etika dalam proses kegiatan administrasi
adalah untuk memberikan keberhasilan yang berdaya-guna dan berhasil-guna;
harus ditopang dengan estetika.
Estetika adalah suatu metode dan teknik untuk mengimplementasikan
ketentuan yang terdapat dalam etika, sehingga dapat menciptakan suatu
kesenangan, kecintaan, keindahan, dan sejenisnya.
Produktivitas yang dihasilkan dari kreativitas manusia dapat berkurang
pada setiap saat, hal ini disebabkan oleh karena pelanggaran etika dan estetika
melalui suatu kemasan virus patologi yang senantiasa mendatangkan ancaman
hukuman, baik secara moralitas seperti: pengasingan, tidak mendapat
dukungan dan lain-lain, yang pada gilirannya akan mematikan kreativitas
manusia dalam administrasi. Terapinya: Etika dan Estetika dijadikan sebagai
sarana pencegahan berkembang nya suatu bentuk virus patologi yang akan
menghambat perkembangan aktivitas administrasi.

19
3.4. Penyakit Fanatisme dan Terapinya:
Fanatisme: Keteguhan pemikiran dan keteguhan dalam pendirian serta
kematangan dalam tindakan, yang berlawanan dengan perubahan secara
alamiah, sebenarnya dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga, kelompok dan
mungkin saja kehidupan organisasi secara luas.
Untuk mengimbangi polarisasi kefanatismean pemikiran, pendirian, serta
tindakan, maka sangat diperlukan: (-) adanya Mediasi yang dapat
mempertemukan antara kestabilan dengan perubahan yang harus diikutinya. (-)
rangsangan melalui penyertaan manusia lainnya dalam sebuah organisasi serta
dapat melahirkan keharmonisan dalam proses kerjasama sebagaimana
dipersyaratkan oleh ajaran administrasi.
Salah satu syarat yang hampir dapat dikatakan mutlak dalam upaya
memperkecil kesenjangan polaritas struktur kehidupan dalam organisasi atau
kehidupan kemasyarakatan pada umumnya adalah menegakkan prinsip-prinsip:
(-) kesejahteraan, (-) pemerataan, dan (-) demokratisasi dalam berbagai dimensi
kehidupan yang dipersyaratkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Kesejahteraan, Pemerataan dan Demokratisasi yang Ideal adalah: suatu hak bagi
seluruh anggota organisasi dalam mengekspresikan aktivitasnya sesuai dengan
norma-norma kebebasan yang terkendali.  Mengatasi penyakit fanatisme
pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk mencakrawalakan wawasan
dengan cara: (1). meningkatkan wawasan : (-) keilmuwan, (-) ketaqwaan, (-)
pengkayaan pengalaman, (-) kelestarian budaya, dan ketaatan terhadap etika
dalam menghadapi berbagai kondisi yang senantiasa dapat mengalami
perubahan, baik yang disebabkan oleh lingkungan sosial maupun karena
kondisi manusia itu sendiri. (2). meningkatkan wawasan: keilmuwan, keimanan,
pemberdayaan, dan lain-lain tersebut, Harus dilakukan secara simultan dan
bukan secara parsial dari seluruh aspek pemikiran dan aktivitas dalam rangka
mewujudkan proses kerjasama sebuah organisasi.

20
3.5. Penyakit Cinta dan Terapinya:
Cinta adalah: suatu dinamika perasaan yang dialami oleh seseorang atau
beberapa orang, baik muncul dengan suatu proses maupun kemunculannya
secara spontanitas yang digambarkan dalam tindakan maupun diucapkan
dengan bahasa. Sedangkan, Penyakit cinta adalah: suatu proses tindakan atau
ucapan bahasa yang dapat menciptakan akibat penderitaan diri sendiri, orang
lain, maupun perusakan makluk dan lingkungan sekitarnya.
Hubungan-hubungan saling ketergantungan satu sama yang lain, tentu
senantiasa menciptakan pertentangan dalam mewujudkan kerjasama. Proses
semacam ini disebabkan adanya pihak tertentu yang bertindak karena didorong
oleh virus penyakit cinta dengan tindakannya yang tidak rasional sehingga
memungkinkan dapat terlibat dalam konflik dengan saling memukul
kehormatan, saling berkomentar dengan melemahkan pihak lain, dan lain-lain.
Hal ini bisa terjadi karena didesain sebelumnya, atau secara spontanitas
sehingga kehadirannya tidak diinginkan oleh pihak lainnya. Virus penyakit cinta
dapat menimbulkan pertentangan yang semakin melebar, dan sulit diatur dalam
mencari kedamaian.  Terapinya: langkah yang yang dipergunakan untuk
menetralisir virus penyakit cinta, adalah: Dengan melakukan perundingan
antara kedua belah pihak yang dimediasi oleh perunding yang memiliki
kemahiran untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh virus
penyakit cinta tersebut.

