Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN 4

PILAR KETERSEDIAAN PANGAN

Tujuan Pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan pentingnya
pilar ketersediaan pangan dalam ketahanan pangan, dan
2. Mahasiswa mampu memahami faktor yang mempengaruhi ketersediaan
pangan.

4.1 Ketersediaan Pangan


Mengacu pada definisi ketersediaan pangan menurut World Food Programme (2009),
ketersediaan pangan adalah keberadaan fisik makanan di daerah yang menjadi perhatian
melalui semua bentuk produksi dalam negeri, impor komersial dan bantuan makanan.
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012 pasal 1 ayat 7, ketersediaan pangan adalah kondisi
tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor
apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Yang dimaksud dengan
cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan
pangan, gangguan pasokan, dan harga, serta keadaan darurat (pasal 1 ayat 8).
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa ketersediaan pangan menunjukkan kondisi
dimana keberadaan pangan secara fisik, baik pangan yang dihasilkan dalam negeri, pangan
yang disediakan untuk menghadapi kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi pangan
masyarakat, dan kegiatan impor pangan. Selain itu, aspek ketersediaan diartikan juga bahwa
pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun
mutunya, serta aman untuk dikonsumsi. Mutu yang dimaksud ialah mutu pangan, yaitu nilai
yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan (pasal 1 ayat 36);
sedangkan keamanan pangan yang dimaksud ialah suatu kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (pasal 1
ayat 5).
Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat naisonal, regional, kabupaten dan
tingkat masyarakat. Ketersediaan pangan ditentukan oleh: produksi pangan (produksi makanan
di suatu daerah), perdagangan (makanan dibawa ke suatu daerah dengan mekanisme pasar),
stok (baik yang ada pada pedagang maupun yang menjadi cadangan pemerintah), dan transfer
(makanan yang disediakan oleh pemerintah dan atau suatu lembaga). Produksi pangan adalah
suatu kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,
mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan (pasal 1 ayat 6). Dengan
kata lain produksi pangan ialah segala hal yang berkaitan dengan kegiatan dan proses
memanfaatkan bahan pangan untuk dihasilkan suatu produk pangan.
Produksi pangan meliputi produksi hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, dan perairan. Proses produksi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: iklim, jenis dan kesuburan tanah, curah hujan, sistem irigasi, teknologi, dan lain
sebagainya. Selain produksi pangan, perdagangan pangan juga akan menentukan ketersediaan
pangan suatu daerah. Yang dimaksud dengan perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran
untuk menjual pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan
dengan memperoleh imbalan (pasal 1 ayat 23).
Seperti yang kita ketahui bahwa hampir seluruh bahan dan atau produk pangan sebelum
dapat sampai ke masyarakat (konsumen) atau rumah tangga, semua bahan dan atau produk
pangan tersebut selalu melalui pasar baik bahan atau produk pangan tersebut berasal dari petani
maupun industri pengolahan makanan baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu,
pasar dan perdagangan juga erat kaitannya dengan ketersediaan pangan baik pada tingkat lokal
dan regional, sehingga infrastruktur pasar dan proses distribusi harus diperhatikan untuk
mendukung terwujudnya ketersediaan pangan di suatu daerah. Selanjutnya, yang perlu
diperhatikan juga yaitu stok pangan, baik yang ada pada pedagang maupun yang menjadi
cadangan pemerintah, dimana cadangan pemerintah yang dimaksud adalah persediaan pangan
yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah. Yang terakhir yaitu proses transfer pangan dari
pemerintah dan atau lembaga yang juga membantu mendukung dalam ketersediaan pangan.
Dalam pelaksanaannya, produksi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pada
nantinya akan berdampak pada ketersediaan pangan, seperti luas lahan, produktivitas, dan
perubahan iklim.
a. Luas Lahan
Luas lahan pertanian di Indonesia mengalami fluktuasi pada beberapa tahun terakhir.
Hal tersebut dapat dilihat dari luas lahan sawah di Indonesia mengalami penurunan pada tahun
2003 hingga tahun 2006, setelah itu mengalami peningkatan hingga tahun 2013, namun
mengalami penurunan kembali pada tahun 2014 dan tahun 2015. Luas lahan sawah di
Indonesia tahun 2003-2015 ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas lahan sawah di Indonesia
Tahun Luas Lahan Sawah (Hektar)
2003 7.876.565
2004 7.844.292
2005 7.743.764
2006 7.791.290
2007 7.855.941
2008 7.991.464
2009 8.086.327
2010 8.002.552
2011 8.095.962
2012 8.127.264
2013 8.128.499
2014 8.111.593
2015 8.087.393
Sumber: BPS (2015)

