P3 - Kelompok 4 - Laporan 1
P3 - Kelompok 4 - Laporan 1
KELOMPOK 4/ PARALEL 3
1.2 Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk meninjau provinsi di Pulau Sumatera bagian Selatan yang
berpotensi untuk didirikan industri pakan secara berkelanjutan melalui beberapa aspek tertentu.
II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Tabel 1 Hasil perhitungan scoring pada beberapa lokasi alternatif pendirian industri pakan
CSF Bobot Nilai
Transportasi 0.13 88 86 70 72 75
Power supply 0.11 80 74 72 79 86
IKP 1 1 5 3 5
Potential Sales 1 1 5 3 5
Tenaga Kerja 5 5 2 3 5
Transportasi 3 3 3 4 3
Power Supply 5 5 1 3 6
2.2 Pembahasan
Bahan Baku
Ketersediaan sumberdaya pakan ternak menjadi salah satu faktor penentu dalam memilih
lokasi pabrik. Bahan pakan merupakan komponen utama dalam industri pakan. Apabila bahan
pakan yang tersedia dari suatu wilayah tersebut kurang mencukupi atau rendah, tentunya akan
berpengaruh terhadap harga produksi. Wilayah provinsi yang ada di Sumatera bagian selatan
antara lain, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Dari setiap
daerah tersebut ditentukan ketersediaan sumberdaya pakannya. Hal itu dapat dicari dengan rumus
Indeks Konsentrasi Pakan (IKP). Bahan pakan yang digunakan ialah dedak, bekatul, jagung,
bungkil kedelai, dan onggok.
Daerah yang memiliki data IKP tertinggi di wilayah Sumatera bagian Selatan ialah
Lampung. Provinsi Lampung memiliki nilai IKP sebesar 3,46 dan scoring sebesar 34,2. IKP lebih
dari 1 memungkinkan pembangunan pabrik atau industri pakan dengan produksi yang tinggi di
Provinsi Lampung. Ketersediaan bahan pakan yang cukup tinggi di Provinsi Lampung menjadi
daya dukung untuk mendirikan pabrik pakan. Dengan tersedianya bahan baku pakan, industri
pakan akan berkembang secara berkelanjutan.
Dalam pengelolaan data secara kumulatif Sumatera Selatan memiliki nilai IKP yang cukup
tinggi di antara lima provinsi yang disebutkan sebesar 1,25. Hal ini dikarenakan bahwa
ketersediaan seluruh aspek yang meliputi bahan baku, kedekatan dengan pasar,
transportasi/infrastruktur, tenaga kerja, power supply terbilang cukup banyak, sehingga dapat
mempengaruhi nilai IKP. Pada jumlah produksi bahan baku, Sumatera Selatan juga tergolong
tinggi diantara lima provinsi, bahan baku di Sumatera Selatan, seperti padi yang memiliki jumlah
produksi sebesar 4.943.071 ton, dedak padi dan bekatul sebesar 494.307,1 ton, jagung sebesar
930.267 ton, kedelai sebesar 13.907 ton, bungkil kedelai 11.125,6 ton, ubi kayu 539.009 ton, serta
onggok sebesar 323.405,6 ton. Pada data produksi tersebut, provinsi Sumatera Selatan memiliki
komoditas padi dengan jumlah produksi yang tinggi, sehingga by product yang dihasilkan juga
melimpah. Dengan jumlah data produksi bahan baku pakan yang cukup tinggi, dapat dipastikan
bahwa hasil scoring provinsi Sumatera Selatan sebesar 32,68 menunjukkan ketersediaan bahan
baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun pakan (Sabila 2020).
Provinsi Jambi memiliki potensi bahan baku pakan yang cukup tinggi, terutama jagung
dengan produksi rata-rata jagung sebesar 76.321,8 ton. Akan tetapi, nilai IKP Provinsi Jambi masih
rendah dibandingkan provinsi yang lain, yakni sebesar 0,14 dan scoring sebesar 30,02.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, bahan baku hasil samping olahan padi yang tersedia di
provinsi Jambi yang dapat digunakan untuk membuat pakan meliputi dedak dan bekatul sebanyak
64103.5 ton, kemudian jagung sebanyak 76.321,8 ton. Bahan pakan hasil sampingan kedelai
berupa bungkil kedelai sebanyak 7.895,52 ton, serta bahan pakan hasil sampingan ubi kayu berupa
onggok sebanyak 34256.04 ton. Berdasarkan data yang didapatkan, dapat diketahui bahwa wilayah
ini kurang disarankan untuk didirikan industri pakan, karena ketersediaan bahan baku yang belum
cukup. Proses manufaktur pakan berkaitan erat dengan ketersediaan bahan baku. Apabila bahan
baku tersedia dalam jumlah cukup, maka proses produksi pakan akan berlangsung dengan lancar.
Selain itu, bahan baku yang tersedia dapat mengurangi cost bahan baku pakan yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Hal ini selaras dengan pernyataan Indah et al. (2018), yang menyatakan bahwa
persediaan bahan baku yang optimal tidak menimbulkan pemborosan biaya, karena dapat
menyeimbangkan kebutuhan bahan baku secara seimbang (tidak terlalu banyak dan tidak terlalu
sedikit).
Provinsi Bengkulu merupakan daerah dengan nilai IKP terendah kedua setelah provinsi
Bangka Belitung, yaitu sebesar 0,12 dengan hasil scoring-nya sebesar 29,64. Nilai IKP yang
rendah ini menunjukkan bahwa produksi bahan baku di daerah Bengkulu tergolong rendah,
sehingga belum bisa mencukupi atau memberikan pasokan bahan baku untuk industri pakan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Rauf (2015), yang menyatakan bahwa nilai IKP < 1 menunjukkan
produksi yang rendah, nilai IKP = 0,5-1 tergolong produksi sedang, dan nilai IKP> 1 termasuk
produksi yang tinggi. Total ketersediaan bahan baku pakan yang ada di Provinsi Bengkulu
mencapai 21.3041 ton, berupa dedak, bekatul, jagung, bungkil kedelai, dan onggok. Rendahnya
nilai IKP dapat disebabkan karena jumlah areal panen tanaman bahan pakan, semakin sempit areal
panen maka bahan baku pakan yang dihasilkan juga rendah.
Provinsi Bangka Belitung memiliki nilai IKP paling rendah di antara lima provinsi tersebut.
Nilai IKP dari Bangka Belitung adalah 0,02 dan scoring-nya sebesar 26,98 yang artinya daerah ini
tergolong paling rendah ketersediaan sumberdaya pakannya. Di Bangka Belitung terdapat dedak
dan bekatul 5.443 ton, jagung 2.826 ton, bungkil kedelai 0,12 ton, serta onggok 35.325 ton. Di
antara lima bahan pakan yang digunakan, onggok merupakan bahan pakan yang paling banyak di
Bangka Belitung. Total ketersediaan bahan pakan yang digunakan di provinsi Bangka Belitung
sebesar 49.039 ton. Rendahnya nilai IKP di Bangka Belitung dapat disebabkan oleh banyaknya
lahan yang digunakan untuk penambangan. Lahan yang digunakan bekas pertambangan akan
berbentuk lubangan kemudian terisi air dan limpasan air sehingga menyerupai kolam atau danau
besar.
Potential Sales
Selain ketersediaan bahan pakan, daerah yang akan dibangun pabrik pakan pun harus
memperhatikan jarak lokasi pabriknya dengan target pasar (konsumen) yang dituju. Kedekatan
lokasi pabrik dengan pasar atau potential sales perlu diperhatikan untuk melihat potensi
didirikannya pabrik pakan. Hal yang perlu dilakukan ialah mencari populasi ternak yang ada di
daerah tersebut. Ternak yang ditinjau populasinya ialah sapi, kambing, domba, ayam petelur, ayam
kampung, dan ayam broiler. Di antara lima provinsi, Lampung merupakan provinsi yang memiliki
nilai potential sales paling tinggi.
Provinsi Lampung memiliki nilai scoring sebesar 23,14 dengan populasi ternak sebanyak
1.391.5151.829 ekor ternak. Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan nilai potential sales
terbesar diantara lima provinsi lainnya. Tingginya nilai potential sales di Provinsi Lampung
dikarenakan jumlah ternak yang relatif besar. Nilai potential sales merupakan salah satu faktor
terpenting dalam mendirikan pabrik pakan. Provinsi Lampung merupakan tempat yang paling
ideal diantara kelima provinsi lainnya untuk dijadikan pabrik pakan dengan skala besar dan
produksi tinggi.