21
BAB IV
PENYAKIT ADMINISTRASI DAN TERAPINYA

Penyakit Administrasi atau istilah lainnya adalah Patologi


Administrasi, berbeda dengan penyakit lain yang diderita oleh manusia yang
disebabkan oleh kuman atau virus, seperti: virus penyakit malaria, virus
penyakit demam berdarah, dan lain-lain. Sedangkan dalam penyakit
administrasi, yaitu suatu fenomena sosial yang tingkah lakunya bertentangan
dengan: kaidah-kaidah, norma-norma, moralitas, dan rasionalitas yang
dipersyaratkan oleh administrasi itu sendiri. Dalam pelaksanaan administrasi
terdapat berbagai kenikmatan yang memungkinkan bagi setiap orang untuk
menikmatinya, perebutan perolehan kenikmatan dalam administrasi memiliki
aturan permainan yang jelas, namun demikian dalam praktiknya yang
berkembang dalam dunia administrasi, justru banyak orang yang merebut
kenikmatan tersebut, akan tetapi caranya tidak sesuai dengan aturan permainan
yang sudah ditetapkan.
Dengan pengaruh yang begitu besar, kenikmatan terhadap orang-orang
yang memiliki kesempatan meraihnya, aturan permainan dalam administrasi
diputarbalikkan sehingga pengaturan dan keteraturannya berubah menjadi
pengacauan dan perusakan, jika kondisi administrasi seperti itu, maka
administrasi tersebut menderita penyakit yang kompleksitasnya sangat tinggi,
dan pengobatannya pun memerlukan konsultan spesialis pada setiap jenis
penyakit sesuai dengan kompleksitas penyakit administrasi yang dideritanya
dengan pengobatan konsultan spesialis, tentu saja dengan memerlukan
pembiayaan yang tinggi pula. Walaupun demikian hasil pengobatan tersebut
mengandung 2 (dua) kemungkinan (probability):
- Apakah menjadi sehat kembali?
- Harus dikuburkan dengan meninggalkan kesedihan dan
penyesalan yang mendalam?
dari ke-2 kemungkinan di atas, bila dikaitkan dengan kondisi adminis-
trasi saat ini, muncul pertanyaan: apakah duka administrasi dewasa ini semakin
parah?, jawabannya perlu direnungkan oleh para ilmuwan dan praktisi
administrasi.

22
Fondasi keberhasilan dari aktivitas administrasi sangat ditentukan oleh
sehat atau tidaknya administrasi itu sendiri. Aktivitas administrasi yang sehat;
adalah apabila proses kerjasama sekelompok manusia yang harmonis dengan
pembagian tugas yang jelas, batasan tugas yang tegas dan berjalan
berdasarkan norma-norma pengaturan dan keteraturan. Sedangkan aktivitas
administrasi yang sakit; adalah apabila proses kerjasama sekelompok
manusia tidak harmonis (terjadi serobot-menyerobot tugas, mau menang
sendiri, saling menyalahkan dan lain-lain), dengan pembagian tugas tidak jelas,
batasan tugas yang tidak tegas, serta norma-norma pengaturan dan keteraturan
yang amburadul.  fondasi yang rapuh menggambarkan kegagalan aktivitas
administrasi, demikian juga sebaliknya fondasi administrasi yang kuat
menggambarkan keberhasilan aktivitas administrasi.
Istilah patologi asal mulanya dikenal di dunia ilmu kedokteran atau ilmu
kesehatan. Perkembangan istilah ini juga dipergunakan oleh ilmu-ilmu yang
lain, seperti: patologi sosial, patologi administrasi, dan lain-lain. Ada beberapa
definisi patologi yang dapat dijadikan pertimbangan, sebagaimana disampaikan
oleh Kartini Kartono Patologi Sosial adalah: semua tingkah laku yang
bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan,
moral hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin
kebaikan dan hukum formal.
Patologi Administrasi, dapat diartikan: sebagai suatu keadaan dimana
manusia sebagai unsur utama dalam administrasi, niat utamanya adalah
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan pribadi-pribadi dengan mengorbankan
orang lain.  korban patologi administrasi meyampaikan: bahwa banyak sekali
pribadi-pribadi yang dengan kelicikannya melaksanakan gagasan dan idenya
untuk mengorbankan orang lain, sehingga keuntungan dan kenikmatan itu
berpihak pada dirinya.  dalam realitanya, penyakit atau patologi administrasi
lebih banyak menyerang para ilmuwan dan praktisi pada umumnya, khususnya
ilmuwan dan praktisi administrasi. Bahwa penyakit atau patologi administrasi,
pertama-tama melumpuhkan rasionalitas, moralitas, dan bahkan keteguhan
iman, sehingga orang-orang yang diserang penyakit atau patologi administrasi
tersebut, apakah ilmuwan atau praktisi administrasi, dengan leluasa melakukan
suatu aktivitas dengan tidak dapat dikontrol lagi oleh rasionalitas, moralitas, dan
keteguhan keimanan.
23
Berdasarkan informasi diberbagai media (elektronik dan cetak),
nampaknya virus-virus penyakit atau patologi administrasi bukan hanya
menyerang para ilmuwan, dan praktisi, atau profesi administrasi saja, tetapi
juga menyerang lembaga-lembaga negara, lembaga swasta, lembaga
kemasyarakatan, kaum birokrat, akademisi, sampai dengan lembaga politik. 
Untuk memberantas virus-virus penyakit atau patologi administrasi ini adalah:
semua pelaku (lembaga negara, para pilitisi, para pegawai swasta, para
anggolta lembaga kemasyarakatan, dll) Mau Menciptakan Pengaturan dan
Keteraturan sesuai dengan persyaratan administrasi, baik dari segi ilmu
pengetahuan maupun dari segi profesionalisme administrasi.

