Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KE-1

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Nama Mata Kuliah : Auditing II


Kode Mata Kuliah : EKSI 4310
Jumlah sks : 3 (tiga)
Nama Pengembang : Eka Wirajuang Daurrohmah, S.E.I., M.Ak.
Status Pengembangan : Baru/Revisi*
Tahun Pengembangan : 2023
Edisi Ke- :

Sumber
Skor
No Tugas Tutorial Tugas
Maksimal
Tutorial
1 Terdapat dua macam pendekatan strategi audit awal 35 Buku
yaitu pendekatan substantif utama dan pendekatan Materi
risiko pengendalian tertaksir berlevel rendah. Pokok
Pemilihan strategi tersebut harus didasari pada alasan Modul 1
yang jelas. Namun demikian, keputusan penggunaan KB 2
salah satu strategi audit dapat berubah. Alasan apa
yang membuat dipilihnya pendekatan substantif utama
dan alasan apa yang membuat keputusan dipilihnya
pendekatan risiko pengendalian tertaksir berlevel
rendah sebagai strategi audit awal?
2 Uji substantif dilakukan dengan tujuan menilai 35 Buku
kewajaran asersi laporan keuangan yang signifikan Materi
dengan komponen risiko deteksi. Karakteristik Pokok
pengukuran pengujian uji substantif sendiri terletak Modul 2
pada kesalahan moneter pada transaksi dan saldo. Hal KB 1
ini berpengaruh pada pilihan audit dalam rancangan
uji substantif. Apa saja dasar yang digunakan oleh
auditor untuk mendapatkan dasar opini pada laporan
keuangan klien dalam uji substantif dan berikan
penjelasannya!
3 Penyampelan audit dapat diterapkan baik pada uji 30 Buku
pengendalian maupun uji substantif meskipun tidak Materi
dengan cara yang sama. Sebutkan langkah Pokok
penyampelan audit pada uji pengendalian dan pada uji Modul 3
substantif! KB 1 dan
KB 2
* coret yang tidak sesuai
Jawaban :
1. a. Pendekatan substantif utama merupakan pendekatan strategi audit awal yang mencari,
mendokumentasi kebijakan, dan prosedur yang terkait empat komponen pengendalian
internal, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi,
dan monitoring (mempertimbangkan rancangan dan implementasinya).
Alasan terpilihnya pendekatan substantif utama karena pendekatan ini membuat
penaksiran awal risiko pengendalian berdasarkan bukti yang diperoleh dari efektivitas
implementasi sehingga kita dapat mengetahui penyebab salah saji dan bagaimana salah
saji tersebut dapat dikontrol atau tidak dan dapat mengurangi risiko deteksi pada level
rendah.
b. Pendekatan risiko pengendalian tertaksir berlevel rendah adalah pendekatan strategi
audit awal yang mencari, mendokumentasi kebijakan dan prosedur yang terkait lima
komponen pengendalian internal, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko,
informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, dan monitoring (mempertimbangkan
rancangan dan implentasinya).
Alasan terpilihnya pendekatan risiko pengendalian tertaksir berlevel rendah karena klien
memiliki pengendalian internal yang efektif dan auditor merencanakan untuk menguji
pengendalian tersebut, mengurangi risiko pengendalian, serta mengubah karakteristik,
pemilihan waktu, atau luasan uji substantif. Serta pendekatan ini dipilih karena uji
substantif sendiri tidak cukup untuk mengurangi risiko audit ke level rendah.
2. Dasar yang digunakan oleh auditor untuk mendapatkan dasar opini pada laporan keuangan
klien dalam uji substantif, yaitu sebagai berikut :
a. Karakteristik uji substantif.
Karakteristik uji substantif ini merujuk pada jenis dan efektivitas prosedur audit yang
dilakukan. Jika risiko deteksi yang dapat diterima berlevel rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif. Serta jika risiko deteksi yang dapat diterima
berlevel tinggi, maka auditor dapat menggunakan prosedur yang kurang efektif dan
murah.
b. Pemelihan waktu uji substantif.
