LANDASAN TEORI
I HLS I RLS
I pendidikan (2.2)
2
dimana :
HLS : Harapan lama sekolah
RLS : Rata-rata lama sekolah
II-2
ketenagakerjaan yang penting digunakan untuk menganalisa dan mengukur
capaian hasil pembangunan (Badan Pusat Statistik, 2015).
Bila dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, TPAK di daerah perkotaan
lebih rendah dibandingkan perdesaan masing-masing sebesar 62,58 persen dan
63,65 persen. Jika dibandingkan degan tahun sebelumnya, persentase TPAK di
perkotaan mengalami kenaikan seebsar 0,94 persen, sedangkan TPAK daerah
perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,76 persen. Hal ini menunjukan bahwa
penduduk usia kerja di pedesaan lebih banyak terlihat aktif di dunia kerja
dibandingkan dengan penduduk usia kerja di perkotaan. Hal ini terjadi karena
penduduk usia kerja di perkotaan lebih memilih untuk memiliki bekal pendidikan
yang tinggi sebelum terjun ke dunia kerja, sedangkan penduduk usia kerja di
pedesaan dapat langsung aktif di dunia kerja karena tidak menuntut adanya
pendidikan yang tinggi (Badan Pusat Statistik, 2015).
II-3
2.4 Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup merupakan sarana evaluasi kinerja pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya di suatu negara. Dengan
evaluasi tersebut pemerintah dapat meningkatkan kesehatan bagi para
penduduknya. Apabila ditemukan Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu
daerah maka pemerintah harus mengadakan lebih banyak program pembangunan,
kesehatan, dan program sosial lainnya seperti kesehatan lingkungan, kecukupan
gizi dan kalori, termasuk program pemberantasan kemiskinan. Sementara
peningkatan Angka Harapan Hidup menunjukkan bahwa bayi-bayi telah terjamin
kesehatan dan kemiskinan sudah diatasi lebih baik.
II-4
seseorang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
tujuan lain adalah menciptakan tenaga lokal yang potensial guna mengelola
sumberdaya yang ada di lingkungannya. Bagi pendidikan persekolahan,
diharapkan akan mampu menekan angka putus sekolah di pendidikan
persekolahan (Badan Pusat Statistik, 2015).
Rosadi, 2011). Regresi data panel merupakan gabungan antara data cross section
dan time series. Pada data panel, unit cross section yang sama diukur selama
beberapa periode waktu. Jadi dapat dikatakan data panel memiliki dimensi ruang
dan waktu (Ayunanda Melliana dan Ismaini Zain, 2013).
Secara umum, model regresi panel mempunyai formula sebagai berikut
(Hilda dan Dwi, 2014) :
k
Yit it kit X kit it (2.5)
k 1
dimana :
i : jumlah unit penelitian, dimana i = 1,2,3,...
t : jumah waktu penelitian, dimana t = 1,2,3,...
it : intersep
E Yit it
(2.6)
it
II-5
EYit it 0it kit X kit
k
Yit kit X kit
k 1
it
2 k
2 ( yit 0 it 1it X 1it 2it X 2it kit X kit ) X 1it 0
1it i 1
it
2 k
2 ( yit 0 it 1it X 1it 2it X 2it kit X kit ) X 2it 0
2it i 1
it
2 k
2 ( yit 0 it 1it X 1it 2it X 2it kit X kit ) X kit 0
kit i 1
y 0it x1it 1it x1it 2it x1it x2it kit xkit x1it
2
it 1 x
y 0it x2it 1it x1it x2it 2it x2it kit xkit x2it
2
it x2it
0it x2it 1it x1it x2it 2it x2it kit xkit x2it
2
II-6
y xkit 0it xkit 1it x1it xkit 2it x2it xkit kit xkit
2
it
Setelah itu rubah persamaan kedalam bentuk matriks, sehingga bentuknya seperti
berikut:
0it
k
x 1it x 2 it x kit
y it
1it y x
x1it x x x x x 2it it 1it
2
1it 2 it 1it kit 1it
x = y it x 2it
2it x x x x x
2
(2.8)
1it 2 it 2 it kit 2 it
3 it
x 2
y it x kit
kit x x kit x x kit xkit
kit
1it 2 it
dimana:
k
x 1it x 2 it x kit
x1it x x x x x
2
1it 2 it 1it kit 1it
= x 2it x x x x x
' 2
X X
1it 2 it 2 it kit 2 it
x 2
kit x1it x kit x 2 it x kit xkit
0it
1it
2it
=
3it
kit
y it
y it x1it
X 'Y = y it x 2it
y x
it kit
II-7
Sehingga persamaan matriks (2.8) dapat dibentuk X ' X X 'Y , kemudian
untuk menentukan matriks X ' X
1
sebagai berikut:
X X
' 1
1
'
det X X
adj X ' X (2.9)
X X
'
X 'Y
X X X X X Y X X
' 1 ' ' ' 1
I
X 'X X Y
1 '
X 'X X Y
1 '
(2.10)
Intersep dan koefisien slope akan berbeda dalam setiap tempat diambilnya
data dan periode waktu. oleh karena itu, asumsi intersep, slope, dan error nya
perlu dipahami karena ada beberapa kemungkinan yang akan muncul, yaitu:
II-8
Kemungkinan-kemungkinan tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak
variabel penjelasnya, semakin kompleks estimasi parameternya sehingga
diperlukan beberapa metode untuk melakukan estimasi parameternya, seperti
pendekatan model Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect.
2.8 Asumsi Koefisien Tetap Antar Waktu dan Individu (Common Effect
Model)
Metode Common Effect Model menggabungkan seluruh data tanpa
memperdulikan waktu dan tempat pengambilan data. Common Effect Model
(CEM) merupakan pendekatan yang paling sederhana dan mengasumsikan bahwa
intersep masing-masing variabel adalah sama, begitu juga dengan slope koefisien
untuk semua unit time series dan cross section. Persamaan CEM dapat di tuliskan
sebagai berikut:
K
Yit kit X kit uit (2.11)
k 1
dimana :
: intersep
k it
: konstanta (slope)
J i ( yi 0 1 xi1 2 xi 2 k xik ) 2
2
(2.12)
II-9
J
2 ( yi 0 1 xi1 2 xi 2 k xik ) 0
0
J
2 ( yi 0 1 xi1 2 xi 2 k xik ) xi1 0
1
J
2 ( yi 0 1 xi1 2 xi 2 k xik ) xi 2 0
2
J
2 ( yi 0 1 xi1 2 xi 2 k xik ) xik 0
k
Setelah disusun kembali dan ganti semua parameter dengan penaksirnya maka
persamaan dapat ditulis menjadi:
y x b0 xik b1 xi1 xik b2 xi 2 xik ... bk xik
2
i ik (2.13)
Persamaan (2.13) disebut persamaan normal. Jika ditulis dalam lambang matriks
maka bentuknya menjadi:
( X ' X )b X 'Y
Bila X ' X tidak singular maka matriks memiliki invers sehingga persamaan
normal dapat ditulis kembali sebagai berikut:
b ( X ' X ) 1 X 'Y
dengan
b : b0 ...bKit
II-10
X : matriks dari variabel independen
X' : transpose matriks X
Y : matriks dari variabel dependent
dimana:
X it : variabel independen
eit : residual unit cross section ke- i untuk periode ke- t
pada fixed effect model intersepnya berbeda sedangkan parameter slope nya
konstan pada unit individu dan unit waktu, sehingga persamaan umumnya
diperoleh sebagai berikut:
Yit i D ' X it eit (2.15)
dengan
1 jika j i
D
0 jika j i
Berdasarkan Persamaan (2.15) diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y D X ' e (2.16)
II-11
Apabila ditulis dalam bentuk matriks maka bentuknya sebagai berikut:
y1 i 0 0 1 x1 1' 1
y 0 i 0 x '
2 = 2+ 2 2 + 2
'
y k 0 0 i k x k k k
dimana:
y : matrik variabel dependen berukuran (NT x 1)
x : matrik variabel independen berukuran (NT x 1)
D : matrik variabel dummy berukuran (NT x N)
: matrik koefisien intersep untuk beragam individu (NT x 1)
Agar mendapatkan ' terlebih dahulu kalikan kedua ruas dengan M D sehingga
diperoleh:
M DY M D X ' M D e (2.18)
X* MDX
e* M De
II-12
maka estimasi kuadrat terkecil sebagai berikut:
' ( X ' M D X ) 1 X ' M DY (2.21)
Persamaan (2.12) dapat ditulis sebagai berikut:
Y X ' e (2.22)
Berdasarkan Persamaan (2.22) maka estimasi kuadrat terkecil untuk sebagai
berikut:
D ' D D ' (Y X ' )
1. Antar individu
Variasi terletak pada individu yang faktor waktunya diabaikan sehingga
model regresi yang digunakan adalah model regresi dummy.
2. Antar waktu
Asumsi ini menunjukkan bahwa variasi terletak pada waktu,dan variasi
individu diabaikan.
II-13
Yit it ' X it eit (2.24)
i 0 i (2.25)
E it X Eui X 0
E it X
2
2
E ui X u
2
2
E it u j X 0 untuk semua i, t , dan j
E it js X 0 jika t s atau i j
E ui u j X 0 jika i j
maka untuk T observasi menjadi:
it it ui
dan
i i1 , i 2 ,..., it (2.27)
E X , t s
2
it is u
II-14
untuk index i maka E i i X sehingga:
'
2 u 2 u2 ... u2
u u ... u2
2 2 2
.
. IT u IT IT
'
2 2
(2.28)
... ... ...
.
u u2 ... u
2 2 2
0 ... 0
0 ... 0
.
(2.29)
. ... ... ...
.
0 0 ...
maka parameter dapat diduga dengan persamaan berikut:
( X ' 1 X ) 1 X ' 1 y (2.30)
i komponen error cross section yang mempunyai mean 0 dan varian 2 dan
diasumsikan independen satu dengan lainnya. Jika semua komponen diasumsikan
0 maka model disebut model efek satu arah.
II-15
dimana :
SSECEM : sum square residual common effect model
1
W X 2 ( K ) (b ˆ ) var(b) var(ˆ ) (b ˆ ) (2.32)
artinya model yang digunakan yaitu FEM tetapi jika W X 2 tabel atau peluang
maka terima H 0 artinya model yang digunakan yaitu REM.
Perhitungan statistik uji Hausmann memerlukan asumsi bahwa banyaknya
kategori cross section lebih besar dibandingkan jumlah variabel independen
(termasuk konstanta) dalam model. Estimasi statistik uji Hausmann memerlukan
estimasi cross section yang positif, yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh model.
II-16
Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi maka hanya dapat digunakan model
FEM (Dedi Rosadi, 2011).
2.13.1 Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual dalam
persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan
berditribusi normal jika nilai residual sebagian besar mendekati nilai rata-rata.
Nilai residual yang berdistribusi normal jika digambarkan dalam sebuah grafik
akan membentuk gambar lonceng yang kedua sisinya melebar sampai tidak
terhingga. Uji normalitas tidak dilakukan pervariabel tetapi dilakukan terhadap
nilai residualnya ( Eka Yonesta, 2016).
Kenormalan dapat diprediksi dengan hipotesis nol ( H 0 ) dan hipotesis
(2.33)
dimana :
JB : statistik Jarque-Bera
II-17
n : ukuran sampel
s : koefisien skweness
K : koefisien kurtosis
2.13.2 Multikolinearitas
Bentuk multikolinearitas ditemukan oleh Ragnar Frisch, yang artinya
hubungan linier antara variabel eksplanatoris ( variabel bebas) dari suatu model
regresi adalah sempurna. Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang dihasilkan ada atau tidak korelasi yang tinggi atau
sempurna diantara variabel-variabel bebas. Jika dalam model regresi yang
dihasilkan terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel-variabel
bebas maka regresi tersebut terdeteksi adanya multikolinearitas. Apabila antara
variabel-variabel bebas terdapat adanya korelasi maka r 0,8 , tetapi apabila
antara variabel-variabel bebas tidak terdapat korelasi maka r 0,8 .
Melihat ada atau tidaknya korelasi antara variabel-variabel bebas tidak
hanya dengan melihat nilai dari r saja. Selain melihat nilai r , ada juga dengan
II-18
melihat nilai tolerance dan VIF. Nilai tolerance dapat dicari dengan cara
(Setiawan dkk, 2010) sebagaimana dikutip oleh ( Okcy Ade Haryati, 2016):
Besarnya nilai tolerance
Tolerance 1 R 2j
dimana :
j : 1,2,3,...,n
dengan nilai VIF > 10 maka secara signifikan dapat disimpulkan bahwa terdapat
multikolinearitas. Apabila terdeteksi adanya multikolinearitas maka akan
mengakibatkan:
1. variansi besar (dari taksiran OLS)
2. t rasio tidak signifikan.