Daerah Jambi mempunyai nilai potential sales yang baik, yaitu dengan score 22,88 yang
menempati urutan kedua di antara lima daerah lainnya yang memungkinkan kedekatan lokasi
pabrik dengan konsumen, sehingga memudahkan dalam pemasaran. Jumlah populasi ternak yang
ada di Jambi sebanyak 13.288.123.343 ekor. Peternakan unggas di daerah Jambi lebih banyak
dibandingkan dengan peternakan ruminansia, sehingga potensi pasar untuk produksi pakan unggas
memiliki peluang untuk dapat berkembang. Ketersediaan bahan pakan yang ada di Jambi pun
cukup melimpah untuk memenuhi kebutuhan pakan unggas. Oleh karena itu, Provinsi Jambi
merupakan daerah yang cocok untuk didirikan pabrik pakan.
Pada jumlah produksi bahan baku yang tinggi di Sumatera Selatan menyebabkan tingkat
pemasaran akan jual beli pada bahan baku perlu diperhatikan. Dengan mempertimbangkan jarak
kedekatan pasar dengan lokasi pabrik yang dapat menyebabkan pasang surut, maka dari itu perlu
pemilihan lokasi kedekatan dengan pasar secara tepat (Fuad 2015). Sumatera Selatan memiliki
nilai potensial sales tertinggi ketiga setelah jambi sebesar 21,84. Hal ini dapat dikaitkan dengan
populasi ternak di Sumatera Selatan sebesar 64.865.933,8 ekor yang mana pada populasi ternak
unggas lebih dominan ditimbang populasi ternak ruminansia. Hal ini menunjukkan, bila populasi
ternak di Sumatera Selatan tinggi maka nilai potensial sales juga tinggi karena cost pada lokasi
pabrik dengan peternak menjadi berkurang. Sehingga dapat diasumsikan bahwa potensial sales
yang tinggi menunjukkan keberadaan populasi ternak yang tinggi juga.
Nilai potential sales di Provinsi Bengkulu merupakan nilai terendah kedua setelah Provinsi
Bangka Belitung, yaitu 20,8 dengan total populasi ternak sebanyak 12.151.989,4 ekor. Dengan
nilai potential sales yang rendah pembangunan industri pakan perlu dipertimbangkan lebih baik,
karena jalur pemasaran produk harus dekat agar biaya yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.
Selain itu, produk yang diciptakan harus tepat dengan segmen pasar dan sesuai dengan jenis ternak
yang banyak dikembangkan. Di Provinsi Bengkulu, jenis ternak yang banyak dikembangkan
adalah ternak unggas, sehingga potensi pasar pakan ternak dimungkinkan dapat mengalami
peningkatan. Dengan potensi pasar ini, perusahaan dapat beroperasi secara berkelanjutan dalam
jangka panjang. Namun, pembangunan industri pakan di wilayah ini kurang disarankan.
Provinsi Bangka Belitung memiliki nilai potential sales paling rendah. Nilai tersebut dapat
dihitung dari populasi ternak dengan konsumsi pakannya. Nilai potential sales Provinsi Bangka
Belitung sebesar 18,2 dengan total populasi ternak sebanyak 834.948.571,7 ekor. Nilai tersebut
sangat berbeda jauh dengan provinsi lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh populasi ternak
unggas lebih tinggi dibandingkan ternak ruminansia. Konversi potensial ternak unggas lebih
rendah dibandingkan ternak ruminan, sehingga nilai potential sales yang didapat juga rendah.
Pembangunan industri pakan di wilayah ini tidak disarankan, karena potential sales paling rendah
dapat menyebabkan cost yang lebih besar.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja di wilayah yang akan didirikan pabrik pakan juga harus diperhatikan. Tenaga
kerja merupakan seseorang yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang bekerja dan melakukan
kegiatan lain. Lulusan yang dibutuhkan untuk bekerja di pabrik pakan minimal SMA atau
sederajat. Dari lima provinsi, Sumatera Selatan memiliki scoring paling besar dalam kategori
tenaga kerja.
