Anda di halaman 1dari 165

`

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRILAKU KEKERASAN


DI RUANGAN MERPATI RS. JIWA. HB. SA’ANIN PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

APRINI YULIAN SARI


NIM : 153110160

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

Poltekkes Kemenkes Padang


`

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRILAKU KEKERASAN


DI RUANGAN MERPATI RS. JIWA. HB. SA’ANIN PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan

APRINI YULIAN SARI


NIM : 153110160

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penulis aturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Prilaku
Kekerasan Di Ruangan Merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang”. Karya
tulis ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi D III
Keperawaan Padang Poltekkes Kemenkes Padang
Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep, Sp. Jiwa selaku Pembimbing I dan Ibu Hj
Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed selaku Pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, memberikan perhatian dan kesabaran dalam
membimbing penulis menyelesaikan proposal ini.
2. H. Sunardi ,SKM, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI Padang
3. Ibu Hj Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang
4. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku ketua program studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang
5. Ibu Dr. Lily Gracediani, M.Kes selaku kepala RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang
beserta staf yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan survey awal
dan penelitian.
6. Bapak Ibu dosen beserta staf Prodi keperawatan Padang yang telah
memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.
7. Orang tua dan keluargaku yang telah memberikan motivasi kepada penulis
baik materil dan moril dalam menyelesaikan proposal ini.
8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Keperawatan Padang dan
seluruh pihak yang telah memberikan dorongan demi penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.

Poltekkes Kemenkes Padang


Semoga bantuan, bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan menjadi
amal shaleh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa karya tulis ilmiah yang penulis susun ini masih banyak terdapat
berbagai kelemahan dan kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritikan
yang konstruktif dari semua pihak atau pembaca yang telah membaca karya tulis
ilmiah ini untuk kesempurnaan tulisan ini dimasa yang akan datang. Mudah-
mudahan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengelolaan pendidikan di
masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat dan
rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Padang, Mei 2018


Peneliti

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
KaryaTulis Ilmiah, 13 Mei 2018
Aprini Yulian Sari
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Prilaku Kekerasan Di Ruangan Merpati
RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2018”

Isi : xii + 81 Halaman + 8 lampiran

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi dari berbagai permasalahan yang penulis temui
yang menunjukkan belum maksimalnya hasil asuhan keperawatan jiwa. Hal ini
terlihat dari 1) Masih adanya pasien yang tidak mampu meredam marahnya
dengan strategi pelaksanaan yang telah diajarkan, 2) Masih adanya pasien yang
berkelahi sesama pasien, 3) Masih adanya pasien yang menolak diberikan
perawatan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan
pada pasien prilaku kekerasan di ruangan merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang tahun 2018.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Populasi penelitian adalah pasien prilaku kekerasan yang berjumlah 14 orang
pasien. Besarnya sampel dari populasi dengan teknik random acak sederhana, jadi
sampel dalam penelitian ini berjumlah 2 orang pasien. Proses penyusunan dimulai
dari bulan November 2017 sampai Juni 2018 dengan waktu pendampingan dan
asuhan keperawatan selama 10 hari. Alat pengumpulan data adalah format
skrining, format pengkajian keperawatan jiwa serta alat pemerikasaan fisik.
Analisa terhadap proses keperawatan yang dilakukan penelitian meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan
dibandingkan dengan teori.
Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama pada kedua partisipan yaitu curiga
dengan orang lain sehingga klien tidak mau berkomunikasi dengan pasien lain,
pandangan mata tajam, kedua tangan mengepal, gerakan meninju, merasa kesal
apabila ada keributan selama diruangan, tampak berbicara dan tertawa sendiri dan
tampak mondar- mandir. Diagnosa keperawatan jiwa yang didapatkan yaitu
prilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Rencana keperawatan jiwa
yang dilaksanakan sudah terstandar, semua rencana tindakan keperawatan jiwa
dapat dilaksanakan, pada implementasi keperawatan perlunya di ulang berkali-kali
untuk memaksimalkan sp yang dilakukan dan evaluasi keperawatan terdapat pada
partisipan 1 (Tn.K) lebih lambat dalam menangkap dan merespon tindakan
strategi pelaksanaan yang di ajarkan dan pasien mengatakan dengan strategi
spiritual shalat dan zikir dapat meredam rasa marah pasien.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Prilaku Kekerasan di Ruangan Merpati perlunya
diulang berkali-kali . Artinya perawat ruangan melanjutkan dan mengevaluasi
tindakan strategi pelaksanaan karena pasien masih meninggalkan tanda- tanda sisa
dari prilaku kekerasan.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Prilaku Kekerasan


Daftar Pustaka : 29 (2009-2017)

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................iii
LEMBAR ORISINILITAS..................................................................v
PERNYATAAN PERSETUJUAN.....................................................vi
ABSTRAK..........................................................................................vii
DAFTAR ISI......................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................x
DAFTAR GAMBAR...........................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................6
C. Tujuan Penelitian............................................................................6
D. Manfaat Penelitian..........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Prilaku Kekerasan...................................................8
1. Definisi Prilaku Kekerasan......................................................8
2. Rentang Respon Marah............................................................9
3. Faktor Predisposisi Prilaku Kekerasan..................................12
4. Faktor Presipitasi Prilaku Kekerasan.....................................15
5. Proses Terjadinya Prilaku Kekerasan....................................16
6. Psikodinamika terjadinya Prilaku Kekerasan........................17
7. Tanda dan Gejala Prilaku Kekerasan.....................................18
8. Mekanisme Koping Prilaku Kekerasan..................................19
9. Penatalaksanaan Prilaku kekerasan........................................21
B. Asuhan Keperawatan Jiwa Prilaku Kekerasan
1. Pengkajian Keperawatan........................................................22
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................29
3. Rencana Keperawatan............................................................30

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian.............................................................................38
B. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................38
C. Populasi dan Sampel....................................................................38
D. Instrumen Pengumpulan data.......................................................39
E. Langkah Pengumpulan Data........................................................40
F. Rencana Analisis..........................................................................44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil penelitian............................................................................45

Poltekkes Kemenkes Padang


1. Pengkajian..............................................................................45
2. Diagnose Keperawatan..........................................................56
3. Rencana Keperawatan............................................................57
4. Implementasi Keperawatan....................................................57
5. Evaluasi Keperawatan............................................................59
B. Pembahasan Kasus.......................................................................61
1. Pegkajian................................................................................61
2. Diagnosis Keperawatan..........................................................68
3. Rencana Keperawatan............................................................70
4. Implementasi Keperawatan....................................................71
5. Evaluasi Keperawatan............................................................74

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................79
B. Saran.............................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR
Tabel 2.1 Rencana Keperawatan Nursing Interventions Classification dan
Nursing Outcome Classification.......................................................28

Tabel 4.1 Deskripsi penelitian Partisipan 1 dan Partisipan 2 dengan Perilaku


Kekerasan di RS.Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang tahun 2018.............45

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Marah...........................................................8

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Prilaku kekerasan.....................................16

Gambar 2.3 Pohon Masalah.......................................................................29

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR

Lampiran 1 Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa Partisipan 1

Lampiran 2 Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa Partisipan 2

Lampiran 3 Informed Consent Partisipan 1 dan Partisipan 2

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 Surat Pengantar Izin Penelitian Poltekkes Kemenkes Padang

Lampiran 6 Surati Izin Penelitian di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Lampiran 7 Surat telah selesai melakukan penelitian di RS. Jiwa Prof. HB.
Sa’anin Padang

Lampiran 8 Ganchart kegiatan

Poltekkes Kemenkes
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya
disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental,
sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga
memiliki risiko mengalami gangguan jiwa (UU Kesehatan Jiwa, 2014).

Sejalan dengan menurut Prabowo (2014) mengatakan, gangguan jiwa


merupakan suatu perubahan pada fungsi kehidupan, menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang disingkat ODGJ merupakan orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU Kesehatan Jiwa, 2014).

Kesehatan jiwa penduduk Indonesia yang dinilai pada Riset kesehatan dasar
(2013) adalah gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta
cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang
ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight)
yang buruk, Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain gangguan
persepsi berupa halusinasi, ilusi, gangguan isi pikiran berupa waham dan
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta adanya tingkah laku yang
aneh baik agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan
sebutan psikosis, diantaranya adalah skizofrenia.

Poltekkes Kemenkes
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar,
21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia,
dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset kesehatan dasar (2013) prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa
Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3
persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta
pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah
(19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6
persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi
adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan
Nusa Tenggara Timur. Sedangkan provinsi Sumatera Barat merupakan
peringkat kesembilan mencapai angka 1,9 juta. Di Sumatera Barat gangguan
jiwa dengan perilaku kekerasan juga mengalami peningkatan dari 2,8 %
meningkat menjadi 3,9 %.

Prevalensi gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di Kota Payakumbuh (4,1


per mil), Padang Pariaman (4,0 per mil) dan Kota Padang Panjang (3,2 per
mil). Sedangkan di Kota Padang 1,1 per mill. Angka tersebut jauh diatas
angka prevalensi gangguan jiwa berat Provinsi Sumatera Barat (1,9 per mil).
Sedangkan prevalensi terendah Sijunjung (4 per mil) dan Kepulauan
Mentawai (0 per mil).

Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia. Menurut Prabowo (2014),
skizofrenia merupakan suatu kondisi terjadinya penyimpangan fundamental

Poltekkes Kemenkes
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun
kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian. Skizofrenia adalah
sekelompok gangguan jiwa berat yang umumnya ditandai oleh distorsi proses
pikir dan persepsi yang berdasarkan, alam perasaan yang menjadi tumpul dan
tidak serasi, kesadaran umumnya tidak jernih dan kemampuan intelektual
biasanya dapat dipertahankan (Kemenkes RI, 2012).

Skizofrenia memiliki tanda dan gejala positif yaitu pada dasarnya merupakan
versi fungsi otak normal yang terganggu yaitu gangguan pada fungsi berpikir,
mengerti, membentuk ide dan merasa percaya diri. Pasien dengan gangguan
pikir dapat mengeluh konsentrasi terganggu atau pikirannya terasa buntu atau
kosong (pikiran terhambat) seorang pasien yang tiba- tiba berhenti karena
bingung ketika sedang berbicara sehingga lawan bicara sulit mengikuti arah
pembicaraan merupakan tanda yang khas. Sedangkan tanda dan gejala negatif
skizofrenia meliputi hilangnya kemampuan pribadi seperti inisiatif, minat
terhadap hal lain, dan perasaan senang, emosi yang tumpul atau datar, sedikit
berbicara, dan banyak waktu yang dihabiskan tanpa melakukan apa- apa
merupakan prilaku yang khas (Davies, Teifion: 2009).

Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat


ditegakkan berdasarkan masalah keperawatan yang paling sering terjadi di
rumah sakit jiwa, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang paling
sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu: perilaku kekerasan,
halusinasi, menarik diri, waham, bunuh diri, defisit perawatan diri
(berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas sehari-hari, buang air),
harga diri rendah. Hasil penelitian terakhir, didapatkan sepuluh diagnosis
keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di
Indonesia yaitu: perilaku kekerasan, risiko perilaku kekerasan (pada diri
sendiri, orang lain, lingkungan, verbal), gangguan persepsi sensori: halusinasi
(pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba, penciuman), gangguan proses
piker, kerusakan komunikasi verbal, risiko bunuh diri, isolasi sosial,
kerusakan interaksi sosial, defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan,

Poltekkes Kemenkes
eliminasi), dan harga diri rendah kronis. Dari seluruh klasifikasi diagnosis
keperawatan yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa ini, telah
dibuat standar rencana tindakan yang dapat digunakan acuan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan jiwa (Yusuf, dkk, 2015).

Salah satu gejala positif dari skizofrenia yang sering muncul adalah prilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa
sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli
dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukan selama di rumah sakit (Yusuf, dkk, 2015).