Pemilihan waktu uji substantif mengenai dilakukan atau tidaknya uji saldo pada
tanggal neraca atau pada tanggal sebelum tanggal neraca. Jika risiko pengendalian
rendah dan risiko deteksi tinggi maka pengujian dilakukan beberapa bulan sebelum
akhir tahun. Dan sebaliknya, jika risiko deteksi rendah maka uji substantif dilakukan
pada tanggal atau di sekitar tanggal neraca.
c. Luasan uji substantif.
Luasan uji substantif digunakan dalam praktik untuk menunjukkan jumlah bagian atau
ukuran sampel yang digunakan untuk uji tertentu. Jika risiko deteksi tinggi maka dapat
dilakukan pengujian yang kurang ekstensif. Dan sebaliknya jika risiko deteksi rendah
maka dapat menggunakan uji substantif yang lebih ekstensif.
d. Pemelihan staf uji substantif.
● AU 230 Due Professional Care in the Performance of Work (SAS No. 1; PSA No. 4)
menyatakan bahwa auditor harus dibebankan tugas dan pengawasan yang sesuai
dengan level pengetahuan, keahlian, dan kemampuannya sehingga dapat mengevaluasi
bukti yang diperiksa.
● SAS No. 99 Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit (AU 316.50; PSA
No. 70 paragraf 27) menyatakan bahwa auditor boleh merespons risiko salah saji
material yang disebabkan kecurangan dengan penugasan personel.
Oleh sebab itu uji substantif harus dibebankan kepada personel dengan keahlian,
kemampuan dan pengalaman yang memadai.
3. a. Langkah penyampelan audit pada uji pengendalian, adalah sebagai berikut :
(1) Menentukan tujuan uji pengendalian
Tujuan uji pengendalian adalah mengestimasikan tingkat penyimpangan dari
pengendalian yang dianjurkan pada populasi. Berikut ini contoh tujuan berbagai uji
pengendalian :
● Menentukan tingkat penyimpangan dari pengendalian lingkungan atau prosedur
penaksiran risiko.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari pengendalian umum komputer terkait
dokumentasi sistem dan perubahannya.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari prosedur tindak lanjut manual pada item-
item yang muncul di laporan pengecualian.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari tinjauan kinerja.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari pengendalian atas diskresi manajemen
pada laporan keuangan.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari program dan pengendalian antikecurangan.
● Menentukan tingkat penyimpangan dari aktivitas pemantauan.
(2) Menentukan prosedur untuk mengevaluasi pengendalian internal.
Prosedur audit untuk mengevaluasi pengendalian meliputi penyelidikan,
pengamatan pekerja dalam melaksanakan tugas, pemeriksaan dokumen,
laporan dan file elektronik, serta pengulangan pengendalian oleh auditor.
Keputusan yang dibuat pada fase ini adalah sifat dan pemilihan waktu
prosedur audit.
(3) Membuat keputusan tentang teknik penyampelan audit.
Membuat keputusan tentang teknik penyampelan audit berkaitan dengan pemilihan
penggunaan penyampelan statistik atau nonstatistik. Penyampelan atribut statistik
paling efektif untuk populasi yang besar, misalnya persetujuan pembelian secara
manual. Tetapi, penyampelan nonstatistik untuk uji pengendalian telah lazim pada
era dengan sebagian besar pengendalian berupa pengendalian terprogram.
(4) Membatasi jumlah populasi dan sampel.
Populasi dibatasi oleh pengendalian internal yang diinginkan dan mewakili situasi
ketika pengendalian dilakukan. Jika terdapat lokasi multipel, misalnya cabang atau
divisi maka auditor memperlakukan setiap cabang atau divisi sebagai populasi
terpisah karena disebabkan adanya kemungkinan perbedaaan pengendalian di tiap
lokasi. Sedangkan jika pengendalian diberlakukan secara seragam di seluruh
organisasi dan dibuat laporan konsolidasi maka satu populasi untuk semua lokasi
sudah memadai.