b. Produktivitas
Untuk mengukur kinerja produktivitas pangan, pemerintah menggunakan beberapa
komoditas pangan sebagai indikator kinerja di RKP (Rencana Kinerja Pemerintah) atau
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Terdapat beberapa komoditas
yang digunakan pemerintah sebagai indikator di RPJMN 2015-2019 yaitu komoditas beras,
jagung, kedelai, gula, garam, perikanan, dan daging sapi. Sebagian besar komoditas tersebut
mengalami penurunan produksi yang mengakibatkan tidak tercapainya target swasembada
pangan. Pencapaian swasembada pangan diukur dari pertumbuhan produksi beberapa
komoditas tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Pada tahun
2010-2014 hasil produksi tanaman pangan tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi.
Produksi padi meningkat dari 66,5 juta ton gabah kering giling (GKG) tahun 2010
menjadi 75,3 juta ton GKG pada tahun 2015, terjadi peningkatan rata-rata 2,7% setiap
tahunnya, walaupun masih berada di bawah target yaitu sebesar 3,2% per tahun (target 2010-
2014, target 2015-2019 adalah 3% per tahun). Mengingat produksi GKG menjadi target utama
dari swasembada pangan nasional karena beras merupakan bahan makanan pokok masyarakat
Indonesia. Untuk mengetahui lebih detail jumlah produksi, pertumbuhan dan produktivitas dari
komoditas beras dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Produksi komoditas padi tahun 2010-2015
Tahun Luas Panen Penambahan/ Produksi Peningkatan/ Produktivitas
(Ha) Pengurangan (ton) Penurunan (Ku/Ha)
Lahan (%) Produksi (%)

2010 13.253.450 - 66.469.394 - 50,15

2011 13.203.643 -0,38 65.756.904 -1,07 49,80

2012 13.445.524 1,83 69.056.126 5,02 51,36


2013 13.837.213 2,91 71.279.709 3,22 51,52

2014 13.768.319 -0,50 70.607.231 -0,94 51,28


2015 14.116.638 2,53 75.397.841 6,78 53,41
Sumber: Pusat Kajian Anggaran-Badan Keahlian DPR RI (2017)

Sentra produksi beras di Indonesia secara geografis dapat dilihat pada Gambar 4.1
yang meliputi pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Indonesia
timur.
5% 1%

7%
11%

53%
23%

Jawa Sumatera Sulawesi Kalimantan Nusa Tenggara Indonesia Timur (Maluku & Papua)

Gambar 4.1 Sentra produksi beras di Indonesia


c. Perubahan Iklim
Ada beberapa ancaman dalam proses produksi pangan yang dapat menimbulkan
kegagalan produksi pangan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut UU No. 18 Tahun
2012, faktor-faktor yang menjadi ancaman dalam produksi pangan antara lain: perubahan
iklim, serangan organisme pengganggu tumbuhan serta wabah penyakit hewan dan ikan,
bencana alam, bencana sosial, pencemaran lingkungan, degradasi sumber daya lahan dan air,
kompetisi pemanfaatan sumber daya produksi pangan, alih fungsi penggunaan lahan, dan
disinsentif ekonomi. Perubahan iklim merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap
produksi pangan, dimana apabila produksi pangan terganggu maka pasti akan berdampak pula
terhadap ketersediaan pangan.
Salah satu contoh yaitu terjadinya iklim ekstrim seperti fenomena El Nino/ Southern
Oscillation (ENSO) yang dapat mengganggu produksi pangan. Selain itu, peningkatan suhu
permukaan air laut diduga juga memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap curah hujan.
Peningkatan suhu sebesar 1⁰C saja diduga memengaruhi curah hujan di Maluku, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur bagian barat, dan sebagian besar Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Jawa Timur. Variabilitas curah hujan cenderung
merugikan pertanian berkelanjutan kecuali sistem penyimpanan air seperti waduk dan dam,
serta sistem irigasi yang telah diperbaiki. Tidak hanya itu, bencana alam seperti banjir juga
dapat memengaruhi produksi padi. Kekeringan yang terjadi juga mempunyai dampak negatif
terhadap produksi padi.
Kehilangan produksi padi karena banjir terjadi di Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara,
Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sulawesi Selatan; sedangkan kehilangan produksi
yang diakibatkan karena kekeringan paling banyak terjadi di Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain, deforestasi hutan juga mempunyai
dampak negatif yang cukup besar terhadap ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan
pangan Indonesia.

Impor Pangan
Definisi impor pangan berdasarkan UU No.18 Tahun 2012 yaitu kegiatan memasukkan
pangan ke dalam daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan
landas kontinen. Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri
tidak mencukupi dan atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri, dan impor pangan pokok
hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional
tidak mencukupi. Dengan kata lain, impor pangan dapat dilakukan apabila ketersediaan pangan
dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tanaman pangan memberikan rata-rata kontribusi impor tertinggi baik dari volume
maupun nilai. Apabila dilihat dari sisi volume impor, rata-rata kontribusi masing-masing
subsektor tahun 2011 hingga 2015 ditunjukkan pada Gambar 4.2 yaitu berturut-turut sebesar
71,1% untuk tanaman pangan; 16,8% untuk perkebunan; 6,81% untuk hortikultura; dan 5,29%
untuk peternakan. Apabila dilihat dari sisi nilai impor, rata-rata kontribusi masing-masing
subsektor pada periode yang sama yaitu sebesar 44,5% untuk tanaman pangan; 27,8% untuk
perkebunan; 18,3% untuk peternakan; dan 9,3% untuk hortikultura.
5,29%
6,81%

16,80%

71,10%

Tanaman Pangan Perkebunan Hortikultura Peternakan

Gambar 4.2 Rata-rata kontribusi komoditas impor dari sisi volume

Peran Hutan Terhadap Ketahanan Pangan


Hutan dan pohon yang ada di luar dan sekeliling hutan merupakan bagian dari dimensi
ketersedian dalam ketahanan pangan dengan menyediakan makanan liar, pakan ternak, dan
layanan ekosistem. Menurut (FAO, 2014), konsumsi pangan dari hutan jumlahnya kurang dari
0,6% dari konsumsi pangan global. Rendahnya nilai tersebut menyumbang sebagian
pemenuhan atau ketersediaan pangan dan menutupi pentingnya pangan dari hutan pada
komunitas tertentu di dunia yang bergantung pada makanan hutan. Hutan dan pohon
menyediakan jumlah yang signifikan salah satunya untuk pakan ternak. Sebagai contoh,
diperkirakan terdapat 75% spesies pohon di Afrika tropis digunakan sebagai ketersediaan
domestik ternak seperti domba, kambing, sapi, unta, dan keledai (FAO, 1991).
Terdapat dua kontribusi pakan ternak untuk ketahanan pangan dan gizi, yaitu:
a. Ternak adalah sumber daging dan susu, hewan juga dapat digunakan untuk cadangan
tenaga dan pupuk untuk meningkatkan produktivitas pertanian; dan
b. Pohon dalam sistem peternakan juga memberikan keteduhan pada hewan, contohnya
pada lahan kering.
Berbagai layanan ekosistem hutan, termasuk layanan hidrologis, penyerbukan,
pengendalian hama biologis, regulasi iklim, siklus hara, dan pembentukan tanah dapat
mendukung dan meningkatkan hasil pertanian. Misalnya pohon dalam agrofirestri
meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperbaiki nitrogen, menaungi tanaman yang
peka terhadap panas, berkontribusi terhadap integritas tanah dan berfungsi sebagai penahan
angin. Terdapat sekitar 40% lahan pertanian global mempunyai tutupan pohon lebih dari 10%
dan dapat dianggap agroforestri (Zomer, et al., 2009).
Secara global, jumlah produk hutan non kayu yang dapat dimakan yaitu sebesar 16,5
kkal/orang/hari. Sekitar 50% dari total produksi tanaman berasal dari ekosistem gunung dan
hutan, termasuk semua tanaman pohon, sedangkan tanaman ditanam di tempat terbuka,
garapan tanah datar hanya 13% dari produksi tahunan tanaman global (FAO, 2014).

A. Rangkuman
Ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan ketahanan
pangan, yang meliputi kegiatan produksi dalam negeri dan impor bahan pangan. Ketersediaan
pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan
pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan
pangan, gangguan pasokan, dan harga, serta keadaan darurat.
Pilar ketersediaan diartikan juga bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman untuk dikonsumsi.
Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: produksi pangan, perdagangan,
stok, dan transfer pangan. Produksi pangan adalah suatu kegiatan atau proses menghasilkan,
menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau
mengubah bentuk pangan. Impor pangan adalah kegiatan memasukkan pangan ke dalam
daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang
udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen.
Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak
mencukupi dan atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri, dan impor pangan pokok hanya
dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak
mencukupi.

B. Soal Latihan
1. Bagaimana menjamin pangan yang aman dari cemaran fisik, kimia dan biologi ?
2. Jelaskan pengaruh pemanfaatan pangan pada terwujudnya ketahanan pangan?
3. Konsumsi pangan seperti apa yang dapat dikatakan memiliki keanekaragaman ? serta
berikan contohnya!
4. Pada ketahanan pangan, apa yang menyebabkan kecukupan gizi kurang pada sebagian
masyarakat Indonesia?
5. Jelaskan secara spesifik peran hutan dalam mewujudkan ketersediaan pangan!
Daftar Pustaka
Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Undang-undang Repubilik Indonesia Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan.
World Food Programme. 2009. Emergency Food Security Assessment Handbook, 2nd edition.
Roma. https://documents.wfp.org/. Diakses 26 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai