Anda di halaman 1dari 4

Focke-Wulf FW 200 Condor,

Dari Pesawat Penumpang Trans-Atlantik Menjadi Pesawat Pemburu Kapal


Musuh
Ditulis oleh : Ridwan Harry Sungguh untuk Airportman.id

Penerbangan perdana trans-continental prototipe Focke-Wulf FW-200 Berlin – New York City yang
ditempuh dalam waktu 23 jam non-stop (sumber: https://www.airvectors.net/avfw200.html)

Sejak kalah dalam Perang Dunia I tahun 1918, Jerman diharuskan untuk menandatangangi perjanjian
Versailles. Dalam perjanjian tersebut Jerman harus menyerahkan semua peralatan perangnya untuk
dibagi-bagikan kepada Negara Sekutu pemenang perang dan membayar sejumlah denda yang
menyebabkan hyperinflasi di negara tersebut. Angkatan perang Jerman juga dilarang memiliki
pesawat tempur, bomber, kapal perang untuk menghindari keinginan Jerman untuk berperang
kembali.

Namun Jerman tidak begitu saja menyerah, angkatan perang mereka tetap dipersiapkan secara diam-
diam. Program pengembangan teknologi untuk militer disamarkan dalam program pengembangan
transportasi sipil. Beberapa diantaranya adalah pengembangan pesawat penumpang komersial
Heinkel He-111 dan Focke-Wulf FW-200 Condor. Heinkel He-111 dirancang sebagai pesawat
penumpang dengan jarang terbang menengah sedangkan Focke-Wulf FW-200 Condor didesain
sebagai pesawat penumpang jarak jauh. Namun sebenarnya ini hanya siasat dari Jerman untuk
menyembunyikan pengembangan militernya. Terbukti ketika Perang Dunia 2 pecah pada tahun 1939,
kedua pesawat ini dengan cepat dikonversi menjadi senjata mematikan. Seperti serigala berbulu
domba, FW-200 condor yang awalnya sebagai pesawat komersial untuk penerbangan trans-atlantik
berubah menjadi pesawat pemburu kapal musuh (anti shipping attack role), pesawat intai maritim
(maritime reconnaissance), bomber jarak jauh, transport militer dan fungsi militer lainnya.
Sejarah pengembangan FW-200 berawal dari keinginan negara-negara di Eropa untuk dapat terbang
menuju Amerika dengan menyeberangi Samudera Atlantik. Pada awal 1930-an sudah ada pesawat
amphibi (flying boat) yang melayani rute tersebut namun dianggap kurang aman karena pesawat
harus refuelling di tengah Samudera Atlantik yang terkenal ganas. Pada tahun 1936 beberapa airlines
di Eropa mengajukan pengadaan pesawat yang memiliki kemampuan terbang trans-atlantik. Salah
satunya adalah maskapai asal Jerman yaitu Deutsche Lufthansa. Bak gayung bersambut pabrikan
Focke-Wulf yang dipimpin oleh Kurt Tank mengajukan desain FW-200 Condor yang prototipenya
terbang perdana dua tahun kemudian. Mengambil rute Berlin-New York selama 20 jam terbang, FW-
200 memecahkan rekor menjadi pesawat penumpang pertama yang terbang non-stop melintasi
Samudera Atlantik sejauh 6.400 km pada Agustus 1938. Produksi massal pesawat ini langsung dimulai
pada tahun itu juga.

Focke-Wulf FW 200 diberi nickname “condor” atau burung pemangsa bersayap lebar karena pesawat
ini memiliki bentang sayap yang sangat lebar dibandingkan pesawat lain saat itu. FW-200 memiliki
wingspan mencapai 32,8 meter dengan panjang fuselage 23,46 meter. Sayap yang lebar ini berguna
untuk menempuh perjalanan jauh melintasi rute trans-continental dan menjadi tempat nangkring
empat mesin BMW-Bramo 323R-2 dengan daya mesin 850. Hp tiap mesinnya. FW-200 memiliki
kapasitas hingga 26 penumpang.

Maskapai lain yang mengoperasikan FW-200 selain Lufthansa adalah Danish Airlines. Pabrikan Focke-
Wulf juga memproduksi FW-200 untuk pesawat VIP Diktator Jerman, Adolf Hitler yang diberi nama
Immelman III. Namun penerbangan trans-atlantik ini belum dapat direalisasikan karena keburu
Jerman memulai Perang Dunia 2. FW-200 yang sudah terlanjur dioperasikan oleh Lufthansa kemudian
dialihkan untuk Luftwaffe, Angkatan Udara Jerman.

FW-200 yang ditransfer ke Luftwaffe memiliki beberapa improvisasi untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan operasi militer. Beberapa modifikasi yang dilakukan antara lain perkuatan struktur
pesawat, perkuatan struktur landing gears, penambahan plat baja di tutup mesin (cowling engine),
pemasangan hardpoint untuk cantelan bom hingga seberat 1.000 kg, penambahan senjata untuk bela
diri seperti meriam canon MG kaliber 20mm di depan kokpit dan sebuah senapan mesin MG 15 kaliber
7,9 mm yang diletakkan di perut pesawat. Peningkatan ini kemudian diberi nama FW-200C-1.

Varian ini kemudian dikirim untuk memperkuat kampfgeschwader 40 (KG-40) yang berbasis di
Bordeaux-Meignac, Prancis pada pertengahan 1940. FW 200C-1 memulai aksinya dalam Battle of
Atlantic dengan menjalankan operasi pertempuran anti kapal (anti-shipping operations). Tugas yang
diemban kawanan burung condor ini adalah memotong jalur suplai pasukan sekutu dengan cara
menenggelamkan kapal perang dan kapal kargo milik sekutu di Samudera Atlantik. Wilayah operasi
pesawat ini terentang dari Bay of Biscay, Irlandia hingga Norwegia. Hanya dalam waktu dua bulan FW-
200 tercatat berhasil menenggelamkan sejumlah kapal dengan tonase total 90.000 ton dan puncaknya
mencapai 363.000 ton di Februari 1941 atau setara dengan 35 kapal kargo tipe liberty ships. Begitu
masifnya serangan dari FW-200 ini sampai-sampai Winston Churcill, Perdana Menteri Inggris
menjulukinya “Scourge of The Atlantic”
FW 200 varian C-1 dan awak pesawat bersiap memulai operasi maritim patrol bomber untuk mencegat konvoy
kapal milik sekutu. Perhatikan gambar kapal di sayap vertikal menandakan jumlah kapal yang berhasil
ditenggelamkan.
(Sumber:https://stridsminjar.is/images/Flugvelamyndir/Fock-Wulf_200_Condor/Focke-Wulf-Fw-200C-Condor-
12.KG40-F8BW-Edmund-Daser-Bordeaux-1940-02.jpg)

Dari hasil pengoperasian varian C-1 ini pabrikan Focke-Wulf dan Kementerian Perang Jerman
melakukan banyak evaluasi. Hasilnya FW-200 kembali mendapatkan modifikasi perkuatan struktur,
penambahan kapasitas senjata dan upgrade mesin untuk meningkatkan daya jelajah. Varian ini diberi
nama FW-200 C-2 dan C-3 yang mulai diproduksi pada tahun 1941 hingga 1942. Pada tahun 1943
pesawat ini kembali mendapatkan beberapa peningkatan salah satunya dalam hal kemampuan
deteksi target yaitu penambahan sebuah radar pendeteksi kapal FuG 200 Hohentwiel low-UHF-band
ASV radar. Varian ini dikenal dengan FW 200 C-4. Radar ini tergolong sangat maju di jamannya dan
berperan penting untuk menemukan konvoy kapal-kapal kargo sekutu yang bersembunyi di ganasnya
cuaca dan ombak Samudera Atlantik. Data lokasi dan jumlah kapal yang berhasil didapat kemudian
dikirimkan kepada kawanan U-boat (sebutan Jerman untuk kapal selam) yang telah menunggu di
kedalaman laut untuk mengepung dan menenggelamkan iring-iringan kapal malang ini.
FW 200 varian C-4 dengan beberapa ciri khas seperti penambahan radar FuG 200 Hohentweil
berbentuk tanduk rusa dan turret meriam di atas kokpit
(Sumber: https://www.militaryimages.net/media/focke-wulf-fw-200-condor-
1943.80378/full?d=1521509978)

Berakhirnya Perang Dunia 2 dengan kekalahan Jerman maka berakhir pula FW-200 varian militer ini.
Sebanyak 276 pesawat yang berhasil diproduksi periode 1938-1945 sebagian hancur dan sisanya yang
selamat kemudian dibagi-bagi ke negara pemenang perang. Beberapa menjadi platform
pengembangan (terutama yang memiliki radar FuG 200 Hohentweil) dan sebagian lainnya kembali
menjadi pesawat penumpang sipil. Focke-Wulf FW 200 dikenang sebagai pioner dalam hal pesawat
penumpang jarak jauh (long range airliner) berkemampuan lintas Atlantik dan juga sebagai pesawat
patroli, pengebom dan intai maritim yang menakutkan.

Anda mungkin juga menyukai