Rataan tenaga kerja di Sumatera Selatan tergolong banyak, karena dapat dilihat semakin
bertambahnya populasi penduduk di Sumatera Selatan. Selain itu, tingkat usia produktif untuk
tenaga kerja semakin meningkat dengan permintaan produk bahan pakan relatif tinggi, seiring
bertambahnya permintaan produk hewani yang menyebabkan lapangan untuk tenaga kerja luas.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Trianto 2017) bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat maka
terjadi peningkatan produksi produk jasa atau barang suatu wilayah sehingga terjadi peningkatan
penyerapan tenaga kerja. Nilai scoring tenaga kerja di Sumatera Selatan sebanyak 10,44, dengan
rata-rata UMR sebesar 3.144.000 rupiah, dengan rata-rata angka partisi tenaga kerja SMA
sebanyak 1.264.796 dan jenjang sarjana sebanyak 448.706 jiwa. Hal ini menunjukkan, banyaknya
lulusan SMA sederajat untuk memilih menjadi tenaga kerja dalam memenuhi perluasan lapangan
kerja di Sumatera Selatan.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang krusial dalam penentuan lokasi pabrik.
Nilai scoring pada Provinsi Lampung adalah sebesar 10,2. Nilai ini merupakan nilai terbesar kedua
setelah Provinsi Sumatera Selatan dengan nilai 10,44. Jumlah tenaga kerja pada Provinsi Lampung
adalah sebanyak 4.494.952 jiwa. Angka partisi tenaga kerja di Provinsi Lampung adalah sebesar
1355167 orang lulusan SMA dan 407.268 orang dengan gelar sarjana. UMR pada Provinsi
Lampung yaitu sebesar Rp. 2.991.349.35. Hal ini menjadikan Provinsi Lampung sebagai tempat
yang cukup ideal untuk didirikan pabrik pakan dilihat dari faktor ketenagakerjaannya.
Berdasarkan data dari BPS, jumlah angkatan kerja di Jambi pada tahun 2022 adalah
sebanyak 1.840.594 orang. Nilai scoring tenaga tenaga kerja di Jambi adalah sebesar 10.08 yang
di mana hal tersebut merupakan indikator keberadaan tenaga kerja yang tersedia dan dapat
mendukung berjalannya kegiatan produksi dari pabrik pakan. Gaji UMR di Jambi sebesar 2.
943.033 rupiah. Selain itu, ketersediaan pelajar SMA dan sarjana juga merupakan suatu data yang
dapat digunakan untuk mengetahui potensi tenaga kerja yang terdapat di provinsi Jambi yang dapat
dipekerjakan pada pabrik pakan. Angka partisi SMA di provinsi Jambi adalah sebanyak 583.23
dan angka partisi sarjana sebanyak 235.870. Beberapa data yang ditemukan terkait keadaan dan
potensi tenaga kerja yang tersedia membuat provinsi jambi dapat dikategorikan sebagai provinsi
yang berada di urutan tiga teratas dalam kategori tenaga kerja. Hal itu disebabkan oleh gaji UMR
dengan angka partisinya cukup seimbang, tidak terlalu bertolak belakang. Sehingga tenaga
kerjanya akan berpotensi mencukupi apabila mendirikan pabrik di Jambi.
Ketersediaan tenaga kerja dapat menjadi faktor penting dalam menentukan lokasi industri
pakan. Pemilihan tenaga kerja untuk industri pakan juga perlu dilakukan, karena proses produksi
pakan akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Berdasarkan scoring, Provinsi Bengkulu tergolong
wilayah dengan tenaga kerja terendah kedua setelah Bangka Belitung, yaitu 9,36. Total tenaga
kerja Provinsi Bengkulu tahun 2021 sebanyak 1.031.881 jiwa dengan lulusan SMA/SMK
sebanyak 77.117 jiwa dan sarjana sebanyak 57.720 jiwa. Tenaga kerja di Provinsi Bengkulu perlu
dipertimbangkan karena jumlah lulusan SMA/SMK lebih banyak dibandingkan sarjana. Hal ini,
berkaitan dengan tingkat pemahaman dalam menangkap informasi. Menurut Syah dan Mirwan
2022, pekerja dengan lulusan terakhir SMA/SMK sebagian besar kurang optimal dalam
menangkap suatu informasi dibandingkan pekerja dengan pendidikan yang lebih tinggi, karena
dalam industri pakan, pekerja akan banyak bergelung dengan mesin-mesin penggilingan atau
mesin otomatis yang lain.
Nilai scoring tenaga kerja Provinsi Bangka Belitung berada di paling bawah di antara
provinsi lainnya, yaitu 8,4. Rendahnya nilai tersebut disebabkan oleh gaji UMR yang tinggi namun
tenaga kerja rendah. Gaji UMR Bangka Belitung sebesar tiga juta, sedangkan angka tenaga
kerjanya sebanyak 73.8167 jiwa. Hal tersebut saling bertolak belakang yang akhirnya membuat
scoring tenaga kerja di Bangka Belitung paling rendah. Apabila angka tenaga kerja di lokasi yang
akan dibangun pabrik pakan rendah, nantinya akan kesulitan untuk mencari pekerja untuk pabrik
tersebut.
Power Supply
Power supply merupakan alat yang berfungsi sebagai pemberi daya bagi peralatan yang
akan digunakan di pabrik pakan (Putra et al. 2020). Power supply dapat berupa listrik, air, dan alat
komunikasi. Ketiganya ini tidak dapat diabaikan dan sangat diperlukan pada setiap aktivitas
perusahaan. Provinsi di Pulau Sumatera bagian Selatan seperti Sumatra Selatan, Lampung, Jambi,
Bangka Belitung, dan Bengkulu memiliki daya supply listrik yang berbeda-beda. Data power
supply ini didapatkan dari BPS daerahnya masing-masing. Provinsi dengan power supply tertinggi
ialah Lampung.
Provinsi Lampung memiliki daya listrik terpasang 2.208.138.225 KWh dan listrik terjual
sebanyak 5.158.404.690 KWh. Power supply berupa listrik ini merupakan faktor yang penting
dalam penentuan lokasi pabrik pakan. Provinsi Lampung dengan daya listrik terpasang dan listrik
terjual sebesar ini menjadikan provinsi dengan daya terbesar dari lima provinsi lainnya. Dengan
daya tersebut Provinsi Lampung mendapatkan nilai scoring sebesar 9,46. Hal ini menjadikan
Provinsi Lampung tempat yang ideal untuk pembangunan industri pakan dibandingkan dengan
provinsi lainnya, jika ditinjau berdasarkan power supply.
Dalam penggunaan atau pemanfaatan daya listrik, di Sumatera Selatan power supply yang
digunakan menghasilkan nilai yang cukup besar dan memperoleh posisi kedua tertinggi dari lima
provinsi, yaitu sebesar 8,8. Hal ini dipicu dengan banyaknya persebaran pabrik-pabrik pakan di
beberapa wilayah yang membutuhkan daya listrik atau tegangan listrik tinggi untuk memenuhi
kinerja mesin yang optimal agar produk atau barang yang dihasilkan berkualitas baik. Namun, hal
ini dapat memicu pemborosan biaya. Maka dari itu perlu adanya energi alternatif dalam menangani
pengurangan daya yang berlebih.
Provinsi Jambi memiliki ketersediaan energi listrik yang terpasang sebanyak
1.482.711.088 KWh dengan jumlah listrik yang terjual adalah sebanyak 2.002.391.142 KWh.
Berdasarkan ketersediaan dan keadaan penggunaan sumber daya energi listrik yang terdapat di
provinsi Jambi, maka provinsi ini menempati peringkat ke-3 dari lima provinsi lainnya. Power
supply di daerah provinsi Jambi mendapatkan nilai scoring sebesar 8,69, dimana ketersediaan
sarana antara lain berupa listrik, air, dan alat komunikasi masih cukup untuk mendukung kegiatan
proses produksi dan pemasaran pada suatu industri. Ketersediaan infrastruktur listrik yang baik
dapat meningkatkan produktivitas usaha. Dengan hal ini, Provinsi Jambi terbilang cukup memiliki
akses listrik yang memadai sehingga memungkinkan untuk dibangun industri pakan.