4.1. Penyakit Nepotisme dalam Administrasi dan Terapinya


Idealisme dalam pelaksanaan administrasi sudah lama diimplementasi
kan dalam bentuk, semua hasil yang dicapa, selanjutnya pada akhirnya akan
disebarkan pada seluruh unit kerja, bahkan pada semua individu. Idealisme ini
yang berpengaruh kepada pola pikir dari atas menetes ke bawah (trickle down
effect), yang diarahkan pada menciptakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan
masyarakat yang melaksanakan aktivitas administrasi.  Permasalahan yang
terjadi: hasil yang diperoleh dari implementasi administrasi hanya terbatas,
sedangkan manusia yang terlibat dalam kerjasama itu cukup besar jumlahnya,
dan semua ingin memperoleh manfaat dari hasil yang dicapai tersebut
(kepuasan semua manusia yang terlibat, tidak terwujud/terpenuhi).
Tidak terpenuhi/terwujud-nya kepuasan manusia dalam ikatan
kerjasama ini yang melahirkan pemikiran maupun tindakan administrasi yang
terselubung, yang diistilahkan dengan NEPOTISME.  Nepotisme adalah:
salah satu bentuk perbuatan manusia dalam ikatan kerjasama yang mengutama
-kan ikatan kekeluargaan, pertemanan dan lain-lain, dengan mengorbankan
orang lain baik secara terang-terangan maupun secara terselubung.  secara
real, dalam kehidupan administrasi, nepotisme tidak selamanya bersifat negatif
dalam kondisi tertentu. Contohnya: Penerimaan pegawai yang lulus seleksi 10
orang dengan nilai yang sama, tingkat persyaratan yang sama, tetapi yang
diterima sesuai dengan formasi yang tersedia hanya 2 orang, secara rasional
pimpinan/penentu keputusan akan mengambil dari yang terdekat dengan
dirinya (seperti: anak, kepoakan, saudara, famili, teman, dan lain-lainya).
24
Wujud penyakit nepotisme administrasi, adalah: perbuatan
seseorang/beberapa orang yang bertindak secara sendiri-sendiri / secara
berkelompok untuk memenuhi keinginan yang mereka harapkan dengan jalan
mengorbankan orang lain. istilah nepotisme awalnya lebih banyak dibicarakan
dalam administrasi kepegawaian personal manajemen. selanjutnya
berkembang ke-dalam berbagai aspek kehidupan manusia, namun semua
bermula dari ketidakpuasan/tidak terpenuhinya kebutuhan manusia tersebut.-
Ketidak seimbangan aktivitas manusia dalam administrasi sangat mudah
diserang oleh virus penyakit Nepotisme yang dapat merugikan dirinya sendiri,
dan juga sebagian besar manusia, namun yang: menzalimi, merugikan,
melakukan penindasan, dan pemerasan, dilakukan oleh sebagian kecil orang
yang memiliki otoritas yang sangat besar terhadap orang lain tersebut).
Dampaknya: (-) adanya perubahan dalam sebuah bentuk kerjasama, namun
perubahan yang diciptakan itu, hanya berorientasi pada perubahan negatif
(karena merupakan penurunan dari seluruh aspek yang dimiliki dari bentuk
kerjasama), contoh: awalnya jangkauan kegiatan operasional mencapai 10 unit
organisasi, namun setelah terserang penyakit nepotisme administrasi tersebut
jangkauan kegiatannya semakin lama, dan semakin kecil unit yang terjangkau).
(-) pengobatan penyakit nepotisme: memerlukan biaya yang sangat mahal,
perbaikan kerusakan membutuhkan waktu yang lama, sistem kerja menjadi
lemah dan lain-lain, yang disebabkan oleh bibit-bibit penyakit / patologi
nepotisme administrasi.
 yang Ideal, adanya keseimbangan (pemikiran dan tindakan): pemikiran
yang seimbang (balanced thingking), dan tindakan yang seimbang
(balanced action) akan melahirkan tingkat kepuasan secara adil dan merata
dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam ikatan kerjasama tersebut.
 yang ideal, administrasi yang sehat dan pengadaan pegawai yang jujur
sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan pokok setiap manusia
yang terikat dalam bentuk kerjasama. Pengetahuan administrasi telah
mengajarkan banyak hal tentang: bagaimana tujuan dapat dicapai secara
efektif dan efisien serta memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan pada
semua orang yang terikat dalam bentuk kerjasama tersebut.

25
yang ideal, setiap bentuk kerja menghendaki suatu perubahan yang positif,
dalam arti; peningkatan jangkauan operasional, penembahan jenis kegiatan,
peningkatan volumen kerja, terwujud kesejahteraan anggota, dan lain-lain.
 Terapinya: Seluruh masyarakat yang terikat dalam kerjasama itu, dapat
menyadari bahwa; ketidakjujuran, keserakahan, manipulasi dan tindakan
semacamnya dapat menciptakan kesengsaraan bahkan kematian.
 yang ideal, penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi
seharusnya dilakukan secara terus menerus, karena kemungkinan akan
berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu
merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi
wawasan keilmuwan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman.
Disamping semua dari kita harus menjunjung tinggi kebenaran, semua
manusia yang terlibat dalam kerjasama untuk juga harus melakukan aktivitas
administrasi dengan saling mengontrol, dan mengingatkan antara satu
dengan yang liannya tentang bahaya laten virus penyakit nepotisme tersebut.

4.2. Penyakit Kolusi dalam Administrasi dan Terapinya


Bahwa pembagian manfaat dari hasil aktivitas administrasi jauh lebih
mengandung pemerataan, keadilan dan kesejahteraan daripada ketika
administrasi itu mengalami penyakit. Administrasi dikembangkan untuk
menjamin keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Namun jika administrasi tidak lagi dapat menciptakan pengaturan dan
keteraturan dalam kehidupan manusia untuk berserikat, maka fenomena ini
menunjukkan bahwa administrasi itu mengalami penyakit kolusi, dan perlu
segera ditangani oleh konsultan yang handal.  konsultan yang handal ini
menurut Durbin dalam Wibowo, memiliki sumber daya yang memenuhi kriteria
sebagai berikut: (a). Sumber daya pengetahuan (knowledge resources):
kemampuan untuk berfikir dan bernalar/kemampuan menjelaskan sesuatu
yang berkaitan sebab dan akibat terhadap penyakit / patologi kolusi dalam
administrasi.  Kemampuan Afektif: kemampuan untuk merasakan tentang
penyakit / patologi kolusi administrasi.  Kemampuan Konatif: kemampuan
untuk melakukan suatu tindakan yang cepat, tepat dan selamat dalam
menangani penyakit/petologi administrasi.

26
 Penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi adalah orang atau
manusia yang bersekutu dengan orang ataau manusia lainnya untuk
memperoleh suatu manfaat dalam rangka memenuhi keinginan atau
kebutuhan walaupun tindakannya bertentangan dengan etika, moralitas,
rasionalitas, keimanan, dan peraturan yang berlaku dlam suatu bentuk
ikatan kerjasama.

 Penanganan virus patologi kolusi administrasi dengan menciptakan


sebuah pengaturan hubungan dan keharmonisan kerja antar sesama
manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama dan terciptakannya
keteraturan kerja yang dilakukan oleh seluruh unsur yang ada dalam
administrasi.

4.3. Penyakit Korupsi Dalam Administrasi Dan Terapinya

 Penyakit korupsi dalam administrasi adalah proses berpikir dan


bertindak tidak sesuai dengan etika, moral, undang-undang yang
berlaku dalam suatu bentuk ikatan kerjasama dlam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

 Terapinya:

a. Penyadaran etika

b. Penyadaran moralitas

c. Peningkatan keimanan

d. Kelayakan hidup

e. Penegakan peraturan

f. Pemberian pemahaman

g. Pemberian sanksi

27
4.4. Penyakit Keserakahan Dalam Administrasi Dan Terapinya

 Penyakit keserakahan dalam administrasi adalah suatu metode, teknik dan


taktik yang dilakukan seorang dalam bentuk ikatan kerjasama berpikir dan
bertindak untuk menguasai faktor-faktor kenikmatan dengan mengorbankan
orang lain.

 Terapinya:

a. kegiatan berkarya, bekerja dan mencipta serta melaksanakan dengan


sebaik-baiknya tugas dan kewajiban masing-masing.

b. Keyakinan atas penghayatan nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan,


keimanan dan lainnya).

c. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak
terelakkan terhadap setiap manusia.

4.5. Penyakit Egoisme Dalam Administrasi Dan Terapinya

 Penyakit egoisme dalam administrasi adalah sifat-sifat manusia yang terikat


dalam bentuk kerjasama yang selalu ingin menang sendiri ketika ingin
mendiskusikan sesuatu pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran
terhadap suatu penyelesaian permasalahan atau suatu kegiatan.

