Aprini-Yulian-Sari 153110160.compressed - PDF - Io Compressed
Aprini-Yulian-Sari 153110160.compressed - PDF - Io Compressed
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi dari berbagai permasalahan yang penulis temui
yang menunjukkan belum maksimalnya hasil asuhan keperawatan jiwa. Hal ini
terlihat dari 1) Masih adanya pasien yang tidak mampu meredam marahnya
dengan strategi pelaksanaan yang telah diajarkan, 2) Masih adanya pasien yang
berkelahi sesama pasien, 3) Masih adanya pasien yang menolak diberikan
perawatan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan
pada pasien prilaku kekerasan di ruangan merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang tahun 2018.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Populasi penelitian adalah pasien prilaku kekerasan yang berjumlah 14 orang
pasien. Besarnya sampel dari populasi dengan teknik random acak sederhana, jadi
sampel dalam penelitian ini berjumlah 2 orang pasien. Proses penyusunan dimulai
dari bulan November 2017 sampai Juni 2018 dengan waktu pendampingan dan
asuhan keperawatan selama 10 hari. Alat pengumpulan data adalah format
skrining, format pengkajian keperawatan jiwa serta alat pemerikasaan fisik.
Analisa terhadap proses keperawatan yang dilakukan penelitian meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan
dibandingkan dengan teori.
Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama pada kedua partisipan yaitu curiga
dengan orang lain sehingga klien tidak mau berkomunikasi dengan pasien lain,
pandangan mata tajam, kedua tangan mengepal, gerakan meninju, merasa kesal
apabila ada keributan selama diruangan, tampak berbicara dan tertawa sendiri dan
tampak mondar- mandir. Diagnosa keperawatan jiwa yang didapatkan yaitu
prilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Rencana keperawatan jiwa
yang dilaksanakan sudah terstandar, semua rencana tindakan keperawatan jiwa
dapat dilaksanakan, pada implementasi keperawatan perlunya di ulang berkali-kali
untuk memaksimalkan sp yang dilakukan dan evaluasi keperawatan terdapat pada
partisipan 1 (Tn.K) lebih lambat dalam menangkap dan merespon tindakan
strategi pelaksanaan yang di ajarkan dan pasien mengatakan dengan strategi
spiritual shalat dan zikir dapat meredam rasa marah pasien.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Prilaku Kekerasan di Ruangan Merpati perlunya
diulang berkali-kali . Artinya perawat ruangan melanjutkan dan mengevaluasi
tindakan strategi pelaksanaan karena pasien masih meninggalkan tanda- tanda sisa
dari prilaku kekerasan.
HALAMAN JUDUL............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................iii
LEMBAR ORISINILITAS..................................................................v
PERNYATAAN PERSETUJUAN.....................................................vi
ABSTRAK..........................................................................................vii
DAFTAR ISI......................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................x
DAFTAR GAMBAR...........................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................6
C. Tujuan Penelitian............................................................................6
D. Manfaat Penelitian..........................................................................7
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................79
B. Saran.............................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Poltekkes Kemenkes
DAFTAR
Poltekkes Kemenkes
DAFTAR
Lampiran 6 Surati Izin Penelitian di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
Lampiran 7 Surat telah selesai melakukan penelitian di RS. Jiwa Prof. HB.
Sa’anin Padang
Poltekkes Kemenkes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya
disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental,
sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga
memiliki risiko mengalami gangguan jiwa (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Kesehatan jiwa penduduk Indonesia yang dinilai pada Riset kesehatan dasar
(2013) adalah gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta
cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang
ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight)
yang buruk, Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain gangguan
persepsi berupa halusinasi, ilusi, gangguan isi pikiran berupa waham dan
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta adanya tingkah laku yang
aneh baik agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan
sebutan psikosis, diantaranya adalah skizofrenia.
Poltekkes Kemenkes
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar,
21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia,
dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset kesehatan dasar (2013) prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa
Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3
persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta
pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah
(19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6
persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi
adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan
Nusa Tenggara Timur. Sedangkan provinsi Sumatera Barat merupakan
peringkat kesembilan mencapai angka 1,9 juta. Di Sumatera Barat gangguan
jiwa dengan perilaku kekerasan juga mengalami peningkatan dari 2,8 %
meningkat menjadi 3,9 %.
Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia. Menurut Prabowo (2014),
skizofrenia merupakan suatu kondisi terjadinya penyimpangan fundamental
Poltekkes Kemenkes
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun
kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian. Skizofrenia adalah
sekelompok gangguan jiwa berat yang umumnya ditandai oleh distorsi proses
pikir dan persepsi yang berdasarkan, alam perasaan yang menjadi tumpul dan
tidak serasi, kesadaran umumnya tidak jernih dan kemampuan intelektual
biasanya dapat dipertahankan (Kemenkes RI, 2012).
Skizofrenia memiliki tanda dan gejala positif yaitu pada dasarnya merupakan
versi fungsi otak normal yang terganggu yaitu gangguan pada fungsi berpikir,
mengerti, membentuk ide dan merasa percaya diri. Pasien dengan gangguan
pikir dapat mengeluh konsentrasi terganggu atau pikirannya terasa buntu atau
kosong (pikiran terhambat) seorang pasien yang tiba- tiba berhenti karena
bingung ketika sedang berbicara sehingga lawan bicara sulit mengikuti arah
pembicaraan merupakan tanda yang khas. Sedangkan tanda dan gejala negatif
skizofrenia meliputi hilangnya kemampuan pribadi seperti inisiatif, minat
terhadap hal lain, dan perasaan senang, emosi yang tumpul atau datar, sedikit
berbicara, dan banyak waktu yang dihabiskan tanpa melakukan apa- apa
merupakan prilaku yang khas (Davies, Teifion: 2009).
Poltekkes Kemenkes
eliminasi), dan harga diri rendah kronis. Dari seluruh klasifikasi diagnosis
keperawatan yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa ini, telah
dibuat standar rencana tindakan yang dapat digunakan acuan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan jiwa (Yusuf, dkk, 2015).
Salah satu gejala positif dari skizofrenia yang sering muncul adalah prilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa
sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukan selama di rumah sakit (Yusuf, dkk, 2015).
Tanda dan gejala prilaku kekerasan ada yang menimbulkan kerusakan, tetapi
ada juga yang diam seribu bahasa, gejala-gejala atau perubahan yang timbul
pada klien dalam keadaan marah diantaranya terjadi perubahan fisiologik
(tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil
dilatasi, tonus otot meningkat, kadang-kadang konstipasi, reflek tendon
tinggi), perubahan emosional (mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi,
ekspresi wajah tampak tegang, bila mengamuk kehilangan control diri),
perubahan prilaku (agresif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar, menyerang, memberontak) dan
tindakan kekerasan atau amukan yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Muhith, 2015).
Poltekkes Kemenkes
kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Melihat dampak dan kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien
dengan prilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga
kesehatan yang professional, salah satunya yaitu keperawatan jiwa.
Hasil penelitian Rifi Susanti, dkk (2014) tentang Hubungan Pengetahuan dan
Motivasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa, didapatkan pasien gangguan jiwa
dengan halusinasi 339 (38,69%), prilaku kekerasan sebanyak 254 (28,99%)
pasien, isolasi sosial 102 (111,64%) pasien, deficit keperawatan diri 96
(10,95%) pasien dan harga diri rendah 62 (7,07%) pasien. Dari data tersebut
terdapat masalah keperawatan dengan prilaku kekerasan pada posisi kedua
dengan presentase 28,99%.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Puja tahun 2017
diperoleh data pada bulan januari yang diperoleh dari rekam medic RS. Jiwa
Prof. HB. Sa’anin Padang bahwa pada tahun 2016 pasien dengan gangguan
jiwa sebanyak 10.365 jiwa, dengan pasien rawat inap baru sebanyak 1.106
jiwa dan pasien lama sebanyak 1.174 jiwa. Data diwisma merpati pada bulan
desember 2016 sampai Mei 2017 mengenai pasien prilaku kekerasan
ditemukan sebanyak 151 orang.
Poltekkes Kemenkes
diajarkan perawat, namun ketika pasien marah dan disuruh mengulang
strategi pelaksanaan yang di ajarkan pasien mengatakan tidak bisa meredam
marahnya dengan strategi pelaksanaan yang telah diajarkan sehingga latihan
mengotrol prilaku kekerasan perlu di ulang berkali-kali.
Berdasarkan survey awal di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, didapatkan
data dari laporang ruangan setiap ruangan berdasarkan data 3 bulan terakhir
dimulai dari bulan September sampai November 2017. Jumlah pasien prilaku
kekerasan di ruangan Nuri yaitu 31 orang, di ruangan Cendrawasih yaitu 75
orang, di ruangan Melati yaitu 32 orang, di ruangan Flamboyan yaitu 31
orang, di ruangan merpati yaitu 90 orang. Upaya yang sudah dilakukan oleh
perawat ruangan adalah sudah melatih teknik napas dalam dan memukul
bantal, sudah memberikan pengetahuan tentang pentinya patuh minum obat,
sudah melatih latihan sosio verbal (mengungkapkan, meminta, menolak
dengan benar), dan sudah melatih mengontrol marah secara cara spiritual.
Namun belum maksimalnya hasil yang didapatkan sehingga perlu latihan
berulang-ulang.
C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
Poltekkes Kemenkes
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien
prilaku kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
pasien prilaku kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam melaksanakan
asuhan keperawatan dan menambah pengetahuan dan pengalaman
bagipeneliti dalam penerapan asuhan keperawatan pasien prilaku
kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
b. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian diharapakan dapat sebagai bahan masukan bagi
petugas kesehatan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalitas khususnya dalam
kasus prilaku kekerasan, dan juga dapat dijadikan data pembanding
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan.
2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi institusi
Dapat menjadi bahan dan rujukan dalam pembuatan ataupun
pengaplikasian asuhan keperawatan pada pasien prilaku kekerasan.
Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Poltekkes Kemenkes
mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan
(Prabowo, 2014: 141).
Poltekkes Kemenkes
menangani situasi secara efektif. Aku punya hak, demikiian
juga orang lain.
b) Pola komunikasi
Pendengaran yang aktif, menetapkan batasan dan harapan.
Mengatakan pendapat sebagai hasil observasi bukan
penilaian. Mengungkapkan diri secara langsung dan jujur,
memperhatikan perasaan orang lain.
c) Karakteristik
Tidak menghakimi, mengamati sikap dari pada menilainya.
Mempercayai diri sendi maupu orang lain, percaya diri,
memiliki kesadaran sendiri, terbuka, fleksibel, dan
akomodasi. Selera humor yang baik, proaktif dan inisiatif,
berorientasi pada tindakan, reealistis dengan cita-cita,
konsisten, melakukan tindakan yang sesuai untuk mencapai
tujuan tanpa melanggar hak-hak orang lain.
d) Isyarat bahasa tubuh
Terbuka dan gerak- gerik alami, ekspresi wajah yang
menarik, volume suara yang sesuai dan kecepatan bicara
yang beragam.
e) Pemecahan masalah
Bernegosiasi, menawar, menukar dan kompromi,
memfrontasi masalah pada saat terjadi, tidak ada perasaan
negatif yang muncul.
f) Perasaan yang dimiliki
Antusiasme, percaya diri, terus termotivasi, tahu dimana
mereka berdiri.
Poltekkes Kemenkes
lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaan destruktif yang
ditujukan pada diri sendiri (Dermawan, 2013: 95).
2) Prilaku frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebut individu tidak menemukan alternative lain
(Prabowo, 2014: 142). Respon yang timbul akibat gagal
mencapai tujuan atau keinginan, Frustasi dapat dialami sebagai
suatu abcaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan (Muhith 2015: 151).
b. Respon maladaptive
1) Pasif
Suatu prilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami,
dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata
(Dermawan, 2013: 95). Respon dimana individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami, sikap tidak berani
mengungkapkan keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin
terjadi konflik karena takut tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain (Muhith 2015: 151).
2) Agresif
Prilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam
bentuk destruktif tapi hasil terkontrol (Prabowo, 2014: 142).
Sikap agresif adalah membela diri sendiri dengan melanggar hak
orang lain. Agresif memperlihatkan permusuahan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata
ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih bisa
mengontrol prilaku untuk tidak melukai orang lain (Muhith,
2015: 152).
Poltekkes Kemenkes
3) Kemarahan / kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang
control, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Prabowo, 2014: 142). Prilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata- kata ancaman. Klien tidak mampu
mengendalikan diri. Mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuh yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini, individu maupu melukai dirinya sediri dan orang
lain (Muhith, 2015: 152).
Poltekkes Kemenkes
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatann akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi prilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau
lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan
arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa
prilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri prilaku tindak kekerasan
6) Teori pembelajaran, prilaku kekerasan merupakan prilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap
prilaku kekerasan lebih cendrung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologis.
Poltekkes Kemenkes
dialami menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif
atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan
(Prabowo, 2014: 142)
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Budaya juga dapat
mempengaruhi prilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima. kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan
menerima prilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah
dalam masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinya prilaku
kekerasan (Herman, 2011: 135).
Poltekkes Kemenkes
norepineprin, dopamine, asetil kolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitassi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen, dan norefineprin serya
penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan factor predisposisi penting yang
menyebabkan timbulnya prilaku agresif pada seseorang.
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian prilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kario tipe XYY,
yang umumnya memiliki oleh peghuni penjara tindak criminal.