Provinsi Bangka Belitung memiliki nilai scoring 8,14 untuk power supply, yang mana nilai
tersebut tergolong dua terbawah di antara provinsi lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh nilai daya
terpasang dan listrik terjual rendah. Akan tetapi masih tertolong dengan nilai listrik terjual yang
lebih tinggi dibandingkan Bengkulu, yaitu sebesar 1369201603 KWh. Listrik sebagai sumber
utama untuk menjalankan mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik pakan. Oleh karena itu,
Bangka Belitung kurang cocok menjadi lokasi pembangunan pabrik pakan.
Berdasarkan scoring, Provinsi Bengkulu memperoleh nilai sebesar 7,92. Hal ini
menunjukkan bahwa power supply di wilayah ini paling rendah dibandingkan provinsi yang lain,
sehingga pembangunan industri pakan tidak disarankan karena sebagian besar mesin manufaktur
pakan dijalankan dengan listrik. Di Provinsi Bengkulu, power supply rendah akan menyulitkan
dan memperlambat proses produksi pakan. Power supply berkaitan erat dengan pembangunan
industri pakan. Apabila industri pakan ingin berkembang pesat, maka power supply yang
dibutuhkan juga harus lebih tinggi. Dengan kurangnya pasokan listrik, perusahaan akan
menggunakan alternatif lain, seperti penggunaan genset yang dapat menurunkan laba usaha,
karena sebagian keuntungan akan dioperasikan untuk penggunaan genset.
III SIMPULAN
Setelah dilakukan pertimbangan pemilihan lokasi, dapat disimpulkan bahwa setiap daerah
memiliki nilai IKP yang berbeda-beda. Lampung memiliki nilai IKP sebesar 3,46 mendominasikan
posisi pertama dari lima provinsi dengan sebaran produksi bahan baku yang tinggi, potential sales
yang baik, sarana transportasi atau infrastruktur yang memadai, tenaga kerja yang maksimal, dan
power supply yang seimbang. Maka dari itu, setelah dilakukannya peninjauan dari beberapa aspek,
pemilihan lokasi yang tepat untuk pembangunan industri pakan adalah Provinsi Lampung. Industri
pakan yang cocok didirikan di Provinsi Lampung ialah industri pakan ayam, karena populasi
ternak terbanyak di Lampung adalah ayam.
IV DAFTAR PUSTAKA
Anggitasari S, Sjofjan O, Djunaidi IH. 2016. Pengaruh beberapa jenis pakan komersial terhadap
kinerja produksi kuantitatif dan kualitatif ayam pedaging. Buletin Peternakan. 40(3): 187-
196.
Fu’ad N. 2015. Pengaruh pemilihan lokasi terhadap kesuksesan usaha berskala mikro/kecil di
komplek shopping centre Jepara. Media Ekonomi dan Manajemen. 30 (1): 62-5.
Indah DR, Purwasih L, Maulida L. 2018. Pengendalian persediaan bahan baku pada PT. Aceh
Rubber Industries Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Manajemen dan Keuangan. 7(2): 157-
173.
Maulidya A, Gunawan J, Ardiantono DS. 2019. Perancangan perencanaan dan pengelolaan rantai
pasok produksi pakan ternak unggas di PT Chaeron Pokphand Indonesia (Tbk) Sidoarjo,
Jawa Timur. Jurnal Sains dan Seni ITS. 8(2): 2337-3250.
Natsir MH, Widodo E, Sjofjan O. 2017. Industri Pakan Ternak. Malang: UB Press.
Putra GSA, Nabila A, Pulungan AB. 2020. Power supply variabel berbasis arduino. Jurnal Teknik
Elektro Indonesia. 1(2): 139-143.
Rauf J. 2015. Kajian potensi limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi potong di Kota Pare-Pare.
Jurnal Galung Tropika. 4(3): 173-178.
Sabila S. 2020. Daya dukung pangan dalam membangun ketersediaan pangan provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 7(1): 59-68.
Syah ANA, Mirwan M. 2022. Hubungan karakteristik pekerja, tingkat pengetahuan k3, sikap k3,
unsafe action, dan unsafe condition dengan kecelakaan kerja di Industri Pakan Ternak
Surabaya. EnviroUS. 2(2): 78-85.doi: 10.33005/envirous.v2i2.115.
Wibowo, Agustin M, Kadarsa E. 2022. Kajian intergasi antarmoda transportasi umum pada
kawasan pasar Km 5 Kota Palembang. Jurnal Forum Mkeanika. 11(2): 2356-1491.