(5) Menggunakan penilaian professional untuk menentukan ukuran sampel.
Penentuan ukuran sampel harus mempertimbangkan faktor-faktor dasar, yaitu sifat
pengendalian, frekuensi penerapan, pentingnya pengendalian, risiko menaksir
risiko pengendalian terlalu rendah, toleransi tingkat penyimpangan dan yang
diharapkan, ukuran populasi. Namun pada penyampelan nonstatistik meskipun
kuantifikasi tidak diharuskan tetapi dampak faktor-faktor tersebut terhadap ukuran
sampel tetap harus dikenali.
(6) Memilih sampel yang representatif.
Proses pemilihan sampel harus tidak bias dan auditor harus memperoleh sampel
yang representatif. Jika auditor menggunakan penyampelan nonstatistik maka harus
menggunakan penilaian profesional untuk mendapatkan sampel yang representatif.
Sedangkan jika menggunakan penyampelan aribut statistik maka auditor dapat
memilih sampel secara acak dari populasi dengan bantuan komputer.
(7) Menerapkan prosedur audit.
Setelah sampel dipilih maka auditor menerapkan prosedur audit untuk menentukan
apakah pengendalian yang diterapkan secara konsisten dan efektif. Dengan uji
pengendalian, auditor hanya mencari bukti bahwa pengendalian dijalankan dengan
efektif, bukan menemukan salah saji moneter dalam sampel. Standar audit dengan
jelas menyatakan bahwa tidak ditemukannya salah saji moneter namun tidak selalu
berarti bahwa pengendalian internal berjalan efektif.
(8) Mengevaluasi hasil sampel.
Penyimpangan dari pengendalian yang ditemukan harus ditabulasi, diringkas, dan
dievaluasi. Diperlukan penilaian profesional untuk mengevaluasi hasil kuantitatif
dan kualitatif.
● Jika penyampelan mengunakan statistik maka hasil kuantitatif tingkat
penyimpangan harus dibandingkan dengan toleransi tingkat penyimpangan.
Sedangkan jika penyampelan menggunakan nonstatistik maka auditor dapat
menggunakan penilaian untuk menentukan apakah hasil sampel masih dapat
ditoleransi.
● Evaluasi hasil kualitatif harus mempertimbangkan sifat dan sebab penyimpangan,
misalnya kesalahan atau kecurangan, dan kemungkinan hubungan dengan fase
audit lain seperti apakah penyimpangan tersebut berdampak pada pengendalian
yang lain.
(9) Mendokumentasikan kesimpulan.
Setelah menyelesaikan proses penyampelan maka auditor harus mendokumentasikan
hasil uji pengendalian dalam kertas kerja. Jika auditor menaksir risiko pengendalian
di bawah maksimum maka auditor harus mendokumentasikan penaksiran risiko, baik
kuantitatif, misalnya 8% atau 30% atau kualitatif, misalnya rendah, moderat, atau
tinggi.
b. Langkah penyampelan audit pada uji substantif, adalah sebagai berikut :
(1) Menentukan tujuan uji substantif.
Tujuan utama uji substantif adalah menemukan kepastian yang rasional bahwa sebuah
asersi disajikan secara wajar dalam semua segi. Auditor dapat menggunakan
penyampelan audit dengan cara mengestimasi total jumlah nominal populasi, atau
mengestimasi total nominal salah saji pada populasi.
(2) Menentukan prosedur audit substantif untuk dikerjakan.
Prosedur substantif penting meliputi uji detail transaksi dan uji detail saldo, misalnya
auditor mengevaluasi keberadaan piutang usaha dengan mengirimkan konfirmasi atau
mengaudit sediaan dengan mengamati sediaan. Sebab hal tersebut sangat penting
untuk memastikan bahwa bukti yang diperoleh relevan dengan asersi.
(3) Membuat keputusan tentang teknik penyampelan audit.
Penyampelan PPS merupakan pendekatan yang menggunakan teori atribut
penyampelan untuk memunculkan kesimpulan dalam jumlah nominal ketimbang
dalam tingkat penyimpangan. Bentuk penyampelan ini dapat digunakan untuk uji
substantif, baik transaksi maupun saldo. Pendekatan ini bermanfaat untuk menguji hal
berikut :
● Piutang jika kredit yang tidak diterapkan ke rekening pelanggan tidak signifikan.
● Investasi surat berharga.
● Uji harga sediaan jika diharapkan perbedaan kecil.
● Penambahan aset bangunan.
(4) Menentukan unit populasi dan penyampelan.
Populasi terdiri atas kelas transaksi atau saldo rekening yang di uji. Sehingga untuk
tiap populasi, auditor harus memutuskan apakah semua item akan dipakai, misalnya
terdapat empat populasi yang mungkin jika populasi didasarkan pada buku pembantu
piutang usaha, yaitu semua saldo, hanya saldo debit, hanya saldo kredit, dan saldo nol.
(5) Menggunakan penilaian profesional dan metode statistik untuk menentukan ukuran
sampel.
Dalam penilian profesional, auditor dapat menggunakan rumus berikut ini untuk
menentukan ukuran sampel pada penyampelan PPS :
𝐵𝑉 𝑋 𝑅𝐹
𝑛=
𝑇𝑀 − (𝐴𝑀 𝑋 𝐸𝐹)
Keterangan :
BV (book value) = nilai buku populasi yang diuji
RF (realibility factor) = faktor realibilitas untuk risiko kesalahan
penerimaan yang ditentukan
TM (tolerable misstatement) = toleransi salah saji
AM (anticipated misstatement) = salah saji yang diharapkan
EF (expansion factor) = faktor perluasan untuk salah saji yang diharapkan
Faktor- faktor yang memengaruhi ukuran sampel untuk penyampelan PPS adalah
nilai buku populasi yang diuji, faktor reliabilitas untuk risiko kesalahan penerimaan
yang ditentukan, toleransi salah saji, salah saji yang diharapkan dan faktor perluasan,
perhitungan ukuran sampel.
(6) Memilih sampel representatif.
Proses pemilihan sampel tidak boleh bias dan auditor harus mendapatkan sampel
yang representatif dari saldo atau kelas transaksi yang di sampel. Peluang terbaik
untuk mendapatkan sampel yang representatif adalah memilih sampel acak.
Selanjutnya, auditor dapat mengambil langkah untuk mendapatkan proporsi nilai
nominal yang tinggi, khususnya jika mencurigai pernyataan lebih pada populasi.
(7) Menerapkan prosedur audit.
Setelah sampel terpilih maka auditor harus menerapkan prosedur audit untuk
menentukan besarnya salah saji.
(8) Mengevaluasi hasil sampel.
Dalam mengevaluasi hasil sampel, auditor menghitung batas atas salah saji (upper
misstatement limit/UML) dari data sampel dan membandingkannya dengan toleransi
salah saji yang diterapkan. Jika UML lebih kecil dari atau sama dengan toleransi
salah saji maka hasil sampel mendukung kesimpulan bahwa nilai buku populasi tidak
disajikan salah dengan lebih besar dari toleransi salah saji pada risiko kesalahan
penerimaan yang ditetapkan. Batas atas salah saji (UML) dihitung sebagai berikut :
UML = PM + ASR
Keterangan :
PM = Total salah saji yang diproyeksikan ke populasi.
ASR = Cadangan risiko penyampelan.
(9) Mendokumentasikan kesimpulan.
Mendokumentasikan kesimpulan berisikan dokumentansi tentang bagaimana sampel
dirancang, bukti audit spesifik diperoleh, dan kesimpulan dibuat tentang saldo
rekening. Kertas kerja juga membuat referensi silang dengan kertas kerja lain yang
keputusan perencanaan audit penting atau bukti audit lain didokumentasikan.

Referensi : Buku Materi Pokok EKSI4310, Modul 1 – 3

Anda mungkin juga menyukai