3. R 2 tinggi tetap tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t.
II-19
2.13.3 Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila error dari model yang diamati tidak
memiliki varians yang konstan dari suatu pengamatan ke pengamatan yang
lainnya (Okcy Ade Haryati, 2016). Heteroskedastisitas dapat dideteksi
menggunakan metode grafik dan metode statistik. Jika mendeteksi
heteroskedastisitas menggunakan metode grafik dapat dilakukan dengan cara
menggambarkan titik-titik antara nilai prediksi dengan nilai error nya, apabila
titik-titiknya membentuk pola yang teratur baik menyempit, melebar, maupun
bergelombang dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi mengalami
heteroskedastisitas. Mendeteksi uji heteroskedastisitas dengan metode statistik
dapat dilakukan dengan uji white. Uji white dilakukan dengan meregresikan
semua variabel bebas, variabel bebas kuadrat, dan perkalian variabel bebas
terhadap nilai error kuadratnya, hipotesis uji white sebagai berikut (Suliyanto,
2011):
H 0 : ei 0 tidak terjadi heterokedastisitas
H 1 : ei 0 terjadi heterokedastisitas
Persamaan untuk uji heterokedastisitas menggunakan uji white sebagai berikut
(Suliyanto, 2011):
ei 1 X 1 2 X 2 3 X 1 4 X 2 5 X 1 X 2 ei
2 2 2
(2.34)
dimana :
: intersep
ei : error
2 2
dalam uji white yang dilihat adalah nilai X hitung dengan X tabel , jika nilai
2
X hitung X tabel
2
maka tolak H 0 artinya terjadi heterokedastisitas sedangkan jika
II-20
2
X hitung X tabel
2
maka terima H 0 artinya tidak terjadi heterokedastisitas. yang
2.13.4 Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mendeteksi apakah terjadi korelasi antara
anggota observasi dalam beberapa deret waktu atau antara anggota observasi
berbagai objek atau ruang. Pengujian untuk mengetahui masalah autokorelasi
yang paling banyak digunakan adalah metode Durbin-Watson. Metode ini sangat
membantu untuk penyelesaian masalah autokorelasi. Persamaan yang digunakan
oleh Durbin-Watson sebagai berikut ( Setiawan dkk, 2010) sebagaimana dikutip
oleh (Okcy AdeHaryati, 2016):
n
(e t et 1 ) 2
d t 2
n
(2.35)
e
t 1
2
t
dimana :
d : statistik Durbin-Watson
et dan et 1 : gangguan estimasi
t : observasi terakhir
t 1 : observasi sebelumnya
II-21
Apabila tidak ada keputusan, maka digunakan modifikasi uji Durbin-Watson
berikut ( Tyas Ayu Prasanti dkk, 2015):
1. H 0 : 0 (tidak ada autokorelasi)
H1 : 0 ( ada autokorelasi).
H 0 ditolak pada taraf signifikan 2 jika d d u atau (4 d ) d u . Berarti secara
signifikan terdapat autokorelasi positif atau negatif.
2. H 0 : 0 (tidak ada autokorelasi)
H1 : 0 ( ada autokorelasi).
H 0 ditolak pada taraf signifikan jika (4 d ) d u .Berarti secara signifikan
terdapat autokorelasi negatif
2.14.1 Uji F
Uji F merupakan uji keseluruhan dalam pengujian suatu regresi yaitu
dengan menguji hipotesis yang melibatkan lebih dari satu koefisien. Uji F
digunakan untuk menguji koefisien regresi secara bersama-sama atau keseluruhan
II-22
apakah ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan
pengujian hipotesis sebagai berikut:
H 0 : 1 2 n 0 (tidak terdapat ada pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat).
H1 : 1 2 n 0 ( terdapat ada pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat).
Menentukan nilai F dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut (Suliyanto,
2011):
R2 ( N K 1)
F (2.35)
(1 R )
2
( NT N K )
dimana:
R2 : koefisien determinasi
N : banyaknya unit cross section
T : banyaknya unit time series
K : jumlah variabel independen
Nilai F disebut juga dengan Fhitung , setelah didapat nilai Fhitung maka
dibandingkan dengan nilai Ftabel . Apabila nilai Fhitung Ftabel maka tolak H 0 yang
artinya ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dan apabila
Fhitung Ftabel maka terima H 0 yang artinya tidak ada pengaruh variabel bebas
2.14.2 Uji t
Uji t juga sering disebut dengan uji parsial, adapun hipotesis dalam uji t
adalah sebagai berikut (Styfanda Pangestika, 2015):
H 0 : j 0 ( tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)
II-23
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat atau variabel bebas mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Menentukan nilai t hitunng
dapat dicari dengan persamaan berikut:
j
t (2.36)
se( j )
dimana:
j : 1,2,3,...n
n : koefisien slope
t : nilai t hitung
j : koefisien regresi
Setelah didapat nilai t hitung , kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel . Cara
melihat t tabel yaitu dengan melihat dibagi 2, nilai v pada t tabel dapat dilihat
dari nilai n p , dimana n adalah jumlah data, p k 1 , dan k adalah jumlah
variabel bebas. Jika t hitung t tabel maka tolak H 0 yang artinya terdapat ada
II-24
SSR
R2 (2.37)
SST
dimana :
II-25