Anda di halaman 1dari 41

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/289674821

RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI SEBUAH ORGANISASI: STRUKTUR,


MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

Working Paper · January 2016

CITATION READS

1 75,701

1 author:

Angga Rahmadani
Universitas Padjadjaran
3 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Angga Rahmadani on 10 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI SEBUAH ORGANISASI :
STRUKTUR, MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

Oleh: Angga Rahmadani

A. Organisasi
 Pengertian organisasi
Secara umum, Pengertian Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama (J.R. Schermehorn). Sedangkan secara terperinci
pengertian organisasi adalah sebagai tempat atau wadah untuk orang berkumpuldan
berkerja sama secara rasional dan sistematis, terencana, terpimpin, dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya baik uang, metode, material, dan lingkungan, dan sarana-
prasarana, data dan lain sebagainya yang digunakan secara efisen dan efektif untuk
mencapai tujuan organisasi. Ditinjau dari pengertian organisasi yang beragam seperti
pengertian organisasi secara umum dan luas, para ahli juga mengemukakan pendapatnya
mengenai pengertian organisasi antara lain sebagai berikut :
 Stoner, Menurutnya pengertian organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan
melalui mana orang-orang dibawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama
 Stephen P. Robbins, Menurut definisinya, pengertian organisasi adalah kesatuan
(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif
dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
 James D. Mooney, Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk
mencapai tujuan bersama.
 Chester I. Bernard, Menyatakan bahwa organisasi adalah suatu sistem aktivitas kerja
sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
 Drs. H. Malayu S,P, Hasibuan, menurutnya pengertian organisasi adalah sebagai
proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.
 Max Weber, Menurut pendapatnya pengertian organisasi adalah suatu kerangka
hubungan terstruktur yang didalmnya terdapat wewenang, dan tanggung jawab serta
pembagian kerja menjalankan sesuatu fungsi tertentu.
 Philip Selznick, bahwa organisasi adalah peraturan personil (arrangement of
personal) guna mempermudah pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan
(for facilitating the accomplishment of some agreed purpose) melalui alokasi fungsi
dan tanggung jawab (Through the allocation of functions and responsibilities).
 Thompson, bahwa organisasi adalah sebuah integrasi anggota angota spesial yang
sangat rasional dan impersonal (adil) yang bekerja sama (kooperasi) untuk mencapai
tujuan tujuan spesifik yang telah diumumkan.
Pengertian organisasi berbeda dengan pengertian kelompok, akan tetapi apabila bila
dilihat dari alasan atau sebab sebab orang berkelompok, maka apabila memiliki tujuan
bersama maka kelompok tersebut akan bekerja sama untuk tujuan tersebut. Kemudian
dilanjutkan oleh Chester J. Bernard bahwa pengertian organisasi adalah kerja sama dua
orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas aktivitas (System from all activity) atau
kekuatan kekuatan (Strength) perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.
Pengertian organisasi yang dikembangkan oleh Chester ini menekankan pada bagian
koordinasi dan sadar yang memiliki sistem. Hal tersebut wajar dikarenakan tujuan
bersama yang dibuat oleh setiap anggota organisasi haruslah secara sadar kritis terbangun
dalam visi dan misi organisasi.

 Teori-Teori Organisasi
Terdapat macam-macam teori organisasi antara lain sebagai berikut :
a. Teori Organisasi Klasik
adalah teori yang memiliki konsep organisasi mulai dari tahun 1800 (abad 19) yang
mendefinisikan organisasi adalah sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan,
tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor lain ketika
orang bekerja sama. Teori klasik sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya
terspesialisasi serta pemberian petunjuk mekanistik struktural yang kaku dan tidak
kreatif yang digambarkan oleh para teoritisi. Teori Klasik disebut juga dengan teori
tradisional. Teori klasik berkembang dalam 3 jenis aliran antara lain sebagai berikut :
 Teori Birokrasi,
Teori birokrasi dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya yang berjudul
"The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism
 Teori Administrasi,
Teori administrasi dikembangkan atas sumbangan dari Henry Fayol dan Lyndall
Urwick dari Eropa serta Mooeny dan Reliey dari Amerika
 Manajemen Ilmiah,
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor yang dimulai pada
tahun 1900.

1
b. Teori Organisasi Neoklasik
adalah Teori yang menekankan pada pentingnya aspek psikologis dan sosial, baik
sebagai individu dan kelompok dalam lingkungan kerja. Teori Neoklasik adalah
teori/aliran hubungan manusia (The Human Relation Movement). Dalam pembagian
kerja, diperlukan hal-hal berikut yang telah dikemukakan teori neoklasik antara lain
sebagai berikut :
 Partisipasi, yaitu melibatkan setiap orang dalam proses pengambilan keputusan
 Perluasan kerja, yaitu sebagai kebalikan dari pola spesialisasi
 Manajemen bottom-up, yang akan memberikan kesempatan para junior untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan manajemen puncak.
c. Teori Organisasi Modern
adalah teori yang bersifat terbuka dimana semua unsur organisasi satu kesatuan yang
saling ketergantungan. Teori modern dipelopori oleh Herbert Simon yang ditandai
dan dimulai disaat berakhirnya gerakan contingency. Teori modern disebut juga
sebagai analisa system pada organisasi yang merupakan aliran ketiga terbesar dalam
teori organisasi dan manajemen. Sistem terbuka yang dipelopori Katz dan Robert
kahn dalam bukunya "the social psychology of organization". yang menjelaskan
dalam bukunya mengenai keunggulan sistem terbuka.
 Tujuan Organisasi
Setiap manusia memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda, hal tersebut
menjadi sebab adanya tujuan dalam organisasi, dengan menyatukan kepentingan dan
tujuan yang berbeda-beda untuk menjadi kepentingan dan tujuan yang sama. Tujuan
organisasi berpengaruh dalam mengembangkan organisasi baik dalam perekrutan
anggota, dan pencapaian apa yang ingin dilakukan dalam berjalannya organisasi
tersebut.Tujuan-tujuan organisasi antara lain sebagai berikut :
 Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemandirian dan sumber daya yang dimilikinya
dalam mencapai tujuan
 Sebagai tempat mencapai tujuan dengan selektif dan efisien karena melakukan
secara bersama-sama
 Sebagai tempat mendapatkan jabatan dan pembagian kerja
 Tempat mencari keuntungan bersama-sama
 Sebagai tempat mengelola dalam lingkungan bersama-sama
 Sebagai tempat mendapatkan penghargaan
 Sebagai tempat dalam mendapatkan kekuasaan dan pengawasan
 Sebagai tempat menambat pergaulan dan memanfaatkan waktu luang

2
Tujuan organisasi dan karyawan sering kali seiring.Yaitu melakukan pekerjaan
dengan baik dan naik pangkat. Langkah anggota organisasi berupa konsisten si
mendukung tujuan organisasi yaitu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan
pendapatan.
Menurut Simon (1997) bahwa tugas mewujudkan sasaran organisasi berada pada
orang orang di tingkat paling bawah dari organisasi. Demikian juga pada seseorang paling
dibawah dari struktur organisasi tidak boleh diabaikan karena mereka para anggota level
bawahlah yang menentukan keberlangsungan dan tercapainya tujuan organisasi.
Tujuan atau sasaran akhir organisasi umumnya diformulasikan secara lebih umum
dan masih terkesan kurang jelas sedangkan sasaran atau target sebagai tujuan tujuan kecil
yang haris dicapai untuk menyelesaikan tujuan akhir secara bertahap lebih jelas dan dapat
diukur keberhasilannya. Pada umumnya tujuan akhir organisasi tercantum dalam visi dan
misi organisasi sedangkan sasaran atau tujuan tujuan kecil dibahas dalam rapat
organisasi.
Tujuan akhir dari sebagian besar orang adalah memperoleh penghasilan. Para
anggota organisasi memiliki tujuan mengerjakan pekerjaan dengan baik, naik pangkat,
berinteraksi dengan anggota organisasi lain dalam suasana yang menyenangkan atau
menjalin hubungan persahabatan.