4) Gangguan otak, syndrome otak organic berhubungan dengan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal), penyakit esefalitis, epilepsy, terbukti berpengaruh
terhadap prilaku kekerasan.
Poltekkes Kemenkes
c. Lingkungan : panas, padat dan bising.
Poltekkes Kemenkes
6. Psikodinamikan Terjadinya Prilaku Kekerasan
Ancaman Atau
Stres
Ansietas
Marah
Poltekkes Kemenkes
7. Tanda dan Gejala Prilaku Kekerasan
Menurut Kemenkes RI (2012: 178), tanda dan gejala prilaku kekerasan
sebagai berikut:
a. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor berbicara dengan
nada keras, kasar serta ketus.
c. Prilaku
Menyerang orang lain melukai diri sendiri/orang lain, merusak orang
lain, merusak lingkungan, serta amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggua, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan sosial
Tanda dan gejala prilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan di dukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
Poltekkes Kemenkes
2) Ungkapan kata- kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatup rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul benda atau orang lain
8. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
kontruktif dan mengekspresikan marahnya. Menurut Herman (2011:
137), mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif,
denial, dan reaksi formasi. Prilaku yang berkaitan dengan prilaku
kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan siste saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,pupil melebar,
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urin meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku disertai reflek
yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Prilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahan yaitu dengan prilaku pasif, agresif dan asertif. Prilaku
asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan
Poltekkes Kemenkes
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikologis dan dengan prilaku tersebut individu juga dapat
mengembangkan diri.
c. Memberontak
Prilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
prilaku untuk menarik perhatian orang lain
d. Prilaku kekerasan
Tindakan kekerasan/amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungannya.
Poltekkes Kemenkes
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman
dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan dengan temannya.
Poltekkes Kemenkes
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan
lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah prilaku maladaptive (pencegahan
primer, menanggulangi prilaku maladaptive (pencegahan skunder)
dan memulihkan prilaku maladaptive ke prilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000, menerangkan terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah prilaku yang maladaptive menjadi prilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,
tetapi target terapi adalah prilaku kekerasan.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan listrik melalui elektroda yang di etakkan pada
pelipis pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani skizorefrenia
membutuh 20-30 kali terapi biasanya dilaksankan adalah setiap 2-
3 hari sekali (seminggu 2 kali).
Poltekkes Kemenkes
pertemuan, topik yang akan dibicarakan, tanyakan dan catat
umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal masuk, dan
nomor rekam medik.
b. Alasan Masuk
Alasan klien masuk biasanya pasien sering mengungkapkan kalimat
yang bernada ancaman, kata- kata kasar, ungkapan ingin memukul
serta memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara
wajah pasien terlihat memerah dan tegang, pandangan mata tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, biasanya
tindakan keluarga pada saat itu yaitu dengan mengurung pasien atau
mamasung pasien. Tindakan yang dilakukan keluarga tidak dapat
merubah kondisi ataupun prilaku pasien.
c. Faktor predisposisi
Pasien prilaku kekerasan biasanya sebelumnya pernah mendapatkan
perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masih
meninggalkan gejala sisa. Biasanya gejala yang timbul merupakan
akibat trauma yang dialami pasien yaitu penganiayaan fisik,
kekerasan didalam keluarga atau lingkungan, tindakan kriminal yang
pernah disaksikan, dialami ataupun melakukan kekerasan tersebut.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu: pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan tekanan darah, nadi, dan pernafasan, biasanya
pasien prilaku kekerasan tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan akan meningkat ketika klien marah.
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat tiga generasi yang menggambarkan hubungan
klien dengan keluarganya dan biasanya pada genogram akan
terlihat ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
pola komunikasi klien, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Poltekkes Kemenkes
Biasanya klien prilaku kekerasan menyukai semua bagian
tubuhnya, tapi ada juga yang tidak.
b) Identitas Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak puas terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang sudah
dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki masalah dalam
menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harapan yang
tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran, dan kesembuhan
dirinya dari penyakit.
e) Harga Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harga diri yang
rendah.
3) Hubungan Sosial
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak mempunyai orang
terdekat tempat ia bercerita dalam hidupnya, dan tidak
mengikuti kegiatan dalam masyarakat.
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya pasien prilaku kekerasan meyakini agama yang
dianutnya dengan melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan
keyakinannya
b) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
5) Status Mental
a) Penampilan
Poltekkes Kemenkes
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan penampilan
kadang rapi dan kadang-kadang tidak rapi. Pakaian diganti
klien ketika ia dalam keadaan yang normal.
b) Pembicaraan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan berbicara dengan
nada yang tinggi dan keras
c) Aktifitas Motorik
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan aktifitas motorik
klien tampak tegang, dan agitasi (gerakan motorik yang
gelisah), serta memiliki penglihatan yang tajam jika
ditanyai hal-hal yang dapat menyinggungnya.
d) Alam Perasaaan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan alam perasaan
klien terlihat sedikit sedih terhadap apa yang sedang
dialaminya.
e) Afek
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan selama
berinteraksi emosinya labil. Dimana klien mudah
tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak
mndukungnya, klien memperlihatkan sikap marah dengan
mimik muka yang tajam dan tegang.
f) Interaksi selama wawancara
i. Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan bermusuhan,
tidak kooperatif, dan mudah tersinggung serta
ii. Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan defensif,
selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
g) Persepsi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tidak ada
mendengar suara-suara, maupun bayangan-bayangan yang
aneh.
h) Proses atau arus fikir
Poltekkes Kemenkes
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah ketopik
lain.
i) Isi Fikir
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu menanyakan
kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.
j) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tingkat
kesadaran klien baik, dimana ia menyadari tempat
keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia berada
dalam pengobatan atau perawatan untuk mengontrol emosi
labilnya.
k) Memori
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan daya ingat
jangka panjang klien baik, dimana ia masih bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah
dialaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
menceritakan penyebab ia masuk ke rumah sakit jiwa.
l) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang pernah
menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalah
dalam hal berhitung, (penambahan maupun pengurangan).
m) Kemampuan penilaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
kemampuan penilaian yang baik, seperti jika dia disuruh
memilih mana yang baik antara makan dulu atau mandi
dulu, maka dia akan menjawab lebih baik mandi dulu.
Poltekkes Kemenkes
n) Daya tarik diri
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyadari
bahwa dia berada dalam masa pengobatan untuk
mengendalikan emosinya yang labil.
f. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang tidak memiliki
masalah dengan nafsu makan maupun sistem pencernaannya,
maka akan menghabiskan makanan sesuai dengan porsi makanan
yang diberikan.
2) BAB/BAK
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa
BAK/BAB ketempat yang disediakan atau ditentukan seperti, wc
ataupun kamar mandi.
3) Mandi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk kebersihan diri
seperti mandi, gosok gigi, dan gunting kuku masih dapat
dilakukan seperti orang-orang normal, kecuali ketika emosinya
sedang labil.
4) Berpakaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masalah berpakaian
tidak terlalu terlihat perubahan, dimana klien biasanya masih bisa
berpakaian secara normal.
5) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk lama waktu tidur
siang dan malam tergantung dari keinginan klien itu sendiri dan
efek dari memakan obat yang dapat memberikan ketenangan
lewat tidur. Untuk tindakan seperti membersihkan tempat tidur,
dan berdoa sebelum tidur maka itu masih dapat dilakukan klien
seperti orang yang normal.
Poltekkes Kemenkes
6) Penggunaan obat
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menerima keadaan
yang sedang dialaminya, dimana dia masih dapat patuh makan
obat sesuai frekuensi, jenis, waktu maupu cara pemberian obat
itu sendiri.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyatakan keinginan
yang kuat untuk pulang, dimana ia akan mengatakan akan
melanjutkan pengobatan dirumah maupun kontrol ke puskesmas
dan akan dibantu oleh keluarganya.
8) Aktivitas didalam rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa diarahkan
untuk melakukan aktivitas didalam rumah, seperti: merapikan
tempat tidur maupun mencuci pakaian.
9) Aktifitas diluar rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan Ini disesuaikan dengan
jenis kelamin klien dan pola kebiasaan yang biasa dia lakukan
diluar rumah.
g. Mekanisme koping
Biasanya pada pasien dengan prilaku kekerasan, data yang
didapatkan saat wawancara pada pasien, bagaimana pasien
mengendalikan diri ketika menghadapi masalah:
1) Koping adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas kontruksif
e) Olahraga
2) Koping maladaptive
a) Minum alcohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan
Poltekkes Kemenkes
d) Menghindar
e) Mencederai diri
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan akan mengungkapakan
masalah yamg menyebabkan penyakitnya maupun apa saja yang
dirasakannya kepada perawat maupun tim medis lainnya, jika terbina
hubungan yang baik dan komunikasi yang baik serta perawat
maupun tim medis yang lain dapat memberikan solusi maupun jalan
keluar yang tepat dan tegas.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai data yang didapatkan, walaupun
saat ini tidak melakukan prilaku kekerasan tetapi pernah melakukan atau
mempunyai riwayat prilaku kekerasan dan belum mempunyai
kemampuan mencegah/ mengontrol prilaku kekerasan tersebut (keliat,
2009: 131).
Poltekkes Kemenkes
3. Rencana Keperawatan
Tabel 2.1
Rencana Keperawatan Nursing Interventions Classification dan
Nursing Outcome Classification
Masalah Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
Resiko 1. Menahan diri dari 1. Bantuan kontrol marah
prilaku prilaku kekerasan. a. Bangun rasa percaya dan
kekerasan Kriteria hasil hubungan yang dekat dan
SDKI: 2017 a. Pasien harmonis dengan pasien
Masalah memperoleh b. Gunakan pendekatan yang tenang
eperawatan perawatan yang dan meyakinkan
dibutuhkan c. Tentukan harapan mengenai
b. Mengidentifikasi tingkah laku yang tepat dalam
faktor-faktor yang mengekspresikan perasaan marah
berkontribusi tentukan fungsi kognitif dan fisik
terhadap prilaku pasien
kekerasan Batasi akses terhadap situasi yang
c. Mengungkapkan membuat frustasi sampai pasien
frustasi dapat mengekspresikan
d. Menunjukkan kemarahan dengan cara yang
harga diri adaptif
e. Menggunakan d. Cegah menyakiti secara fisik jika
mekanisme marah diarahkan pada diri atau
penanganan orang lain
alternatif untuk Lakukan latihan fisik pada stategi
stress pelaksanaan yang pertama yaitu
f. Menahan diri dari teknik napas dalam dan
mengabaikan memukul bantal
kebutuhan dasar e. Dorong penurunan aktivitas yang
yang bergantung sangat kuat misalnya: memukul
mengungkapkan tas, mondar- mandir, latihan yang
perasaan tentang berlebihan
korban f. Berikan pendidikan mengenai
(Moorhead, 2013: 77) metode untuk mengatur
2. Menahan diri dari pengalaman emosi yang sangat
agresif kuat misalnya: teknik relaksasi,
Kriteria hasil menulis jurnal, distraksi
a. Mengidentifikasi g. Berikan obat-obat oral dengan
ketika marah cara yang tepat,
Poltekkes Kemenkes
Masalah
keperawatan Perencanaan
NOC NIC
b. Mengidentifikasi Memberikan penjelasan terkait
ketika frustasi strategi pelaksanaan yang kedua
c. Mengidentifikasi tentang pentingnya patuh minum
situasi yang obat
memicu h. Bantu pasien mengidentifikasi
permusuhan sumber dari kemarahan
d. Mengidentifikasi i. Bantu pasien dengan strategi
tangguang jawab perencanaan untuk mencegah
untuk ekspresi kemarahan dengan
mempertahankan prilaku adaptif dan tanpa
kontrol kekerasan
e. Mengidentifikasi j. Instruksikan penggunaan cara
alternative untuk untuk membuat pasien lebih
agresi tenang misalnya: waktu jeda dan
f. Menahan diri dari nafas dalam
serangan orang k. Bantu dalam mengembangkan
lain metode yang tepat untuk
g. Menahan diri dari mengekspresikan kemarahan
menghancur pada orang lain misanya asertif
Property dan mengunakan pernyataan
(Moorhead, 2013: 85) mengungkapkan perasaan
3. Menahan diri dari Berikan model peran yang bisa
kemarahan mengekspresikan marah dengan
Kriteria hasil : cara yang tepat
a. Mengidentifikasi l. Dukung pasien untuk
ketika marah mengimplementasikan strategi
b. Mengidentifikasi mengontrol kemarahan dengan
saat frustasi menggunakan ekspresi
c. Mengidentifikasi Latih pasien dengan straategi
tanda- tanda awal pelaksanaan yang ketiga yaitu
kemarahan latih cara sosio dan verbal
d. Mengedentifikasi (mengungkapkan, meminta,
situasi yang menolak dengan benar)
memicu kemarahan yang tepat
e. Pendekatan situasi (Bulechek, 2013: 81)
yang tidak dapat 2. Manajemen prilaku : menyakiti diri
diprediksi dengan a. Tentukan motif atau alasan
pikiran terbuka tingkah laku
Poltekkes Kemenkes
Masalah Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
b. Kembangkan harapan tingkah
f. Mengidentifikasi laku yang tepat dan
dasar perasaan konsekuensinya, berikan pasien
marah tingkat fungsi kognitif dan
(Moorhead, 2013: 91) kepastian untuk mengontrol diri
c. Pindahkan barang yang berbahaya
dari lingkungan sekitar pasien
d. Antisipasi situasi pemicu yang
mungkin membuat pasien
menyakiti diri dan lakukan
pencegahan
e. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi dan
perasaan yang mungkin memicu
prilaku menyakiti diri
f. Gunakan pendekatan yang tenang
dan tidak menghukum pada saat
menghadapi prilaku menyakiti
diri
g. Bantu pasien dengan cara yang
tepat mengatasi tingkat fungsi
kognitifnya didalm rangka
mengidentifikasi dan
mengasumsikan tangguang jawab
terhadap komunikasi dan prilaku.