 Terapinya:

a. Melalui interaksi sosial

b. Melalui Keterbukaan

c. Melalui Pendidikan dan pelatihan

d. Melalui Kelompok informal dan kelompok formal

28
BAB V
PENYAKIT BIROKRASI DAN TERAPINYA

Birokrasi yang dipresepsikan sebagai penyelenggara negara, khususnya


penyelenggara pemerintahan. Selanjutnya muncul 3 (tiga) istilah seperti: birokrasi,
politisi, dan akademisi. Birokrat saluran kegiatannya adalah penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga aparatur pemerintah dikategorikan birokrat. Politisi saluran
kegiatannya adalah pada jabatan-jabatan politik dalam negara, yang perolehannya
melalui aktivitas partai politik. Sedangkan Akademisi salurannya kepada dunia
pendidikan terutama kepada pendidikan tinggi. Weber merumuskan bahwa birokrasi
itu merupakan ciri organisasi yang berdasarkan dengan struktur, berhierarki,
rasionalitas, keteraturan, dan lain sebagainya, maka dikotomi ke-3 istilah di atas
sebenarnya terhimpun ke dalam satu kesatuan wadah yang diistilahkan birokrasi.
Birokrasi merupakan wadah yang menghimpun idealisme, keinginan,
pemikiran, penalaran, dan lain-lainnya dari: birokrat, politisi, maupun akademisi,
yang beraneka ragam bentuk dan karakternya dalam suatu organisasi negara. 
Para birokrat, politisi, akademisi dan bahkan seluruh lapisan masyarakat adalah
komunitas manusia yang memiliki:
1. Rasionalitas yang dapat difungsikan untuk menentukan faktor-faktor
yang positif dalam interaksi dan reaksi manusia dari seluruh aspek yang
ada disekitarnya.
2. Kebuasan yang sangat kejam dimana binatang yang paling buas bagi
manusia dapat dipunahkan, tetapi binatang tidak pernah meunahkan
manusia.  Sifat rasionalitas dan kebuasan manusia ini dalam
kehidupan birokrasi dapat dimanfaatkan dengan baik apabila
pengelolaannya dan pengaturannya sesuai dengan kaidah-kaidah dan
norma-norma yang tepat.
Manusia dalam birokrasi dengan kodratinya memiliki kreativitas untuk
pengembangan birokrasi. James R. Evans mengemukakan pengertian kreativitas
yaitu: keterampilan untuk menentukan pertalian, melihat subyek dan perspektif baru,
dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah
tercetak dalam pikiran. Berdasarkan pandangan ini kita dapat merumuskan
kreativitas birokrasi yang dapat dikatakan pertalian antara berfikir dengan cara
bertindak setiap manusia individu dalam ikatan birokrasi sehingga menghasilkan
29
sesuatu, baik yang berkaitan dengan pemikiran, penalaran maupun yang berkaitan
dengan hasil kerja, dari setiap individu yang dapat digunakan/dimanfaatkan untuk
pertumbuhan atau perkembangan birokrasi dan kesejahteraan anggota birokrasi.
Pengembangan (development) birokrasi dalam periode tertentu bisa
mengarah kepada perubahan yang positif (memperoleh keuntungan, kemudahan,
dalam penyelesaian sesuatu kegiatan), serta dapat juga mengarah kepada
perubahan yang negatif (mengalami kerugian, menghadapi permasalahan, dalam
pelaksanaan sesuatu kegiatan.  Hal ini terjadi karena aktivitas birokrasi banyak
dipengaruhi oleh kondisi politik yang sedang bereaksi.  aktivitas politik untuk
mendapatkan kekuasaan dinamakan / diistilahkan dengan otoritas.
Otoritas dalam suatu birokrasi dapat diidentifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Otoritas Kharismatik: otoritas yang dimiliki sesorang anggota dari suatu
organisasi yang tidak lepas dari kekuasaan dan kewenangan yang
sifatnya warisan dari pendahulunya yang memiliki ikatan hubungan
kekeluargaan/hubungan darah yang mendapatkan pengakuan dan
kekaguman dari pengikutnya khususnya dan masyarakat umumnya.
Otoritas ini akan menjadi kekuatan, jika dimiliki oleh pemimpin suatu
birokrasi dan ditunjang dengan kamampuan pengetahuan teoretik di
bidang kepemimpinan yang diperoleh dari proses belajar.  sebaliknya
menjadi lemah/memiliki kelemahan jika hanya semata mengandalkan
kharismatik yang diwarisi oleh pendahulunya, dlaam melaksanakan
otoritas dalam suatu birokrasi.
2. Otoritas Tradisional: kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki sesorang
anggota birokrasi berdasarkan tradisi dari warisan nenek moyang
mereka, menjadi kekuatan jika nilai-nilai tradisi tersebut tetap mengalami
pergeseran dalam kehidupan masyarakat umumnya, khususnya dalam
kehidupan birokrasi.  sebaliknya menjadi penghambat jika nilai-nilai
tradisional tersebut tetap dipertahankan terutama oleh pemimpin
birokrasi yang bersangkutan.
3. Otoritas Legal: kekuasaan dan kewenangan yang diberikan kepada
seseorang dalam sebuah birokrasi berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan dituangkan dalam surat keputusan oleh
pejabat yang diberikan kewenangan untuk itu.

30
5.1. Persekongkolan Jabatan dan Terapinya
Jabatan dari sudut pandang pengaturan dari berbagai aktivitas, sering
diistilahkan dengan pemimpin, sedangkan jabatan yang melakukan aktivitas
diistilahkan dengan yang dipimpin. Jabatan sebagai pengaturan dalam birokrasi
pemerintahan memiliki tingkatan-tingkatan tertentu yang diistilahkan dengan
jenjang jabatan yang terdiri dari 3 (tiga) jenis: (1). Jabatan Struktural: yang
memimpin unit-unit kerja. aktivitasnya: mengatur dan memerintah terhadap
kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan organisasi. (2). Jabatan Fungsional:
yang mengatur dan melaksanakan suatu aktivitas khusus yang membutuhkan
suatu keahlian yang khusus pula. aktivitasnya: mengatur dan melaksanakan
suatu tugas atau pekerjaan khusus yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. (3). Jabatan Politik: yang mengatur dan mengendalikan jabatan
suatu Negara. aktivitasnya: mengatur dan mengendalikan tugas kenegaraan.
Persekongkolan adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh dua
orang manusia atau lebih untuk melakukan kesepakatan yang tersembunyi
(terselubung) guna untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan kedua belah
pihak (yang mengajak dan yang diajak dalam melakukan kesepakatan dalam
persekongkolan tersebut). Sedangkan persekongkolan jabatan adalah: suatu
usaha yang dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih dengan menciptakan
kesepakatan guna mempertahankan atau memperoleh suatu jabatan tertentu
dalam organisasi dengan mengorbankan orang lain.  Terapinya:
(a). Pengisian atau rekruitmen jabatan : dilakukan secara sadar dengan
mempertimbangkan berbagai hal dalam jabatan yang dapat memberikan
keuntungan bagi organisasi.
(b). Batasan kewenangan dan tanggung jawab dalam jabatan: kejelasan
batasan kewenangan dan tanggung jawab.
(c). Persyaratan Jabatan: kejelasan persyaratan dalam suatu jabatan sangat
diperlukan, agar semua manusia yang bekerja sama dalam organisasi
memahami akan syarat tertentu untuk menduduki jabatan tertentu, agar
kompetisi yang sehat dapat dilaksanakan.
(d). Penghasilan Jabatan: perlu kejelasan besaran penghasilan dalam suatu
jabatan.

31
5.2. Persekongkolan Pekerjaan dan Terapinya
Fenomena tentang pekerjaan, semakin tinggi jenjang jabatan: semakin
ringan pekerjaannya, dan semakin besar penghasilan yang diperoleh,
sedangkan semakin rendah jenjang jabatan semakin berat pekerjaan yang
harus dilaksanakan, dan semakin kecil penghasilan yang diperolehnya. 
Terapinya:
(a). Menciptakan Kondisi Sosial Yang Baik : kondisi social kemasyarakatan
yang harmonis dari berbagai elemen-elemen dalam bereaksi dan
berinteraksi antara satu dengan lainnya, dapat menumbuhkan kepercayaan
dan keterbukaan.
(b). Menciptakan Emosional Yang Cerdas: dalam menlaksanakan pekerjaan
yang hanya berfikir dan berusaha dalam meningkatkan kemampuan,
keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan suatu jenis pekerjaan,
sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber-sumber manajemen
dapat terwujud, pada gilirannya akan memberikan hasil yang maksimal
serta memberikan manfaat bagi kehidupan secara keseluruhan.
(c). Menciptakan Intelektual Yang Baik: dalam rangka peningkatan dayaguna
dan hasilguna dari setiap pekerjaan yang telah dilakukan, dengan tujuan
utama menciptakan kesejahteraan baik secara individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat pada umumnya.
(d). Menciptakan Karakter Yang Baik: dalam melaksanakan pekerjaan dengan
mengedepankan; Rasional, Moralitas, dan Ketaqwaan, serta pola tindak
berdasarkan nilai-nilai moralitas, dan kasih sayang yang dinaungi oleh
wawasan ketaqwaan.
(e). Menciptakan Spiritualitas Yang Baik: keyakinan adalah suatu prinsip dari
sekelompok manusia bahwa kasih sayang itu merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam kehidupan manusia baik terhadap sesama manusia
itu sendiri, terhadap lingkungan dan bahkan kepada seluruh alam yang ada
di dunia ini.

5.3. Persekongkolan Status dan Terapinya


Persekongkolan untuk mempertahankan suatu status yang dimiliki oleh
manusia dalam sebuah organisasi baik swasta, organisasi pemerintah
(Negara), maupun komunitas masyarakat tertentu, yang tumbuh dan
32
berkembang dengan merusak norma-norma social, moralitas masyarakat,
rasionalitas keilmuwan maupun nilai-nilai ketaqwaan. Yang bertujuan
mendapatkan kenikmatan dengan menggorbankan manusia / orang lain. 
Terapinya: perlu konsultan, dengan langkah-langkah:
- Menanamkan pengertian dan pemahaman: penguatan proses administrasi
untuk mencapai tujuan yang efektif, efisien, dan rasional, mewujudkan
kesejahteraan.
- Memberikan kesadaran bahwa persekongkolan status dalam aktivitas
administrasi akan memberikan kerugian dan kesengsaraan.
- Memberikan teknik-teknik atau cara-cara menghindari persekongkolan
status dalam aktivitas administrasi dalam proses kerjasama yang
dilaksanakan.
5.4. Persekongkolan Kolega dan Terapinya
Persekongkolan dengan berbagai kolega baik antara anggota organisasi,
anggota organisasi dengan masyarakat, maupun antara anggota masyarakat itu
sendiri senantiasa memerlukan keterampilan yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang layak dan sejahtera.  Terapinya: agar tidak terjadi
persekongkolan kolega, maka perlu kecakapan: a. Kecakapan individu, b.
Kecakapan kelompok, c. kecakapan social, d. kecakapan akademik, e.
Kecakapan Aktualisasi, f. Kecakapan Emosional, g. Kecakapan Intelegensi.
5.5. Persekongkolan Keluarga dan Terapinya
Persekongkolan keluarga, tidak lepas dari pengaruh keluarga dalam
sebuah ikatan kerjasama terutama dalam melakukan berbagai aktivitas untuk
mencari sumber penghidupan yang lebih layak. Selanjutnya mengarah pada
pemikiran dan tindakan yang individualisme (keluarga) dan merugikan orang
lain bahkan sampai pada kepada kerenggangan bagi anggota organisasi dalam
ikatan kerjasama.  Terapinya: perlu pemahaman bahwa: (a). Administrasi
sebagai bentuk proses kerjasama dalam berbagai aktivitas sedapatnya
menghindari anggota yang memiliki hubungan keluarga / ada hubungan darah,
(b). Harus dilakukan; penegakan hukum, konsistensi dalam penerapan
kebijakan, dan perlakuan yang adil pada semua anggota yang terikat dalam
birokrasi. (c). menciptakan kondisi yang berwawasan kekeluargaan,
kebersamaan serta menegakkan kebenaran.

33
BAB VI
KEJAHATAN ADMINISTRASI

Interaksi manusia dalam administrasi, banyak terjadi hubugan yang


bersumber dari tuntutan motif-motif dengan melibatkan suatu kombinasi perasaan
dan tuntutan kebutuhan yang berbeda-beda antara manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya yang terlibat dalam proses kerjasama.  walaupun interaksi
manusia dalam administrasi secara realitas memiliki tujuan yang sama, tetapi secara
terselubung manusia dalam organisasi tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda
ini terdorong untuk terikat melakukan kerjasama yang bentuknya tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada.  Skandal administrasi yang dilakukan dalam proses
atktivitas administrasi tidak hanya terjadi di Indonesia, namun hampir terjadi di
semua negara sedang berkembang, di dunia ini. Dampak skandal: merugikan
negara mulai dari sistem administrasi, sistem hukum, sistem sosial, dan lain-lainnya.
 skandal administrasi diistilahkan sama dengan virus patologi kejahatan
administrasi yang menjelma dalam kejahatan yang terorganisir sehingga
meumudahkan operasionalisasi kejahatan.
 Interaksi manusia dalam administrasi secara realitas memiliki tujuan yang
sama tetapi secara terselubung memiliki tujuan yang berbeda-beda pula.
Ketidaktercapaian tujuan yang terselubung setiap manusia yang terikat dalam
bentuk kerjasama kemungkinan akan terdorong dalam tindakan yang tidak
sesuai lagi ketentuan yang ada, sehingga tujuan yang terselubung itu dapat
dicapai sesuai harapan yang mereka inginkan.
 Skandal yang dilakukan dalam proses aktivitas administrasi bukanlah sesuatu
hal yang baru di Indonesia dan bahkan hampir semua negara didunia
terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang.
 Praktek skandal yang merugikan negara, mulai dari sistem administrasi, sistm
hukum, sistem sosial, dan lain sebagainya. Praktek skandal administrasi
bukan lagi menjadi sebuah fenomena tetapi sudah merupakan suatu realitas
mulai dari sistem administrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan bahkan sampai
kepada pemerintahan yang terendah. Pendapat semacam ini diistilahkan
dengan virus patologi kejahatan admistrasi yang menjelma dalam kejahatan
yang terorganisir sehingga memudahkan operasionalisasi kejahatan.
34
6.1. Perampokan dalam Administrasi
 Virus penyakit perampokan administrasi merupakan suatu pelanggaran
kontrak sosial yang kita telah terima sewaktu menciptakan kesepakatan untuk
melaksanakan aktivitas administrasi.
 Menurut May yang mendorong seseorang melakukan kejahatan perampokan
dalam administrasi adalah disebabkan peranan fungsi pribadi masing-masing
manusia, karena fungsi atau cara berpikirnya selalu saja bertentangan
dengan nilai-nilai kebenaran.
 Terapinya:
a. Menghormati dan berlaku jujur
b. Harus terdapat kejelasan pola aturan dan kejelasan pola sanksi yang harus
kita implementasikan
c. Menanamkan budaya malu
d. Kewaspadaan dengan pengawasan yang lebih ketat dalam rangka
meningkatkan kesadaran manusia dalam administrasi.

6.2. Pembunuhan karakter dalam administrasi


 Pembunuhan karakter manusia dalam administrasi berada dimana-mana
didunia ini, dan senantiasa tidak mengenal batas-batas moralitas, etika dan
bahkan sampai kepada keagamaan dianggap angin lalu saja.
 Karakter manusia merupakan suatu ciri khusus yang dimiliki oleh manusia
bersangkutan yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pengembangan dirinya.
Manusia untuk melakukan suatu tindakan tersebut perlu mendapat perhatian
terhadap kepentingannya,. Jika tidak, ia akan melakukan upaya yang dapat
memberikan kepuasan terhadap kepentingannya walaupun hal tersebut dapat
membunuh karakter manusia lainnya.
 Terapinya:
a. Manusia dalam melakukan aktivitas yang dipersyaratkan administrasi
bertindak sesuai dengan kodratinya dan harus dihormati kodrati yang dimiliki
oleh manusia yang bersangkutan itu
b. Menentukan apa yang baik tindakan manusia dalam aktivitas yang
dipersyaratkan oleh administrasi itu sendiri, harus dilaksanakan dengan baik
pula dan berusaha menghindari tindakan yang berakibat merugikan semua
pihak.
35
c. Tidak memaksakan jangkauan tindakan dan tanggung jawab karena memang
manusia memiliki keterbatasan. Hal itu harus disadari sehingga keharmonisan
dalam ikatan kerjasama itu senantiasa terlaksana dengan baik.

6.3. Penjajahan dalam Administrasi


 Penjajahan atau kolonialisme adalah perlakuan yang sangat keji atas
pemaksaan kehendaknya kepada orang lain demi untuk merebut keuntungan
mereka sendiri. Pemaksaan kehendak terhadap orang lain akan menciptakan
suatu kondisi yang tidak menyenangkan oleh manusia dalam pelaksanaan
aktivitas mereka yang telah dipercayakan kepadanya.
 Terapinya:
a. Keunggulan yang dimiliki manusia lainnya dapat berpotensi menjadi
penjajahan dalam melakukan aktivitas administrasi. Oleh sebab itu
keunggulan yang dimiliki seseorang seharusnya senantiasa dimanfaatkan
untuk memberdayakan orang lain atau dengan kata lain menciptakan
keharmonisan kerjasama guna mewujudkan kesejahteraan semua manusia
yang terdapat dalam ikatan kerjasama administrasi.
b. Kelemahan yang dimiliki manusia seharusnya dihilangkan semaksimal
mungkin, tentunya difasilitasi oleh manusia lainnya yang memiliki keunggulan.
c. Jika kolaborasi antara manusia yang lemah dengan manusia yang unggul
terjalin secara baik maka akan melahirkan kekuatan baru dalam rangka
pelaksanaan aktivitas administrasi secara totalitas.

6.4. Pemalsuan dalam Administrasi


 Tindakan pemalsuan baik berupa dokumentasi, metode atau prosedur kerja,
pemikiran dan hasil cipta lainnya dapat merugikan orang lain, namun
menguntungkan diri sendiri. Pemalsuan hak cipta orang lain merupakan
penyakit dalam administrasi karena ketidakmampuan menciptakan
pengaturan dan keteraturan.
 Terapinya:
a. Jangan diberikan kesempatan ruang gerak
b. Dipertegas ketentuan yang mengaturnya
c. Penerapan sanksi yang tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya
(dilakukan secara adil).
36
6.5. Rekayasa dalam Administrasi
 Dalam administrasi, harapan yang ingin diperoleh seringkali lebih besar
dibandingkan dengan kenyataan yang diperoleh sehingga timbul pemikiran-
pemikiran merekayasa suatu tindakan agar dapat memperoleh hasil seperti yang
diharapkan.
 Pengertian rekayasa dalam virus patologi administrasi adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang dapat merugikan
orang lain yang terikat dalam bentuk kerjasama.
 Terapinya:
a. Membina moralitas yang tinggi
b. Berupaya bersikap jujur melalui kerjasama yang ada
c. Bertindak bijaksana.

----------------------- TERIMAKASIH ---------------------------------

37

Anda mungkin juga menyukai