Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN PENDAPATAN

NASIONAL INDONESIA 5 TAHUN


TERAKHIR
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi; potensi yang
mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia - negara dengan ekonomi paling besar di
Asia Tenggara - sering disebut sebagai calon layak untuk menjadi salah satu anggota negara-
negara BRIC (Brasilia, Rusia, India dan Cina) karena ekonominya dengan cepat
menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang sama dengan anggota lain tersebut.
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% pada 2014 dan merupakan pertumbuhan
ekonomi paling lambat dalam lima tahun, Menurut Badan Pusat Statistik Angka itu
turun jika dibandingkan dengan 5,78% pada 2013 dan merupakan tingkat terlemah
sejak 2009 yang merupakan puncak dari krisis finansial global.
Perekonomian Indonesia melambat dalam beberapa tahun terakhir seiring
dengan menurunnya harga-harga ekspor komoditi utama, akibat melemahnya
tuntutan dari Cina dan pasar-pasar utama lainnya.
Ekspor tidak banyak berubah pada 2014, sedangkan ketidakpastian politik
juga membuat investasi asing menahan diri karena banyak perusahaan yang ingin
melihat hasil pemilihan presiden.

Berikut Penjelasan tentang keadaan perekonomian 5 tahun terakhir dimulai dari tahun
2011
Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang kuat di
tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada kinerja pertumbuhan
yang bahkan lebih baik dan kestabilan makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia mencapai 6,5%, angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, disertai
dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah sebesar 3,79%. Peningkatan kinerja
tersebut disertai dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang tercermin dari tingginya peran
investasi dan ekspor sebagai sumber pertumbuhan, penurunan tingkat pengangguran dan
kemiskinan, serta pemerataan pertumbuhan ekonomi antardaerah yang semakin membaik.
Prospek ekonomi Indonesia tahun 2012 diprakirakan masih tetap kuat, meskipun
risiko yang berasal dari pelemahan ekonomi global masih tinggi. Perekonomian nasional
pada tahun 2012 diprakirakan tumbuh 6,3% - 6,7% dan infl asi diprakirakan dapat berada di
kisaran sasaran 4,5% ± 1%. Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari perekonomian
domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Pasar domestik yang besar,
terjaganya stabilitas makroekonomi, suku bunga yang rendah, perbaikan iklim investasi, dan
status investment grade merupakan faktor pendorong tingginya pertumbuhan investasi ke
depan. Sejalan dengan itu, arus modal masuk FDI diperkirakan akan meningkat lebih tinggi
sehingga surplus NPI akan tetap besar. Kondisi ini mendukung tercapainya stabilitas nilai
tukar rupiah dalam menghadapi risiko tingginya gejolak arus modal. Meskipun demikian,
risiko pelemahan ekonomi global dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
cenderung ke batas bawah kisaran prakiraan apabila tidak ditempuh langkah-langkah
stimulus baik dari sisi moneter maupun fiskal. Sementara itu, rencana kebijakan Pemerintah
terkait dengan BBM bersubsidi dan komoditas strategis lainnya dapat memberikan tekanan
ke atas terhadap perkembangan inflasi kedepan.

Tahun 2012
Untuk menghadapi tahun 2012 ini Presiden instruksikan jajaran pemerintah
untuk menjaga sektor riil di tengah situasi krisis global dan melemahnya volume
ekspor Indonesia ke luar negeri. Sektor riil dikatakan dapat menjadi penopang
utama perekonomian Indonesia. Sektor riil yang bagus mencegah dampak
pemutusan hubungan kerja. Belanja modal dan belanja barang pada tahun anggaran
2011 harus lebih dioptimalkan, belanja pemerintah dapat turut membuat
perekonomian di Indonesia berjalan.Saat ini, realisasi belanja pemerintah hingga 30
November ini mencapai 71 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan akan melaju pada
kisaran 6,3 persen – 6,7 persen. Namun bila tiga penyakit bangsa bisa diatasi seperti
korupsi, inefisiensi birokrasi dan soal infrastruktur, pertumbuhan ekonomi
Indonesia bisa lebih tinggi lagi,” kata Ketua Komite Ekonomi Indonesia (KEN)
Chairul Tanjung.
Selama ini pertumbuhan ekonomi nasional banyak ditopang oleh hasil sumber daya
alam dan konsumsi domestik. Sementara pembangunan infrastruktur di Indonesia
masih jauh tertinggal.
Sebelum mengatakan perekonomian Indonesia akan cerah pada tahun 2012
pemerintah sebaiknya melihat kembali bagaimana kinerja mereka. Misalnya dalam hal
kemiskinan absolut turun (tapi jumlah penduduk miskin dan hampir miskin bertambah),
pengganguran menurun namun proporsi pekerja sektor informal terus bertambah, dan
ketimpangan pendapatan semakin menganga (Pada 2010 ratio mencapai 0,38, rekor tertinggi
dalam periode modernisasi ekonomi Indonesia).
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa ekonomi kita sekarang ini sudah menuju
modernisasi, sebenarnya dalam banyak hal ekonomi nasional masih primitif. Kegiatan
ekonomi (ekspor misalnya) banyak bertumpu pada komoditas bahan mentah sehingga tidak
hanya kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah, tetapi juga kesulitan menciptakan
lapangan kerja. Kasus kelapa sawit misalnya kurang lebih hanya diolah untuk membuat 40
jenis komoditas olahan. Padahal, Malaysia sudah mencapai seratus jenis. Itu juga terjadi pada
kasus di subsektor perikanan, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan lain sebagainya.
Tahun 2013
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus turun. Setelah mencapai pertumbuhan ekonomi
6,5 persen pada 2011, dan 6,23 persen pada 2012, pertumbuhan ekonomi 2013 berada
dibawah 6 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013
sebesar hanya 5,78 persen. Angka tersebut turun dibandingkan sepanjang 2013 sebesar 6,23
persen.

Kepala BPS Suryamin memaparkan, pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2013 sebesar 5,72
persen, atau mengalami penurunan 1,42 persen dibanding kuartal III-2013. "Triwulan empat
ini dari pengalaman selalu lebih rendah dibanding triwulan tiga setiap tahunnya," kata
Suryamin, di Kantor BPS, Rabu (5/2/2014).

Kendati mengalami penurunan, Suryamin mengatakan ekspor pada triwulan IV-2013


menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini disebabkan negara-negara yang tadinya
terdampak krisis global seperti China dan Amerika Serikat mulai pulih. Bakan pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat yang tadinya diprediksikan hanya 1,6 persen, realisasinya 1,9
persen.
pertumbuhan terjadi di semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,19 persen, dengan nilai Rp 292,4 triliun. Berturut-
turut disusul sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan dengan pertumbuhan 7,56
persen, dengan nilai Rp 272,1 triliun.  Sektor ketiga yang mengalami pertumbuhan signifikan
adalah konstruksi, di mana mencatat pertumbuhan 6,57 persen dengan nilai Rp 182,1 triliun. 
Sementara itu pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian tercatat paling kecil sebesar
1,34 persen dengan nilai Rp 195,7 triliun.
Tahun 2014
Tahun 2014 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Kondisi
ekonomi global tidak secerah prakiraan semula. Pemulihan memang terus berlangsung di
berbagai ekonomi utama dunia, namun dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan harapan
dan tidak merata. Harga komoditas dunia pun terus melemah karena permintaan belum cukup
kuat, khususnya dari Tiongkok. Di sektor keuangan, ketidakpastian kebijakan the Fed telah
meningkatkan kerentanan dan volatilitas di pasar keuangan dunia. Sebagai negara
berkembang (emerging market), kita turut merasakan adanya pergeseran arus modal asing
keluar dari Indonesia. Selain itu, kita juga dapat mengamati adanya divergensi kebijakan
moneter di negara-negara maju. Berbeda dengan the Fed yang berencana melakukan
normalisasi kebijakan moneternya, bank sentral Jepang dan Eropa masih perlu menempuh
kebijakan moneter yang sangat akomodatif.
 Perekonomian Indonesia tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 10 542,7 triliun dan PDB perkapita mencapai
Rp41,8 juta atau US$3,531.5.

 Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,02 persen melambat dibanding tahun 2013
sebesar 5,58 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha
Informasi dan Komunikasi sebesar 10,02 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga
(LNPRT) sebesar 12,43 persen.

 Ekonomi Indonesia triwulan IV-2014 bila dibandingkan triwulan IV-2013 (y-on-y)


tumbuh sebesar 5,01 persen melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,61 persen.

 Ekonomi Indonesia triwulan IV-2014 mengalami kontraksi 2,06 persen bila


dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q). Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh efek
musiman pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang kontraksi 22,44
persen. Dari sisi pengeluaran disebabkan oleh penurunan Ekspor neto.

 Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 didorong oleh aktivitas
perekonomian di Pulau Jawa yang tumbuh 5,59 persen dan Pulau Sumatera sebesar 4,66
persen.
Perekonomian Indonesia tahun 2014 diprakirakan tumbuh sebesar 5,1%, melambat
dibandingkan dengan 5,8% pada tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut
terutama dipengaruhi oleh ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan dan harga
komoditas global, serta adanya kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah. Meskipun
ekspor secara keseluruhan menurun, ekspor manufaktur cenderung membaik sejalan dengan
berlanjutnya pemulihan AS. Dari sisi permintaan domestik, perlambatan tersebut didorong
oleh terbatasnya konsumsi pemerintah seiring dengan program penghematan anggaran.

Tahun 2015
Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia bergerak lebih lambat pada tahun 2014,
terlihat optimisme bahwa pertumbuhan tersebut akan rebound pada tahun 2015 meskipun
kondisi ekonomi global belum kondusif (dan membatasi kinerja ekspor Indonesia) serta
lingkungan suku bunga Indonesia yang masih tinggi.
Di dalam APBN-P Tahun 2015, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan PDB
5.7 persen (t/t) meningkat dari pertumbuhan angka 5.02 persen yang tercatat pada tahun
2014. Presiden Indonesia Joko Widodo, yang resmi mulai menjabat pada bulan October
2014, optimis bahwa target ambisius ini dapat dicapai walaupun lembaga internasional
seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan
PDB Indonesia masing-masing pada angka 5.2 persen dan 5.0 persen, pada tahun 2015.
Kedua institusi tersebut menilai rendah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 akibat
dampak negatif perekonomian global yang menyebabkan pembiayaan eksternal yang lebih
ketat dan dapat menimbulkan suku bunga nasional yang tinggi, sehingga menambah tekanan
terhadap bank, perusahaan lokal dan rumah tangga untuk menyelesaikan utang, sekaligus
menghambat kemampuan untuk berinvestasi atau belanja. Sementara itu, Bank Indonesia
memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran 5.4 - 5.8
persen tahun ini.
         Pada pertengahan Januari lalu, Bank Indonesia menetapkan untuk mempertahankan BI
Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility
masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%. Kemudikan dilakukan evaluasi
menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi Indonesia di 2014 dan prospek ekonomi 2015
dan 2016 yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk
mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4±1% pada 2015 dan 2016, dan mendukung
pengendalian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
         Mengacu pada evaluasi terhadap perekonomian di tahun lalu, di tahun ini Bank Indonesia
memperkirakan  perekonomian Indonesia semakin baik, dengan pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, ditopang oleh perbaikan
ekonomi global dan semakin kuatnya reformasi struktural dalam memperkuat fundamental
ekonomi nasional.
Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi, yaitu tumbuh
pada kisaran 5,4-5,8%. Berbeda dengan 2014, di samping tetap kuatnya konsumsi rumah
tangga, tingginya pertumbuhan ekonomi di 2015 juga akan didukung oleh ekspansi konsumsi
dan investasi pemerintah sejalan dengan peningkatan kapasitas fiskal untuk mendukung
kegiatan ekonomi produktif, termasuk pembangunan infrastruktur.
Dari Segi Properti
Dan tidak kalah seksinya jika membahas perkembangan ekonomi dari segi properti, seperti
psatnya pertumbuhan pusat perbelanjaan di JABODETABEK dan beberapa kota besar seperti
Bandung dan Surabaya. Berdasarkan riset Boston Consulting Group, Indonesia saat ini
memiliki 45 juta orang yang tergolong dalam kelas menengah yang memiliki kebiasaan
membelanjakan uangnya di luar kebutuhan utama, hal inilah yang memicu pertumbuhan
pusat perbelanjaan tersebut. Namun tidak berhenti di pertumbuhan pusat perbelanjaan saja.
Pertumbuhan positif pun diperkirakan akan dialami semua bagian sektor seperti apartemen,
perkantoran komersial, hotel, maupun kawasan industri.
Dari Segi Industri Petrokimia
Industri petrokimia di Indonesia masih dalam tahap berkembang. Konsumsi per kapita saat
ini rendah dibandingkan dengan Negara lainnya di ASEAN. Meskipun permintaan yang
rendah, namun tingkat pertumbuhan yang terjadi tergolong sehat pada 5 – 8% per tahun yang
diperkirakan akan maju.
Dari Segi Gas Alam
Indonesia memproduksi sekitar 3 triliun kubik gas alam setiap tahunnya dan itu mengalami
pertumbuhan baik sekitar 2,5 – 3,0% setiap tahunnya. Gas alam menyumbang 25% dari
pasokan energy dalam negeri. Indonesia sendiri merupakan salah satu eksportir terbesar gas
alam cair di dunia. Permintaan domestik untuk gas alam diperkirakan akan lebih besar dari
pasokan domestic di tahun-tahun mendatang karena produsen gas dapat menuntut harga yang
lebih tinggi di pasar internasional.

Tahun 2016
Pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal semakin membaik pada 2016 karena berbagai
kebijakan Bank Indonesia yang lebih akomodatif ketimbang dua tahun sebelumnya, kata
Kepala Ekonom Bank Nasional Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto.
"Kebijakan Bank Indonesia lebih akomodatif dan ruang penyesuaian BI rate terbuka walau
tetap menjaga kehati-hatian di tengah tingginya ketidakpastian global dalam jangka pendek,"
katanya dalam Diskusi "Potensi dan Tantangan Infrastruktur untuk Pertumbuhan Ekonomi"
di Jakarta, Jumat (15/1) malam.
Hal itu, ujarnya, terlihat dari keputusan BI untuk menurunkan BI rate 25 basis poin menjadi
7,25 persen, berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur BI pada 13-14 Januari 2016.
Ia optimistis kebijakan yang disambut positif oleh pasar itu pun akan dilakukan dua sampai
tiga kali lagi pada 2016 juga sebesar 25 poin. "Pengumuman itu dikeluarkan hanya sekitar
dua jam setelah pengeboman di kawasan Sarinah yang hanya beberapa ratus meter dari
Gedung BI. Ini menunjukkan BI memang akan menurunkan BI rate apapun yang terjadi,"
kata dia.
Penurunan suku bunga itu sejalan dengan keputusan Bank Indonesia yang menyatakan akan
menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, berbagai paket kebijakan
ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah sejak 2015 juga diperkirakan membawa dampak
bagus bagi perekonomian.
Kebijakan-kebijakan yang mempermudah investasi dan mempercepat pembangunan
infrastruktur di daerah-daerah dinila Ryan sebagai bentuk keseriusan pemerintahan akibat
pertumbuhan ekonomi pada 2015 hingga tiga kuartal berkisar 4,7 persen, menurun
dibandingkan dengan pada 2014 yang rata-rat menyentuh lima persen.
"Namun kami yakin nilai kuartal keempat, yang belum diumumkan BPS, nilainya bisa 4,8
sampai 4,85 persen. Syukur-syukur bisa sampai lima persen," ujar dia.
Harapan
Harapannya semoga perekonomian diindonesia ditahun ini yaitu harus lebih baik dari tahun-
tahun sebelumnya. Pemerintah harus mampu memecahkan permasalahan tentang
perekonommian yang sedan terjadi diindonesia dengan tujuan untuk menuju pada kehidupan
bangsa yang lebih baik lagi. Ada 2 permasalahan yang sudah tidak asing lagi contohnya
kemiskinan dan pengangguran, agar rakyat mamu eanfaatkan potensi yang dimilik oleh
negara. Jangan biarkan bangsa ini hidup di dalam kesulitan yang berlarut, prinsipnya adalah
membangun sebuah bangsa untuk masa mendatang. Dan berharap semogga perekonomian
diindonesia lebih makmur dan sejahtera lagi karena jika perekonomian bangsa indonesia ini
baik maka akan terjadi kesetaraan perekonomian yang lebih baik pula, karena indonesia
memerlukan perekonomian yang kuat untuk bisa bersaing dari negara negara lain di tengah
arus  globalisasi.

Anda mungkin juga menyukai