(Bulechek, 2013: 94)
Poltekkes Kemenkes
2) Tujuan khusus
Menurut Kemenkes RI (2012: 179), tujuan khusus sebaga
berikut:
a) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b) Pasien mampu menjelaskan penyebab marah
c) Pasien mampu menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/
prilaku kekerasan
d) Pasien mampu menjelaskan prilaku yang dilakukan saat
marah
e) Pasien mampu menyebutkan cara mengontrol rasa marah/
prilaku kekerasan
f) Pasien mampu melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan
kemarahan
g) Pasien mampu memakan obat secara teratur
h) Pasien mampu melatih bicara yang baik saat marah
i) Pasien mampu melatih kegiatan ibadah untuk
mengendalikan rasa marah.
3) Tindakan keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012: 181), tindakan keperawatan
sebagai berikut:
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan adalah:
(1) Mengucapkan salam setiap berinterakssi dengan pasien
(2) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang
disukai pasien
(3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
(4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan
tempatnya dimana
(5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan terapi
Poltekkes Kemenkes
(6) Tunjukkan sikap empati
(7) Penuhi kubutuhan dasar pasien
b) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang
menyebabkan prilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
c) Diskusikan tanda- tanda pada pasien jika terjadi prilaku
kekerasan
(1) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
fisik
(2) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
psikologis
(3) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
sosial
(4) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
spiritual
(5) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
intelektual
d) Diskusikan bersama pasien prilaku kekerasan yang bisa
dilakukan pada saat marah secara:
(1) Verbal
(2) Terhadap orang lain
(3) Terhadap diri sendiri
(4) Terhadap lingkungan
e) Diskusikan bersama pasien akibat prilakunya
f) Latih pasien cara mengontrol prilaku kekerasan secara
(1) Fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal
(2) Patuh minum obat
(3) Sosial/ verbal: bicara yag baik, meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan
(4) Spiritual: sholat / berdo’a sesuai keyakinan pasien.
Poltekkes Kemenkes
keluarga dapat mengontrol/ mengendalikan prilaku kekerasan.
Menurut Kemenkes RI (2012: 182), pada masing-masing
pertemuan dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan strategi
pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
a) SP 1 pasien: pengkajian dan latihan napas dalam dan
memukul kasur atau bantal
membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, prilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat dari prilaku kekerasan,
dan jelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan: fisik, obat,
verbal dan spiritual. Latihan cara mengontrol prilaku
kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan
bantal, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b) SP 2 pasien: latih patuh minum obat
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, tanyakan manfaat dan beri pujian, latih
mengontrol prilaku kekerasan dengan obat, jelaskan 6
benar: benar nama, benar jenis, benar dosis, benar waktu,
benar cara, kontinuitas minum obat dan dampak jika tidak
kontinu minum obat, masukkan pada jadwa kegiatan latihan
fisik dan minum obat
c) SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, makan obat dengan patuh dan benar, tanyakan
manfaat dan beri pujian, latih cara mengontrol prilaku
kekerasan secara verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar), masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik minum obat, dan verbal.
d) SP 4 pasien: latiahan cara spiritual
Poltekkes Kemenkes
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, minum obat dengan patuh dan benar, bicara
yang baik, tanyakan manfaatnya, beri pujian, latih
mengontrol marah dengan cara spiritual, masukkan pada
jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum obat, verbal dan
spiritual.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
Menurut Muhith (2015: 189), tindakan keperawatan untuk keluarga
sebagai berikut:
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan
akibat dari perilaku tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda/ orang lain
d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
(1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan
Poltekkes Kemenkes
e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga
tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah
(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien.
(2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku
kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang
muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
(3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien
yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melempar atau memukul benda/orang lain.
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara
mengontrol Kemarahan
(1) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah.
(2) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(3) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(4) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan.
SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama
keluarga. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan atau menggambarkan
suatu masalah-masalah/keadaan/peristiwa sebagaimana adanya secara
sistematis. Dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien Prilaku Kekerasan di Ruangan Merpati RS. Jiwa
Prof. HB. Saanin Padang.
Poltekkes Kemenkes
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono,
2014: 219). Peneliti mengumpulkan data pasien prilaku kekerasan
sebanyak 20 orang dan peneliti melakukan skrining sesuai dengan kriteria :
1. Pasien tampak mudah marah, 2. Pasien melampiaskan marah dengan
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, 3. Ketika marah akan
mengungkapkan berupa ancaman,berkata kasar dan ingin memukul, 4.
Ketika marah jantung berdebar- debar, mata melotot, rahang terkatup rapat
dan tangan mengepal, setelah dilakukan skrining terjaring klien 14 orang
pasien. Selanjutnya, peneliti melakukan random acak sederhana yaitu
dengan cara pengambilan lot nama-nama pasien dan didapatkan 2 orang
sampel.
Poltekkes Kemenkes
dengan mengumpulkan sejumlah item-item dalam bentuk pernyataan yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Item-item tersebut kemudian diisi
oleh responden dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang
telah disediakan. Adapun empat alternatif jawaban yang disediakan adalah
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Alat pemeriksaan fisik yaitu terdiri dari tensimeter, stetoskop, thermometer
dan timbangan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
pengkajian keperawatan, analisa keperawatan, rencananaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan.
Poltekkes Kemenkes
3. Setelah mendapat izin dari RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, penulis
menyebarkan format Skrining kepada setiap pasien yang menjadi
responden dalam penelitian ini.
Poltekkes Kemenkes
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan
prilaku kekerasan saat ini dan yang lalu, bantu pasien
mengidentifikasikan sumber dari kemarahan
3) Latih pasien cara mengontrol prilaku kekerasan secara
a) SP 1 pasien: pengkajian dan latihan napas dalam dan memukul
kasur atau bantal yaitu dengan memberikan pendidikan
mengenai metode untuk mengatur pengalaman emosi yang
sangat kuat misalnya: teknik relaksasi, dan menulis.
b) SP 2 pasien: latih patuh minum obat dengan memberikan
pengetahuan tentang pentinya patuh minum obat dan
memberikan obat oral dengan cara yang tepat
c) SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal, Bantu dalam
mengembangkan metode yang tepat untuk mengekspresikan
kemarahan pada orang lain misanya asertif dan mengunakan
pernyataan mengungkapkan perasaan. Berikan model peran
yang bisa mengekspresikan marah dengan cara yang tepat dan
dukung pasien untuk mengimplementasikan strategi mengontrol
kemarahan dengan menggunakan ekspresi
d) SP 4 pasien: latiahan cara spiritual, Bantu pasien dengan cara
yang tepat mengatasi tingkat fungsi kognitifnya didalam rangka
mengidentifikasi dan mengasumsikan tangguang jawab terhadap
komunikasi dan prilaku
Strategi pelaksanaan halusinasi yaitu:
1) Sp 1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
a) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya dan
pengenalanakan halusinasi : Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon pasien, serta upaya yang telah
dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi
b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan mengahardik
c) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
2) SP 2 pasien : 6 benarminumObat
a) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
Poltekkes Kemenkes
b) Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi yang dialami
dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik, berikan pujian
c) Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
(jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat sesuai
jadwal
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (jenis,
waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3) SP 3pasien : Bercakap cakap
a) Evaluasi gejala halusinasi
b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontro halusinasi dengan
menghardik, minumobat, berikan pujian
c) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan menghardik,
minum obat sesuai jadwal
d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap saat
terjadi halusinasi
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
4) SP 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari hari
Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk beberapa kegiatan
harian. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan semakin sedikit
kemungkinan berhalusinasi. Kegiatan yang dilakukan adalah
menyapu lantai dan mengepel lantai
a) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik, minumobat, dan bercakap cakap dengan
orang lain, berikan pujian
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian (mulai
2 kegiatan)
Poltekkes Kemenkes
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk melakukan kegiatan
harian
Strategi pelaksanaan harga diri rendah yaitu:
1) SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama
a) Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tentang diri sendiri dan
pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan
yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
mencapai harapan yang belum terpenuhi
b) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien ( buat daftar kegiatan)
c) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat
dilaksanakan)
d) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
e) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih
f) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
g) Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan
untuk latihan
2) SP 2 Pasien: Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang
telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
e) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan
3) SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua
yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
Poltekkes Kemenkes
d) Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan dilatih
e) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan
4) SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga
d) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
e) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan dilakukan
pada tanggal 19 – 22 februari 2018, strategi pelaksanaan halusinasi
dilakukan pada tanggal 22 – 25 februari 2018, dan strategi pelaksanaan
harga diri rendah dilakukan pada tanggal 25 – 28 februari 2018.
Pelaksannaan strategi pelaksanan ada pada responden yang mesti
diulang-ulang.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari tindakan keperawatan dilakukan selama 9 hari ketiga
masalah yang ditemukan pada kedua responden dapat teratasi namun
pentingnya melakukan pengulangan pada setiap strategi yang diajarkan.
Poltekkes Kemenkes
predisposisi, fisik (keluhan fisik), psikososial, status mental (interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, daya
tilik diri), psikososial (genogram, konsep diri, hubungan sosial, spiritual),
kebutuhan persiapan pulang (makan, mandi, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, kegiatan didalam rumah,
kegiatan diluar rumah), mekanisme koping masalah psikososial serta
lingkungan, dan pengetahuan.
b. Observasi/monitor
Cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung
kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang
akan diteliti, seperti: fisik (pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu,
menghitung frekuensi napas, menghitung frekuensi nadi, mengukur berat
badan dan tinggi badan. Selain itu juga memonitor status mental
(penampilan, pembicaraan, interaksi selama wawancara, proses pikir,
tingkat kesadaran), dan kebutuhan persiapan pulang (makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat).
c. Studi dokumentasi
Penulis mengumpulkan data atau informasi melalui catatan keperawatan
status klien, seperti aspek medik (diagnosa medik yang dirumuskan
dokter, psikofarmaka).
F. Rencana Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua data
yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisa berdasarkan
data subjektif dan data objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan
implementasi serta evaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan melihat
perbedaan antara partisipan pertama dengan partisipan kedua, kemudian
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian
antara teori yang ada dengan kondisi pasien.
Poltekkes Kemenkes
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Poltekkes Kemenkes
masuk rumah sakit pasien masuk rumah sakit pasien tidak
gelisah, tidak mau minum obat, mau minum obat dan marah-
mengamuk dan memukul orang marah tanpa sebab dengan
lewat dengan batu, emosi labil, membanting barang- barang di
marah tanpa sebab, melempar rumah, marah ketika keinginan
alat- alat rumah tangga , bicara tidak dipenuhi, emosi labil,
dan tertawa sendiri, banyak mengikuti keinginan sendiri,
bicara ngawur, mengancam mengancam akan memukul orang
keluarga, curiga pada istri dan tua, bicara dan ketawa sendiri
anak- anak, merasa paling tanpa sebab, curiga dengan
benar, mendengar suara- suara keluarga dan orang lain, merasa
dan melihat bayangan, susah ada yang memanggil, mendengar
tidur, klien masuk karena bisikan dan melihat ada bayangan
menggangu lingkungan yang mengejar.
Keluhan Pada saat dilakukan pengkajian Pada saat dilakukan pengkajian
Utama pada tanggal 19 Februari 2018, pada tanggal 19 Februari 2018,
partisipan 1 (Tn. K) mengatakan partisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
masih merasakan curiga dengan Pasien mengeluh bingung ingin
orang lain sehingga klien tidak melakukan kegiatan apa
mau berkomunikasi dengan diruangan, merasa kesal apabila
pasien lain, pandangan mata ada keributan selama diruangan,
tajam, kedua tangan mengepal. pasien juga mengatakan susah
Klien mengatakan senang berinteraksi dengan teman- teman
sendirian, pasien mengatakan diruangan karna pasien marah
malu pada dirirnya dan pasien apabila perkataannya tidak di
mengatakan bila pasien sendiri dengarkan, pasien mengatakan
maka paisen akan melihat lebih senang berbicara dengan
bayangan dan suara aneh. perawatan atau dokter ruangan.
Pasien tampak berbicara dan
tertawa sendiri.
Faktor
Predisposisi
Gangguan Partisipan 1 (Tn. K) Pada saat Partisipan 2 (Tn. Y)
Jiwa Dimasa dilakukan pengkajian pada menderita penyakit ini
Lalu tanggal 19 Februari 2018 pasien sejak tahun 1996,
mengatakan menderita penyakit pasien mengatakan
ini sejak tahun 2010, pasien adanya kekerasan
mengatakan awalnya diguna-guna dalam rumah tangga
oleh orang kampungnya karena dan diperberat dengan
tidak suka dengan keluarga Tn. K stress menyelesaikan
sehingga memicu terjadinya skripsi. Sehingga klien
masalah dengan istri dan anak- awalnya memecahkan
anaknya dan dirumah Tn. K piring di rumah orang
menghancurkan alat- alat rumah tuanya.
tangga. Pasien mengatakan
beberapa kali masuk rumah sakit
kerena keinginan yang tidak
dipenuhi keluarga sehingga ia
Poltekkes Kemenkes
mengancam keluarga.