 Ciri Ciri Organisasi


Berdasarkan tujuan dan pengertian organisasi diatas, dapat diambil beberapa ciri ciri
yang merupakan batasan yang jelas dan gambaran tentang bagaimana organisasi itu dan
apa yang membuat dikatakan sesuatu itu sebuah organisasi.
Organisasi dapat dibedakan dengan melihat ciri-ciri organisasi dimana ciri-ciri
organisasi beraneka ragam antara lain sebagai berikut :
a. Ciri-Ciri Organisasi Secara umum
 Memiki tujuan dan sasaran
 Memiliki komponen yaitu atasan dan bawahan
 Adanya kerja sama yang terstruktur
 Memiliki pendegelasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas.
 Memiliki keterikatakan format dan tatat tertip yang harus ditaati
b. Ciri-Ciri Organisasi Menurut Para Ahli (Berelson dan Steiner)
 Formalitas, adalah ciri organisasi sosial yang merujuk pada perumusan tertulis
daripada peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan prosedur, kebijaksanaan,
tujuan, strategi dan seterusnya

3
 Hierarki, adalah ciri organisasi yang mengacu pada pola kekuasaan dan
kewenangan yang berbentuk piramida, artinya terdapat orang-orang tertentu
dengan kekuasaan dan kewenangan yang tinggi dari pada orang biasa dalam
organisasi tersebut.
 Besar dan Kompleksnya, adalah ciri organisasi sosial yang memiliki banyak
anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung
(impersonal) yang biasanya disebut dengan "gejala birokrasi"
 Lamanya (Duration), adalah ciri organisasi dimana eksistensi organisasi lebih
lama dari pada keanggotaan pada organisasi tersebut.
c. Ciri-Ciri Organisasi Modern
 Organisasi bertambah besar
 Penggunaan staf lebih intensif
 Unsur-unsur organisasi lebih lengkap
 Pengelolaan data semakin cepat
 Adanya prinsip-prinsip atau azas-asaz organisasi
 Cenderung spesialisasi

 Unsur-Unsur Organisasi
Setiap organisasi memiliki beragam unsur antara lain sebagai berikut :
a. Unsur-Unsur Organisasi Secara Umum
 Man, adalah unsur utama pembentuk organisasi yang disebut sebagai personil
atau anggota yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri atas unsur pimpinan
(administrator) sebagai pemimpin tertinggi organisasi, para manajer pemimpin
unit tertentu suatu kerja sesuai fungsinya dan para pekerja (workers). Setiap hal
tersebut merupakan kekuatan organisasi.
 Kerja Sama, adalah unsur organisasi dimana setiap anggota atau personil
melakukan perbuatan secara bersama-sama untuk tujuan bersama.
 Tujuan Bersama, adalah Sasaran yang ingin dicapai/ diharapkan baik dari
prosedur, program, pola atau titik akhir dari pekerjaan organisasi tersebut.
 Peralatan (Equipment), adalah sarana dan prasarana yang berupa kelengkapan
dari organisasi tersebut baik itu berupa bangunan (gedung, kantor), materi,
uang, dan kelengkapan lainnya.
 Lingkungan (Environment), adalah unsur organisasi yang juga memiliki
pengaruh. Faktor tersebut adalah ekonomi, sosial budaya, strategi,
kebijaksanaan. anggaran, dan peraturan yang telah ditetapkan.

4
 Kekayaan Alam, yang termasuk dengan kekayaan alam adalah air, cuaca,
keadaan iklim, flora dan fauna.
 Kerangka/Kontruksi Mental Organisasi, adalah landasan dari organisasi yang
berada pada visi organisasi tersebut dibuat.
b. Unsur-Unsur Organisasi menurut Keith Davis
 Unsur Pertama, bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan
keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya
keterlibatan secara jasmaniah
 Unsur Kedua, adanya sikap sukarela dalam membantu kelompok mencapai
tujuan tertentu.
 Unsur Ketiga, unsur tanggung jawab merupakan rasa yang paling menonjol
dalam menjadi anggota
c. Unsur-Unsur Dasar Organisasi
 Personil atau anggota
 Visi
 Misi
 Wewenang
 Struktur
 Hubungan
 Formalitas
 Sumber Energi
 Proses Kegiatan organisasi

 Struktur Organisasi
Umumnya, organisasi formal memiliki struktur yang nyata dan jelas yang tersusun
atas ketua atau pemimpin, bendahara, sekertaris serta anggota. Untuk organisasi yang
lebih kompleks lagi, akan ada wakil ketua dan wakil sekertaris serta bendahara serta
banyak koordinator dalam tiap anggota yang terbagi menjadi beberapa divisi sesuai
dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kemudian, dalam
organisasi yang bersifat lebih kompleks sesuai dengan teori manajemen yang ada, terbagi
atas beberapa tugas sesuai dengan fungsi fungsi manajerial seperti pemimpin, supervisor
manajer, manajer, anggota dan seterusnya.
Struktur organisasi dapat juga memiliki hubungan koordinasi kesamping dengan
beberapa badan yang setingkat dengan mereka yang berfungsi sebagai pengawas kerja
kerja organisasi. Dalam rumah sakit, biasanya tedapat Komite-komite dan Satuan

5
Pengawas Internal (Komite Mutu) yang mengawasi kerja kerja mereka dan mewadahi
kebutuhan anggota yang tidak masuk dalam struktural pengurus badan eksekutif.
 Manfaat Organisasi
Mengikuti dan menjadi anggota dalam organisasi memiliki manfaat antara lain
sebagai berikut :
 Tercapainya sebuah tujuan
 Melatih mental bicara di publik
 Mudah memecahkan masalah
 Melatih leadership
 Memperluas pergaulan
 Kuat dalam menghadapi tekanan
 Meningkatkan wawasan dan pengetahuan
 Membentuk karakteristik dengan seseorang
 Mampu dalam mengatur waktu dengan baik
 Sebagai ajang dalam pembelajaran kerja yang sebenarnya

B. Rumah Sakit Sebagai Organisasi


Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum baik yang dimiliki oleh pemerintah
maupun swasta paling sedikit meliputi:
a. pelayanan medik;
b. pelayanan kefarmasian;

6
c. pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d. pelayanan penunjang klinik;
e. pelayanan penunjang nonklinik;
f. pelayanan rawat inap.
Kebutuhan

Perilaku Penderita Sistem Rujukan awam Sistem Rujukan Profesional Perilaku Praktisi
>Pengakuan kebutuhan >Teman >Dokter Proses Diagnosis
>Keputusan mencari pelayanan >Keluarga >Apoteker
>Proses mencari pelayanan >Tetangga >Perawat/Bidan Proses Terapi

Penggunaan Pelayanan
 Kunjungan ke dokter
 Hospitalisasi
 IFRS –Terapi Obat

Hasil Penderita:
 Bebas dari gejala
 Sembuh
 Efek merugikan( tidak sembuh, meninggal)

Proses Pelayanan Kesehatan (Siregar, 2003)

Jenis dan tipe rumah sakit serta tenaga kesehatannya telah diatur dalam Permenkes
nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang terstandar, pemerintah telah mewajibkan rumah sakit untuk
melakukan Akreditasi Rumah Sakit.Menurut Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, tipe rumah sakit dapat dibedakan menjadi Rumah
Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
a
meliputi :
a. pelayanan;
b. sumber daya manusia;
c. peralatan; dan
d. bangunan dan prasarana

7
Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Permenkes nomor 56 tahun
2014 diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Rumah Sakit Umum Kelas D dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan
b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.
Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Permenkes nomor 56 tahun
2014 diklasifikasikan menjadi:
A. Rumah Sakit Khusus Kelas A;
B. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan
C. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite
medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
 Direktur.
Direktur Rumah Sakit memiliki tugas utama mengkoordinasikan pelaksanaan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan, melaksanakan upaya rujukan Berta pelaksanaan
pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan rumah sakit.
 Kepala Bagian Tata Usaha.
Kepala Bagian Tata Usaha memiliki tugas utama untuk memberikan pelayanan
teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan kantor Rumah Sakit.
Kepala Bagian Tata Usaha akan dibantu oleh Kepala Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian, Kepala Sub Bagian Keuangan dan Aset , dan Kepala Sub Bagian
Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
 Kepala Bidang Pelayanan.
Kepala Bidang Pelayanan memiliki tugas utama merencanakan operasional Rumah
Sakit, memberi tugas, memberi petunjuk, mengatur, menyelia, mengevaluasi dan
melaporkan penyelenggaraan tugas bidang pelayanan. Kepala Bidang Pelayanan

8
dalam menjalankan tugasnya akan dibantu oleh Kepala Seksi Pelayanan Medik,
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan, Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non
Medik

DIREKTUR

BAGIAN TU

Umum & Perencanaan, Keuangan &


Kepegawaian Evaluasi & Aset
KOMITE SPI Pelaporan

BIDANG BIDANG
PELAYANAN PENUNJANG

Pengendali Sarana & Pelayanan Pelayanan Peralatan &


Logistik
Instalasi Prasarana Keperawatan Medik Nonmedik

 Kepala Bidang Penunjang.


Kepala Bidang Penunjang mempunyai tugas utama untuk merencanakan sisi
operasional Rumah Sakit , memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur,
mengevaluasi dan melaporkan penyelenggaraan tugas di bidang penunjang. Dalam
menjalankan kewajibannya, Kepala Bidang Penunjang akan dibantu oleh Kepala
Seksi Logistik dan Diagnostik, Kepala Seksi sarana dan Prasarana, dan Kepala Seksi
Pengendalian Instalasi

Rumah sakit sebagai sebuah organisasi harus memiliki visi, misi, serta nilai-nilai
(value) yang menjadi arah pergerakan organisasi. Misi dari suatu organisasi berfungi
sebagai panduan dalam mengambil keputusan bagi organisasi. Pernyataan suatu misi bagi
sebuah organisasi dapat memberikan kepada masyarakat umum bagaimana peran

9
organisasi tersebut bagi masyarakat. Visi organisasi harus sejalan dengan misi organisasi
dan memiliki panduan yang jelas bagaimana misi itu akan dicapai dan bagaimana
prospektif organisasi di masa depan. Melalui visi inilah anggota organisasi akan
terinspirasi dan memberikan sebuah tujuan bagi masing-masing individu untuk
memajukan organisasi.

C. Manajemen SDM Kesehatan


Rumah sakit merupakan sebuah organisasi komplek yang terdiri dari berbagai
macam profesi kesehatan dan profesi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit
membutuhkan suatu sistem manajemen yang bersifat menyeluruh dan berkelanjutan.
Sebuah manajemen SDM yang efektif dapat menciptakan suatu lingkungan kerja yang
memberikan nuansa kebersamaan, sederajat, menunjang produktivitas, mendorong
anggotanya untuk bekerja mencapai tujuan organiasi, serta mampu memenuhi kebutuhan
anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dan memenuhi harapan individunya melalui
penghargaan, perkembangan, dan pengakuan akan jati dirinya.
Beragam profesi kesehatan yang tergabung dalam sebuah rumah sakit akan menjadi
tantangan tersendiri bagi manajemen SDM rumah sakit. Latar belakang pendidikan
kesehatan yang berbeda akan menghasilkan individu-individu praktisi kesehatan dengan
ego dan idealisme yang berbeda. Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu
proses yang komplek dan saling berkaitan antar praktisi kesehatan. Untuk itu diperlukan
kerjasama dan kolaborasi antara individu/profesi kesehatan tersebut dalam upaya
memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal bagi masyarakat.
Sebuah Manajemen SDM yang berfungsi dengan baik akan memiliki kebijakan,
aturan, dan program dalam kegiatan seleksi dan perekrutan pegawai (anggota),
perumusan hak dan kewajiban anggota, pelatihan dan pengembangan organisasi, jaminan
keselamatan anggota, dan sistem suksesi dalam organisasi. Rumah sakit sebagai
organisasi harus memiliki sebuah manajemen SDM yang baik.

 Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis merupakan proses pengembangan tujuan, strategi, dan taktik
organisasi untuk mencapai misi dan visi organisasi. Sebuah organisasi perlu menentukan
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang dengan menggunakan pernyataan misi
dari organisasi sebagai panduan. Tujuan sebuah organisasi dapat meliputi target
penjualan, keuntungan perusahaan, kepuasan pelanggan, dan meningkatkan nilai

10
organisasi (image branding). Sebuah rumah sakit pun harus memiliki perencanaan untuk
melaksanakan fungsinya sebagai organisasi. Hal yang wajib dipertimbangkan dalam
menentukan kebijakan rumah sakit adalah fungsinya sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit idealnya memiliki misi yang
berorientasi kepada pelayanan publik, terutama rumah sakit milik pemerintah. Namun,
sisi bisnis (profit oriented) tidak harus dihilangkan begitu saja karena menyangkut
keberlangsungan dari organisasi itu sendiri. Keseimbangan adalah kata kunci yang tepat
untuk menggambarkan misi dari suatu rumah sakit yang ideal sebagai sebuah organisasi.
Perencanaan strategis juga merupakan proses penilaian kebutuhan SDM terhadap
tujuan dan target kerja yang ingin dicapai oleh organisasi. Hal ini berarti perencanaan
strategis meliputi proses penilaian dan penetapan anggota serta perannya dalam
organisasi serta menentukan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan untuk
kemajuan organisasi. Proses ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya jarak (gap)
kompetensi dan keterampilan antar anggota. Pelatihan dan pengembangan anggota dapat
dilakukan untuk mengurangi/menghilangkan jarak melalui perencanaan strategis yang
baik dan matang.

11
Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta memiliki aturan yang sama dalam
hal SDM kesehatan, namun ada perbedaan dalam hal manajemen SDM. Undang-undang
nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian memberikan gambaran bagaimana proses manajemen SDM
dilingkungan pemerintahan Republik Indonesia. Menurut undang-undang tersebut, PNS
adalah :
 Orang yang duduk dalam jabatan
 Dibutuhkan karena ada beban kerja organisasi
 Ditempatkan dan dikembangkan untuk melakukan tugas sebagaimana dalam
uraian tugas jabatan
 Didayagunakan untuk memperoleh hasil kerja sebagaimana yang ditargetkan
jabatan tersebut

Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan
beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis beban
kerja agar tercapai keseimbangan antara hak dan kewajibannya sebagai anggota
organisasi, dalam hal ini rumah sakit.

12
 Perekrutan dan Seleksi
Perekrutan dan seleksi anggota baru yang tepat akan memberikan efek yang positif
terhadap anggota lama dari organisasi. Sangat penting bagi anggota baru untuk segera
memahami dan mengikuti budaya organisasi dalam upaya menghindari terjadinya
penolakan (rejection) dari anggota organisasi yang lain. Sebagai contoh, seorang dokter
yang memiliki sikap angkuh dan tidak menghargai profesi lain di rumah sakit tentu saja
akan mendapat penolakan dari anggota/profesi kesehatan yang lainnya. Hal ini harus
diperhatikan karena proses perekrutan dan seleksi anggota adalah proses yang panjang,
intensif, dan mahal, baik finansial maupun waktu.
Rumah sakit milik pemerintah memiliki sistem manajemen SDM yang berbeda
dibandingkan dengan rumah sakit milik swasta terutama dalam hal seleksi dan
perekrutan. Rumah sakit pemerintah memiliki tenaga kesehatan yang berstatus PNS dan
tenaga Honorer. Sistem perekrutan yang dilakukan di lingkungan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan perencanaan kebutuhan SDM berbasis Beban Kerja sesuai
dengan KepmenPAN nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan
Pegawai Berdasarkan Beban Kerja. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung
kebutuhan pegawai di Instansi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
1. Analisis Jabatan
Analisis jabatan menghasilkan peta jabatan dan uraian jabatan
2. Memperkirakan Persediaan Pegawai
Persediaan pegawai merupakan jumlah pegawai yang dimiliki oleh suatu unit kerja
pada saat ini.
3. Menghitung Kebutuhan Pegawai
Analisis Kebutuhan Pegawai adalah proses yang dilakukan secara logik, teratur,
dan berkesinambungan untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang
diperlukan
4. Analisis dilakukan berdasarkan beban kerja
 Penghitungan beban kerja
 Beban kerja ditetapkan melalui program unit kerja yang selanjutnya
dijabarkan menjadi target pekerjaan untuk setiap jabatan.
 Volume beban kerja merupakan jumlah satuan hasil pekerjaan selama satu
tahun yang dihitung berdasarkan data pelaksanaan tugas tahun sebelumnya
dan perkiraan beban kerja yang direncanakan.

13
 Standar Kemampuan Rata-Rata Pegawai
Merupakan ukuran yang menunjukkan kemampuan menyelesaikan satu tugas
jabatan atau sekelompok tugas dalam periode waktu tertentu.
 Standar kemampuan yang diukur dari satuan waktu disebut dengan
Norma Waktu. Norma waktu adalah satu satuan waktu yang
dipergunakan untuk mengukur berapa hasil yang dapat diperoleh.
Rumus:
Orang x Waktu
Norma waktu =
Hasil

Contoh: dalam 30 menit, seorang apoteker mampu menyaring (screening) 10


lembar resep
 Standar kemampuan yang diukur dari satuan hasil disebut dengan Norma
hasil. Norma Hasil adalah satu satuan hasil dapat diperoleh dalam waktu
berapa lama
Rumus:
Hasil
Norma hasil =
Orang x Waktu

Contoh: untuk meracik 30 kapsul, seorang asisten apoteker membutuhkan


waktu 20 menit.

 Waktu Kerja Efektif


Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk
bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas:
 Hari Kerja Efektif
Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan
cuti.

5 hari kerja 6 hari kerja


 1 Tahun = 365 hari  1 Tahun = 365 hari
 Hari Minggu = 52 hari  Hari Minggu = 52 hari
 Hari Sabtu = 52 hari  Hari libur lain = 14 hari
 Hari libur lain = 14 hari  Cuti Tahunan = 12 hari
 Cuti Tahunan = 12 hari Hari kerja efektif = 365 – 78 = 235 hari
Hari kerja efektif = 365 – 130 = 235 hari

14
 Jam Kerja Efektif
Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu
kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) seperti makan, sholat,
dan sebagainya.
Dalam menghitung jam kerja efektif sebaiknya digunakan ukuran dalam
1 minggu.

Jumlah jam kerja formal 1 minggu = 37,5 Jam dengan rincian:


Jam Kerja Rincian Total
Senin s/d Kamis
pukul 7.30 – 12.00 WIB 4,5 jam
pukul 12.00 – 13.00 WIB istirahat
pukul 13.00 – 16.00 WIB 3 jam
Total 7,5 jam 4 x 7,5 jam=30 jam
Jumat
pukul 7.30 – 12.00 WIB 4,5 jam
pukul 11.30 – 13.00 WIB istirahat
pukul 13.00 – 16.30 WIB 3 jam
Total 7,5 jam 1 x 7,5 jam=7,5 jam
Total jam kerja efektif 1 minggu 30 + 7,5 = 37,5 jam

 Perhitungan jam kerja efektif per hari kerja


Jumlah jam kerja formal 1 minggu = 37,5 jam

5 hari kerja 6 hari kerja

Allowance 30% = 12,5 jam Allowance 30% = 12,5 jam

Jam kerja efektif 1 Minggu Jam kerja efektif 1 Minggu

= 37,5 – 12,5 = 25 jam = 37,5 – 12,5 = 25 jam

Jam kerja efektif 1 hari = (25 : 5) = 5 jam Jam kerja efektif 1 hari = (25 : 6) = 4,2 jam

5. Menghitung Keseimbangan Pegawai


Perbandingan antara kebutuhan dengan persediaan akan memperlihatkan
kekurangan, kelebihan, atau kecukupan dengan jumlah yang ada.

15
Contoh perhitungan kebutuhan SDM Rumah Sakit dengan pendekatan WISN
Tahapan perhitungan Kebutuhan Tenaga Kerja untuk IFRS RSUD Demang
Sepulau Raya adalah sebagai berikut :
1. Menghitung waktu kerja tersedia
2. Menyusun beban kerja standar dan Standar Kelonggaran
3. Menghitung kebutuhan tenaga unit kerja

Kategori staf
Pembagian kerja di IFRS terbagi menjadi 3 shift kerja : shift pagi (08.00-
14.00), shift sore (14.00-20.00) dan shift malam (20.00-08.00). Untuk pelayanan
resep, shift pagi terdiri dari 4 orang (senin - jumat) dan 2 orang (sabtu - minggu)
dengan salah satunya adalah seorang apoteker. Sedangkan untuk sore dan malam
hari masing-masing terdiri dari 2 orang jaga dengan komposisi petugas apoteker
atau asisten apoteker dan juru racik. Total jumlah tenaga kerja pada shift pagi akan
menjadi fokus perhitungan kebutuhan tenaga kerja di IFRS karena beban kerja
Shift sore dan malam belum terlalu berat dibandingkan shift pagi.
Perencanaan Kebutuhan tenaga kefarmasian akan diukur dari tugas pokok
dan fungsi IFRS dalam memberikan Pelayanan Minimum bagi pasien berdasarkan
Permenkes nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
Waktu Kerja Tersedia
Waktu kerja tersedia dihitung berdasarkan Waktu Kerja Shift Pagi yaitu
hari senin sampai jumat pukul 08.00-14.00. Hal ini dilakukan karena beban kerja
terbesar IFRS terdapat di shift pagi. Untuk shift sore dan malam, tugas pokok yang
dikerjakan hanya menerima dan mengerjakan resep dengan jumlah tidak lebih dari
5 resep per shift (estimasi) dikarenakan resep rawat inap menggunakan one day
dose yang diambil di shift pagi.
Jumlah hari libur dan Cuti Bersama ditentukan berdasarkan SKB nomor 5
tahun 2012 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2013. Sedangkan
hari yang diperlukan untuk pelatihan dan pendidikan didasari atas Kepmenkes
nomor 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan
Di Tingkat Provinsi, Kabupaten Kota Serta Rumah Sakit (5 jam perhari selama 6
hari). Rata-rata ketidakhadiran dibuat dengan asumsi bahwa ketidakhadiran
maksimal 5 (lima) hari dalam setahun masih dapat diterima tanpa perlu diberikan
teguran tertulis dari pimpinan.

16
Waktu Kerja Tersedia per orang dalam setahun
Kode Faktor Jumlah Keterangan
A Hari Kerja ( 25 hari perbulan x 12 bulan) 300 Hari/Tahun
B Cuti Tahunan 12 Hari/Tahun
C Pendidkan dan Pelatihan 6 Hari/Tahun
D Hari Libur Nasional 14 Hari/Tahun
E Rata-rata Ketidakhadiran kerja pertahun 5 Hari/Tahun
F Waktu kerja 6 Jam/Hari
Total Hari Kerja {A – (B+C+D+E)} 263 Hari/Tahun
Waktu Kerja Tersedia {A – (B+C+D+E)} x F 1578 Jam/Hari
Total Waktu Kerja Tersedia dalam menit/orang 94680 Menit

Standar Beban Kerja (SBK)


Standar Beban Kerja adalah kuantitas beban kerja selama 1 tahun per
tenaga farmasi. Aktifitas disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas pokok (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun
yang dimiliki oleh masing-masing tenaga farmasi. Aktifitas pokok tenaga farmasi
adalah semua aktifitas langsung dan tidak langsung yang dilakukan di IFRS
berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
RSUD Demang Sepulau Raya belum memiliki Standar Beban Kerja yang
tetap dan kuat secara hukum sehingga diperlukan penyesuaian isi dengan
membandingkan standar beban kerja tenaga farmasi di IFRS tipe C yang lain.

Data dasar Kegiatan Kefarmasian IFRS tahun 2013 (estimasi)


No DATA INSTALASI FARMASI JUMLAH KETERANGAN
1 Total Resep pertahun 15000 estimasi
2 Resep Obat Jadi Pertahun 11250 75 % total resep
3 Resep Racikan Pertahun 3750 25 % total resep
4 Resep Psikotropik 1500 10 % resep
5 Surat Pesanan pertahun 300 estimasi
6 Faktur Obat pertahun 600 estimasi
7 Pelaporan dan pencatatan obat pertahun 12
8 Amprahan ruangan pertahun 150 estimasi

17
Perhitungan Standar Beban Kerja (Norma Hasil)
Waktu
No Kegiatan Pokok Frekuensi SBK
(menit)
1 Pelayanan Obat Jadi 11250 20 225000
2 Pelayanan Obat Racikan 3750 40 150000
3 Pencatatan penggunaan Obat Psikotropika 1500 5 7500
4 Mengentri resep 15000 5 75000
5 Mencatat faktur barang masuk 600 5 3000
6 Menyiapkan Amprahan Ruangan 150 20 3000
7 Membersihkan alat dan meja racik 267 10 2670
8 Menyusun Obat dilemari penyimpanan 104 30 3120
9 Laporan Bulanan penggunaan obat 12 60 720
TOTAL SBK (menit) 470010

Kegiatan Yang Tidak Terkait Langsung dengan Kegiatan Produktif (Standar


kelonggaran)
Waktu
No Kegiatan Pokok Frekuensi SBK
(menit)
1 Apel 52 30 1560
2 Rapat 52 120 6640
3 Kunjungan PBF /Medrep 52 60 3120
4 Olahraga 52 30 1560
5 Panitia Barang dan Jasa 52 60 3120
TOTAL SBK (menit) 15600

Kegiatan Pribadi
Waktu
No Kegiatan Pokok Frekuensi SBK
(menit)
1 Makan 263 30 7890
2 Shalat 263 20 5260
3 Toilet 263 10 2630
TOTAL SBK (menit) 15780

18
Jumlah Kebutuhan Tenaga di IFRS
Dengan asumsi bahwa persentase waktu produktif adalah 70 % total waktu kerja
dan jumlah petugas pada shift pagi adalah 10 orang maka total waktu kerja efektif dari
tiap tiap petugas IFRS dalam setahun adalah = 70 % x 94680 menit = 66276 menit. Selain
itu, waktu yang digunakan untuk kegiatan yang tidak langsung terkait dengan kegiatan
produktif dan kegiatan pribadi akan mengurangi waktu kerja efektif setiap petugas.
Total waktu kerja efektif petugas
= 66276 – (15600+15780) = 34896 menit / tahun

𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝟒𝟕𝟎𝟎𝟏𝟎


𝑻𝒆𝒏𝒂𝒈𝒂 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 = = ≈ 𝟏𝟒 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈
𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇 𝟑𝟒𝟖𝟗𝟔

Dengan demikian dapat terlihat bahwa secara kuantitas jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh IFRS RSUD DSR dikatakan kurang. Hal ini terjadi karena waktu kerja
yang tersedia banyak digunakan untuk kegiatan nonproduktif seperti izin keluar kantor
pada saat jam kerja, ngobrol, bermain HP/Sosmed, tidur dan mengasuh anak.
Jika produktifitas petugas dapat ditingkatkan menjadi 90 % maka perhitungan kebutuhan
tenaga di IFRS adalah sebagai berikut :
Waktu kerja efektif = (90% x 94680) – (15600+15780) = 53832 menit/tahun

𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝟒𝟕𝟎𝟎𝟏𝟎


𝑻𝒆𝒏𝒂𝒈𝒂 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 = = ≈ 𝟗 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈
𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇 𝟓𝟑𝟖𝟑𝟐

Dapat terlihat bahwa dengan meningkatkan kefektifitasan kerja dari SDM maka
produktifitas kerja ikut meningkat dan kebutuhan tenaga kerja di IFRS dapat terpenuhi
dengan tenaga kerja yang telah tersedia.

 Kompensasi dan Tunjangan (Compensation and benefit)


Salah faktor yang berpengaruh terhadap kesetian (retention) dari anggota organisasi
adalah adanya kompensasi yang tinggi dan yang lebih baik lagi adalah adanya tunjangan
(termasuk didalamnya adalah tunjangan hari tua/pensiun) bagi anggota. Kompensasi
diberikan kepada anggota berdasarkan pendidikan dan kompetensi yang diperlukan untuk
menjalankan fungsinya di dalam organisasi.
Rumah sakit di Indonesia, terutama di daerah yang jauh dari perkotaan, masih
memiliki keterbatasan SDM kesehatan seperti profesi dokter spesialis dan apoteker klinis.

19
Faktor kompensasi dan tunjangan khusus merupakan salah satu solusi yang dapat
digunakan untuk merekrut tenaga kesehatan yang memiliki spesifikasi khusus untuk
mengisi posisi-posisi kritis dalam organisasi rumah sakit. Kompensasi tidak harus dalam
bentuk moneter/uang. Jaminan Pendidikan Anak, Jaminan Pendidikan Berkelanjutan
Profesi, Asuransi Kesehatan, bahkan keanggotaan dari organisasi lain sebagai pendukung
(Gym, Janapada, dll) dapat diberikan sebagai kompensasi dan keuntungan bagi anggota
organisasi yang memiliki keahlian khusus dan langka dalam jumlah. Kompensasi dan
tunjangan juga dapat memberikan motivasi ekonomi bagi para anggota organisasi dalam
rumah sakit.

Pemerintah telah merancang sebuah sistem kompensasi berbentuk remunerasi


berbasis beban kerja. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk mendapatkan
remunerasi terutama bagi PNS Bidang Kesehatan di tingkat daerah sebagaimana yang
dituangkan dalam aturan sebagai berikut :
1. Remunerasi atau tunjangan kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan Pemerintah terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB).
2. Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.
3. Dalam Permen PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 disebutkan bahwa seluruh K/L
dan Pemda diwajibkan untuk melaksanakan reformasi birokrasi sesuai amanat
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Namun mengingat keterbatasan
keuangan negara maka fokus dan lokus Reformasi Birokrasi dilakukan dengan
penetapan prioritas K/L dan Pemda berdasarkan kepentingan strategis bagi negara
dan manfaat bagi masyarakat.

20
4. Berdasarkan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 63 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri disebutkan bahwa
tunjangan kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi
birokrasi atas dasar kinerja yang telah dicapai oleh seorang individu pegawai.
5. Berdasarkan point 4 di atas, tunjangan kinerja dalam program reformasi birokrasi
adalah bentuk reward terhadap prestasi atau kerja keras suatu instansi dalam
melaksanakan reformai birokrasi yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan
kinerjanya masing-masing.

Berdasarkan hal tersebut, remunerasi di Pemerintah Daerah baru akan dapat


diberikan bila Pemerintah Daerah telah melakukan agenda-agenda Reformasi Birokrasi
dan dinilai oleh Kementerian PAN dan RB. Oleh karena itu pembayaran remunerasi
tenaga kesehatan di daerah sangat tergantung dari penilaian penerapan Reformasi
Birokrasi di Pemerintah Daerah tersebut. Dari paparan diatas dapat disimpulkan juga
bahwa remunerasi bagi PNS Rumah Sakit Pemerintah Daerah diberikan secara
perseorangan tergantung dari beban kerja dan performa kerja.

 Evaluasi dan Pengawasan


Pengawasan adalah proses yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi dituntun ke arah pencapaian sasaran atau target yang direncanakan. Pada
dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini
jarang terjadi. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil yang dicapai.
Menurut Murdick pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap
diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Dalam arti manajemen
yang diformalkan tidak akan terdapat tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan
menggerakkan sebelumnya.
Pengawasan dapat berarti juga mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan,
maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengawasan merupakan suatu
faktor penunjang penting terhadap efisiensi organisasi, demikian juga pada perencanaan,
pengorganisasian, dan pengarahan. Pengawasan merupakan suatu fungsi yang positif
dalam menghindarkan dan memperkecil penyimpangan-penyimpangan dari sasaran-
sasaran atau target yang telah direncanakan.

21
Pengawasan dilaksanakan untuk mengusahakan agar komitmen-komitmen tersebut
dilaksanakan. Kegiatan pengawasan berarti cepat atau lambat adanya kegagalan
perencanaan-pereancanaan dan suksesnya perencanaan berarti suksesnya pengawasan.
Tahap Proses Pengawasan :
1. Tahap Penetapan Standar
Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan kegiatan yang
digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan. Bentuk standar yang umum
yaitu :
a. standar fisik
b. standar moneter
c. standar waktu
2. Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Digunakan sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat.
3. Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa proses yang berulang-ulang dan kontinue, yang berupa atas, pengamatan,
laporan, metode, pengujian, dan sampel.
4. Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan
Digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan
menganalisanya mengapa bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat pengambilan
keputusan bagai manajer.
5. Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi
Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, dimana perlu ada
perbaikan dalam pelaksanaan.

Suatu organisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke waktu,
banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang
telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap
organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang
kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.
Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya :
• Perubahan lingkungan organisasi
Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak dapat dihindari,
seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, diketemukannya bahan baku baru
dsb. Melalui fungsi pengawasannya manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh

22
pada barang dan jasa organisasi sehingga mampu menghadapi tantangan atau
memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan yang terjadi.
• Peningkatan kompleksitas organisasi
Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-
hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap
terjaga. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan
efektif.
• Meminimalisasikan tingginya kesalahan-kesalahan
Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan
fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan.
Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum
menjadi kritis.
• Kebutuhan manager untuk mendelegasikan wewenang
Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu
sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menen-tukan apakah bawahan
telah melakukan tugasnya adalah dengan mengimplementasikan sistem penga-wasan.
• Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi
Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan standar, penentuan apakah
tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan.
• Komunikasi
Pengawasan merupakan bentuk komunikasi antara atasan / manajer dengan staf / anggota
biasa.

 Kebijakan dan Prosedur Pelayanan


Rumah sakit merupakan tempat dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Pasien dengan
beragam macam penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi oleh para petugas
kesehatan didalamnya. Dalam penanganan pasien terutama yang berhubungan dengan
keselamatan baik bagi petugas dan pasien, prosedur yang baku harus diberlakukan. Selain
diperlukan untuk menjamin keselamatan, prosedur yang baku juga digunakan untuk
melindungi organisasi dan anggota di dalamnya dari upaya-upaya hukum dari pihak di
luar organisasi. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa nyaman bagi petugas pelayanan
kesehatan didalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

23
Kebijakan dan Prosedur Baku juga meliputi seluruh aspek dari kegiatan organisasi.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat merupakan manifestasi dari misi organisasi. Seluruh
anggota wajib menjalankan seluruh kebijakan organisasi sesuai dengan prosedur kerja
bagi masing-masing kegiatan dalam organisasi, dalam hal ini rumah sakit. Standar yang
digunakan harus disesuaikan dengan standar pelayanan rumah sakit dan standar
pelayanan profesi kesehatan yang ada di dalam rumah sakit. Sebuah kebijakan yang baik
akan menciptakan komunikasi dan kolaborasi yang baik dari tiap profesi kesehatan yang
ada di dalam rumah sakit.

 Komunikasi dan Kolaborasi


Kolaborasi didalam pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai kerjasama antar
profesi kesehatan dengan peran yang saling melengkapi, berbagi tanggung jawab dalam
memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam pelayanan pasien dengan tujuan
menjamin keselamatan pasien. Kerjasama tim yang dimaksud dalam kolaborasi adalah
kerjasama dengan pendekatan interdisiplin, dimana ada usaha bersama para profesional
kesehatan dengan mengutamakan pelayanan terhadap pasien.
Penggabungan interdisiplin ilmu kesehatan akan memberikan intervensi yang
terintegrasi dan fokus terhadap pasien. Rencana asuhan pelayanan kesehatan dibuat
sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah pelayanan yang bertahap serta melibatkan
seluruh profesi kesehatan. Komunikasi yang diterima pasien oleh sebuah tim kolaborasi

24
akan lebih efektif dibandingkan dengan komunikasi dari beberapa individu profesi
kesehatan yang saling tidak mengetahui perlakuan yang telah diberikan kepada pasien.
Komunikasi, kolaborasi, dan kerjasama tim kadang kala tidak berjalan dengan baik
di lingkungan Rumah Sakit. Hal ini memberikan dampak pada potensi terjadinya
kesalahan dalam penanganan pasien (clinical adverse effect). Adanya perbedaan prioritas
dari masing-masing profesi kesehatan dalam penanganan pasien serta arah komunikasi
kepada pasien yang tidak konsisten dari masing-masing individual profesi kesehatan
merupakan faktor penyebab utama dalam kesalahan penanganan pasien.
Dampak dari komunikasi di Rumah Sakit antara lain :
1. Keakuratan Diagnostik
Sebagian besar diagnosis pasien didasarkan pada pengambilan sejarah kesehatan
pasien saat wawancara penyakit. Pasien seringkali tidak diberikan kesempatan yang
cukup untuk menceritakan sejarah kesehatan mereka akibat adanya interupsi-
interupsi dari pendiagnosa sehingga mempengaruhi keakuratan diagnosis. Ketika
seorang pasien diinterupsi saat menceritakan sejarah kesehatannya, dia akan berpikir
bahwa apa yang diceritakan olehnya merupakan hal yang tidak penting. Hal ini
menimbulkan keengganan tersendiri bagi pasien untuk bercerita lebih lengkap
tentang sejarah kesehatannya.
2. Kepatuhan Pasien
Adheren didefinisikan sebagai kelakuan atau sikap pasien untuk mengikuti
rekomendasi-rekomendasi yang telah diberikan oleh seorang profesi kesehatan.
Sebuah survey tentang kualitas pelayanan kesehatan menemukan fakta bahwa 25 %
pasien tidak mengikuti saran dari dokter mereka akibat saran yang diberikan terlalu
sulit untuk dimengerti dan dilaksanakan (Davies, et al 2002)
3. Resiko Malpraktik
Akar permasalahan dari malpraktik didunia kesehatan adalah terputusnya
komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien (Huntington and Kuhn 2003).
Komunikasi yang tidak jelas dari petugas kesehatan kepada pasien akan membawa
dampak buruk bagi pasien dan bagi fasilitas penyedia kesehatan serta anggota
organisasi di dalamnya.
4. Kepuasan Tim
Ketika komunikasi tentang tugas dan kewajiban masing-masing profesi telah jelas
tersampaikan, akan terbentuk suatu sistem yang sehat dan saling mendukung satu
sama lain. Komunikasi antar profesi kesehatan akan mempengaruhi kualitas

25
hubungan kerja, kepuasan kerja, dan berimbas pada meningkatkan keselamatan
pasien
5. Keselamatan Pasien
Diperkirakan sepertiga dari kejadian yang tidak diinginkan dalam pelayanan
kesehatan terjadi akibat kesalahan manusia dan kesalahan sistem. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa tidak efektifnya komunikasi antar petugas kesehatan menjadi
akar permasalahan dari dua pertiga kesalahan pelayanan medis yang terjadi dalam
kurun waktu penelitian tersebut. Buruknya komunikasi antar petugas kesehatan akan
berdampak pada keselamatan pasien. Kesalahan dalam medikasi akan semakin tinggi
ketika seorang petugas kesehatan mengalami stres, sehingga komunikasi akan
semakin tidak jelas dan sulit dipahami.
6. Kepuasan Pasien
 Kepuasan pasien meningkat ketika diberikan kesempatan untuk menceritakan
keluhan penyakit yang diderita
 Kepuasan pasien meningkat ketika petugas kesehatan menanggapi secara serius
keluhan pasien, memberikan informasi secara jelas kepada pasien, berempati
kepada pasien, serta memberikan pilihan-pilihan bagi pasien mengenai
penanganan kesehatannya.
 Kepuasan pasien meningkat ketika mereka didorong untuk mengekspresikan ide-
ide, kekhawatiran serta harapan mereka.
 Kepuasan pasien meningkat ketika mereka ditangani oleh pelayan kesehatan
secara konsiten dan berkelanjutan.
 Kepuasan pasien mengingkat ketika mereka diperlakukan dengan manusiawi dan
diposisikan sebagai rekanan dalam menentukan keputusan tentang penanganan
kesehatan mereka.

Komunikasi yang buruk dapat memberikan efek positif jika diperlakukan dengan
tepat. Bentuk komunikasi yang telah berjalan dapat digunakan sebagai sumber evaluasi
(feedback) untuk pelatihan dan pengembangan SDM kesehatan. Komunikasi yang lebih
baik akan memperlancar alur informasi, memberikan intervensi yang lebih efektif,
meningkatkan keselamatan dan kepuasan pasien, meningkatkan moral dan semangat
petugas kesehatan, dan mengurangi waktu rawat pasien di rumah sakit.

26
Komponen yang diperlukan untuk membentuk kerjasam tim yang baik :
 Keseimbangan partisipasi anggota tim dalam penanganan masalah
 Kenali dan tangani konflik yang muncul
 Prosedur pengambilan keputusan yang jelas dan transparan
 Pertukaran informasi yang rutin antar anggota tim
 Akses terhadap fasilitas yang mendukung kerjasam tim
 Komunikasi yang saling terbuka satu sama lain
 Ada mekanisme evaluasi dan koreksi yang jelas
 Lingkungan yang saling mendukung dan menghormati , bukan saling menuduh
 Arahan yang jelas
 Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas

 Pelatihan dan Pengembangan SDM


Pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan
prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Pelatihan kerja menurut
undang-undang No.13 Tahun 2003 pasal I ayat 9 adalah keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Pelatihan adalah pengajaran atau pemberian pengalaman kepada seseorang untuk
mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, skill, sikap) agar mencapai sesuatu yang
diinginkan. Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan
dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar.
Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi
yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang
bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu
program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini
Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul
tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi,
lembaga atau instansi pendidikan

27
Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan
dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan
datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu
peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi
tanpa direncanakan (unplaned change) atau perubahan yang direncanakan (planed
change). Dari pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengernbangan karir adalah
peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.Pengembangan lebih difokuskan pada
peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan
manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah
sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pelatihan dan pengembangan memiliki makna dan tujuan yang berbeda. Latihan
(training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan
(tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan pengembangan
(developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat kepribadian
Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari
organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari
tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan
pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini,
dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan
pekerjaan pada masa yang akan datang.
Tujuan diselenggarakan peltihan dan pengembangan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuannya sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas.
2. Meningkatkan mutu tenaga kerja
3. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM
4. Meningkatkan semangat kerja: Suatu rangkaian reaksi positif dapat dihasilkan dari
program pelatihan perusahaan yang direncanakan dengan baik.
5. Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik:
6. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja:
7. Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth).

28
Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi.
Beberapa manfaat nyata dari program pelatihan dan pengembangan adalah:
1. Manfaat Umum
 Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas
 Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kinerja yang dapat diterima
 Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
 Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia
 Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
 Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
2. Manfaat Bagi Perusahaan
 Mengarahkan kemampulabaan dan atau lebih bersikap positif terhadap orientasi pada
keuntungan
 Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan
 Membantu orang mengidentifikasi tujuan perusahaan
 Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik
 Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan
3. Manfaat bagi individual
 Membantu individu dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan
masalah yang efektif.
 Melalui pelatihan dan pengembangan, perubah motivasi dari pengakuan, prestasi,
pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan diinternalisasikan dan dilaksanakan.
 Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri.
 Membantu seseorang dalam mengatasi stress, tensi, kekecewaan dan konflik.
 Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan,
keterampilan berkomunikasi dan sikap.
4. Manfaat untuk Personal, Hubungan Manusia dan Pelaksanaan Kebijakan
 Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individual
 Membantu dalam orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru
melalui pengalihan atau promosi
 Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati
 Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personal
 Memperbaiki kebijakan, aturan dan regulasi perusahaan yang dapat dilaksanakan

29
Terdapa banyak pendekatan untuk pelatlian. Secara umum ada lima jenis-jenis pelatihan
yang dapat diselenggarakan:
 Pelatihan Keahlian (skils training)
 Pelatihan Ulang (retraining)
 Pelatihan Lintas Fungsional (cros fungtional training)
 Pelatihan Tim.
 Pelatihan Kreatifitas(creativitas training).

Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan


perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja.
Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen.
1. Metode praktis (on the job training)
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job
training)
Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau
pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu
untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan. Ini berarti tidak ada satu
teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi
faktor-faktor berikut:
1. Efektivitas biaya.
2. Isi program yang dikehendaki
3. Kelayakan fasilitas-fasilitas
4. Preferensi dan kemampuan peserta
5. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih
6. Prinsip-prinsip belajar

Teknik-teknik on the job merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan.
Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan sepervise langsung seorang pelatih yang
berpengalaman (biasanya karyawan lain). Berbagai macam teknik ini yang bisa
digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan
2. Latihan instruksi pekerjaan
3. Magang (apprenticeships)
4. Coaching
5. Penugasan sementara

30
Teknik-teknik off the job, dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima
representasi tiruan (articial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya
seperti dalam keadaan sebenarnya. Dan tujuan utama teknik presentrasi (penyajian)
informasi adalah untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau keterampilan kepada
para peserta. Metode yang bisa digunakan adalah:
1. Metode studi kasus
2. Kuliah
3. Studi sendiri
4. Program computer
5. Komperensi
6. Presentasi
Implementasi program pelatihan dan pengembangan berfungsi sebagai proses
transformasi. Pata tenaga kerja (karyawan) yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan-
karyawan yang berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja, sehingga dapat diberikan
tanggungjawab lebih besar.

D. Pengembangan Organisasi
Istilah Pengembangan Organisasi atau Organizational Development (OD) telah
dipakai di berbagai analisis perilaku, carapenyelesaian dan pendekatan konflik organisasi
dan perubahan dalam organisasi. Para ahli mungkin cenderung untuk memberikan
perbaikan yang efisien, tetapi perolehan atau hasil yang efektif diperoleh oleh mereka
yang bukan ahli. Artinya, dalam kasus upaya pengembangan organisasi lebih
dititikberatkan pada kemampuan mengolah informasi atas pengaruh lingkungan internal
dan eksternal, mendiagnosa penyakit organisasi, dan kemampuan memberikan treatment
dengan mengacu pada potensi yang dimiliki organisasi. Oleh karenanya, seseorang yang
memusatkan perhatian dalam menciptakan pengembangan organisasi harus
memperhatikan elemenelemen kreativitas indidividu yang dimiliki oleh organisasi.
Pekerjaan ini dipusatkan pada proses pemikiran cerdas yang meliputi tingkatan atau
taraf-taraf seperti: gambaran terhadap masalah, pengumpulan informasi, pemikiran yang
intensif, berbagai hambatan, kesantaian dan penerangan. Suatu cara untuk menciptakan
kreativitas haruslah menghasilkan gagasan cerdas bagi organisasi. Gagasan cerdas ini
dapat memungkinkan organisasi mengemukakan tujuan strategisnya yang lebih efisien,
atau untuk meningkatkan tujuan baru yang memberikan suatu hubungan yang lebih
aktif dengan lingkungan.

31
Sumber terjadinya perubahan organisasi antara lain adalah adanya tuntutan
perubahan baik dari faktor internal dan ekesternal organisasi serta adanya dorongan
perubahan. Dengan demikian, organisasi secara sadar harus mengadakan perubahan
secara serius dan terus menerus sebagaimana dorongan dan tuntutan perubahan
menghendaki organisasi itu harus berubah. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-
hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem
baru, mengikuti prosedurprosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan
reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat
signifikan. Perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi
menuju keadaan yang diinginkan di masa depan.
Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang
dan budaya. Pemahaman manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis
dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk
mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses perubahan
tersebut.

Semua organisasi harus berubah dan mengembangkan diri karena adanya tekanan
dari lingkungan internal maupun eksternal. Walaupun perubahan yang terjadi lebih pada
lingkungan, namun pada umumnya menuntut perubahan lebih pada sisi organisasional.
Organisasi-organisasi bisa merubah tujuan dan strategi-strategi, teknologi, desain
pekerjaan, struktur, proses-proses, dan orang. Perubahan-perubahan pada orang
senantiasa mendampingi perubahan-perubahan ssisi organisasi, terutama pada faktor-
faktor yang menyangkut piranti lunak organisasi.

32
Lewin menawarkan tiga langkah untuk melakukan perubahan organisasi, yaitu:
Unfreezing, Changing, dan Refreezing.
a. Unfreezing yaitu suatu langkah penyadaran kepada semua pihak dalam organisasi
tentang perluanya perubahan. Unfreezing akan dihadapkan dengan dilema atau
disconfirmation, individu atau kelompok menjadi sadar akan kebutuhan untuk
perubahan. Dalam langkah pertama ini lebih difokuskan pada individu atau
kelompok yang menolak perubahan untuk diberikan pengertian dan harapan akan
adanya perubahan yang akan dilaksanakan.
b. Changing yaitu suatu langkah nyata untuk memperkuat kekuatan pendorong (driving
force) dan upaya memperlemah kekuatan penolak (resistances). Pada langkah ini
diperlukan diagnosa dan model baru perilaku untuk dieksplorasi dan diuji. Pada
langkah kedua ini mengandung suatu penawaran pilihan yang lebih jelas bagi
kekuatan penolak.
b. Refreezing yaitu suatu langkah penerapan perilaku baru untuk dievaluasi dan jika
memperkuat perubahan, maka perlu diadopsi. Langkah ini lebih menekankan adanya
proses pembekuan, yaitu perilaku yang berhasil dirubah perlu didukung oleh adanya
sistem reward dan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok kerja.

Secara implisit dalam three step model yang dilembagakan Lewin merupakan
pengakuan bahwa perubahan yang dilakukan secara tidak serius dan komprehensif tidak
akan membuahkan hasil yang optimal. Usaha-usaha yang tidak berhasil dalam melakukan
perubahan dapat dianggap suatu kegagalan, dan kegagalan itu dipahami sebagai refleksi
dari apa yang ditawarkan oleh model Lewin tersebut (Frinces, 2008).
Kedalaman perubahan yang diinginkan mengacu pada skope dan intensitas upaya
pengembangan organisasi . Artinya, kedalaman perubahan yang diinginkan ditujukan
sejauhmana manajemen harus masuk ke dalam organisasi yang sedang mengalami
permasalahan. Ada tiga pandangan tentang konsep perubahan organisasi :
1. pertama, pada hakikatnya target manajemen perubahan organisasi adalah manajemen
birokrasi yang digunakan sebagai alat administrasi dan sebagai instrumen kekuasaan.
2. Kedua, manajemen perubahan organisasi yang diimplementasikan pada
pengembangan organisasi dapat melalui cara demokrasi dan liberalisasi.
3. Ketiga, manajemen organisasi dan manajemen perubahan dapat mengenali gap
antara situasi yang ada dengan yang diharapkan berdasarkan ukuran-ukuran tertentu
yang biasa digunakan, yaitu: efektivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota organisasi.

33
Pendekatan manajemen perubahan guna mengembangkan organisasi dapat ditempuh
dengan beberapa langkah, yaitu: perubahan pada tingkat individu, perubahan pada tingkat
kelompok, dan perubahan pada tingkat organisasi.
 Pertama, Perubahan pada tingkat individual adalah perubahan pada penugasan
pekerjaan, dipindahkannya karyawan yang bersangkutan pada tempat tertentu, atau
perubahan pada kondisi kedewasaan individu, yang bersangkutan, yang terjadi
dengan berlangsungnya waktu.
 Kedua, Perubahan pada tingkat kelompok disebabkan oleh karena kebanyakan
kegiatan di dalam organisasi-organisasi diorganisasi basis kelompok. Kelompok
yang dimaksud berupa departemen-departemen, tim proyek, unit-unit fungsional di
dalam departemen-departemen, atau kelompok-kelompok kerja informal.
 Ketiga, Perubahan yang terjadi pada tingkat keorganisasian pada umumnya
dinyatakan orang sebagai pengembangan organisasi (organizational development)

Secara teknikal, perubahan organisasi berkaitan dengan pengembangan organisasi


yang direncanakan oleh organisasi. Tetapi dalam hal menafsirkan istilah tersebut secara
popular ia biasanya dihubungkan dengan program pengembangan organisasi (OD
programs). yang berupaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam
suatu organisasi, walaupun perubahan tersebut dapat terjadi dalam tingkat individual dan
tingkat kelompok.
Menciptakan perubahan adalah suatu pendekatan terstruktur untuk mengelola
transisi individu, kelompok, dan organisasi dari keadaan sekarang ke keadaan masa depan
yang diinginkan. Mengelola perubahan adalah seni untuk memproses di mana perubahan
sistem yang dilakukan secara terkendali dengan mengikuti kerangka kerja yang
ditentukan pra-model, sampai pada batas tertentu. Organisasi yang sukses adalah
organisasi yang berhasil mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuannya
guna membantu proses organization learning.
Pembelajaran organisasi merupakan suatu budaya yang sengaja ditanamkan dan
manjadi nilai yang hidup di organisasi sebagai media pembelajaran bagi seluruh anggota
organisasi. Langkah strategis mengimplementasikan manajemen perubahan pada
mengembangkan organisasi dapat ditempuh dengan beberapa langkah, yaitu: perubahan
pada tingkat individu, perubahan pada tingkat kelompok, dan perubahan pada tingkat
organisasi. Perubahan pada tingkat individual perubahan pada tingkat kelompok belum
disebut sebagai upaya organisasi untuk mengembangkan dirinya.Sedang perubahan yang

34
terjadi pada tingkat keorganisasian secara umum dinyatakan orang sebagai
pengembangan organisasi (organizational development).
Adapun keuntungan menciptakan perubahan untuk pengembangan organisasi adalah:
organisasi dapat menentukan pola pengembangan organisasi yang sesuai dengan
kompetensi dan kapabilitas organisasi; pola perubahan yang akan dijalankan lebih
bersifat antisipatif; perencanaan pengembangan dan implementasi langkah strategisnya
lebih bersifat adaptif terhadap perubahan lingkungan; mampu menciptakan masa depan
untuk dunianya; pengembangan organisasi akan mampu membuat standar kualitas yang
telah dipersyaratkan oleh organisasi maupun standar kualitas lain; pengembangan
organisasi dapat dirancang sendiri sehingga mampu menciptakan keunggulan dan
keunikan di antara pesaing.

Masa Depan Rumah Sakit Sebagai Organisasi


Rumah sakit selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran, sehingga biaya operasionalnya pun semakin berkembang pula.
Rumah sakit yang bersifat padat karya, pada umumnya membutuhkan biaya operasional
yang besar. Di sisi lain rumah sakit tetap harus mengemban tugas pelayanan sosial
kepada masyarakat pada umumnya dan implementasi visi dan misi rumah sakit harus
tetap di pegang erat.
Rumah sakit sebagai organisasi harus menyadari bahwa pembangunan kesehatan
sesungguhnya bernilai sangat investatif. Hal ini dikarenakan kesehatan adalah unsur vital
dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Masyarakat sering
dihadapkan dengan pelayanan rumah sakit yang tidak bagus, tingginya tarif rumah sakit,
tingginya harga obat dan masalah-masalah lainnya. Pihak yang menyediakan layanan
kesehatan sebenarnya sadar akan masalah ini, namun diperlukan mekanisme tertentu yang
tidak saling merugikan antara penyedia dan pemakai pelayanan kesehatan. Pentingnya
pengendalian mutu pelayanan kesehatan banyak berkaitan dengan kehidupan manusia,
sehingga kualitas jasa yang diberikan harus benar-benar diperhatikan.
Pakar perumah-sakitan di negara maju berpendapat bahwa di masa depan rumah
sakit pemodal akan bertambah seiring dengan berkurangnya jumlah tempat tidur di rumah
sakit komunitas (di Indonesia RSUD, RS milik yayasan karitatif agamawi, RS milik
BUMN dan RS milik Departemen Pertahanan). Kecenderungan ini kita amati juga di
Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, di mana pemodal besar dan pemodal
yang go public berlomba-lomba membangun RS di segala sudut kota. Hal ini juga
dipermudah karena pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup untuk menambah

35
rumah sakit sesuai dengan pertambahan penduduk dan perluasan pemukiman. Untuk RS
daerah kota kecil banyak RS menciutkan jumlah tempat tidur karena kehilangan pangsa
pasar pasien. Tantangan ini harus dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan diri
dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
RSU milik pemerintah harus direformasi dari instansi administrasi keperawatan
menjadi PERUSAHAAN YANG BERORIENTASI PELAYANAN DAN KOMPETISI.
Konsekuensinya manajemennya harus dengan pola perusahaan yang memiliki direktur
pemasaran dan direktur produksi. Total Quality Management dan Total Marketing
menjadi kata kunci kebijakan manajemen RSU. Kombinasi prestasi medik dan “berfikir
dagang” tidak lagi menjadi dua hal yang dipertentangkan atau dianggap sulit. Untuk itu
dibutuhkan desentralisasi kesehatan.
Sebagai upaya untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi rumah sakit,
Pemerintah, selaku stakeholder di bidang kesehatan, telah mewajibkan rumah sakit
di seluruh Indonesia untuk memiliki sertifikat Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi Rumah
Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah
sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah
sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang
bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi
minat masyarakat untuk berobat keluar negeri.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Meskipun akreditasi rumah sakit telah
berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan, namun dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam
menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang
bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia.
Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 44
tahun 2009 tentang rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan
akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut maka
diperlukan suatu standar yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah sakit dan stake
holder terkait dalam melaksanakan pelayanan di rumah sakit melalui proses akreditasi.
Sistem akreditasi yang pernah dilaksanakan sejak tahun 1995 dianggap perlu untuk
dilakukan perubahan mengingat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

36
sehingga dibutuhkannya standar akreditasi rumah sakit ini. Perubahan tersebut
menyebabkan ditetapkannya kebijakan akreditasi rumah sakit menuju standar
internasional. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan memilih akreditasi dengan sistem
Joint Commission International (JCI) karena lembaga akreditasi tersebut merupakan
badan yang pertama kali terakreditasi oleh International Standart Quality (ISQua) selaku
penilai lembaga akreditasi.
Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi
rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar Internasional. Dalam hal ini
Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission
International (JCI). Standar akreditasi ini selain sebagian besar mengacu pada sistem JCI,
juga dilengkapi dengan muatan lokal berupa program prioritas nasional yang berupa
program Millenium Development Goals (MDG’s) meliputi PONEK, HIV dan TB DOTS
dan standar-standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI. Standar ini akan
dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal-hal yang tidak
sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
Jadi pada kesimpulannya Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana
suatu lembaga, yang independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit. Tujuannya
adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk
memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu
persyaratan yang optimal dan dapat dicapai.
Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah rumah sakit untuk meningkatkan
keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa lingkungan pelayanannya
aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi para pasien dan staf
rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk
mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana
manajemen.
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya
kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan
pelayanannya. Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat :
 Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan
sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan
 Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas
 Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan
melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan

37
 Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien
 Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan ini
menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan
untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan

Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan


menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan
mutu dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses
belajar, maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus
menerus. Standar ini yang titik beratnya adalah fokus pada pasien disusun dengan
mengacu pada sumber-sumber a.l. sebagai berikut :
 International Principles for Healthcare Standards, A Framework of requirement for
standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health
Care ( ISQua )
 Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition,
2011
 Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (
KARS )
 Standar-standar spesifik lainnya untuk rumah sakit.
Standar ini dikelompokkan menurut fungsi-fungsi dalam rumah sakit terkait dengan
pelayanan pasien, upaya menciptakan organisasi-manajemen yang aman, efektif, terkelola
dengan baik. Fungsi-fungsi ini juga konsisten, berlaku untuk dan dipatuhi oleh, setiap
unit/bagian/instalasi. Standar adalah suatu pernyataan yang mendefinisikan harapan
terhadap kinerja, struktur, proses yang harus dimiliki RS untuk memberikan pelayanan
dan asuhan yang bermutu dan aman. Pada setiap standar disusun Elemen Penilaian, yaitu
adalah persyaratan untuk memenuhi standar terkait.

E. Kesimpulan
Rumah sakit sebagai organisasi harus memiliki visi dan misi serta value sebagai
panduan arah gerak organisasi dan anggota didalamnya. Manajemen SDM merupakan
faktor penting dalam menjalankan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di rumah
sakit. Keselamatan pasien merupakan tujuan yang harus ditetapkan dan dicapai dalam
upaya kolaborasi antar profesi kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi hendaknya
senantiasa melakukan pengembangan organisasi untuk mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi di bidang kesehatan.

38
Daftar Pustaka
Christian N. Madu, 1998. Handbook of Total Quality Management. Springer, New York,
USA
Davis, K., Schoenbaum, S. C., Collins, K. S., Tenney, K., Hughes, D. L., & Audet, A. M.
(2002). Room for improvement: Patients report on the quality of their health
care. New York: Commonwealth Fund
Frinces, Z. Heflin. (2008).Manajemen, Konsep Membangun Sukses. Yogyakarta: Mida
Pustaka
Huntington, B., & Kuhn, N. (2003). Communication gaffes: A root cause of malpractice
claims. Baylor University Medical Center Proceedings, 16, 157-161. Pubmed
Impact of Communication in Healthcare. Retreived from :
http://healthcarecomm.org/about-us/impact-of-communication-in-healthcare/
Peterson, M. C., Holbrook, J., Von Hales, D., Smith, N. L., & Staker, L. V. (1992).
Contributions of the history, physical examination and laboratory investigation
in making medical diagnoses. Western Journal of Medicine, 156, 163-165.
pubmed
Surya. (2004). Manajemen Kinerja: Falsafah, Teori, dan Penerapannya. Jakarta:
Program Pascasarjana FISIP. Hasibuan, SP. Malayu 2003.
Siregar, Charles JP (2003). Farmasi Rumah Sakit : Teori & Penerapan . Jakarta : EGC.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025
Purhantara, W. 2009. Organizational Development Based Change Management. Jurnal
Ekonomi & Pendidikan. Vol 6(2)
Team strategies and tools to enhance performance and patient safety (TeamSTEPPS),
Department of Defense and Agency for Healthcare Research and Quality.
Retrieved from : http://www.ahrq.gov/qual/teamstepps/
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
WHO (2009). Handbook on Monitoring and Evaluation of Human Resources for Health
with special applications for low- and middle-income countries.
WHO (2010). WISN Manual Book.
Website KARS. Retrieved from: http://web.kars.or.id/kars/

39

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai