Bab i
Pendahuluan
Perekonomian saat ini dirasa akan meningkat menurut beberapa kalangan. Salah
satu penopang utamanya dari permintaan domestik yang kuat baik itu dari konsumsi
maupun investasi yang tetap kuat. Bank Indonesia pun memperkirakan perekonomian
nasional pada triwulan ke II di tahun 2012 masih akan mencapai kisaran 6,3 – 6,7 persen.
Meski demikian, inflasi tinggi masih akan menjadi tantangan serius di tahun ini.
Transaksi berjalan di triwulan II-2012 juga masih akan surplus, meski cenderung
menurun. Transaksi modal dan financial juga akan surplus. Masih kuatnya impor di
tengah melambatnya ekspor menyebabkan transaksi berjalan diprakirakan masih
mengalami defisit meskipun dengan tingkat yang lebih rendah.
Kinerja neraca pembayaran Indonesia sepanjang tahun ini akan ditopang oleh
cadangan devisa yang cukup kuat. Sampai akhir Mei 2012, cadangan devisa Indonesia
mencapai USD 111,5 miliar, atau cukup untuk 6,2 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah. Dan jumlah tersebut cukup untuk membiayai 6,4 bulan impor.
Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi terkait dengan
faktor eksternal. Pada bulan Mei 2012, Rupiah melemah 2,23 persen menjadi Rp. 9.400
perdolar AS.
BAB II
ANALISIS MASALAH DAN SOLUSI
a. Analisis masalah
Semua masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat ini adalah efek dari
pemburukan ekonomi global akibat dari krisis yang yang terjadi di Eropa dan kondisi
perekonomian Amerika Serikat yang masih sangat rentan jatuh terpuruk lagi. Karena baik
secara langsung maupun tidak langsung hal ini sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara lain. Contohnya seperti yang terjadi di Cina dan India
yang pertumbuhan ekonominya mulai melambat. Dan bila hal ini tidak cepat-cepat di
selesaikan, lambat laun Indonesia pun akan mengalami hal yang serupa.
Perlambatan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat membuat permintaan dari dua
kawasan itu menurun. Data BPS menyebut, ekspor Indonesia ke Uni Eropa menurun
USD543 juta dari USD1,94 miliar pada Agustus menjadi USD1,39 miliar pada September.
Adapun ekspor ke Amerika Serikat turun USD200 juta dari USD1,38 miliar pada Agustus
menjadi USD1,18 miliar pada September 2011
Selama Indonesia belum memiliki pasar baru sebagai pasar alternatif antisipasi
krisis Eropa dan AS, penurunan ekspor akan terus terjadi. Pemerintah memiliki waktu dua
bulan tahun ini untuk segera mencari pasar alternatif ekspor, semisal Afrika atau Timur
Tengah yang digadang-gadang menjadi target tujuan ekspor Indonesia baru.
Selain defisit nilai ekspor terhadap impor, inflasi juga merupakan masalah yang
cukup berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Kurang nya pengendalian terhadap
faktor-faktor penyebab inflasi akan terus mengakibatkan terus melemahnya nilai rupiah
terhadap dolar AS. Pada Mei 2012 saja, nilai rupiah melemah hingga 2,23 persen menjadi
Rp. 9.400 per dolar AS. Bila ini terus terjadi, maka masalah-masalah lain yang
diakibatkan inflasi akan bermunculan seperti, pengangguran, tingginya harga barang-
barang pokok, banyaknya pengusaha yang gulung tikar dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
Mei 2012 4.45 %
April 2012 4.50 %
Maret 2012 3.97 %
Februari 2012 3.56 %
Januari 2012 3.65 %
Desember 2011 3.79 %
November 2011 4.15 %
Oktober 2011 4.42 %
September 2011 4.61 %
Agustus 2011 4.79 %
Juli 2011 4.61 %
Juni 2011 5.54 %
Mei 2011 5.98 %
April 2011 6.16 %
Maret 2011 6.65 %
Februari 2011 6.84 %
Januari 2011 7.02 %
Desember 2010 6.96 %
November 2010 6.33 %
Oktober 2010 5.67 %
Dari tabel di atas, kita dapat mengartikan sendiri bahwa tingkat inflasi pada tahun
2012 lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Hal ini lah yang menjadi PR bagi pemerintahan
kita saat ini.
b. Solusi masalah
Dalam mengatasi masalah menurunya nilai ekspor, salah satu langkah yang bisa
diambil oleh pemerintah adalah dengan reorientasi pasar ekspor ke Asia (terutama
China), Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika. Dalam jangka menengah, reorientasi
ekspor akan mampu mendongkrak ekspor yang sempat menurun akibat krisis. Dalam
jangka panjang, reorientasi ekspor akan bisa memperluas pasar ekspor Indonesia dengan
menciptakan target-target pasar yang baru.
Selain itu, reorientasi pasar perlu juga ditujukan ke dalam negeri, dalam artian
memanfaatkan pasar domestik untuk menampung produk yang mengalami penurunan
ekspor. Hal ini tentunya perlu diimbangi dengan kualitas produk yang tinggi agar mampu
bersaing dengan produk-produk impor, agar masyarakat Indonesia juga turut menikmati
produk dalam negeri yang memiliki kualitas lebih baik.
Langkah lain yang bisa diambil oleh pemerintah adalah dengan diversifikasi
komoditas, mengingat penyebab utama penurunan kinerja ekspor Indonesia pada akhir
tahun 2011 bukan terletak pada berkurangnya volume ekspor melainkan akibat turunnya
harga komoditas. Pada bulan Oktober 2011 misalnya, Indonesia berhasil mengekspor
52,55 miliar kg dibandingkan bulan September yang hanya 49,67 miliar kg. Namun,
jumlah itu tidak diimbangi dengan nilai ekspor yang malah menurun dari USD 17,54 miliar
pada bulan September menjadi USD 16,95 miliar pada bulan Oktober. Maka dari itu, para
eksportir harus pandai-pandai memilih komoditas apa saja yang permintaannya masih
tinggi sehingga harga komoditas itu tidak menurun drastis. Dengan demikian, apabila
Indonesia mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada dengan baik, tentunya
perekonomian Indonesia akan mampu bertahan dan tetap berkembang di tengah
goncangan krisis global.
• Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah
uang yang beredar dapat dikurangi.
• Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar
modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga
bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah
uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.
• Peningkatan cash ratio: Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank
sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat
menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
BAB III
KESIMPULAN
Dari analisis masalah tersebut dapat kita simpulkan, ada dua masalah utama yang
saat ini menghantui Negara kita. Yang pertama adalah nilai ekspor kita menurun dari
tahun sebelumnya, sedangkan nilai impor tetap terjaga. Sehingga terjadi defisit, karena
nilai ekspor lebih rendah dari nilai impor. Yang kedua adalah inflasi yang cukup tinggi,
yang menimbulkan lebih banyak masalah seperti pengangguran, mahalnya harga barang
pokok, turunnya nilai produksi suatu perusahaan yang akan mengakibatkan perusahaan-
perusahaan gulung tikar.
Dua masalah utama itu sama-sama berasal dari satu masalah global yang
mungkin berpengaruh juga pada negara lain, yaitu “Krisis Ekonomi Global”. Krisis global
ini akibat dari krisis yang dialami oleh Negara-negara di Eropa dan kondisi perekonomian
AS yang belum stabil.
Dua masalah tadi lambat laun akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia bila tidak cepat-cepat ditanggulangi.
Untuk masalah ekspor, solusinya adalah dengan mencari target ekspor baru.
Selain untuk mendongkrak nilai ekspor, Indonesia juga bisa memperluas cangkupan
ekspor yang berarti barang-barang Indonesia lebih banyak dikenal warga dunia. Selain
itu, upaya lain seperti memasarkan produk ekspor ke dalam negeri sendiri juga dapat
dilakukan, hal ini selain dapat mengurangi tingkat impor karena tergantung pada barang
luar negri, masyarakat bisa menikmati produk asli Negara sendiri.