Pengobatan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Sebelumnya terakhir dirawat mei 2017 mengatakan terakhir
mengatakan kontrol teratur ke dirawat Desember 2017
puskesmas, pasien mengatakan mengatakan kontrol
dapat beradaptasi dengan teratur ke puskesmas,
lingkungan masyarakat namun pasien mengatakan
gejala- gejala gangguan jiwa dapat beradaptasi
masih ada, seperti cepat marah, dengan lingkungan
namun dalam 2 bulan ini tidak masyarakat namun
minum obat gejala- gejala
gangguan jiwa masih
ada, seperti cepat marah
namun dalam 2 hari ini
tidak minum obat.
Trauma
Aniaya Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Fisik pada umur 49 tahun pernah mengatakan pada umur
menjadi pelaku aniaya fisik, 14 tahun pernah
dimana partisipan 1 (Tn. K) menjadi korban aniaya
mengatakan melempar tetangga fisik, ketika teman SMP
dengan batu. memukul Tn. Y .
Aniaya Partisipan 1 (Tn. K) tidak pernah Partisipan 2 (Tn. Y) tidak
Seksual menjadi pelaku, korban atau saksi pernah menjadi pelaku,
aniaya seksual sebelumnya. korban atau saksi
aniaya seksual
sebelumnya.
Penolaka Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 1 (Tn. Y)
n pada umur 43 tahun, sejak sakit mengatakan pada umur
jiwa klien dikucilkan tetangga 24 tahun, sejak sakit
jiwa klien dikucilkan
keluarga dan tetangga
Kekerasa Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
n dalam tidak pernah menjadi pelaku atau mengatakan pada umur
Keluarga korban kekerasan dalam keluarga 20 tahun pernah
sebelumnya. menjadi saksi kekerasan
dalam keluarga.
Tindakan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Kriminal tidak pernah menjadi pelaku, mengatakan tidak
korban atau saksi tindakan pernah menjadi pelaku,
kriminal sebelumnya korban atau saksi
tindakan kriminal
sebelumnya
Anggota Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Keluarga tidak ada anggota keluarga yang mengatakan tidak ada
yang lain yang mengalami gangguan anggota keluarga yang
Mengalami jiwa. lain yang mengalami
Gangguan gangguan jiwa.
Poltekkes Kemenkes
Jiwa
Pengalaman Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Masa Lalu pengalaman yang tidak pengalaman yang tidak
yang Tidak menyenangkan adalah kegagalan menyenangkan adalah kegagalan
Menyenangk dalam menjaga anak ke tiga Tn. dalam mendapapat pekerjaan
an K yang sakit. sehingga Tn. Y beranggapan
tidak mampu membahagiakan
orang tua dan adanya kegagalan
dalam berumah tangga.
Pemeriksaan
Fisik
Tanda- Pada saat dilakukan pemeriksaan Pada saat dilakukan
tanda Vital fisik pada partisipan 1 (Tn. K) pemeriksaan fisik pada
didapatkan hasil TD : 120/70 partisipan 2 (Tn. Y)
mmHg, N: 85 x/ menit, S: 36,8 didapatkan hasil TD:
0
C, P: 20 x/ menit, TB: 170 cm, 120/80 mmHg, N: 80
BB: 60 kg. x/menit, S : 36,3 oC, P:
18 x/menit, TB: 174
cm, BB: 56 kg.
Keluhan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Fisik badan terasa lelah mengatakan badan
terasa lelah dan ingin
mencabut gigi
Psikososial
Genogram Partisipan 1 (Tn. K) merupakan Partisipan 2 (Tn. Y)
anak ke empat dari 4 bersaudara, merupakan anak
klien sudah menikah, pasien pertama dari 5
memiliki 6 orang anak, pasien bersaudara, klien duda,
serumah dengan istri dan 4 pasien seruah dengan
anaknnya. Tidak ada anggota ibu dan adik bungsu
keluarga pasien yang pernah pasien, Tidak ada
mengalami gangguan jiwa, pasien anggota keluarga pasien
menjalani komunikasi yang baik yang pernah mengalami
dengan keluarga dan dalam gangguan jiwa, pasien
pengambilan keputusan adalah menjalani komunikasi
anak pertama pasien. yang baik dengan
keluarga dan dalam
pengambilan keputusan
adalah ibu pasien.
Konsep Diri
Citra Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. K)
Tubuh menyukai semua anggota mengatakan menyukai
tubuhnya. semua anggota
tubuhnya.
Identitas Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri ia anak terakhir, ia hanya tamat merupakan anak
SD, klien mengatakan puas jadi pertama dari 5
seorang laki-laki dan mensyukuri bersaudara, ia tamat S1,
Poltekkes Kemenkes
apa yang diberikan Tuhan pasien mengatakan puas
kepadanya. jadi seorang laki-laki
dan mensyukuri apa
yang diberikan Tuhan
kepadanya.
Peran Partisipan 1 (Tn. K), mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Diri tidak puas dengan perannya tidak puas dengan perannya
kepala keluarga dalam keluarga. sebagai anak pertama. Pasien
Pasien mengatakan tidak berhasil mengatakan tidak berhasil
memberikan pendidikan yang menjadi kakak untuk adik-
baik untuk anaknya adiknya dan tidak mampu
menjadi tulang punggung
keluarga karena tidak
mendapatkan pekerjaan yang
tetap sehingga Tn. Y merasa
tidak berguna dalam keluarga.
Ideal Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri ingin sembuh dan ia akan mengatakan ingin
berusaha memberikan yang sembuh dan
terbaik untuk anaknya. mempunyai pekerjaan
yang tetap
Harga Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri dirinya tidak berharga lagi karena mengatakan ingin
sakitnya dan merasa malu dengan pulang cepat dan
tetangga. bekerja supaya
menghasilkan uang.
Hubungan
Sosial
Orang Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
terdekat dekat dengan anak keduanya dan mengatakan dekat
anaknya merupakan tempat ia dengan ibunya dan
sering bercerita. ibunya merupakan
tempat ia sering
bercerita..
Peran Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
serta dalam jarang atau tidak pernah mengatakan jarang atau
kegiatan berinteraksi atau ikut dalam tidak pernah
Kelompok/ma kegiatan kelompok/ masyarakat berinteraksi atau ikut
syarakat disekitar rumahnya. dalam kegiatan
kelompok/masyarakat
disekitar rumahnya
Hambata Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
n dalam lebih suka menyendiri atau mengatakan tidak dapat
berhubungan sendirian. mengontrol emosi
dengan orang sehingga orang sekitar
lain takut berinteraksi
dengan pasien.
Spiritual
Poltekkes Kemenkes
Nilai dan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Keyakinan beragama islam dan percaya mengatakan beragama
dengan Tuhan dan penyakit yang islam dan percaya
dideritanya merupakan ujian dari dengan Tuhan dan
Tuhan. penyakit yang
dideritanya merupakan
ujian dari Tuhan
Kegiatan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Ibadah jarang menjalankan ibadah solat 5 mengatakan sejak sakit
waktu selama dirumah dan gangguan jiwa tidak
selama di rumah sakit pasien ada melakukan shalat 5
menjalankan ibadah solat 5 waktu.
waktu.
Status Mental
Penampil Penampilan partisipan 1 (Tn. K) Penampilan partisipan 2
an Selama dirumah sakit penampilan (Tn. Y) tidak rapi,
klien tidak rapi, penggunaan baju rambut klien
sesuai dengan cara berpakaian berantakan, tangan
seperti biasa rambut pasien sudah bersih dan kuku
panjang, tangan bersih dan kuku pendek.
pendek.
Pembicar Pembicaraan partisipan 1 (Tn. K) tisipan 2 (Tn. Y) Saat di kaji tidak
aan Saat di kaji cukup kooperatif, kooperatif, nada berbicara keras,
nada berbicara keras, dan klien klien tidak mampu memulai
mampu memulai percakapan percakapan terlebih dahulu lebih
terlebih dahulu namun kontak banyak diam dan disela-sela
mata kurang percakapan klien sering bicara
sendiri.
Aktivitas Partisipan 1 (Tn. K) tampak Partisipan 2 (Tn. Y) tampak
Motorik tegang dan banyak diam, klien gelisah, klien suka
lebih banyak mengasingkan diri mondar mandir
diruangan
Alam Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Perasaaan perasaannya sedih dan ada yang perasaannya takut lama keluar
ditakuti dari rumah sakit ini.
Poltekkes Kemenkes
asalnya, muncul ketika pasien halusinasi pendengaran dan
bermenung dan menyendiri penglihatan dengan melihat
bayangan laki-laki besar dan
mendengar suara- suara yang
tidak tahu darimana asalnya.
Proses Partisipan 1 (Tn. K) ketika ika berinteraksi partisipan 2 (Tn.
Pikir berinteraksi Tn. K pembicaraan Y) pembicaraan pasien sering
sering di ulang- ulang terhenti dari satu topic ke topic
lainnya.
Isi pikir Isi pikir Tn. K adalah sisip pikir, pikir Tn. Y adalah curiga, Tn Y
setiap ditanya berinteraksi dengan mengatakan merasa ada orang
Tn. K sering mengatakan bahwa yang akan menyakitinya
dia merasa ada yang di masukkan
dalam pikiran sehingga sering
terulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan, dan pasien curiga
dengan orang lain.
Kebutuhan
Pasien Pulang
Makan Partisipan 1 (Tn. K) makan 3 tisipan 2 (Tn. Y) makan 3
Poltekkes Kemenkes
kali/hari, habis satu porsi, klien kali/hari, habis satu porsi, klien
tidak ada riwayat alergi makanan. tidak ada riwayat alergi
makanan.
Poltekkes Kemenkes
Mekanisme
Koping
Koping Partisipan 1 (Tn. K) mengikuti tisipan 2 (Tn. Y) mengikuti
adaptif kegiatan didalan ruangan merpati kegiatan didalan ruangan
yaitu olahraga merpati yaitu olahraga
Poltekkes Kemenkes
dengan tidak ada masalah dengan ada masalah dengan
pelayanan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan
kesehatan
Pengetahuan Partisipan 1 (Tn. K) menyadari tisipan 2 (Tn. Y) menyadari akan
akan penyakit yang dideritanya, penyakit yang dideritanya klien
Tn. K kurang mengetahui mengetahui kegunaan obat yang
kegunaan obat yang didapatkannya dan mengetahui
didapatkannya dan mengetahui nama obat yang dikonsumsinya.
nama obat yang dikonsumsinya. Tn. Y berharap kesembuhan
Tn. K berharap kesembuhan untuknya.
untuknya.
Aspek Medik
Diagnosa Partisipan 1 (Tn. K) dirawat Partisipan 2 (Tn. Y) dirawat
Medik dengan diagnosa Skizofrenia dengan diagnosa
Paranoid Skizofrenia Paranoid
Terapi Risperidon 2x2 mg Risperidon 2x2 mg
medik Chlorpromazine 1x2 mg Lorazepam 1 x 0,25 mg
trihexyphenidyl 2x2 mg
Perumusan Dari hasil pengkajian dan i hasil pengkajian dan observasi
Masalah observasi diatas ditemukan diatas ditemukan diagnosa
Keperawatan diagnosa prioritas pada Partisipan prioritas pada partisipan 2 (Tn.
1 (Tn. K) yaitu prilaku kekerasan, Y) yaitu prilaku kekerasan,
halusinasi dan isolasi sosial halusinasi dan harga diri rendah.
Intervensi Diagnosa keperawatan prioritas Diagnosa keperawatan
keperawatan pertama yang diambil adalah prioritas pertama yang
priaku kekerasan. Strategi diambil adalah priaku
pelaksaannya sebagai berikut : kekerasan. Strategi
1. Mengontrol marah dengan pelaksaannya sebagai
latihan nafas dalam dan pukul berikut :
bantal 1. Mengontrol marah dengan
2. Minum obat dengan latihan nafas dalam dan
prinsip 6 benar minum obat pukul bantal
3. Mengontrol marah secara 2. Minum obat dengan prinsip
verbal 6 benar minum obat
4. Mengontrol marah dengan 3. Mengontrol marah secara
cara spiritual verbal
Diagnosa keperawatan prioritas 4. Mengontrol marah dengan
kedua adalah halusinasi. Strategi cara spiritual
pelaksanaannya sebagai berikut : Diagnosa keperawatan
1. Menghardik hakusianasi prioritas kedua adalah
2. Minum obat dengan halusinasi. Strategi
prinsip 6 benar minum obat pelaksanaannya sebagai
3. Mengontrol halusinasi berikut :
dengan bercakap – cakap 1. Menghardik hakusianasi
4. Melakukan aktivitas yang 2. Minum obat dengan prinsip
terjadwal 6 benar minum obat
Diagnosa keperawatan prioritas 3. Mengontrol halusinasi
ketiga adalah isolasi sosial. dengan bercakap – cakap
Poltekkes Kemenkes
Strategi pelaksanaannya sebagai 4. Melakukan aktivitas yang
beirikut : terjadwal
1. Melatih pasien bercakap- Diagnosa keperawatan
cakap secara bertahap antara prioritas ketiga adalah
pasien dan perawat atau satu harga diri rendah.
orang lain Strategi pelaksanaannya
2. Melatih pasien bercakap- sebagai beirikut :
cakap dengan 2-3 orang 1. Membantu pasien memilih
3. Melatih pasien bercakap- beberapa kegiatan yang
cakap dengan 4-5 orang dapat dilakukannya, pilih
4. Melatih pasien bercakap- salah satu kegiatan yang
cakap dengan 4-5 orang sambil dapat dilatih saat ini.
melakukan kegiatan 2. Memilih kegiatan kedua,
latih kegiatan kedua.
3. Membantu pasien memilih
kegiatan ketiga, latih
kegiatan ketiga.
4. Membantu pasien memilih
kegiatan keempat, latih
kegiatan keempat.
Tindakan Implementasi keperawatan plementasi keperawatan
Keperawatan disesuaikan dengan rencana disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. tindakan keperawatan.
Implementasi tindakan Implementasi tindakan
keperawatan yang telah dilakukan keperawatan yang telah
oleh peneliti sesuai dengan dilakukan oleh peneliti sesuai
kriteria yang telah ditetapkan dengan kriteria yang telah
dengan membuat strategi ditetapkan dengan membuat
pelaksanaan tindakan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien. keperawatan pada pasien.
Implementasi diagnosa plementasi diagnosa keperawatan
keperawatan prilaku kekerasan prilaku kekerasan dilakukan dari
dilakukan dari tanggal 17 - 22 tanggal 17 - 22 Februari 2018.
Februari 2018. 1. Pada pertemuan pertama
1. Pada pertemuan pertama yang perawat lakukan yaitu
yang perawat lakukan yaitu membina hubungan saling
membina hubungan saling percaya, pengkajian dan
percaya, pengkajian dan latihan latihan napas dalam dan
napas dalam dan memukul kasur memukul kasur atau bantal
atau bantal yaitu dengan yaitu dengan memberikan
memberikan pendidikan pendidikan mengenai
mengenai metode untuk mengatur metode untuk mengatur
pengalaman emosi yang sangat pengalaman emosi yang
kuat misalnya: teknik relaksasi. sangat kuat misalnya: teknik
2. kedua perawat melatih relaksasi.
pasien dengan cara patuh minum 2. kedua perawat melatih
obat. pasien dengan cara patuh
3. ketiga perawat melatih minum obat.
Poltekkes Kemenkes
pasien dengan latiah sosial atau 3. ketiga perawat melatih
verbal, Bantu dalam pasien dengan latiah sosial
mengembangkan metode yang atau verbal, Bantu dalam
tepat untuk mengekspresikan mengembangkan metode
kemarahan pada orang lain yang tepat untuk
misanya asertif dan mengunakan mengekspresikan
pernyataan mengungkapkan kemarahan pada orang lain
perasaan misanya asertif dan
4. Ke empat perawat melatih mengunakan pernyataan
pasien mengontrol marah dengan mengungkapkan perasaan
cara spiritual 4. Ke empat perawat melatih
Peneliti juga melakukan pasien mengontrol marah
implementasi pada diagnosa dengan cara spiritual
keperawatan prioritas kedua dan eliti juga melakukan
ketiga yaitu halusinasi dan isolasi implementasi pada diagnosa
sosial. Implementasi dilakukan keperawatan prioritas kedua dan
sesuai dengan rencana yang telah ketiga yaitu halusinasi dan
dibuat. harga diri rendah. Implementasi
Implementasi diagnosa dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan halusinasi dilakukan yang telah dibuat.
dari tanggal 22 – 25 Februari pl ementasi diagnosa keperawatan
2018. halusinasi dilakukan dari tanggal
1. Mengkaji kesadaran pasien 22 – 25 Februari 2018.
akan halusinasinya dan 1. Mengkaji kesadaran pasien
pengenalan akan halusinasi : Isi, akan halusinasinya dan
frekuensi, waktu terjadi, situasi pengenalan akan halusinasi :
pencetus, perasaan, respon pasien, Isi, frekuensi, waktu terjadi,
serta upaya yang telah dilakukan situasi pencetus, perasaan,
pasien untuk mengontrol respon pasien, serta upaya
halusinasi dengan menghardik yang telah dilakukan pasien
2. Perawat melatih pasien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara patuh minum obat. dengan menghardik
3. Perawat melatih pasien 2. Perawat melatih pasien
dengan cara mengontrol dengan cara patuh minum
halusinasi dengan cara bercakap- obat.
cakap dengan orang lain. 3. Perawat melatih pasien
4. Perawat melatih pasien dengan cara mengontrol
mengotrol halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas sehari-hari. bercakap-cakap dengan
Implementasi pada diagnosa orang lain.
keperawatan isolasi sosial 4. Perawat melatih pasien
dilakukan tanggal 25 - 28 mengotrol halusinasi
Februari 2018 yaitu : dengan cara melakukan
1. Membantu pasien aktivitas sehari-hari.
menyadari masalah isolasi social pl ementasi pada diagnosa
dan melatih pasien bercakap- keperawatan harga diri rendah
cakap secara bertahap antara dilakukan tanggal 25 - 28
pasien dan perawat atau satu Februari 2018 yaitu
Poltekkes Kemenkes
orang lain. 1. Membantu mengarahkan
2. Perawat melatih pasien untuk
pasien bercakap-cakap dengan 2- mengidentifikasikan aspek
3 orang. positif yang pasien miliki,
3. Perawat melatih lalu menolong pasien untuk
pasien bercakap-cakap dengan 4- menilai kegiatan yang dapat
5 orang. pasien lakukan yaitu
4. Perawat melatih merapikan tempat tidur
pasien bercakap-cakap dengan 4- 2. Melatih kegiatan kedua
5 orang sambil melakukan mengepel lantai
kegiatan. 3. Melatih kegiatan ketiga
menyiapkan makanan
4. Mencuci piring, membantu
pasien untuk mengetahui
alat dan cara melakukan
kegiatan yang pasien pilih.
Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap selesai luasi dilakukan setiap selesai
Keperawatan tindakan keperawatan pada tindakan keperawatan pada
partisipan. Evaluasi dilakukan partisipan. Evaluasi dilakukan
pada ketiga diagnosa keperawatan pada ketiga diagnosa
prioritas yang penulis peneliti keperawatan prioritas yang
angkat. Evaluasi yang peneliti peneliti angkat. Evaluasi yang
lakukan meliputi hubungan saling peneliti lakukan meliputi
percaya antara perawat dan pasien hubungan saling percaya antara
tercapai ditandai dengan pasien perawat dan pasien tercapai
bersedia duduk berhadapan ditandai dengan pasien bersedia
dengan peneliti, pasien bersedia duduk berhadapan dengan
berkenalan dan menjabat tangan peneliti, pasien bersedia
peneliti, pasien bersedia berkenalan dan menjabat tangan
menyebutkan nama dan nama peneliti, pasien bersedia
panggilan yang disukai yaitu Tn. menyebutkan nama dan nama
K, pasien bersedia menceritakan panggilan yang disukai yaitu Tn.
tentang masalah yang dialaminya, Y, pasien bersedia menceritakan
selain itu pasien mampu tentang masalah yang
mengulang atau memperagakan dialaminya, selain itu pasien
kembali cara yang dilatih dengan mampu mengulang atau
benar. Pasien menunjukan memperagakan kembali cara
kemampuan napas dalam dan yang dilatih dengan benar.
pukul bantal untuk mengontrol Pasien menunjukan kemampuan
marah. Selain itu pada diagnosa napas dalam dan pukul bantal
halusinasi pasien mampu untuk mengontrol marah. Selain
melakukan strategi pelaksanaan itu pada diagnosa halusinasi
yang diajarkan dengan pasien mampu melakukan
menghardik halusinasi sedangkan strategi pelaksanaan yang
isolasi sosial pasien dapat diajarkan dengan menghardik
berkenalan dengan orang lain di halusinasi, sedangkan harga diri
dalam ruangan hal ini rendah, pasien menunjukan
menunjukan adanya kemajuan kemajuan yang cukup bagus
Poltekkes Kemenkes
yang signifikan pada pasien pasien ingin cepat keluar dari
sesuai dengan rencana. RSJ dan mencari pekerjan yang
tetap.
B. Pembahasan
Pada pembahasan kasus asuhan keparawatan jiwa yang di lakukan pada
partisipan 1 (Tn. K) dan partisipan 2 (Tn. Y) dengan prilaku kekerasan, maka
dalam bab ini peneliti akan membahas kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Peneliti juga
membahas kesulitan yang di temukan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap partisipan 1 (Tn. K) dan partisipan 2 (Tn. K) dengan
prilaku kekerasan, dalam penyusunan asuhan keperawatan peneliti melakukan
suatu proses yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan utama
Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 (Tn. K) ditemukan data
diagnosa prilaku kekerasan dengan keluhan utama sejak 2 bulan yang
lalu sebelum masuk rumah sakit pasien gelisah, tidak mau minum obat,
mengamuk dan memukul orang lewat dengan batu, emosi labil, marah
tanpa sebab, mengancam keluarga, melempar alat- alat rumah tangga,
bicara dan tertawa sendiri, banyak bicara ngawur, curiga pada istri dan
anak- anak, merasa paling benar, pandangan mata tajam, kedua tangan
mengepal. Data diagnosa halusinasi dengan keluhan utama mendengar
suara-suara dan melihat bayangan, muncul ketika sendiri, tampak bicara
dan tertawa sendiri, tampak curiga dengan orang lain. Sedangkan data
untuk diagnosa harga diri rendah dengan keluhan utama lebih senang
sendiri, tidak mau berinteraksi dengan orang lain, merasa malu dengan
diri sendiri, mengungkapakan kegagalan menjadi kepala keluarga dan
merasa tidak berguna.
Poltekkes Kemenkes
2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau minum
obat, marah-marah tanpa sebab dengan membanting barang- barang di
rumah, marah tanpa sebab pada tetangga, marah ketika keinginan tidak
dipenuhi, emosi labil, mengikuti keinginan sendiri, dan mengancam
akan memukul orang tua. Data diagnosa halusinasi dengan keluhan
utama bicara dan ketawa sendiri tanpa sebab, curiga dengan keluarga
dan orang lain, merasa ada yang memanggil, mendengar bisikan dan
melihat ada bayangan yang mengejar. Sedangkan data diagnosa harga
diri rendah dengan keluhan utama merasa dikucilkan, merasa tidak
berguna, tidak mau berinteraksi dengan pasien lain, mengungkapkan
kegagalan dalam mendapat kan pekerjaan, merasa tidak berguna dan
merasa selalu membuat masalah.
Poltekkes Kemenkes
b. Faktor Predisposisi
Peneliti berpendapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa (prilaku kekerasan) pada partisipan 1 (Tn. K) karena
adanya faktor sosio kultural yaitu hubungan sosial yang terganggu
disertai lingkungan sosial yang mengancam kebutuhan individu yang
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah, seperti
pasien menemukan hambatan dalam bermasyarakat yang
mengakibatkan pasien tidak mampu membawa diri dalam masyarakat
yang menyebabkan pasien hilang kendali atas dirinya dan mengamuk,
serta riwayat gangguan jiwa dimasa lalu. Dari data yang di temukan
tindakan pasien terjadi karena proses sosialisasi yang merupakan proses
meniru dari lingkungan yang menggunakan prilaku kekerasan sebagai
cara menyelesaikan masalah, serta budaya tertutup yang membalas
secara diam-diam dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap prilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan diterima
(Prabowo, 2014).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasmila dan Wildan (2015)
menunjukkan bahwa faktor sosiokultural dan lingkungan yang tertinggi
di Poliklinik BLUD RSJ Aceh Tahun 2014 yang memicu terjadinya
skizofrenia adalah diintimidasi di sekolah/lingkungan sosial dan sulit
mendapatkan pekerjaan sebanyak 24 orang responden (23,5%). Pada
penderita skizofrenia dikenal adanya orang yang terkena skizofrenia
akan bergeser ke kelompok sosial ekonomi rendah atau gagal keluar
dari kelompok sosial ekonomi rendah. Seorang yang menderita
skizofrenia akan bergantung kepada lingkungan sekitarnya, kehilangan
pekerjaan, dan berkurangnya penghasilan. Penelitian lain yang
dilakukan Erlina, dkk (2010) menyatakan bahwa faktor yang paling
dominan mempengaruhi kejadian skizofrenia pada responden rawat
jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat
adalah faktor status ekonomi. faktor lingkungan juga diyakini
berkontribusi pada perkembangan skizofrenia. Sulitnya mendapatkan
Poltekkes Kemenkes
pekerjaan dan kurangnya kemampuan untuk mempertahankan aktivitas
yang diarahkan oleh diri sendiri juga membuat klien sulit membina
hubungan interpersonal. Perbedaan budaya dan tingkatan ekonomi serta
kecenderungan untuk mengikuti trend yang ada di daerah mereka juga
berperan pada perkembangan skizofrenia. Ketika mereka tidak mampu
untuk mengikuti arus budaya yang ada, maka mereka cenderung akan
menarik diri dari lingkungan sosial dan mengalami hambatan dalam
mengelola kemampuan emosionalnya.
Poltekkes Kemenkes
mengalami keputusasaan dapat merasa depresi karena suatu keadaan
tertentu, yang jika lama-kelamaan tanpa pengobatan dan penanganan
tertentu dapat memicu munculnya halusinasi. Tekanan hidup yang
berkepanjangan serta tidak adanya dukungan dari keluarga dapat
menjadikan individu tersebut semakin terpuruk dengan gangguannya
sehingga memicu terjadinya skizofrenia.
Hasil survey yang dilakukan oleh Whitfield, dkk dalam Suryani (2015)
di sandiego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50.000 pasien
psychosis menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami
trauma waktu kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and
substance abuse. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hardy et al dalam
Suryani (2015) di UK terhadap 75 pasien psychosis menemukan bahwa
ada hubungan antara kejadian halusinasi dengan pengalaman trauma.
30,6% meraka yang mengalami halusinasi pernah mengalami trauma
waktu masa kecil mereka.
Poltekkes Kemenkes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shofiyah (2015) menunjukkan
bahwa hampir seluruh dari pasien gangguan jiwa yang menjalani rawat
jalan di RSU Wahidin Sudiro Husodo mengalami harga diri rendah, hal
ini disebabkan karena pengalaman penyakit masa lalu atau pernah
mengalami gangguan kejiwaan yang merupakan salah satu penyebab
terbentuknya harga diri rendah pada klien, hal ini membuat klien
melihat dirinya hanya dari segi negatifnya saja. Perasaan kurang
percaya diri pada diri klien membuat mereka sulit untuk kembali
bersosialisasi dengan masyarakat dan cenderung menutup diri.
Sehingga diperlukan dukungan penghargaan terhadap klien dengan
gangguan jiwa akan membantu klien dalam menjalani masa
penyembuhannya karena dengan diberikannya dukungan penghargaan
ini klien akan merasa masih dibutuhkan. Asumsi peneliti harga diri
rendah yang terjadi pada kedua partisipan karena adanya penilaian hal
negatif terhadap dirinya sendiri yang berkepanjangan sehingga
partisipan kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas yang berarti.
Poltekkes Kemenkes
c. Status Mental
Pada status mental terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara
Partisipan 1 dan Partisipan 2 diantaranya penampilan kedua partisipan
tidak rapi rambut dan kumis sudah panjang, tidak berbau, berpakaian
sudah tepat dan sesuai. Pembicaraan kedua partisipan berbeda dimana
partisipan 1 cukup kooperatif sehingga pasien mampu menjawab
semua pertanyaan yang diberikan dan nada berbicara keras, sedangkan
partisipan 2 tidak kooperatif, banyak diam dan tidak mampu memulai
pembicaraan namun nada berbicara keras. Alam perasaan kedua
partisipan takut lama keluar dari rumah sakit, interaksi Selma
wawancara partisipan 1 tidak mudah tersinggung, sedangkan partisipan
2 tampak curiga dengan orang lain. Persepsi kedua partisipan sama-
sama melihat bayangan dan suara aneh, proses piker kedua partisipan
berbeda dimana partisipan 1 sering mengulang-ulang pembicaraan
sedangkan partisipan 2 sering terhenti dari satu topic ke topic lain. Isi
piker kedua pasien berbeda dimana parisipan 1 mengatakan bahwa dia
merasa ada yang di masukkan dalam pikiran sehingga sering terulang
dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan pasien curiga dengan orang lain
sedangkan partisipn 2 mengatakan merasa ada orang yang akan
menyakitinya dan gelisah menunggu keluarga membesuk pasien,
tampak pasien selalu berdiri didekat pintu masuk untuk melihat siapa
yang datang. Menurut Muhith (2015) prilaku yang berhubungan dengan
verbal yaitu mengacam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta
perhatian, bicara keras dan menunjukkaan adanya delusi pikiran
paranoid.
Poltekkes Kemenkes
mampu duduk diam, memukul dengan tinjuan kuat, mengepalkan
tangan kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-
tiba.
Poltekkes Kemenkes
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah pada kedua pasien yang diteliti yaitu
Partisipan 1 dan Partisipan 2. Pada Partisipan 1 dan partisipan 2 ditemukan
diagnosa perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah. Menutut
Prabowo (2014) pohon masalah pada pasien dengan perilaku kekerasan
yaitu harga diri yang rendah sebagai penyebab, perilaku kekerasan sebagai
core problem, dan resiko bunuh diri sebagai akibatnya. Sementara itu
prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu perilaku kekerasan.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa. perilaku kekerasan
pada Partisipan 1 dan Partisipan 2 yaitu dengan data objektif, subjektif,
dan alasan masuk Rumah Sakit Jiwa seperti pasien merusak barang atau
benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku
kekerasan, pandangan tajam, nada suara tinnggi adanya ungkapan ingin
memukul/ melukai dan mengancam secara verbal dan fisik. Pernyataan
dan respon pasien tersebut sesuai dengan teori menurut Kemenkes RI
(2012) tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Poltekkes Kemenkes
mengatakan tidak mendapat pekerjaan yang tetap sehingga pasien merasa
tidak berguna dalam keluarga.
Asumsi peneliti adalah tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek
yang peneliti temukan di lapangan. Harga diri rendah sebagai penyebab
sehingga terjadi halusinasi dan mengakibatkan prilaku kekerasan pada diri
partisipan yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan 1 dan
partisipan 2 yaitu prilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah.
Perawat membuat rencana keperawatan yang terstandar dengan membuat
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap pasien.
Poltekkes Kemenkes
tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien terdiri dari empat,
yaitu strategi pelakasaan pertama perawat membantu pasien mengenal
halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi, strategi pelakasaan
kedua perawat mengevaluasi kemampuan menghardik halusinasi dan beri
pujian, perawat melatih pasien minum obat secara teratur, strategi
pelakasaan ketiga perawat mengevaluasi kemampuan patuh minum obat
dan beri pujian, perawat melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama orang lain, strategi pelakasaan keempat perawat
mengevaluasi kemampuan melakukan bercakap-cakap dan beri pujian,
perawat melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal.
Poltekkes Kemenkes
memprioritaskan masalah sesuai dengan pohon masalah yang telah ada
baik itu dari penyebab maupun akibat yang muncul.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Hasil
penelitian pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan diagnosa perilaku
kekerasan telah dilaksanakan pada Senin, 19 Februari 2018 latihan 1
perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam
dan pukul bantal. Pada hari Selasa, 20 Februari 2018 dilaksanakan
kegiatan latihan 2 perilaku kekerasan yaitu mengajarkan 6 cara benar
minum obat. Pada hari Rabu, 21 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan
latihan 3 perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara verbal.
Dan pada hari Kamis, 22 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan latihan 4
perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara spiritual.
Poltekkes Kemenkes
Pada diagnosa halusinasi pada partisipan 1 dan partisipan 2 dilaksanakan
pada hari Kamis, 22 Februari 2018 latihan 1 halusinasi yaitu menghardik
halusinasi. Pada hari Jumat, 23 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan
latihan 2 halusinasi yaitu patuh minum obat. Pada hari Sabtu, 24 Februari
2018 dilaksanakan latihan 3 halusinasi yaitu bercakap-cakap. Pada hari
Minggu, 25 Februari 2018 dilaksanakan latihan 4 halusinasi yaitu
melakukan aktifitas sehari-hari.
Poltekkes Kemenkes
melakasanakan kegiatan pertama. Pada hari Senin, 26 Februari 2018
dilaksanakan kegiatan latihan 2 harga diri rendah melakasanakan kegiatan
kedua. Pada Selas, 27 Februari 2018 dilaksanakan latihan 3 harga diri
rendah melakasanakan kegiatan ketiga. Pada hari Rabu, 28 Februari 2018
dilaksanakan latihan 4 harga diri rendah melakasanakan kegiatan
melakasanakan kegiatan keempat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
yang telah dilaksanakan. Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang digunakan untuk mengukur apakah tujuan dan
kriteria sudah tercapai. Pada teori maupun kasus dalam membuat
evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin
dicapai. Dimana pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan
keperawatan yang dilakukan selama 9 hari. Ketiga masalah Partisipan 1
dan Partisipan 2 dapat teratasi.
Poltekkes Kemenkes
yang lain, apakah pasien sudah mempu mengekspresikan yang berbeda,
pasien mampu menggunakan aktivitas fisik untuk mengurangi perasaan
marah, mampu mentoleransi rasa marahnya, konsep diri pasien sudah
meningkat, dan kemandirian dalam berfikir dan aktivitas meningkat.
Poltekkes Kemenkes
kekerasan pasien gangguan jiwa sebelum diberikan perlakuan teknik
relaksasi nafas dalam paling bnayak dalam kategori rendah (85 %).
Setelah diberikan latihan napas dalam terjadi peningkatan kemampuan
mengendalikan prilaku kekerasan dalam kategori sedang (71%). Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan antara teknik
relaksasi napas dalam terhadap tingkat emosi klienn prilaku kekerasan
di RS. Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Poltekkes Kemenkes
penerapan asuhan keperawatan yang cukup terdapat 3 responden (9,4%)
yang memiliki sikap baik dan 9 responden (28,1%) yang memiliki sikap
cukup, Dengan mengacu pada hasil penelitian dan teori-teori diatas
maka peneliti Kamahi dapat menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan pemberian asuhan keperawatan terhadap sikap dalam
mengontrol halusinasi.
Poltekkes Kemenkes
yang telah diajarkan hal ini didukung oleh afek partisipan yang tumpul,
hal ini sejalan dengan teori Dermawan (2013), mengatakan bahwa afek
adalah mengacu kepada ekpresi emosi yang dapat diamati dalam ekpresi
wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu
menceritakan perasaannya sehingga untuk strategi pelaksanaan prilaku
kekerasan pada Tn. K harus di ulang berkali-kali karena Tn K
mengatakan lupa cara mengontrol marah dengan strategi yang telah
diberikan, dan pasien juga mengatakan dari semua startegi pelaksanaan
yang diajarkan spiritual (melaksankan shalat) yang bisa meredam rasa
marah pasien
Rencana tindak lanjut pada kedua partisipan adalah perawat tetap harus
mengevaluasi kegiatan strategi pelaksanaan yang sudah diajarkan pada
kedua partisipan dan pada saat pasien pulang peran keluarga juga harus
dilibatkan dalam evaluasi kegiatan partisipan dan anjurkan memberikan
penguatan positif. Hal ini sesuai dengan teori Prabowo (2014),
menyatakan pada evaluasi sangat diperlukan reinforment untuk
menguatkan perubahan yang positif. Pasien dan keluarga juga
dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement.
Poltekkes Kemenkes
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Program Kesehatan Jiwa Kota
Padang periode Januari s/d Desember tahun 2015. Padang.
Instalasi Rekam Medis. 2016. Laporan Kegiataan Tahun 2016 dan Program
Kerja Tahun 2017. Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang
Kamahi, P., dkk. 2015. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Halusinasi Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Di
RSKD DADI Makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5
Nomor 6 Tahun 2015. (5 April 2018)
Poltekkes Kemenkes
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Modul Pelatihan
Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Shofiyah, Erni. 2015. Harga Diri Pada Klien Gangguan Jiwa yang Menjalani
Rawat Jalan Di RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto.
Laporan Penelitian. (8 April 2018)
Poltekkes Kemenkes
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Wahyuni, Sri. 2016. Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Harga Diri
Rendah. Repositori Universiti Of Riau. Diambil dari:
Http:///responsitory. Unri.ac.id/ (5 April 2018)
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa, Jakarta : Salemba Medika.
Poltekkes Kemenkes
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
A. Pengkajian
Ruang Rawat: Merpati Tanggal Dirawat: 13 Februari 2018
I. Identitas Klien
Inisial Klien : Tn. K
Umur :50 Tahun
No. Rekam Medik 030282
Tanggal Pengkajian :19 Februari 2018
Informan :Klien, Status dan Perawat Ruangan
Alamat Lengkap :Simpang Duku, Jorong Kelabu, Simpang
Tonang, Duo Koto Pasaman
II. Alasan Masuk
Tn. K masuk Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tanggal 13
Februari 2018 pukul 18.20 WIB melalui IGD. Pasien diantar oleh
keluarganya untuk kelima kalinya. Pasien sudah pernah dirawat terakhir
bulan Mei 2017. pasien masuk dikarenakan sejak 2 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien gelisah, tidak mau minum obat,
mengamuk dan memukul orang lewat dengan batu, emosi labil, marah
tanpa sebab, melempar alat- alat rumah tangga , bicara dan tertawa sendiri,
banyak bicara ngawur, mengancam keluarga, curiga pada istri dan anak-
anak, merasa paling benar, mendengar suara- suara dan melihat bayangan,
susah tidur, klien masuk karena menggangu lingkungan
III. Faktor Predisposisi
1. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2018 pasien
mengatakan menderita penyakit ini sejak tahun 2010, pasien
mengatakan awalnya diguna- guna oleh orang kampungnya karena
tidak suka dengan keluarga Tn. K sehingga memicu terjadinya masalah
dengan istri dan anak- anaknya dan dirumah Tn. K menghancurkan
alat- alat rumah tangga. Pasien mengatakan beberapa kali masuk rumah
Poltekkes Kemenkes
sakit kerena keinginan yang tidak dipenuhi keluarga sehingga ia
mengancam keluarga
2. Pengobatan Sebelumnya
Tn. K mengatakan terakhir dirawat Mei 2017 mengatakan kontrol teratur ke
puskesmas, pasien mengatakan dapat beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat namun gejala- gejala gangguan jiwa masih ada, seperti
cepat marah, namun dalam 2 bulan ini tidak minum obat
3. Trauma
a. Aniaya Fisik
Tn. K mengatakan pada umur 49 tahun pernah menjadi pelaku aniaya
fisik, dimana saat partisipan 1 (Tn. K) marah maka pasien akan
mengamuk dengan melempar tetangga dengan batu.
b. Aniaya Seksual
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi aniaya
seksual sebelumnya.
c. Penolakan
Tn. K mengatakan pada umur 43 tahun, sejak sakit jiwa klien dikucilkan
tetangga
d. Kekerasan Dalam Keluarga
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku atau korban kekerasan
dalam keluarga sebelumnya.
e. Tindakan Kriminal
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi
tindakan kriminal sebelumnya
4. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tn. K mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang mengalami
gangguan jiwa.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Tn. K mengatakan pengalaman yang tidak menyenangkan adalah kegagalan
dalam menjaga anak ke tiga Tn. K yang sakit.
Poltekkes Kemenkes
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital : TD : 130/80 mmHg, N: 85 x/ menit,
S: 36,8 0C, P: 20 x/ menit.
2. Ukuran : TB: 170 cm, BB: 60 kg.
3. Keluhan Fisik : Tn. K mengatakan badan terasa lelah
V. Psikososial
1. Genogram
= Perempuan
= Laki-laki
= Meninggal
= Pasien
= Orang tinggal serumah
Keterangan :
Tn. K merupakan anak ke empat dari 4 bersaudara, klien sudah menikah,
pasien memiliki 6 orang anak, pasien serumah dengan istri dan 4
anaknnya. Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami
gangguan jiwa, pasien menjalani komunikasi yang baik dengan keluarga
dan dalam pengambilan keputusan adalah anak pertama pasien.
Poltekkes Kemenkes
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Tn. K menyatakan menyukai semua anggota tubuhnya dan tidak ada
terdapat kecacatan
b. Identitas Diri
Tn. K mengatakan ia anak terakhir, ia hanya tamat SD, klien mengatakan
puas jadi seorang laki-laki dan mensyukuri apa yang diberikan
Tuhan kepadanya.
c. Peran Diri
Tn. K mengatakan ia bekerja sebagai petani, pasien mengatakan tidak
puas dengan perannya sebagai kepala keluarga. Pasien mengatakan
tidak berhasil memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya
d. Ideal Diri
Tn. K mengatakan ingin sembuh dan ia akan berusaha memberikan yang
terbaik untuk anaknya.
e. Harga Diri
Tn. K mengatakan dirinya tidak berharga lagi karena sakitnya dan merasa
malu dengan tetangga, pasien mengatakan hubungannya dengan
saudaranya dan anak pertama kurang baik semenjak berulang masuk
rumah sakit.
3. Hubungan Sosial
a. Orang Terdeka
Tn. K mengatakan dekat dengan anak keduanya dan anaknya merupakan
tempat ia sering bercerita.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Tn. K mengatakan jarang atau tidak pernah berinteraksi atau ikut dalam
kegiatan kelompok/ masyarakat disekitar rumahnya (seperti : gotong
royong, dll).
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. K mengatakan lebih senang menyendiri dan tidak mau berinteraksi
dengan pasien
4. Spiritual
Poltekkes Kemenkes
a. Nilai dan Keyakinan
Tn. K mengatakan beragama islam dan percaya dengan Tuhan dan
penyakit yang dideritanya merupakan ujian dari Tuhan.
b. Kegiatan Ibadah
Tn. K mengatakan jarang menjalankan ibadah shalat 5 waktu selama
dirumah dan selama di rumah sakit pasien menjalankan ibadah
shalat 5 waktu.
VI. Status Mental
1. Penampilan
Selama dirumah sakit penampilan klien tidak rapi, rambut bersih, namun
rambut dan kumis sudah panjang, tangan bersih dan kuku pendek,
tubuh tidak berbau dan pakaian bersih serta cara berpakaian sudah tepat
dan sesuai.
2. Pembicaraan
Saat di kaji cukup kooperatif, nada berbicara keras, pasien mampu
menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan pasien bicara apabila
ditanya dan pasien jarang bicara dengan pasien lain dan kontak mata
kurang
3. Aktivitas motorik
Tn. K tampak, tatapan tajam kearah lawan bicara, mengepalkan tangan
apabila kesal dengan pasien lain, banyak diam, dan pasien lebih senang
menyendiri.
4. Alam Perasaaan
Tn. K mengatakan apabila ia ingat anaknya ia akan merasakan sedih dan
pasien ditakut lama keluar dari rumah sakit.
5. Afek
Afek Tn. K selama berinteraksi afek tumpul karena hanya bereaksi bila ada
stimulus emosi yang kuat, yaitu dia akan kesal apabila ada pasien lain
yang mengganggunya, seperti : merebut makanannya.
Poltekkes Kemenkes
Selama berinteraksi Tn. K kooperatif, tidak mudah tersinggung, kontak
mata kurang, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diberikan.
7. Persepsi
Pasien mengatakan melihat bayangan dan mendengar suara aneh yang tidak
tahu darimana asalnya, muncul ketika pasien bermenung dan
menyendiri, pasien tampak berbicara dan tertawa sendiri.
8. Proses pikir
ketika berinteraksi Tn. K pembicaraan sering di ulang- ulang
9. Isi pikir
Isi pikir Tn. K adalah sisip pikir, setiap ditanya berinteraksi dengan Tn. K
sering mengatakan bahwa dia merasa ada yang di masukkan dalam
pikiran sehingga sering terulang dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan
pasien curiga dengan orang lain.
10. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Tn. K tampak bingung, Tn. K mengetahui orientasi
tempat, waktu, dan orang.
11. Memori
Tn. K tidak ada masalah dalam gangguan daya ingat baik dalam kejadian
jangka panjang atau kejadian jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tn. K dapat berkonsentrasi saat berinteraksi dan dalam berhitung.
13. Kemampuan penilaian
Tn. K dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain,
masih mampu melakukan penilaian akan hal yang sederhana, seperti:
pasien menyadari bahwa suatu masalah yang dilakukan dilakukan
dengan marah-marah sangat merugikan dirinya dan orang lain.
14. Daya tilik diri
Tn. K menerima penyakitnya dan tidak menyalahkan ha-hal diluar dirinya.
Poltekkes Kemenkes
Tn. K mampu makan secara mandiri, makan 3 kali/hari, habis satu porsi,
komposisi: nasi, sayur dan lauk pauk, klien tidak ada riwayat alergi
makanan, pasien minum lebih dari 8 gelas/ hari
2. BAB/BAK
Tn. K BAK/BAB pada tempatnya, klien bisa membersihkan setelah
BAB/BAK.
3. Mandi
Tn. K mandi 2 kali/hari, klien mandiri tanpa diarahkan.
4. Berpakaian/Berhias
Tn. K menganti pakaian sekali sehari, rambut acak-acakan.
5. Istirahat/tidur
Tn. K mengatakan selama dirumah susah tidur dan kadang- kadang tidak
tidur, selama dirumah sakit tidur cukup dan teratur 6- 8 jam.
6. Penggunaan obat
Tn. K minum obat 2 kali sehari dengan bantuan minimal oleh perawat.
7. Pemeliharaan kesehatan
Tn. K mengatakan bisa merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan jika
sudah pulang nanti klien akan melanjutkan minum obat secara teratur
dan jika habis akan kontrol rutin.
8. Kegiatan didalam rumah
Tn. K mampu mempersiapkan makanan, merapikan tempat tidur, mencuci
pakaian sendiri dan tidak dapat mengatur biaya sehari-hari sendiri.
9. Kegiatan/aktivitas di luar rumah
Tn. K mengatakan ia sebagai seorang petani, pasien mampu berbelanja
sendiri.
VIII. Mekanisme Koping
1. Koping adaptif
Tn. K mengikuti kegiatan didalan ruangan merpati yaitu olahraga.
2. Koping maldaptif
Tn. K jarang berbicara dengan orang lain didalam ruangan, Klien lebih
sering mencoba menghindari petugas.
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes
1. Masalah dengan Dukungan Kelompok
Tn. K mengatakan jarang ikut dalam kegiatan kelompok, pasien lebih
senang sendiri dan pasien mengatakan dikucilkan oleh orang kampong.
2. Masalah Berhubungan dengan Lingkungan
Tn. K mengatakan ketika marah pasien akan melempar batu ketika ada
yang lewat di depan rumah pasien.
3. Masalah dengan Pendidikan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan pendidikan karena tidak
sekolah.
4. Masalah dengan Pekerjaan
Tn. K mengatakan ia seorang petani, terkadang hasil tani Tn. K tidak
mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari.
5. Masalah dengan Perumahan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan perumahan, Tn. K tinggal
dengan istri dan anak- anaknya.
6. Masalah Ekonomi
Tn. K mengatakan ada masalah dengan ekonomi, karena penghasilan Tn. K
tidak tetap.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan.
X. Pengetahuan
Tn. K menyadari akan penyakit yang dideritanya klien kurang mengetahui
kegunaan obat yang didapatkannya dan mengetahui nama obat yang
dikonsumsinya. Klien berharap kesembuhan untuknya.
XI. Aspek Medik
1. Diagnosa Medik :Skizofrenia paranoid.
2. Terapi Medik :Risperidon 2x2 mg
Chlorpromazine 1x2 mg
XII. Analisa Data
o Data Masalah
Data Subjektif: aku kekerasan
- Pasien mengatakan dibawa ke RSJ
Poltekkes Kemenkes
karena mengamuk dan memukul
orang dengan batu
- pasien mengatakan marah ketika
keinginan tidak dipenuhi dengan
mengancam keluarga
- pasien mengatakan ketika marah
sering melempar alat-alat rumah
tangga
- pasien merasa kesal bila diganggu
oleh pasien lain, seperti meminta
makanannya.
Data Objektif:
- pasien masih tegang, pandangan
tajam kearah lawan bicara,
mengepalkan tangan, nada suara
keras
ta Subjektif: usinasi
- pasien mengatakan melihat
bayangan dan mendengar suara-
suara aneh
- pasien mengatakan ia menyadari
ketika ia bicara dan tertawa sendiri
bila melihat bayangan dan suara
tersebut
- Pasien mengatakan bayangan dan
suara tersebut akan muncul ketika
pasien sendiri
ta Objektif:
- Pasien tampak bicara sendiri dan
tertawa sendiri, terkadang banyak
bicara yang diulang-ulang, curiga
dengan orang lain
Poltekkes Kemenkes
a subjektif: ga Diri Rendah
- pasien megatakan tidak berhasil
memberikan pendidikan terbaik
untuk anaknya sehingga ia merasa
tidak menjalankan perannya
sebagai seorang ayah.
- Pasien mengatakan tidak mau
berinteraksi dengan pasien lain
- Pasien mengatakan lebih senang
sendiri
- Pasien mengatakan malu dengan
dirinya
- pasien merasa tidak berguna dan
selalu membuat masalah
- Pasien mengatakan semenjak sakit
Tn. K dikucilkan tetangga
ata Objektif :
- Pasien tampak tidak mau
berinteraksi dengan pasien lain
- Pasien tampak mengasingkan diri
- Kontak mata pasien kurang
1. Daftar Masalah
a. prilaku kekerasan
b. pengobatan tidak efektif
c. respon pasca trauma
d. Harga diri rendah
e. Gangguan proses pikir
f. Ansietas
g. Halusinasi
h. Gangguan komunikasi verbal
i. Waham curiga
Poltekkes Kemenkes
j. Kurang pengetahuan
2. Pohon Masalah
Resiko
Prilaku
menciderai
Harga Diri
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama klien :Tn.K
No. MR : 030282
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kepe (umum dan khusus)
rawa
tan
Prilaku Tujuan Umum: Setelah rategi Pelaksanaan
Keke Pasien mampu mengontrol melakukan
rasa prilaku kekerasan dan 4X P 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan
n mengungkapkan pertemuan, memukul bantal
kemarahan secara asertif pasien
Tujuan Khusus: mampu a. Membina hubungan saling percaya
a. Pasien mampu membina mengontrol 1) Mengucapkan salam setiap berinterakssi
hubungan saling percaya marah dengan pasien
b. Pasien mampu menjelaskan dengan 2) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang
penyebab marah strategi perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
c. Pasien mampu menjelaskan pelaksanan panggilan yang disukai pasien
perasaan saat terjadinya keperawatan: 3) Gunakan pendekatan yang tanang dan
marah/ prilaku kekerasan a. Mengontrol menyakinkan dengan menanyakan perasaan
d. Pasien mampu menjelaskan marah dengan dan keluhan pasien saat ini
prilaku yang dilakukan saat latihan nafas 4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan
marah dalam dan pukul lakukan bersama pasien, berapa lama akan
e. Pasien mampu menyebutkan bantal dikerjakan dan tempatnya dimana
cara mengontrol rasa marah/ b. Minum obat 5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan
prilaku kekerasan dengan prinsip 6 informasi yang diperoleh untuk kepentingan
f. Pasien mampu melatih benar minum obat terapi
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
kegiatan ketiga.
d. Membantu pasien
memilih kegiatan
keempat, latih SP 2 Pasien: Strategi pelaksanaan pertemuan 2
kegiatan keempat. pada pasien
a. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b. Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan
pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
c. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
dilatih
e. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kegiatan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
P:
- Lanjutkan SP 3, evaluasi
kegiatan SP 1 dan 2
Rabu, 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal S:
21 Februari e. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik - Pasien mengatakan setelah
minum obat badan pasien
2018 dan minum obat, beri pujian
terasa letih
f. Bantu dalam mengembangkan metode yang - pasien mengatakan tidak mau
tepat untuk mengekspresikan kemarahan pada berinteraksi dengan pasien
lain
orang lain misanya asertif dan mengunakan
O:
pernyataan mengungkapkan perasaan - Pasien tampak
g. latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara mempraktekkan cara
meminta dan menolak
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,
dengan baik pada perawat
meminta, menolak dengan benar) A:
h. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Marah masih ada, SP 3 belum
fisik minum obat, dan verbal. optimal
P:
- Lanjutkan SP 4, evaluasi
kegiatan SP 1, 2 dan 3
Kamis, 4 pasien: latiahan cara spiritual S:
22 Februari d. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik, - Pasien mengatakan tidak mau
berinteraksi dengan pasien
2018 minum obat, verbal dan beri beri pujian
lain, lebih suka sendiri
e. latih mengontrol marah dengan cara spiritual O:
f. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Pasien tampak sudah tenang,
pasien mampu melakukan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
rendah
Minggu, 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari-hari S:
25 Februari Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk - pasien mengatakan halusinasi
sudah jarang muncul dengan
2018 beberapa kegiatan harian. Semakin banyak
menghardik
kegiatan yang dilakukan semakin sedikit O:
kemungkinan berhalusinasi. - pasien tampak mengasingkan
diri, terkadang tampak
i) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
tersenyum sendiri
j) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol A:
halusiansi dengan menghardik, minum obat, dan - pasien dapat melakukan
kegiatan diruangan
bercakap cakap dengan orang lain, berikan
P:
pujian - Optimalkan SP 4 dan
k) Latih cara mengontrol halusinasi dengan evaluasi kegiatan SP 1 2 dan
3
kegiatan harian
l) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Strategi pelaksanakan
melakukan kegiatan harian mengontrol halusinasi
m) Melakukan aktifitas sehari hari : Menyapu lantai perlu di ulang berkali-
kali
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
Lampiran
B. Pengkajian
Ruang Rawat: Merpati Tanggal Dirawat: 14 Februari 2018
XIII. Identitas Klien
Inisial Klien : Tn. Y
Umur :46 Tahun
No. Rekam Medik :015401
Tanggal Pengkajian :19 Februari 2018
Informan :Klien, Status dan Perawat Ruangan
Alamat Lengkap : Jalan Watas No 12C RT02/01 Pisang Pauh Padang
XIV. Alasan Masuk
Tn. Y masuk Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tanggal 14
Februari 2018 pukul 15.20 WIB melalui IGD. Pasien diantar oleh
keluarganya untuk ketujuh kalinya. Pasien sudah pernah dirawat terakhir
bulan Desember 2017. Pasien masuk dikarenakan sejak 2 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau minum obat dan marah-
marah tanpa sebab dengan membanting barang- barang di rumah,marah
tanpa sebab pada tetangga, marah ketika keinginan tidak dipenuhi, emosi
labil, mengikuti keinginan sendiri, mengancam akan memukul orang tua,
bicara dan ketawa sendiri tanpa sebab, curiga dengan keluarga dan orang
lain, merasa ada yang memanggil, mendengar bisikan dan melihat ada
bayangan yang mengejar.
XV. Faktor Predisposisi
6. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2018 pasien
mengatakan menderita penyakit ini sejak tahun 1996, pasien
mengatakan awalnya karena stress mengerjakan skripsi untuk
menyelesaikan kuliah S1 nya dan ada masalah didalam keluarga
7. Pengobatan Sebelumnya
Tn. K mengatakan terakhir dirawat Desember 2017 mengatakan kontrol
teratur, pasien mengatakan dapat beradaptasi dengan lingkungan
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
= Perempuan
= Laki-laki
= Meninggal
= Pasien
= Orang tinggal serumah
Keterangan :
Tn. Y merupakan anak pertama dari 5 bersaudara, pasien seorang duda,
pasien serumah dengan ibu dan adek bungsu Tn. Y. Tidak ada anggota
keluarga pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa, pasien
menjalani komunikasi yang baik dengan keluarga dan dalam
pengambilan keputusan adalah ibu pasien.
6. Konsep Diri
f. Citra Tubuh
Tn. Y menyatakan menyukai semua anggota tubuhnya, dan tidak ada
terdapat kecacatan.
g. Identitas Diri
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
8. Spiritual
c. Nilai dan Keyakinan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
4. Koping maldaptif
Tn. K jarang berbicara dengan orang lain didalam ruangan.
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
o Data Masalah
Data Subjektif: aku kekerasan
- Pasien mengatakan akan marah
ketika keinginan tidak dipenuhi,
dan mengancam akan memukul
orang tua
- Pasien mengatakan dibawa ke RSJ
karena yaitu membanting barang-
barang dirumah.
- pasien mengatakan sering marah
tanpa sebab pada tetangga
Data Objektif:
- pasien tampak mondar-mandir,
suara keras, mengatupkan rahang
dengan kuat, mengepalkan tangan,
bersikap curiga
ta Subjektif: usinasi
- pasien mengatakan mendengar
suara-suara memanggil pasien
yang tidak tahu darimana asalnya
- Pasien mengatakan melihat
bayangan laki- laki besar
- Pasien mengatakan merasa ada
yang mengejar
ta Objektif:
- Pasien tampak bicara sendiri dan
tertawa sendiri, curiga dengan
orang lain
a subjektif: ga Diri Rendah
- Pasien mengatakan semenjak sakit
pasien di kucilkan oleh saudara
kandung pasien dan tetangga
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
1. Daftar Masalah
a. Resiko prilaku kekerasan
b. Harga diri rendah
c. Distress spiritual
d. Gangguan proses pikir
e. Ansietas
f. Gangguan komunikasi verbal
g. Halusinasi
h. Waham curiga
i. Kurang pengetahuan
2. Pohon Masalah
Resiko
Prilaku
menciderai
Harga Diri
3. Daftar Diagnosa Keperawatan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
a. Prilaku Kekeasan
b. Halusinasi
c. Harga Diri Rendah
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama klien :Tn.Y
No. MR : 015401
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kepe (umum dan khusus)
rawa
tan
Prilaku Tujuan Umum: Setelah rategi Pelaksanaan
Keke Pasien mampu mengontrol melakukan
rasa prilaku kekerasan dan 3X P 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam
n mengungkapkan pertemuan, dan memukul bantal
kemarahan secara asertif pasien
Tujuan Khusus: mampu h. Membina hubungan saling percaya
j. Pasien mampu membina mengontrol 8) Mengucapkan salam setiap berinterakssi
hubungan saling percaya marah dengan pasien
k. Pasien mampu menjelaskan dengan 9) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan
penyebab marah strategi yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan
l. Pasien mampu menjelaskan pelaksanan nama panggilan yang disukai pasien
perasaan saat terjadinya marah/ keperawatan: 10) Gunakan pendekatan yang tanang dan
prilaku kekerasan e. Mengontrol menyakinkan dengan menanyakan perasaan
m. Pasien mampu menjelaskan marah dengan dan keluhan pasien saat ini
prilaku yang dilakukan saat latihan nafas 11) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan
marah dalam dan pukul lakukan bersama pasien, berapa lama akan
n. Pasien mampu menyebutkan bantal dikerjakan dan tempatnya dimana
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
cara mengontrol rasa marah/ f. Minum obat 12) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan
prilaku kekerasan dengan prinsip 6 informasi yang diperoleh untuk kepentingan
o. Pasien mampu melatih benar minum obat terapi
kegiatan fisik dalam g. Mengontrol 13) Tunjukkan sikap empati, gunakan pendekatan
menyalurkan kemarahan marah secara yang tenang dan tidak menghukum pada saat
p. Pasien mampu memakan obat verbal menghadapi prilaku menyakiti diri
secara teratur h. Mengontrol 14) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
q. Pasien mampu melatih bicara marah dengan membatasi akses terhadap situasi yang
yang baik saat marah cara spiritual membuat frustasi sampai pasien dapat
r. Pasien mampu melatih mengekskpresikan kemarahan dengan cara
kegiatan ibadah untuk adaptif
mengendalikan rasa marah. i. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah
yang menyebabkan prilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu, bantu pasien mengidentifikasikan
sumber dari kemarahan serta tanda dan gejala
marah
j. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang
dilakukan
k. Dikusikan akibat dari prilaku kekerasan
l. Menjelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan:
fisik, obat, verbal dan spiritual.
m. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan
secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal
dengan mengatur pengalaman emosi yang
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
3 pasien : Bercakap-cakap
p) Evaluasi gejala halusinasi
q) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat,
berikan pujian
r) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan
menghardik, minum obat sesuai jadwal
s) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap cakap saat terjadi halusinasi
t) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
11) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat mengatup rahang dengan kuat.
akan lakukan bersama pasien, berapa lama A:
- marah masih ada, SP 1
akan dikerjakan dan tempatnya dimana
tercapai pasien mampu
12) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan membina hubungan saling
informasi yang diperoleh untuk percaya, pasien dapat
memperagakan cara tarik nafas
kepentingan terapi
dalam dan pukul bantal
13) Tunjukkan sikap empati, gunakan P:
pendekatan yang tenang dan tidak - Lanjutkan SP 2 perilaku
kekerasan, evaluasi kegiatan
menghukum pada saat menghadapi prilaku
SP 1
menyakiti diri
14) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
membatasi akses terhadap situasi yang
membuat frustasi sampai pasien dapat
mengekskpresikan kemarahan dengan cara
adaptif
b. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa
marah yang menyebabkan prilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu, bantu pasien
mengidentifikasikan sumber dari kemarahan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Strategi pelaksanakan
mengontrol prilaku
kekerasan perlu di ulang
berkali-kali
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
alusinasi
1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
m) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya
S:
dan pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi, - pasien mengatakan mendengar
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, suara-suara yang memanggil
pasien yang tidah tahu dimana
respon pasien, serta upaya yang telah
asalnya dan melihat bayangan
dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi laki- laki besar, pasien
n) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi mengatakan suara dan
bayangan tersebut sering
dengan menghardik
muncul disaat dirinya sedang
o) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan sendiri
menghardik O:
- pasien tampak bicara dan
tertawa sendiri, pasien mampu
memperagakan menghardik
halusinasi
A:
- Halusinasi masih ada, SP 1
tercapai klien mampu
memperagakan cara
menghardik
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
P:
- Lanjutkan SP 2 halusinasi,
evaluasi kegiatan SP 1
Jumat, 2 pasien : 6 benar minum Obat S:
23 Februari p. Evalusi tanda dan gejala halusinasi - pasien mengatakan suara yang
memanggil masih sering
2018 q. Validasi kemampuan pasien mengenal
muncul dan pasien bisa
halusinasi yang dialami dan kemampuan mengontrol dengan cara
pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik, pasien
mengetahui obat yang
menghardik, berikan pujian
didapatkannya: respiridone
r. Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan dan THP
caramenghardik O:
- pasien masih sering tersenyum
s. Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh
dan bicara sendiri.
minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, A:
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) - Halusinasi masih ada, SP 2
t. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum belum optimal
P:
obat sesuai jadwal - Lanjutkan SP 3, evaluasi
Berikut ini tindakan keperawatan yang harus kegiatan SP 1 dan 2
dilakukan agar pasien patuh minum obat :
16) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
gangguan jiwa
17) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
18) Jelaskan akibat bila putus obat
19) Jelaskan cara mendapatkan obat atau
berobat
20) Jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
Sabtu, 3 pasien : Bercakap cakap S:
24 Februari u) Evaluasi gejala halusinasi - pasien mengatakan suara yang
memanggil manggil sudah
2018 v) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
jarang terdengar namun
halusiansi dengan menghardik, minum obat, bayangan masih ada ketika
berikan pujian pasien sendiri
- Pasien mencoba bicara dengan
w) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi
pasien lain
dengan menghardik, minum obat sesuai O:
jadwal - pasien tampak mulai
berinteraksi dengan pasien lain
x) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
dengan menayakan nama dan
bercakap cakap saat terjadi halusinasi asal pasien.
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
z. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang tanpa arahan perawat
dapat dilakukan saat ini untuk dilatih P:
- Optimalkan kemampuan SP 1
aa. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
melakukannya)
bb. Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada
jadwal kegiatan untuk latihan
Senin, SP 2 Pasien: latihan kegiatan kedua S:
26 Februari r. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah
melakukan kegiatan pertama
2018 s. Validasi kemampuan pasien melakukan
yaitu merapikan tempat tidur,
kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pasien dapat menyebutkan alat
pujian untuk kegiatan kedua
mengepel lantai
t. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
O:
u. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang - pasien tampak sudah bisa
akan dilatih melakukan kegiatan, kontak
mata kooperatif
v. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
A:
w. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Harga diri rendah masih ada,
dua kegiatan klien melakukan dengan
arahan perawat
P:
- Optimalkan kegiatan SP 1 dan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
2
Selasa, SP 3 Pasien : latihan kegiatan ketiga S:
27 Februari g. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan dirinya
senang dapat melakukan
2018 h. Validasi kemampuan melakukan kegiatan
kegiatan
pertama, dan kedua yang telah dilatih dan - pasien mengatakan bisa
berikan pujian mengalihkan bayangan dengan
kegiatan sehari- hari
i. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
O:
dan kedua - pasien tampak sudah bisa
j. Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan menyiapkan makanan, pasien
tampak bersemangat
dilatih
A:
k. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) - pasien mampu melakukan
l. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan tanpa arahan
tiga kegiatan perawat P :
- Optimal kegiatan SP 3,2 dan 1
Rabu, SP 4 Pasien : latihan kegiatan keempat S:
28 Februari (19) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah ingin
cepat keluar dari rumah sakit
2018 (20) Validasi kemampuan melakukan kegiatan
dan mencari pekerjaan
pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih O:
dan berikan pujian - pasien bisa melakukan
kegiatan mencuci piring, klien
(21) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta
Poltekkes Kemenkes
(Lanjutan)