Tanda dan gejala prilaku kekerasan ada yang menimbulkan kerusakan, tetapi
ada juga yang diam seribu bahasa, gejala-gejala atau perubahan yang timbul
pada klien dalam keadaan marah diantaranya terjadi perubahan fisiologik
(tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil
dilatasi, tonus otot meningkat, kadang-kadang konstipasi, reflek tendon
tinggi), perubahan emosional (mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi,
ekspresi wajah tampak tegang, bila mengamuk kehilangan control diri),
perubahan prilaku (agresif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar, menyerang, memberontak) dan
tindakan kekerasan atau amukan yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Muhith, 2015).

Dampak dari prilaku kekerasan menurut Prabowo (2014), bila tidak


ditanggulangi dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang

Poltekkes Kemenkes
kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Melihat dampak dan kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien
dengan prilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga
kesehatan yang professional, salah satunya yaitu keperawatan jiwa.

Hasil penelitian Rifi Susanti, dkk (2014) tentang Hubungan Pengetahuan dan
Motivasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa, didapatkan pasien gangguan jiwa
dengan halusinasi 339 (38,69%), prilaku kekerasan sebanyak 254 (28,99%)
pasien, isolasi sosial 102 (111,64%) pasien, deficit keperawatan diri 96
(10,95%) pasien dan harga diri rendah 62 (7,07%) pasien. Dari data tersebut
terdapat masalah keperawatan dengan prilaku kekerasan pada posisi kedua
dengan presentase 28,99%.

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Puja tahun 2017
diperoleh data pada bulan januari yang diperoleh dari rekam medic RS. Jiwa
Prof. HB. Sa’anin Padang bahwa pada tahun 2016 pasien dengan gangguan
jiwa sebanyak 10.365 jiwa, dengan pasien rawat inap baru sebanyak 1.106
jiwa dan pasien lama sebanyak 1.174 jiwa. Data diwisma merpati pada bulan
desember 2016 sampai Mei 2017 mengenai pasien prilaku kekerasan
ditemukan sebanyak 151 orang.

Pada saat pengalaman peneliti sebelumnya saat praktek klinik keperawatan


jiwa di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang pada tanggal 15-20 Mei 2017,
dimana pada pasien gangguan jiwa yang mengalami prilaku kekerasan.
berdasarkan pengalaman dan pengamatan di salah satu ruang rawat inap
ditemukan 5 orang pasien dengan prilaku kekerasan, masalah yang muncul
dari pasien tersebut adalah tidak bisa mengontrol rasa marahnya, berkelahi
dengan sesama pasien, pasien berbicara dengan nada keras, cepat dan tatapan
mata tajam. Saat perawat melakukan interaksi untuk melakukan strategi
pelaksanaan (latihan napas dalam dan memukul bantal, patuh minum obat,
latih sosio verbal (mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar), latih
cara spiritual), pasien mampu melaksanakan strategi pelaksaaan yang

Poltekkes Kemenkes
diajarkan perawat, namun ketika pasien marah dan disuruh mengulang
strategi pelaksanaan yang di ajarkan pasien mengatakan tidak bisa meredam
marahnya dengan strategi pelaksanaan yang telah diajarkan sehingga latihan
mengotrol prilaku kekerasan perlu di ulang berkali-kali.

Berdasarkan survey awal di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, didapatkan
data dari laporang ruangan setiap ruangan berdasarkan data 3 bulan terakhir
dimulai dari bulan September sampai November 2017. Jumlah pasien prilaku
kekerasan di ruangan Nuri yaitu 31 orang, di ruangan Cendrawasih yaitu 75
orang, di ruangan Melati yaitu 32 orang, di ruangan Flamboyan yaitu 31
orang, di ruangan merpati yaitu 90 orang. Upaya yang sudah dilakukan oleh
perawat ruangan adalah sudah melatih teknik napas dalam dan memukul
bantal, sudah memberikan pengetahuan tentang pentinya patuh minum obat,
sudah melatih latihan sosio verbal (mengungkapkan, meminta, menolak
dengan benar), dan sudah melatih mengontrol marah secara cara spiritual.
Namun belum maksimalnya hasil yang didapatkan sehingga perlu latihan
berulang-ulang.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas peneliti tertarik mengangkat


topik karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Pasien Prilaku Kekerasan di Ruangan Merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan diatas, maka rumusan
masalah yang diangkat oleh peneliti adalah “bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien prilaku kekerasan di ruangan merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang ?”.

C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.

Poltekkes Kemenkes
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien
prilaku kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
pasien prilaku kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.

D. Manfaat Penelitian
1. Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam melaksanakan
asuhan keperawatan dan menambah pengetahuan dan pengalaman
bagipeneliti dalam penerapan asuhan keperawatan pasien prilaku
kekerasan di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
b. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian diharapakan dapat sebagai bahan masukan bagi
petugas kesehatan RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Dalam
meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalitas khususnya dalam
kasus prilaku kekerasan, dan juga dapat dijadikan data pembanding
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan.
2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi institusi
Dapat menjadi bahan dan rujukan dalam pembuatan ataupun
pengaplikasian asuhan keperawatan pada pasien prilaku kekerasan.

Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

C. Konsep Dasar Prilaku Kekerasan


1. Definisi prilaku kekerasan
Menurut Kusumawati dan hartono (2010), prilaku kekerasan merupakan
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Herman,
2011: 131). Menurut Stuart dan Laraia (2005), prilaku kekerasan adalah
hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panic)
sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman secara
fisik atau konsep diri. Perasaan terancam ini dapat berasal dari stressor
eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari
orang lain) dan internal perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak
mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik (Kemenkes RI,
2012: 176).

Prilaku kekerasan merupakan: 1) respon emosi yang timbul sebagai


reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai
ancaman (diejek/dihina), 2) ungkapan perasaan terhadap keadaan yang
tidak menyenangkan (kecewa keinginan tidak tercapai, tidak puas), 3)
prilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Kemenkes RI, 2012: 176). Prilaku
kekerasan adalah suatu bentuk prilaku yang bertujuan untuk melukai
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka prilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Prilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu saat sedang berlangsung prilaku kekerasan atau riwayat
prilaku kekerasan (Dermawan, 2013: 94). Prilaku kekerasan merupakan
suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang
melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau

Poltekkes Kemenkes
mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan
(Prabowo, 2014: 141).

2. Rentang Respons Marah


Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan atau menentang. Respon
melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu
agresif- kekerasan. Prilaku yang ditampakkan mulai dari yang rendah
sampai tinggi. Umumnya klien dengan prilaku kekerasan dibawa dengan
paksa kerumah sakit jiwa, sering tampak diikat secara tidak manusiawi
disertai dengan bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota
keluarga bahkan polisi. Prilaku kekerasan seperti memukul anggota
keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah
merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga
(Muhith, 2015: 148).

Respon adaptif Respon maladaptive

Asertife frustasi pasif agresif kemarahan


Gambar 2.1: Rentang Respon Marah dalam Muhith, 2015: 148
a. Respon adaptif
1) Pernyataan (asertif)
Prilaku asertif merupakan prilaku individu yang mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah untuk tidak setuju
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga prilaku
ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu (Dermawan,
2013: 94). Menurut Keliat (1996 dalam Muhith 2015: 149),
Karakter asertif sebagai berikut:
a) Moto dan kepercayaan
Bahwa diri sendiri berharga demikian juga orang lain.
Asertif bukan berarti selalu menang, malainkan dapat

Poltekkes Kemenkes
menangani situasi secara efektif. Aku punya hak, demikiian
juga orang lain.
b) Pola komunikasi
Pendengaran yang aktif, menetapkan batasan dan harapan.
Mengatakan pendapat sebagai hasil observasi bukan
penilaian. Mengungkapkan diri secara langsung dan jujur,
memperhatikan perasaan orang lain.
c) Karakteristik
Tidak menghakimi, mengamati sikap dari pada menilainya.
Mempercayai diri sendi maupu orang lain, percaya diri,
memiliki kesadaran sendiri, terbuka, fleksibel, dan
akomodasi. Selera humor yang baik, proaktif dan inisiatif,
berorientasi pada tindakan, reealistis dengan cita-cita,
konsisten, melakukan tindakan yang sesuai untuk mencapai
tujuan tanpa melanggar hak-hak orang lain.
d) Isyarat bahasa tubuh
Terbuka dan gerak- gerik alami, ekspresi wajah yang
menarik, volume suara yang sesuai dan kecepatan bicara
yang beragam.
e) Pemecahan masalah
Bernegosiasi, menawar, menukar dan kompromi,
memfrontasi masalah pada saat terjadi, tidak ada perasaan
negatif yang muncul.
f) Perasaan yang dimiliki
Antusiasme, percaya diri, terus termotivasi, tahu dimana
mereka berdiri.

Prilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah


dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak terugkap.
Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang

Poltekkes Kemenkes
lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaan destruktif yang
ditujukan pada diri sendiri (Dermawan, 2013: 95).
2) Prilaku frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebut individu tidak menemukan alternative lain
(Prabowo, 2014: 142). Respon yang timbul akibat gagal
mencapai tujuan atau keinginan, Frustasi dapat dialami sebagai
suatu abcaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan (Muhith 2015: 151).
b. Respon maladaptive
1) Pasif
Suatu prilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami,
dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata
(Dermawan, 2013: 95). Respon dimana individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami, sikap tidak berani
mengungkapkan keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin
terjadi konflik karena takut tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain (Muhith 2015: 151).
2) Agresif
Prilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam
bentuk destruktif tapi hasil terkontrol (Prabowo, 2014: 142).
Sikap agresif adalah membela diri sendiri dengan melanggar hak
orang lain. Agresif memperlihatkan permusuahan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata
ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih bisa
mengontrol prilaku untuk tidak melukai orang lain (Muhith,
2015: 152).

Poltekkes Kemenkes
3) Kemarahan / kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang
control, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Prabowo, 2014: 142). Prilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata- kata ancaman. Klien tidak mampu
mengendalikan diri. Mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuh yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini, individu maupu melukai dirinya sediri dan orang
lain (Muhith, 2015: 152).

Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat


menimbulkaan kemaraan yang mengarah pada prilaku
kekerasan. Respon perasaan marah dapat diekspresikan secara
eksternal (prilaku kekerasan) ataupun internal (depresi dan
penyakit fisik). Mengekspresikan marah dengan prilaku
konstruktif menggunakan kata- kata yang dapat dimengerti dan
diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan
lega, menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah dapat
teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan prilaku
kekerasan biasanya dilakukan individu kerana ia merasa kuat.
Cara demikian tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan (Dermawan,
2013: 94).

3. Faktor Predisposisi Prilaku Kekerasan


Faktor Predisposisi yaitu faktor pengalaman yang dialami tiap orang,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi prilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami individu.
a. Faktor psikologis
Menurut Herman (2011: 134), factor psikologis sebagai berikut:

Poltekkes Kemenkes
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatann akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi prilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau
lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan
arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa
prilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri prilaku tindak kekerasan
6) Teori pembelajaran, prilaku kekerasan merupakan prilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap
prilaku kekerasan lebih cendrung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologis.

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap


stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Prilaku kekerasan
terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat, seperti kesehatan fisik yang terganggu, hubungan sosial
yang terganggu. Salah satu kebutuhan manusia adalah “berprilaku”,
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berprilaku
kontruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berprilaku destruktif (Kemenkes RI, 2012: 177). Kegagalan yang

Poltekkes Kemenkes
dialami menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif
atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan
(Prabowo, 2014: 142)
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Budaya juga dapat
mempengaruhi prilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima. kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan
menerima prilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah
dalam masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinya prilaku
kekerasan (Herman, 2011: 135).

Norma budaya dapat mempengaruhi individu untuk berespon asertif


atau agresif. Prilaku kekeasan dapat dipelajari secara langsung
melalui proses sosialisasi, merupakan proses meniru dari lingkungan
yang menggunakan prilaku kekerasan sebagai cara menyelesaikan
masalah (Kemenkes RI, 2012: 177). Budaya tertutup dan membalas
secara diam-diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap prilaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah prilaku
kekerasan yang diterima (Prabowo, 2014: 142).
c. Factor biologis
Menurut Herman (2011: 136), ada beberapa yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan prilaku kekerasan, menurut
Herman, 2011: 136, yaitu:
1) Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen neurofisiologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistim limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya prilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin,

Poltekkes Kemenkes
norepineprin, dopamine, asetil kolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitassi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen, dan norefineprin serya
penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan factor predisposisi penting yang
menyebabkan timbulnya prilaku agresif pada seseorang.
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian prilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kario tipe XYY,
yang umumnya memiliki oleh peghuni penjara tindak criminal.
4) Gangguan otak, syndrome otak organic berhubungan dengan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal), penyakit esefalitis, epilepsy, terbukti berpengaruh
terhadap prilaku kekerasan.

Teori dorongan naluri, menyatakan prilaku kekerasan disebabkan


oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat. teori
psikosomatik adalah pengalaman marah, artinya akibat dari respon
psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah (Dermawan,
2013: 94).

4. Faktor Presipitasi Prilaku Kekerasan


Menurut Herman (2011: 136), secara umum seseorang akan marah jika
dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis atau
ancaman konsep diri. Faktor pencetus priaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangakan .
b. Interaksi: penghinaan kekerasan, kehilangan orang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahn diri klien sendiri
mampu eksternal dari lingkungan.

Poltekkes Kemenkes
c. Lingkungan : panas, padat dan bising.

Factor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi


dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab prilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab lainnya (Prabowo, 2014: 143).

5. Proses Tejadinya Prilaku Kekerasan


Menurut Muhith (2015:156), tindakan kekerasan timbul sebagai
kombinasi antar frustasi dan stimulus dari luar sebagai pemicu. Setiap
orang memiliki potensi untuk melakukan tindak kekerasan. Namun pada
kenyataannya, ada orang-orang yang mampu menghindari kekerasan
walau balakangan ini semakin banyak orang yang cendrung berespon
agresi. Prilaku kekerasan merupakan respons kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain, atau lingkungan. Prilaku kekerasan adalah respons marah
terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus
asa, dan ketidakberdayaan. Respons marah dapat diekspresikan secara
internal atau eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak
asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa
perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui
tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3)
menantang. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif
dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat (Yusuf, dkk,
2015).

Poltekkes Kemenkes
6. Psikodinamikan Terjadinya Prilaku Kekerasan

Ancaman Atau

Stres

Ansietas

Marah

Mengungkapkaan Meras Tidak


kemarahan Adekuat
Meras Mengingkari
Memenuhi
Tidakaada Kemarah
Kebutuhan
Penyelesaian menyadarkan
ny orang lain akan an
--Depresi --Agresif
kebutuhannya
--Prilaku Menantang
Menantang Tidak
Marah Kekerasan
Mara
--penyakit Mengekspresik
Berkepanjan h
Ungkapan
ga berupa ancaman, ungkapan an

berupa kata- kata Pengembangan


kasar dan Kemarahan
ungkapan ingin memukul/ melukai
Bermusuhan Kronik

Kemarahan Diarahkan Kepada Diri Kemarahan Diarahkan Keluar


Sendiri
Gambar 2.2 Proses terjadinya Masalah Prilaku kekerasan (Dermawan,
2013: 97).

Poltekkes Kemenkes
7. Tanda dan Gejala Prilaku Kekerasan
Menurut Kemenkes RI (2012: 178), tanda dan gejala prilaku kekerasan
sebagai berikut:
a. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor berbicara dengan
nada keras, kasar serta ketus.
c. Prilaku
Menyerang orang lain melukai diri sendiri/orang lain, merusak orang
lain, merusak lingkungan, serta amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggua, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan sosial

Tanda dan gejala prilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan di dukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman

Poltekkes Kemenkes
2) Ungkapan kata- kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatup rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul benda atau orang lain

8. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
kontruktif dan mengekspresikan marahnya. Menurut Herman (2011:
137), mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif,
denial, dan reaksi formasi. Prilaku yang berkaitan dengan prilaku
kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan siste saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,pupil melebar,
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urin meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku disertai reflek
yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Prilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahan yaitu dengan prilaku pasif, agresif dan asertif. Prilaku
asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan

Poltekkes Kemenkes
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikologis dan dengan prilaku tersebut individu juga dapat
mengembangkan diri.
c. Memberontak
Prilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
prilaku untuk menarik perhatian orang lain
d. Prilaku kekerasan
Tindakan kekerasan/amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungannya.

Menurut Prabowo (2014: 144), beberapa mekanisme koping yang dipakai


pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
remas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya
yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan. Sehingga,
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan. Dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya

Poltekkes Kemenkes
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman
dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan dengan temannya.

9. Penatalaksanaan Prilaku kekerasan


Menurut Prabowo (2014: 145), penatalaksanaan prilaku kekerasan
sebagai berikut:
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromizne HCL yang berguna untuk
mengembalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan
dosis efektif rendah, contohnya trifluoperasine estelasine, bila tidak
ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduaanya
mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi okupasi
Terapi pekerjaan seperti membaca koran, bermain catur, kegiatan
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan bagi
dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien.
Perawat membantu agar dapat melakukan lima tugas kesehatan,
yaitu mengenal masalah keperawatan, membuat keputusan tindakan

Poltekkes Kemenkes
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan
lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah prilaku maladaptive (pencegahan
primer, menanggulangi prilaku maladaptive (pencegahan skunder)
dan memulihkan prilaku maladaptive ke prilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000, menerangkan terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah prilaku yang maladaptive menjadi prilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,
tetapi target terapi adalah prilaku kekerasan.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan listrik melalui elektroda yang di etakkan pada
pelipis pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani skizorefrenia
membutuh 20-30 kali terapi biasanya dilaksankan adalah setiap 2-
3 hari sekali (seminggu 2 kali).

D. Asuhan Keperawatan Jiwa Prilaku Kekerasan


Asuhan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui
kerja sama yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga
kesehatan lainnya. Standar asuha keperawatan terdiri dari lima tahap standar
yaitu : 1) pengkajian, 2) diagnosa, 3) perencanaan, 4) implementasi, 5)
evaluasi (Muhith, 2015: 2).
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama perawat, nama panggilan, nama
pasien, nama panggilan pasien, tujuan, waktu, tempat

Poltekkes Kemenkes
pertemuan, topik yang akan dibicarakan, tanyakan dan catat
umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal masuk, dan
nomor rekam medik.
b. Alasan Masuk
Alasan klien masuk biasanya pasien sering mengungkapkan kalimat
yang bernada ancaman, kata- kata kasar, ungkapan ingin memukul
serta memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara
wajah pasien terlihat memerah dan tegang, pandangan mata tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, biasanya
tindakan keluarga pada saat itu yaitu dengan mengurung pasien atau
mamasung pasien. Tindakan yang dilakukan keluarga tidak dapat
merubah kondisi ataupun prilaku pasien.
c. Faktor predisposisi
Pasien prilaku kekerasan biasanya sebelumnya pernah mendapatkan
perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masih
meninggalkan gejala sisa. Biasanya gejala yang timbul merupakan
akibat trauma yang dialami pasien yaitu penganiayaan fisik,
kekerasan didalam keluarga atau lingkungan, tindakan kriminal yang
pernah disaksikan, dialami ataupun melakukan kekerasan tersebut.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu: pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan tekanan darah, nadi, dan pernafasan, biasanya
pasien prilaku kekerasan tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan akan meningkat ketika klien marah.
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat tiga generasi yang menggambarkan hubungan
klien dengan keluarganya dan biasanya pada genogram akan
terlihat ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
pola komunikasi klien, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh

Poltekkes Kemenkes
Biasanya klien prilaku kekerasan menyukai semua bagian
tubuhnya, tapi ada juga yang tidak.
b) Identitas Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak puas terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang sudah
dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki masalah dalam
menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harapan yang
tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran, dan kesembuhan
dirinya dari penyakit.
e) Harga Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harga diri yang
rendah.
3) Hubungan Sosial
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak mempunyai orang
terdekat tempat ia bercerita dalam hidupnya, dan tidak
mengikuti kegiatan dalam masyarakat.
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya pasien prilaku kekerasan meyakini agama yang
dianutnya dengan melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan
keyakinannya
b) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
5) Status Mental
a) Penampilan

Poltekkes Kemenkes
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan penampilan
kadang rapi dan kadang-kadang tidak rapi. Pakaian diganti
klien ketika ia dalam keadaan yang normal.
b) Pembicaraan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan berbicara dengan
nada yang tinggi dan keras
c) Aktifitas Motorik
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan aktifitas motorik
klien tampak tegang, dan agitasi (gerakan motorik yang
gelisah), serta memiliki penglihatan yang tajam jika
ditanyai hal-hal yang dapat menyinggungnya.
d) Alam Perasaaan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan alam perasaan
klien terlihat sedikit sedih terhadap apa yang sedang
dialaminya.
e) Afek
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan selama
berinteraksi emosinya labil. Dimana klien mudah
tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak
mndukungnya, klien memperlihatkan sikap marah dengan
mimik muka yang tajam dan tegang.
f) Interaksi selama wawancara
i. Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan bermusuhan,
tidak kooperatif, dan mudah tersinggung serta
ii. Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan defensif,
selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
g) Persepsi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tidak ada
mendengar suara-suara, maupun bayangan-bayangan yang
aneh.
h) Proses atau arus fikir

Poltekkes Kemenkes
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah ketopik
lain.
i) Isi Fikir
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu menanyakan
kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.
j) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tingkat
kesadaran klien baik, dimana ia menyadari tempat
keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia berada
dalam pengobatan atau perawatan untuk mengontrol emosi
labilnya.
k) Memori
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan daya ingat
jangka panjang klien baik, dimana ia masih bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah
dialaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
menceritakan penyebab ia masuk ke rumah sakit jiwa.
l) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang pernah
menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalah
dalam hal berhitung, (penambahan maupun pengurangan).
m) Kemampuan penilaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
kemampuan penilaian yang baik, seperti jika dia disuruh
memilih mana yang baik antara makan dulu atau mandi
dulu, maka dia akan menjawab lebih baik mandi dulu.

Poltekkes Kemenkes
n) Daya tarik diri
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyadari
bahwa dia berada dalam masa pengobatan untuk
mengendalikan emosinya yang labil.
f. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang tidak memiliki
masalah dengan nafsu makan maupun sistem pencernaannya,
maka akan menghabiskan makanan sesuai dengan porsi makanan
yang diberikan.
2) BAB/BAK
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa
BAK/BAB ketempat yang disediakan atau ditentukan seperti, wc
ataupun kamar mandi.
3) Mandi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk kebersihan diri
seperti mandi, gosok gigi, dan gunting kuku masih dapat
dilakukan seperti orang-orang normal, kecuali ketika emosinya
sedang labil.
4) Berpakaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masalah berpakaian
tidak terlalu terlihat perubahan, dimana klien biasanya masih bisa
berpakaian secara normal.
5) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk lama waktu tidur
siang dan malam tergantung dari keinginan klien itu sendiri dan
efek dari memakan obat yang dapat memberikan ketenangan
lewat tidur. Untuk tindakan seperti membersihkan tempat tidur,
dan berdoa sebelum tidur maka itu masih dapat dilakukan klien
seperti orang yang normal.

Poltekkes Kemenkes
6) Penggunaan obat
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menerima keadaan
yang sedang dialaminya, dimana dia masih dapat patuh makan
obat sesuai frekuensi, jenis, waktu maupu cara pemberian obat
itu sendiri.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyatakan keinginan
yang kuat untuk pulang, dimana ia akan mengatakan akan
melanjutkan pengobatan dirumah maupun kontrol ke puskesmas
dan akan dibantu oleh keluarganya.
8) Aktivitas didalam rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa diarahkan
untuk melakukan aktivitas didalam rumah, seperti: merapikan
tempat tidur maupun mencuci pakaian.
9) Aktifitas diluar rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan Ini disesuaikan dengan
jenis kelamin klien dan pola kebiasaan yang biasa dia lakukan
diluar rumah.
g. Mekanisme koping
Biasanya pada pasien dengan prilaku kekerasan, data yang
didapatkan saat wawancara pada pasien, bagaimana pasien
mengendalikan diri ketika menghadapi masalah:
1) Koping adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas kontruksif
e) Olahraga
2) Koping maladaptive
a) Minum alcohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan

Poltekkes Kemenkes
d) Menghindar
e) Mencederai diri
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan akan mengungkapakan
masalah yamg menyebabkan penyakitnya maupun apa saja yang
dirasakannya kepada perawat maupun tim medis lainnya, jika terbina
hubungan yang baik dan komunikasi yang baik serta perawat
maupun tim medis yang lain dapat memberikan solusi maupun jalan
keluar yang tepat dan tegas.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai data yang didapatkan, walaupun
saat ini tidak melakukan prilaku kekerasan tetapi pernah melakukan atau
mempunyai riwayat prilaku kekerasan dan belum mempunyai
kemampuan mencegah/ mengontrol prilaku kekerasan tersebut (keliat,
2009: 131).

Pohon Masalah Prilaku Kekerasan

Resiko Bunuh Diri


Effect

Prilaku kekerasan Cor

Harga Diri Rendah Causa

Gambar 2.3 Pohon Masalah Prilaku Kekerasan

Menurut Muhith (2015: 164), diagnosa keperawatan yang muncul adalah


sebagai berikut:
a. Prilaku Kekerasan
b. Resiko Bunuh Diri
c. Harga Diri Rendah.
d.

Poltekkes Kemenkes
3. Rencana Keperawatan

Tabel 2.1
Rencana Keperawatan Nursing Interventions Classification dan
Nursing Outcome Classification

Masalah Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
Resiko 1. Menahan diri dari 1. Bantuan kontrol marah
prilaku prilaku kekerasan. a. Bangun rasa percaya dan
kekerasan Kriteria hasil hubungan yang dekat dan
SDKI: 2017 a. Pasien harmonis dengan pasien
Masalah memperoleh b. Gunakan pendekatan yang tenang
eperawatan perawatan yang dan meyakinkan
dibutuhkan c. Tentukan harapan mengenai
b. Mengidentifikasi tingkah laku yang tepat dalam
faktor-faktor yang mengekspresikan perasaan marah
berkontribusi tentukan fungsi kognitif dan fisik
terhadap prilaku pasien
kekerasan Batasi akses terhadap situasi yang
c. Mengungkapkan membuat frustasi sampai pasien
frustasi dapat mengekspresikan
d. Menunjukkan kemarahan dengan cara yang
harga diri adaptif
e. Menggunakan d. Cegah menyakiti secara fisik jika
mekanisme marah diarahkan pada diri atau
penanganan orang lain
alternatif untuk Lakukan latihan fisik pada stategi
stress pelaksanaan yang pertama yaitu
f. Menahan diri dari teknik napas dalam dan
mengabaikan memukul bantal
kebutuhan dasar e. Dorong penurunan aktivitas yang
yang bergantung sangat kuat misalnya: memukul
mengungkapkan tas, mondar- mandir, latihan yang
perasaan tentang berlebihan
korban f. Berikan pendidikan mengenai
(Moorhead, 2013: 77) metode untuk mengatur
2. Menahan diri dari pengalaman emosi yang sangat
agresif kuat misalnya: teknik relaksasi,
Kriteria hasil menulis jurnal, distraksi
a. Mengidentifikasi g. Berikan obat-obat oral dengan
ketika marah cara yang tepat,

Poltekkes Kemenkes
Masalah
keperawatan Perencanaan
NOC NIC
b. Mengidentifikasi Memberikan penjelasan terkait
ketika frustasi strategi pelaksanaan yang kedua
c. Mengidentifikasi tentang pentingnya patuh minum
situasi yang obat
memicu h. Bantu pasien mengidentifikasi
permusuhan sumber dari kemarahan
d. Mengidentifikasi i. Bantu pasien dengan strategi
tangguang jawab perencanaan untuk mencegah
untuk ekspresi kemarahan dengan
mempertahankan prilaku adaptif dan tanpa
kontrol kekerasan
e. Mengidentifikasi j. Instruksikan penggunaan cara
alternative untuk untuk membuat pasien lebih
agresi tenang misalnya: waktu jeda dan
f. Menahan diri dari nafas dalam
serangan orang k. Bantu dalam mengembangkan
lain metode yang tepat untuk
g. Menahan diri dari mengekspresikan kemarahan
menghancur pada orang lain misanya asertif
Property dan mengunakan pernyataan
(Moorhead, 2013: 85) mengungkapkan perasaan
3. Menahan diri dari Berikan model peran yang bisa
kemarahan mengekspresikan marah dengan
Kriteria hasil : cara yang tepat
a. Mengidentifikasi l. Dukung pasien untuk
ketika marah mengimplementasikan strategi
b. Mengidentifikasi mengontrol kemarahan dengan
saat frustasi menggunakan ekspresi
c. Mengidentifikasi Latih pasien dengan straategi
tanda- tanda awal pelaksanaan yang ketiga yaitu
kemarahan latih cara sosio dan verbal
d. Mengedentifikasi (mengungkapkan, meminta,
situasi yang menolak dengan benar)
memicu kemarahan yang tepat
e. Pendekatan situasi (Bulechek, 2013: 81)
yang tidak dapat 2. Manajemen prilaku : menyakiti diri
diprediksi dengan a. Tentukan motif atau alasan
pikiran terbuka tingkah laku

Poltekkes Kemenkes
Masalah Perencanaan
Keperawatan NOC NIC
b. Kembangkan harapan tingkah
f. Mengidentifikasi laku yang tepat dan
dasar perasaan konsekuensinya, berikan pasien
marah tingkat fungsi kognitif dan
(Moorhead, 2013: 91) kepastian untuk mengontrol diri
c. Pindahkan barang yang berbahaya
dari lingkungan sekitar pasien
d. Antisipasi situasi pemicu yang
mungkin membuat pasien
menyakiti diri dan lakukan
pencegahan
e. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi dan
perasaan yang mungkin memicu
prilaku menyakiti diri
f. Gunakan pendekatan yang tenang
dan tidak menghukum pada saat
menghadapi prilaku menyakiti
diri
g. Bantu pasien dengan cara yang
tepat mengatasi tingkat fungsi
kognitifnya didalm rangka
mengidentifikasi dan
mengasumsikan tangguang jawab
terhadap komunikasi dan prilaku.
(Bulechek, 2013: 94)

Yoseph (2007 dalam Muhith 2014: 165), mangatakan rencana intervensi


keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul setelah
melakukan pengkajian dan rencana intervensi keperawatan dilihat dari
tujuan khusus.
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan umum
Klien dapat mengontrol prilakunya dan dapat mengungkapkan
kemarahannya secara asertif (Dermawan, 2013: 101)

Poltekkes Kemenkes
2) Tujuan khusus
Menurut Kemenkes RI (2012: 179), tujuan khusus sebaga
berikut:
a) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b) Pasien mampu menjelaskan penyebab marah
c) Pasien mampu menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/
prilaku kekerasan
d) Pasien mampu menjelaskan prilaku yang dilakukan saat
marah
e) Pasien mampu menyebutkan cara mengontrol rasa marah/
prilaku kekerasan
f) Pasien mampu melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan
kemarahan
g) Pasien mampu memakan obat secara teratur
h) Pasien mampu melatih bicara yang baik saat marah
i) Pasien mampu melatih kegiatan ibadah untuk
mengendalikan rasa marah.
3) Tindakan keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012: 181), tindakan keperawatan
sebagai berikut:
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan adalah:
(1) Mengucapkan salam setiap berinterakssi dengan pasien
(2) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang
disukai pasien
(3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
(4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan
tempatnya dimana
(5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan terapi

Poltekkes Kemenkes
(6) Tunjukkan sikap empati
(7) Penuhi kubutuhan dasar pasien
b) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang
menyebabkan prilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
c) Diskusikan tanda- tanda pada pasien jika terjadi prilaku
kekerasan
(1) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
fisik
(2) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
psikologis
(3) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
sosial
(4) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
spiritual
(5) Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara
intelektual
d) Diskusikan bersama pasien prilaku kekerasan yang bisa
dilakukan pada saat marah secara:
(1) Verbal
(2) Terhadap orang lain
(3) Terhadap diri sendiri
(4) Terhadap lingkungan
e) Diskusikan bersama pasien akibat prilakunya
f) Latih pasien cara mengontrol prilaku kekerasan secara
(1) Fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal
(2) Patuh minum obat
(3) Sosial/ verbal: bicara yag baik, meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan
(4) Spiritual: sholat / berdo’a sesuai keyakinan pasien.

Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal


empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan

Poltekkes Kemenkes
keluarga dapat mengontrol/ mengendalikan prilaku kekerasan.
Menurut Kemenkes RI (2012: 182), pada masing-masing
pertemuan dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan strategi
pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
a) SP 1 pasien: pengkajian dan latihan napas dalam dan
memukul kasur atau bantal
membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, prilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat dari prilaku kekerasan,
dan jelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan: fisik, obat,
verbal dan spiritual. Latihan cara mengontrol prilaku
kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan
bantal, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b) SP 2 pasien: latih patuh minum obat
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, tanyakan manfaat dan beri pujian, latih
mengontrol prilaku kekerasan dengan obat, jelaskan 6
benar: benar nama, benar jenis, benar dosis, benar waktu,
benar cara, kontinuitas minum obat dan dampak jika tidak
kontinu minum obat, masukkan pada jadwa kegiatan latihan
fisik dan minum obat
c) SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, makan obat dengan patuh dan benar, tanyakan
manfaat dan beri pujian, latih cara mengontrol prilaku
kekerasan secara verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar), masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik minum obat, dan verbal.
d) SP 4 pasien: latiahan cara spiritual

Poltekkes Kemenkes
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi
kemampuan melakukan tarik napas dalam dan pukul kasur
dan bantal, minum obat dengan patuh dan benar, bicara
yang baik, tanyakan manfaatnya, beri pujian, latih
mengontrol marah dengan cara spiritual, masukkan pada
jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum obat, verbal dan
spiritual.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
Menurut Muhith (2015: 189), tindakan keperawatan untuk keluarga
sebagai berikut:
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan
akibat dari perilaku tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda/ orang lain
d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
(1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan

Poltekkes Kemenkes
e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga
tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah
(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien.
(2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku
kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang
muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
(3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien
yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melempar atau memukul benda/orang lain.
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara
mengontrol Kemarahan
(1) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah.
(2) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(3) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
(4) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan.
SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama
keluarga. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.

Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan atau menggambarkan
suatu masalah-masalah/keadaan/peristiwa sebagaimana adanya secara
sistematis. Dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien Prilaku Kekerasan di Ruangan Merpati RS. Jiwa
Prof. HB. Saanin Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilakukan pada bulan November 2017 sampai Februari 2018,
pengambilan kasus dan melakukan asuhan keperawatan selama 10 hari pada
tanggal 19-28 Februari 2018 di Ruangan Merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi ini bersifat universal/ umum
(Sugiyono, 2014). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien
gangguan jiwa yang di diagnosa mengalami prilaku kekerasan pada bulan
Februari 2018 di ruangan merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
sebanyak 36 orang.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang dan dianggap mewakili seluruh populasi (Abd
Nasir, 2011: 132). Sampel penelitian ini adalah dua orang pasien prilaku
kekerasan di Ruangan Merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik
purposive sampling, merupakan teknik yang didasarkan pada suatu

Poltekkes Kemenkes
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono,
2014: 219). Peneliti mengumpulkan data pasien prilaku kekerasan
sebanyak 20 orang dan peneliti melakukan skrining sesuai dengan kriteria :
1. Pasien tampak mudah marah, 2. Pasien melampiaskan marah dengan
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, 3. Ketika marah akan
mengungkapkan berupa ancaman,berkata kasar dan ingin memukul, 4.
Ketika marah jantung berdebar- debar, mata melotot, rahang terkatup rapat
dan tangan mengepal, setelah dilakukan skrining terjaring klien 14 orang
pasien. Selanjutnya, peneliti melakukan random acak sederhana yaitu
dengan cara pengambilan lot nama-nama pasien dan didapatkan 2 orang
sampel.

Kriteria penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah :


a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian adalah :
1) Pasien bersedia menjadi responden
2) Pasien yang memiliki gangguan prilaku kekerasan.
3) Pasien memiliki > 4 tanda gejala prilaku kekerasan
4) Pasien prilaku kekerasan yang berapa di ruangan rawat inap
merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
5) Pasien yang tidak mengalami cacat fisik dan pasien kooperatif
yaitu mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian adalah :
1) Klien mengunduran diri sebelum proses wawancara selesai
2) Klien yang mengalami cacat fisik yang dapat mengganggu proses
penelitian.

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitin ini adalah format
skrining yang bertujuan untuk memperoleh data mengenai prilaku kekerasan,

Poltekkes Kemenkes
dengan mengumpulkan sejumlah item-item dalam bentuk pernyataan yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Item-item tersebut kemudian diisi
oleh responden dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang
telah disediakan. Adapun empat alternatif jawaban yang disediakan adalah
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Alat pemeriksaan fisik yaitu terdiri dari tensimeter, stetoskop, thermometer
dan timbangan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
pengkajian keperawatan, analisa keperawatan, rencananaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan.

Format pengkajian keperawatan kesehatan jiwa. Terdiri dari identitas klien,


alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan
sehari- hari, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan,
pengetahuan, aspek medik, pohon masalah, diagnosa keperawatan, analisa
data (data (subjektif dan objektif), masalah keperawata dan tanda tangan),
rencana tindakan keperawatan (diagnosa keperawatan, rencana tindakan yang
terdiri dari tujuan, kriteria hasil dan intervensi), dan implementasi dan
evaluasi keperawatan (hari, tanggal, jam, diagnosa keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan dan paraf yang
mengevaluasi tindakan keperawatan),

E. Langkah Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan sendiri secara langsung oleh peneliti dengan
penyebaran format skrining prilaku kekerasan kepada pasien yang memiliki
diagnosa prilaku kekerasan di ruangan merpati RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang.

Adapun prosedur pengumpulan data ini adalah sebagai berikut :


1. Mengurus surat izin penelitian dari jurusan
2. Setelah surat izin dapat diselesaikan dengan jurusan, surat izin
disampaikan kepada pihak yang terkait yaitu RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang

Poltekkes Kemenkes
3. Setelah mendapat izin dari RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, penulis
menyebarkan format Skrining kepada setiap pasien yang menjadi
responden dalam penelitian ini.

Langkah pengumpulan data, yaitu


a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan dengan menggunakan format pengkajian dengan
cara wawancara, observasi, dan studi dokumentasi
b. Diagnose keperawatan
diagnose keperawatan yang ditemukan pada kedua responden adalah
prilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah.
c. Intervensi keperawatan
Merumuskan intervensi keperawatan prilaku kekerasan dengan cara
mengkombinasikan antara NIC & NOC dan strategi pelaksanaan prilaku
kekerasan yaitu
1) Bangun rasa percaya dan hubungan yang dekat dan harmonis dengan
pasien dengan membina hubungan saling percaya pada pasien
a) Mengucapkan salam setiap berinterakssi dengan pasien
b) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
c) Gunakan pendekatan yang tanang dan menyakinkan dengan
menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati, gunakan pendekatan yang tenang dan
tidak menghukum pada saat menghadapi prilaku menyakiti diri
g) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan membatasi akses
terhadap situasi yang membuat frustasi sampai pasien dapat
mengekskpresikan kemarahan dengan cara adaptif

Poltekkes Kemenkes
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan
prilaku kekerasan saat ini dan yang lalu, bantu pasien
mengidentifikasikan sumber dari kemarahan
3) Latih pasien cara mengontrol prilaku kekerasan secara
a) SP 1 pasien: pengkajian dan latihan napas dalam dan memukul
kasur atau bantal yaitu dengan memberikan pendidikan
mengenai metode untuk mengatur pengalaman emosi yang
sangat kuat misalnya: teknik relaksasi, dan menulis.
b) SP 2 pasien: latih patuh minum obat dengan memberikan
pengetahuan tentang pentinya patuh minum obat dan
memberikan obat oral dengan cara yang tepat
c) SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal, Bantu dalam
mengembangkan metode yang tepat untuk mengekspresikan
kemarahan pada orang lain misanya asertif dan mengunakan
pernyataan mengungkapkan perasaan. Berikan model peran
yang bisa mengekspresikan marah dengan cara yang tepat dan
dukung pasien untuk mengimplementasikan strategi mengontrol
kemarahan dengan menggunakan ekspresi
d) SP 4 pasien: latiahan cara spiritual, Bantu pasien dengan cara
yang tepat mengatasi tingkat fungsi kognitifnya didalam rangka
mengidentifikasi dan mengasumsikan tangguang jawab terhadap
komunikasi dan prilaku
Strategi pelaksanaan halusinasi yaitu:
1) Sp 1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
a) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya dan
pengenalanakan halusinasi : Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon pasien, serta upaya yang telah
dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi
b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan mengahardik
c) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
2) SP 2 pasien : 6 benarminumObat
a) Evalusi tanda dan gejala halusinasi

Poltekkes Kemenkes
b) Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi yang dialami
dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik, berikan pujian
c) Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
(jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat sesuai
jadwal
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (jenis,
waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3) SP 3pasien : Bercakap cakap
a) Evaluasi gejala halusinasi
b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontro halusinasi dengan
menghardik, minumobat, berikan pujian
c) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan menghardik,
minum obat sesuai jadwal
d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap saat
terjadi halusinasi
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
4) SP 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari hari
Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk beberapa kegiatan
harian. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan semakin sedikit
kemungkinan berhalusinasi. Kegiatan yang dilakukan adalah
menyapu lantai dan mengepel lantai
a) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik, minumobat, dan bercakap cakap dengan
orang lain, berikan pujian
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian (mulai
2 kegiatan)

Poltekkes Kemenkes
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk melakukan kegiatan
harian
Strategi pelaksanaan harga diri rendah yaitu:
1) SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama
a) Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tentang diri sendiri dan
pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan
yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
mencapai harapan yang belum terpenuhi
b) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien ( buat daftar kegiatan)
c) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat
dilaksanakan)
d) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
e) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih
f) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
g) Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan
untuk latihan
2) SP 2 Pasien: Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang
telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
e) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan
3) SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua
yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua

Poltekkes Kemenkes
d) Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan dilatih
e) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan
4) SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga
d) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
e) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan prilaku kekerasan dilakukan
pada tanggal 19 – 22 februari 2018, strategi pelaksanaan halusinasi
dilakukan pada tanggal 22 – 25 februari 2018, dan strategi pelaksanaan
harga diri rendah dilakukan pada tanggal 25 – 28 februari 2018.
Pelaksannaan strategi pelaksanan ada pada responden yang mesti
diulang-ulang.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari tindakan keperawatan dilakukan selama 9 hari ketiga
masalah yang ditemukan pada kedua responden dapat teratasi namun
pentingnya melakukan pengulangan pada setiap strategi yang diajarkan.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan


fisik, dan mempelajari data penunjang.
a. Wawancara
Metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung
responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara langsung.
Penulisan melakukan tanya jawab secara langsung pada klien, guna
memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini wawancaara
dilakukan untuk mendapatkan identitas klien, alasan masuk, faktor

Poltekkes Kemenkes
predisposisi, fisik (keluhan fisik), psikososial, status mental (interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, daya
tilik diri), psikososial (genogram, konsep diri, hubungan sosial, spiritual),
kebutuhan persiapan pulang (makan, mandi, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, kegiatan didalam rumah,
kegiatan diluar rumah), mekanisme koping masalah psikososial serta
lingkungan, dan pengetahuan.
b. Observasi/monitor
Cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung
kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang
akan diteliti, seperti: fisik (pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu,
menghitung frekuensi napas, menghitung frekuensi nadi, mengukur berat
badan dan tinggi badan. Selain itu juga memonitor status mental
(penampilan, pembicaraan, interaksi selama wawancara, proses pikir,
tingkat kesadaran), dan kebutuhan persiapan pulang (makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat).
c. Studi dokumentasi
Penulis mengumpulkan data atau informasi melalui catatan keperawatan
status klien, seperti aspek medik (diagnosa medik yang dirumuskan
dokter, psikofarmaka).

F. Rencana Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua data
yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisa berdasarkan
data subjektif dan data objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan
implementasi serta evaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan melihat
perbedaan antara partisipan pertama dengan partisipan kedua, kemudian
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan pada pasien prilaku
kekerasan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian
antara teori yang ada dengan kondisi pasien.

Poltekkes Kemenkes
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada partisipan


dengan prilaku kekerasan yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.
Saanin Padang pada tanggal 19-28 Februari 2018. Hasil studi dokumentasi ada 36
pasien yang dirawat, ditemukan 20 pasien dengan prilaku kekerasan aktif ,
berdasarkan itu peneliti melakukan skrining pada 20 pasien sehingga terjaring 14
pasien, selanjutnya pasien melakukan random acak dengan pengambilan lot nama
sehingga mendapatkan 2 pasien.
A. Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Deskripsi penelitian Partisipan 1 dan Partisipan 2 dengan Perilaku
Kekerasan di RSJ. Prof. HB Saanin Padang tahun 2018
Pengkajian Partisipan 1 Partisipan 2
Identitas Partisipan 1 (Tn. K), Laki- laki Partisipan 2 (Tn. Y), Laki- laki
Klien berumur 50 tahun adalah berumur 46 tahun adalah seorang
seorang pasien yang dirawat di pasien yang dirawat di Ruangan
Ruangan Merpati Rumah Sakit Merpati Rumah Sakit Jiwa Prof.
Jiwa Prof. HB. Saanin Padang HB. Saanin Padang dengan
dengan diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan prilaku
prilaku kekerasan. Nomor kekerasan. Nomor rekam medic
rekam medic 03.02.82, suku 01.54.01, suku pasien adalah
pasien adalah minang, pasien minang, pasien beragama islam,
beragama islam, pendidikan pendidikan terakhir adalah SI.
terakhir adalah SD. Pasien Pasien tinggal di Jalan Watas No
tinggal di Simpang Duku Jorong 12C Rt 02/01 Pisang Pauh
Kelabu Simpang Tonang Duo Padang. Pasien dirawat sejak
Koto Pasaman. Pasien dirawat tanggal 14 Februari 2018, sumber
sejak tanggal 13 Februari 2018, data pengkajian ini adalah pasien,
sumber data pengkajian ini perawat ruangan merpati dan
adalah pasien, perawat ruangan status pasien.
merpati dan status pasien.
Alasan Partisipan 1 (Tn. K) masuk Partisipan 2 (Tn. Y) masuk
Masuk Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.
Saanin Padang pada tanggal 13 Saanin Padang pada tanggal 14
Februari 2018 pukul 18.20 WIB Februari 2018 pukul 15.20 WIB
melalui IGD. Pasien diantar melalui IGD. Pasien diantar oleh
oleh keluarganya untuk kelima keluarganya untuk ketujuh

kalinya. Pasien sudah pernah kalinya. Pasien sudah pernah


dirawat terakhir bulan Mei dirawat terakhir bulan Desember
2017. pasien masuk dikarenakan 2017. Pasien masuk dikarenakan
sejak 2 bulan yang lalu sebelum sejak 2 hari yang lalu sebelum

Poltekkes Kemenkes
masuk rumah sakit pasien masuk rumah sakit pasien tidak
gelisah, tidak mau minum obat, mau minum obat dan marah-
mengamuk dan memukul orang marah tanpa sebab dengan
lewat dengan batu, emosi labil, membanting barang- barang di
marah tanpa sebab, melempar rumah, marah ketika keinginan
alat- alat rumah tangga , bicara tidak dipenuhi, emosi labil,
dan tertawa sendiri, banyak mengikuti keinginan sendiri,
bicara ngawur, mengancam mengancam akan memukul orang
keluarga, curiga pada istri dan tua, bicara dan ketawa sendiri
anak- anak, merasa paling tanpa sebab, curiga dengan
benar, mendengar suara- suara keluarga dan orang lain, merasa
dan melihat bayangan, susah ada yang memanggil, mendengar
tidur, klien masuk karena bisikan dan melihat ada bayangan
menggangu lingkungan yang mengejar.
Keluhan Pada saat dilakukan pengkajian Pada saat dilakukan pengkajian
Utama pada tanggal 19 Februari 2018, pada tanggal 19 Februari 2018,
partisipan 1 (Tn. K) mengatakan partisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
masih merasakan curiga dengan Pasien mengeluh bingung ingin
orang lain sehingga klien tidak melakukan kegiatan apa
mau berkomunikasi dengan diruangan, merasa kesal apabila
pasien lain, pandangan mata ada keributan selama diruangan,
tajam, kedua tangan mengepal. pasien juga mengatakan susah
Klien mengatakan senang berinteraksi dengan teman- teman
sendirian, pasien mengatakan diruangan karna pasien marah
malu pada dirirnya dan pasien apabila perkataannya tidak di
mengatakan bila pasien sendiri dengarkan, pasien mengatakan
maka paisen akan melihat lebih senang berbicara dengan
bayangan dan suara aneh. perawatan atau dokter ruangan.
Pasien tampak berbicara dan
tertawa sendiri.
Faktor
Predisposisi
Gangguan Partisipan 1 (Tn. K) Pada saat Partisipan 2 (Tn. Y)
Jiwa Dimasa dilakukan pengkajian pada menderita penyakit ini
Lalu tanggal 19 Februari 2018 pasien sejak tahun 1996,
mengatakan menderita penyakit pasien mengatakan
ini sejak tahun 2010, pasien adanya kekerasan
mengatakan awalnya diguna-guna dalam rumah tangga
oleh orang kampungnya karena dan diperberat dengan
tidak suka dengan keluarga Tn. K stress menyelesaikan
sehingga memicu terjadinya skripsi. Sehingga klien
masalah dengan istri dan anak- awalnya memecahkan
anaknya dan dirumah Tn. K piring di rumah orang
menghancurkan alat- alat rumah tuanya.
tangga. Pasien mengatakan
beberapa kali masuk rumah sakit
kerena keinginan yang tidak
dipenuhi keluarga sehingga ia

Poltekkes Kemenkes
mengancam keluarga.
Pengobatan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Sebelumnya terakhir dirawat mei 2017 mengatakan terakhir
mengatakan kontrol teratur ke dirawat Desember 2017
puskesmas, pasien mengatakan mengatakan kontrol
dapat beradaptasi dengan teratur ke puskesmas,
lingkungan masyarakat namun pasien mengatakan
gejala- gejala gangguan jiwa dapat beradaptasi
masih ada, seperti cepat marah, dengan lingkungan
namun dalam 2 bulan ini tidak masyarakat namun
minum obat gejala- gejala
gangguan jiwa masih
ada, seperti cepat marah
namun dalam 2 hari ini
tidak minum obat.
Trauma
 Aniaya Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Fisik pada umur 49 tahun pernah mengatakan pada umur
menjadi pelaku aniaya fisik, 14 tahun pernah
dimana partisipan 1 (Tn. K) menjadi korban aniaya
mengatakan melempar tetangga fisik, ketika teman SMP
dengan batu. memukul Tn. Y .
 Aniaya Partisipan 1 (Tn. K) tidak pernah Partisipan 2 (Tn. Y) tidak
Seksual menjadi pelaku, korban atau saksi pernah menjadi pelaku,
aniaya seksual sebelumnya. korban atau saksi
aniaya seksual
sebelumnya.
 Penolaka Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 1 (Tn. Y)
n pada umur 43 tahun, sejak sakit mengatakan pada umur
jiwa klien dikucilkan tetangga 24 tahun, sejak sakit
jiwa klien dikucilkan
keluarga dan tetangga
 Kekerasa Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
n dalam tidak pernah menjadi pelaku atau mengatakan pada umur
Keluarga korban kekerasan dalam keluarga 20 tahun pernah
sebelumnya. menjadi saksi kekerasan
dalam keluarga.
 Tindakan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Kriminal tidak pernah menjadi pelaku, mengatakan tidak
korban atau saksi tindakan pernah menjadi pelaku,
kriminal sebelumnya korban atau saksi
tindakan kriminal
sebelumnya
Anggota Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Keluarga tidak ada anggota keluarga yang mengatakan tidak ada
yang lain yang mengalami gangguan anggota keluarga yang
Mengalami jiwa. lain yang mengalami
Gangguan gangguan jiwa.

Poltekkes Kemenkes
Jiwa
Pengalaman Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Masa Lalu pengalaman yang tidak pengalaman yang tidak
yang Tidak menyenangkan adalah kegagalan menyenangkan adalah kegagalan
Menyenangk dalam menjaga anak ke tiga Tn. dalam mendapapat pekerjaan
an K yang sakit. sehingga Tn. Y beranggapan
tidak mampu membahagiakan
orang tua dan adanya kegagalan
dalam berumah tangga.
Pemeriksaan
Fisik
 Tanda- Pada saat dilakukan pemeriksaan Pada saat dilakukan
tanda Vital fisik pada partisipan 1 (Tn. K) pemeriksaan fisik pada
didapatkan hasil TD : 120/70 partisipan 2 (Tn. Y)
mmHg, N: 85 x/ menit, S: 36,8 didapatkan hasil TD:
0
C, P: 20 x/ menit, TB: 170 cm, 120/80 mmHg, N: 80
BB: 60 kg. x/menit, S : 36,3 oC, P:
18 x/menit, TB: 174
cm, BB: 56 kg.
 Keluhan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Fisik badan terasa lelah mengatakan badan
terasa lelah dan ingin
mencabut gigi
Psikososial
Genogram Partisipan 1 (Tn. K) merupakan Partisipan 2 (Tn. Y)
anak ke empat dari 4 bersaudara, merupakan anak
klien sudah menikah, pasien pertama dari 5
memiliki 6 orang anak, pasien bersaudara, klien duda,
serumah dengan istri dan 4 pasien seruah dengan
anaknnya. Tidak ada anggota ibu dan adik bungsu
keluarga pasien yang pernah pasien, Tidak ada
mengalami gangguan jiwa, pasien anggota keluarga pasien
menjalani komunikasi yang baik yang pernah mengalami
dengan keluarga dan dalam gangguan jiwa, pasien
pengambilan keputusan adalah menjalani komunikasi
anak pertama pasien. yang baik dengan
keluarga dan dalam
pengambilan keputusan
adalah ibu pasien.
Konsep Diri
 Citra Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. K)
Tubuh menyukai semua anggota mengatakan menyukai
tubuhnya. semua anggota
tubuhnya.
 Identitas Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri ia anak terakhir, ia hanya tamat merupakan anak
SD, klien mengatakan puas jadi pertama dari 5
seorang laki-laki dan mensyukuri bersaudara, ia tamat S1,

Poltekkes Kemenkes
apa yang diberikan Tuhan pasien mengatakan puas
kepadanya. jadi seorang laki-laki
dan mensyukuri apa
yang diberikan Tuhan
kepadanya.
 Peran Partisipan 1 (Tn. K), mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Diri tidak puas dengan perannya tidak puas dengan perannya
kepala keluarga dalam keluarga. sebagai anak pertama. Pasien
Pasien mengatakan tidak berhasil mengatakan tidak berhasil
memberikan pendidikan yang menjadi kakak untuk adik-
baik untuk anaknya adiknya dan tidak mampu
menjadi tulang punggung
keluarga karena tidak
mendapatkan pekerjaan yang
tetap sehingga Tn. Y merasa
tidak berguna dalam keluarga.
 Ideal Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri ingin sembuh dan ia akan mengatakan ingin
berusaha memberikan yang sembuh dan
terbaik untuk anaknya. mempunyai pekerjaan
yang tetap
 Harga Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Diri dirinya tidak berharga lagi karena mengatakan ingin
sakitnya dan merasa malu dengan pulang cepat dan
tetangga. bekerja supaya
menghasilkan uang.
Hubungan
Sosial
 Orang Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
terdekat dekat dengan anak keduanya dan mengatakan dekat
anaknya merupakan tempat ia dengan ibunya dan
sering bercerita. ibunya merupakan
tempat ia sering
bercerita..
 Peran Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
serta dalam jarang atau tidak pernah mengatakan jarang atau
kegiatan berinteraksi atau ikut dalam tidak pernah
Kelompok/ma kegiatan kelompok/ masyarakat berinteraksi atau ikut
syarakat disekitar rumahnya. dalam kegiatan
kelompok/masyarakat
disekitar rumahnya
 Hambata Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
n dalam lebih suka menyendiri atau mengatakan tidak dapat
berhubungan sendirian. mengontrol emosi
dengan orang sehingga orang sekitar
lain takut berinteraksi
dengan pasien.
Spiritual

Poltekkes Kemenkes
 Nilai dan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Keyakinan beragama islam dan percaya mengatakan beragama
dengan Tuhan dan penyakit yang islam dan percaya
dideritanya merupakan ujian dari dengan Tuhan dan
Tuhan. penyakit yang
dideritanya merupakan
ujian dari Tuhan
 Kegiatan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
Ibadah jarang menjalankan ibadah solat 5 mengatakan sejak sakit
waktu selama dirumah dan gangguan jiwa tidak
selama di rumah sakit pasien ada melakukan shalat 5
menjalankan ibadah solat 5 waktu.
waktu.
Status Mental
 Penampil Penampilan partisipan 1 (Tn. K) Penampilan partisipan 2
an Selama dirumah sakit penampilan (Tn. Y) tidak rapi,
klien tidak rapi, penggunaan baju rambut klien
sesuai dengan cara berpakaian berantakan, tangan
seperti biasa rambut pasien sudah bersih dan kuku
panjang, tangan bersih dan kuku pendek.
pendek.
 Pembicar Pembicaraan partisipan 1 (Tn. K) tisipan 2 (Tn. Y) Saat di kaji tidak
aan Saat di kaji cukup kooperatif, kooperatif, nada berbicara keras,
nada berbicara keras, dan klien klien tidak mampu memulai
mampu memulai percakapan percakapan terlebih dahulu lebih
terlebih dahulu namun kontak banyak diam dan disela-sela
mata kurang percakapan klien sering bicara
sendiri.
 Aktivitas Partisipan 1 (Tn. K) tampak Partisipan 2 (Tn. Y) tampak
Motorik tegang dan banyak diam, klien gelisah, klien suka
lebih banyak mengasingkan diri mondar mandir
diruangan
 Alam Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
Perasaaan perasaannya sedih dan ada yang perasaannya takut lama keluar
ditakuti dari rumah sakit ini.

 Afek Afek Tn. K selama berinteraksi k Tn. Y selama berinteraksi afek


afek tumpul karena ekspresi labil karena pasien suka marah
perasaan berkurang. tiba- tiba tanpa penyebab.

 Interaksi Selama berinteraksi Tn. K ama berinteraksi Tn. Y tidak


Selama kooperatif, tidak mudah kooperatif, kontak mata kurang,
Wawancara tersinggung, kontak mata kurang, klien banyak diam.
klien mampu menjawab semua
pertanyaan yang diberikan.
 Persepsi Pasien mengatakan melihat tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
bayangan dan mendengar suara pada saat sebelum masuk rumah
aneh yang tidak tahu darimana sakit Tn. Y mengatakan

Poltekkes Kemenkes
asalnya, muncul ketika pasien halusinasi pendengaran dan
bermenung dan menyendiri penglihatan dengan melihat
bayangan laki-laki besar dan
mendengar suara- suara yang
tidak tahu darimana asalnya.
 Proses Partisipan 1 (Tn. K) ketika ika berinteraksi partisipan 2 (Tn.
Pikir berinteraksi Tn. K pembicaraan Y) pembicaraan pasien sering
sering di ulang- ulang terhenti dari satu topic ke topic
lainnya.

 Isi pikir Isi pikir Tn. K adalah sisip pikir, pikir Tn. Y adalah curiga, Tn Y
setiap ditanya berinteraksi dengan mengatakan merasa ada orang
Tn. K sering mengatakan bahwa yang akan menyakitinya
dia merasa ada yang di masukkan
dalam pikiran sehingga sering
terulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan, dan pasien curiga
dengan orang lain.

 Tingkat Tingkat kesadaran Tn. K tampak gkat kesadaran Tn Y tampak


Kesadaran bingung, Tn. K mengetahui bingung, bicara ngawur dan
orientasi tempat, waktu, dan sering mondar- mandir
orang. diruangan.
 Memori Partisipan 1 (Tn. K) tidak ada Y tidak ada masalah dalam
masalah dalam gangguan daya gangguan daya ingat baik dalam
ingat baik dalam kejadian jangka kejadian jangka panjang atau
panjang atau kejadian jangka kejadian jangka pendek. Pasien
pendek mampu mengingat kejadian
yang laud an kegiatan yang telah
dilakukan.

 Tingkat Tn. K dapat berkonsentrasi dalam Y dapat berkonsentrasi dalam


konsentrasi berhitung. berhitung.
dan berhitung
 Kemamp Partisipan 1 (Tn. K) dapat Y mengalami gangguan ringan
uan penilaian mengambil keputusan sederhana dimana dibantu dalam
dengan bantuan orang lain, masih mengambil keputusan.
mampu melakukan penilaian akan
hal yang sederhana.

 Daya Partisipan 1 (Tn. K) menerima Y menerima penyakitnya dan


tilik diri penyakitnya dan tidak merasa sekarang tidak sakit.
menyalahhkan ha-hal diluar
dirinya.

Kebutuhan
Pasien Pulang
 Makan Partisipan 1 (Tn. K) makan 3 tisipan 2 (Tn. Y) makan 3

Poltekkes Kemenkes
kali/hari, habis satu porsi, klien kali/hari, habis satu porsi, klien
tidak ada riwayat alergi makanan. tidak ada riwayat alergi
makanan.

 BAB/BA Partisipan 1 (Tn. K) BAK/BAB tisipan 2 (Tn. Y) BAK/BAB pada


K pada tempatnya, klien bisa tempatnya, klien bisa
membersihkan setelah membersihkan setelah
BAB/BAK. BAB/BAK.
 Mandi Partisipan 1 (Tn. K) mandi 2 tisipan 2 (Tn. Y) mandi 2
kali/hari, klien mandiri tanpa kali/hari, klien mandiri tanpa
diarahkan. diarahkan.
 Berpakai Partisipan 1 (Tn. K) mengganti Partisipan 2 (Tn. Y)
an/Berhias pakaian sekali sehari sehabis mengganti pakaian
mandi pagi dan mandiri dalam sekali sehari sehabis
mengganti pakaian. mandi pagi dan mandiri
dalam mengganti
pakaian.
 Istirahat Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dan Tidur selama dirumah susah tidur dan mengatakan selama
kadang- kadang tidak tidur, dirumah susah tidur dan
selama dirumah sakit tidur cukup kadang- kadang tidak
dan teratur tidur, selama dirumah
sakit tidur cukup dan
teratur
 Penggun Partisipan 1 (Tn. K) minum obat tisipan 2 (Tn. Y) minum obat 2
aan Obat 2 kali sehari dengan bantuan kali sehari dengan bantuan
minimal oleh perawat. minimal oleh perawat.
 Pemeliha Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
raan merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan mampu
Kesehatan mengatakan jika sudah pulang merawat dirinya
nanti klien akan melanjutkan obat sendiri, Klien
secara teratur dan jika habis akan mengatakan jika sudah
kontrol rutin. pulang nanti klien akan
melanjutkan obat secara
teratur dan jika habis
akan kontrol rutin.
 Kegiatan Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
di Dalam mampu mempersiapkan makanan, mengatakan mampu
Rumah merapikan tempat tidur, mencuci mempersiapkan
pakaian sendiri dan tidak dapat makanan, merapikan
mengatur biaya sehari-hari tempat tidur, mencuci
sendiri. pakaian sendiri dan
tidak dapat mengatur
keuangan sendiri
 Kegiatan Partisipan 1 (Tn. K) mampu tisipan 2 (Tn. Y) mengatakan
/Aktivis di berbelanja sendiri. mampu berbelanja sendiri.
Luar Rumah

Poltekkes Kemenkes
Mekanisme
Koping
 Koping Partisipan 1 (Tn. K) mengikuti tisipan 2 (Tn. Y) mengikuti
adaptif kegiatan didalan ruangan merpati kegiatan didalan ruangan
yaitu olahraga merpati yaitu olahraga

 Koping Partisipan 1 (Tn. K) jarang Partisipan 2 (Tn. Y)


maladaptif berbicara dengan orang lain mengatakan jarang
didalam ruangan, Klien lebih berbicara dengan orang
sering mencoba menghindari lain didalam ruangan.
petugas
Masalah
Psikososial
dan
Lingkungan
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dengan jarang ikut dalam kegiatan mengatakan tetangga
dukungan kelompok, klien lebih suka takut dengan Tn. Y
kelompok menyendiri, klien dikucilkan oleh
orang kampung
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
berhubungan melempar batu ketika ada yang mengatakan suka
dengan lewat merusak lingkungan
lingkungan
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dengan tidak ada masalah dengan mengatakan tidak ada
pendidikan pendidikan karena tidak sekolah. masalah dengan
pendidikan karena
sudah tamat.
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dengan ia seorang petani, terkadang hasil mengatakan ia tidak
pekerjaan tani Tn. K tidak mencukupi bekerja, karena tidak
kebutuhan kehidupan sehari-hari. mendapatkan pekerjaan
yang tetap.
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dengan tidak ada masalah dengan mengatakan tidak ada
perumahan perumahan, Tn. K tinggal dengan masalah dengan
istri dan anak- anaknya. perumahan, Tn. Y
tinggal dengan ibu dan
adeknya.
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y)
dengan ada masalah dengan ekonomi, mengatakan tidak ada
ekonomi karena penghasilan Tn. K tidak masalah dengan
tetap ekonomi, semua
kebutuhan Tn. Y
dipenuhi oleh adek Tn
Y.
 Masalah Partisipan 1 (Tn. K) mengatakan Partisipan 2 (Tn. Y) tidak

Poltekkes Kemenkes
dengan tidak ada masalah dengan ada masalah dengan
pelayanan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan
kesehatan
Pengetahuan Partisipan 1 (Tn. K) menyadari tisipan 2 (Tn. Y) menyadari akan
akan penyakit yang dideritanya, penyakit yang dideritanya klien
Tn. K kurang mengetahui mengetahui kegunaan obat yang
kegunaan obat yang didapatkannya dan mengetahui
didapatkannya dan mengetahui nama obat yang dikonsumsinya.
nama obat yang dikonsumsinya. Tn. Y berharap kesembuhan
Tn. K berharap kesembuhan untuknya.
untuknya.
Aspek Medik
 Diagnosa Partisipan 1 (Tn. K) dirawat Partisipan 2 (Tn. Y) dirawat
Medik dengan diagnosa Skizofrenia dengan diagnosa
Paranoid Skizofrenia Paranoid
 Terapi Risperidon 2x2 mg Risperidon 2x2 mg
medik Chlorpromazine 1x2 mg Lorazepam 1 x 0,25 mg
trihexyphenidyl 2x2 mg
Perumusan Dari hasil pengkajian dan i hasil pengkajian dan observasi
Masalah observasi diatas ditemukan diatas ditemukan diagnosa
Keperawatan diagnosa prioritas pada Partisipan prioritas pada partisipan 2 (Tn.
1 (Tn. K) yaitu prilaku kekerasan, Y) yaitu prilaku kekerasan,
halusinasi dan isolasi sosial halusinasi dan harga diri rendah.
Intervensi Diagnosa keperawatan prioritas Diagnosa keperawatan
keperawatan pertama yang diambil adalah prioritas pertama yang
priaku kekerasan. Strategi diambil adalah priaku
pelaksaannya sebagai berikut : kekerasan. Strategi
1. Mengontrol marah dengan pelaksaannya sebagai
latihan nafas dalam dan pukul berikut :
bantal 1. Mengontrol marah dengan
2. Minum obat dengan latihan nafas dalam dan
prinsip 6 benar minum obat pukul bantal
3. Mengontrol marah secara 2. Minum obat dengan prinsip
verbal 6 benar minum obat
4. Mengontrol marah dengan 3. Mengontrol marah secara
cara spiritual verbal
Diagnosa keperawatan prioritas 4. Mengontrol marah dengan
kedua adalah halusinasi. Strategi cara spiritual
pelaksanaannya sebagai berikut : Diagnosa keperawatan
1. Menghardik hakusianasi prioritas kedua adalah
2. Minum obat dengan halusinasi. Strategi
prinsip 6 benar minum obat pelaksanaannya sebagai
3. Mengontrol halusinasi berikut :
dengan bercakap – cakap 1. Menghardik hakusianasi
4. Melakukan aktivitas yang 2. Minum obat dengan prinsip
terjadwal 6 benar minum obat
Diagnosa keperawatan prioritas 3. Mengontrol halusinasi
ketiga adalah isolasi sosial. dengan bercakap – cakap

Poltekkes Kemenkes
Strategi pelaksanaannya sebagai 4. Melakukan aktivitas yang
beirikut : terjadwal
1. Melatih pasien bercakap- Diagnosa keperawatan
cakap secara bertahap antara prioritas ketiga adalah
pasien dan perawat atau satu harga diri rendah.
orang lain Strategi pelaksanaannya
2. Melatih pasien bercakap- sebagai beirikut :
cakap dengan 2-3 orang 1. Membantu pasien memilih
3. Melatih pasien bercakap- beberapa kegiatan yang
cakap dengan 4-5 orang dapat dilakukannya, pilih
4. Melatih pasien bercakap- salah satu kegiatan yang
cakap dengan 4-5 orang sambil dapat dilatih saat ini.
melakukan kegiatan 2. Memilih kegiatan kedua,
latih kegiatan kedua.
3. Membantu pasien memilih
kegiatan ketiga, latih
kegiatan ketiga.
4. Membantu pasien memilih
kegiatan keempat, latih
kegiatan keempat.
Tindakan Implementasi keperawatan plementasi keperawatan
Keperawatan disesuaikan dengan rencana disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. tindakan keperawatan.
Implementasi tindakan Implementasi tindakan
keperawatan yang telah dilakukan keperawatan yang telah
oleh peneliti sesuai dengan dilakukan oleh peneliti sesuai
kriteria yang telah ditetapkan dengan kriteria yang telah
dengan membuat strategi ditetapkan dengan membuat
pelaksanaan tindakan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien. keperawatan pada pasien.
Implementasi diagnosa plementasi diagnosa keperawatan
keperawatan prilaku kekerasan prilaku kekerasan dilakukan dari
dilakukan dari tanggal 17 - 22 tanggal 17 - 22 Februari 2018.
Februari 2018. 1. Pada pertemuan pertama
1. Pada pertemuan pertama yang perawat lakukan yaitu
yang perawat lakukan yaitu membina hubungan saling
membina hubungan saling percaya, pengkajian dan
percaya, pengkajian dan latihan latihan napas dalam dan
napas dalam dan memukul kasur memukul kasur atau bantal
atau bantal yaitu dengan yaitu dengan memberikan
memberikan pendidikan pendidikan mengenai
mengenai metode untuk mengatur metode untuk mengatur
pengalaman emosi yang sangat pengalaman emosi yang
kuat misalnya: teknik relaksasi. sangat kuat misalnya: teknik
2. kedua perawat melatih relaksasi.
pasien dengan cara patuh minum 2. kedua perawat melatih
obat. pasien dengan cara patuh
3. ketiga perawat melatih minum obat.

Poltekkes Kemenkes
pasien dengan latiah sosial atau 3. ketiga perawat melatih
verbal, Bantu dalam pasien dengan latiah sosial
mengembangkan metode yang atau verbal, Bantu dalam
tepat untuk mengekspresikan mengembangkan metode
kemarahan pada orang lain yang tepat untuk
misanya asertif dan mengunakan mengekspresikan
pernyataan mengungkapkan kemarahan pada orang lain
perasaan misanya asertif dan
4. Ke empat perawat melatih mengunakan pernyataan
pasien mengontrol marah dengan mengungkapkan perasaan
cara spiritual 4. Ke empat perawat melatih
Peneliti juga melakukan pasien mengontrol marah
implementasi pada diagnosa dengan cara spiritual
keperawatan prioritas kedua dan eliti juga melakukan
ketiga yaitu halusinasi dan isolasi implementasi pada diagnosa
sosial. Implementasi dilakukan keperawatan prioritas kedua dan
sesuai dengan rencana yang telah ketiga yaitu halusinasi dan
dibuat. harga diri rendah. Implementasi
Implementasi diagnosa dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan halusinasi dilakukan yang telah dibuat.
dari tanggal 22 – 25 Februari pl ementasi diagnosa keperawatan
2018. halusinasi dilakukan dari tanggal
1. Mengkaji kesadaran pasien 22 – 25 Februari 2018.
akan halusinasinya dan 1. Mengkaji kesadaran pasien
pengenalan akan halusinasi : Isi, akan halusinasinya dan
frekuensi, waktu terjadi, situasi pengenalan akan halusinasi :
pencetus, perasaan, respon pasien, Isi, frekuensi, waktu terjadi,
serta upaya yang telah dilakukan situasi pencetus, perasaan,
pasien untuk mengontrol respon pasien, serta upaya
halusinasi dengan menghardik yang telah dilakukan pasien
2. Perawat melatih pasien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara patuh minum obat. dengan menghardik
3. Perawat melatih pasien 2. Perawat melatih pasien
dengan cara mengontrol dengan cara patuh minum
halusinasi dengan cara bercakap- obat.
cakap dengan orang lain. 3. Perawat melatih pasien
4. Perawat melatih pasien dengan cara mengontrol
mengotrol halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas sehari-hari. bercakap-cakap dengan
Implementasi pada diagnosa orang lain.
keperawatan isolasi sosial 4. Perawat melatih pasien
dilakukan tanggal 25 - 28 mengotrol halusinasi
Februari 2018 yaitu : dengan cara melakukan
1. Membantu pasien aktivitas sehari-hari.
menyadari masalah isolasi social pl ementasi pada diagnosa
dan melatih pasien bercakap- keperawatan harga diri rendah
cakap secara bertahap antara dilakukan tanggal 25 - 28
pasien dan perawat atau satu Februari 2018 yaitu

Poltekkes Kemenkes
orang lain. 1. Membantu mengarahkan
2. Perawat melatih pasien untuk
pasien bercakap-cakap dengan 2- mengidentifikasikan aspek
3 orang. positif yang pasien miliki,
3. Perawat melatih lalu menolong pasien untuk
pasien bercakap-cakap dengan 4- menilai kegiatan yang dapat
5 orang. pasien lakukan yaitu
4. Perawat melatih merapikan tempat tidur
pasien bercakap-cakap dengan 4- 2. Melatih kegiatan kedua
5 orang sambil melakukan mengepel lantai
kegiatan. 3. Melatih kegiatan ketiga
menyiapkan makanan
4. Mencuci piring, membantu
pasien untuk mengetahui
alat dan cara melakukan
kegiatan yang pasien pilih.
Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap selesai luasi dilakukan setiap selesai
Keperawatan tindakan keperawatan pada tindakan keperawatan pada
partisipan. Evaluasi dilakukan partisipan. Evaluasi dilakukan
pada ketiga diagnosa keperawatan pada ketiga diagnosa
prioritas yang penulis peneliti keperawatan prioritas yang
angkat. Evaluasi yang peneliti peneliti angkat. Evaluasi yang
lakukan meliputi hubungan saling peneliti lakukan meliputi
percaya antara perawat dan pasien hubungan saling percaya antara
tercapai ditandai dengan pasien perawat dan pasien tercapai
bersedia duduk berhadapan ditandai dengan pasien bersedia
dengan peneliti, pasien bersedia duduk berhadapan dengan
berkenalan dan menjabat tangan peneliti, pasien bersedia
peneliti, pasien bersedia berkenalan dan menjabat tangan
menyebutkan nama dan nama peneliti, pasien bersedia
panggilan yang disukai yaitu Tn. menyebutkan nama dan nama
K, pasien bersedia menceritakan panggilan yang disukai yaitu Tn.
tentang masalah yang dialaminya, Y, pasien bersedia menceritakan
selain itu pasien mampu tentang masalah yang
mengulang atau memperagakan dialaminya, selain itu pasien
kembali cara yang dilatih dengan mampu mengulang atau
benar. Pasien menunjukan memperagakan kembali cara
kemampuan napas dalam dan yang dilatih dengan benar.
pukul bantal untuk mengontrol Pasien menunjukan kemampuan
marah. Selain itu pada diagnosa napas dalam dan pukul bantal
halusinasi pasien mampu untuk mengontrol marah. Selain
melakukan strategi pelaksanaan itu pada diagnosa halusinasi
yang diajarkan dengan pasien mampu melakukan
menghardik halusinasi sedangkan strategi pelaksanaan yang
isolasi sosial pasien dapat diajarkan dengan menghardik
berkenalan dengan orang lain di halusinasi, sedangkan harga diri
dalam ruangan hal ini rendah, pasien menunjukan
menunjukan adanya kemajuan kemajuan yang cukup bagus

Poltekkes Kemenkes
yang signifikan pada pasien pasien ingin cepat keluar dari
sesuai dengan rencana. RSJ dan mencari pekerjan yang
tetap.

B. Pembahasan
Pada pembahasan kasus asuhan keparawatan jiwa yang di lakukan pada
partisipan 1 (Tn. K) dan partisipan 2 (Tn. Y) dengan prilaku kekerasan, maka
dalam bab ini peneliti akan membahas kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Peneliti juga
membahas kesulitan yang di temukan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap partisipan 1 (Tn. K) dan partisipan 2 (Tn. K) dengan
prilaku kekerasan, dalam penyusunan asuhan keperawatan peneliti melakukan
suatu proses yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan utama
Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 (Tn. K) ditemukan data
diagnosa prilaku kekerasan dengan keluhan utama sejak 2 bulan yang
lalu sebelum masuk rumah sakit pasien gelisah, tidak mau minum obat,
mengamuk dan memukul orang lewat dengan batu, emosi labil, marah
tanpa sebab, mengancam keluarga, melempar alat- alat rumah tangga,
bicara dan tertawa sendiri, banyak bicara ngawur, curiga pada istri dan
anak- anak, merasa paling benar, pandangan mata tajam, kedua tangan
mengepal. Data diagnosa halusinasi dengan keluhan utama mendengar
suara-suara dan melihat bayangan, muncul ketika sendiri, tampak bicara
dan tertawa sendiri, tampak curiga dengan orang lain. Sedangkan data
untuk diagnosa harga diri rendah dengan keluhan utama lebih senang
sendiri, tidak mau berinteraksi dengan orang lain, merasa malu dengan
diri sendiri, mengungkapakan kegagalan menjadi kepala keluarga dan
merasa tidak berguna.

Penelitian yang dilakukan pada partisipan 2 (Tn. Y) ditemukan data


diagnosa prilaku kekerasan dengan keluhan utama masuk karena sejak

Poltekkes Kemenkes
2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau minum
obat, marah-marah tanpa sebab dengan membanting barang- barang di
rumah, marah tanpa sebab pada tetangga, marah ketika keinginan tidak
dipenuhi, emosi labil, mengikuti keinginan sendiri, dan mengancam
akan memukul orang tua. Data diagnosa halusinasi dengan keluhan
utama bicara dan ketawa sendiri tanpa sebab, curiga dengan keluarga
dan orang lain, merasa ada yang memanggil, mendengar bisikan dan
melihat ada bayangan yang mengejar. Sedangkan data diagnosa harga
diri rendah dengan keluhan utama merasa dikucilkan, merasa tidak
berguna, tidak mau berinteraksi dengan pasien lain, mengungkapkan
kegagalan dalam mendapat kan pekerjaan, merasa tidak berguna dan
merasa selalu membuat masalah.

Keluhan utama yang ditemukan pada kedua partisipan sesuai dengan


teori Prabowo (2014) yang menjelaskan bahwa tanda dan gejala
diagnose prilaku kekerasan antara lain yaitu pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, melaksakan kehendak, gelisah, mondar-
mandir, memberi kata-kata ancaman melukai, kata-kata kasar serta
ingin melukai/ memukul. Pada kondisi ini pasien dapat sangat
membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Tanda dan gejala
diagnose halusunasi yaitu bicara senyum dan tertawa sendiri, menarik
diri dan menghindar dari orang lain, perhatian dengan lingkungan
kurang, curiga, bermusuhan, sulit berhubungan dengan orang lain.
Sedangkan tanda dan gejala diagnose harga diri rendah yaitu perasaan
tidak mampu, pengurangan diri sendiri/ mengejek diri sendiri,
mengungkapkan kegagalan, menarik diri dari hubungan sosial.
Berdasarkan data yang didapatkan pada kedua partisipan sesuai dengan
teori yang ada dan asumsi peneliti tidak terdapat perbedaan antara teori
dan kasus yang ditemukan selama penelitian.

Poltekkes Kemenkes
b. Faktor Predisposisi
Peneliti berpendapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa (prilaku kekerasan) pada partisipan 1 (Tn. K) karena
adanya faktor sosio kultural yaitu hubungan sosial yang terganggu
disertai lingkungan sosial yang mengancam kebutuhan individu yang
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah, seperti
pasien menemukan hambatan dalam bermasyarakat yang
mengakibatkan pasien tidak mampu membawa diri dalam masyarakat
yang menyebabkan pasien hilang kendali atas dirinya dan mengamuk,
serta riwayat gangguan jiwa dimasa lalu. Dari data yang di temukan
tindakan pasien terjadi karena proses sosialisasi yang merupakan proses
meniru dari lingkungan yang menggunakan prilaku kekerasan sebagai
cara menyelesaikan masalah, serta budaya tertutup yang membalas
secara diam-diam dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap prilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan diterima
(Prabowo, 2014).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasmila dan Wildan (2015)
menunjukkan bahwa faktor sosiokultural dan lingkungan yang tertinggi
di Poliklinik BLUD RSJ Aceh Tahun 2014 yang memicu terjadinya
skizofrenia adalah diintimidasi di sekolah/lingkungan sosial dan sulit
mendapatkan pekerjaan sebanyak 24 orang responden (23,5%). Pada
penderita skizofrenia dikenal adanya orang yang terkena skizofrenia
akan bergeser ke kelompok sosial ekonomi rendah atau gagal keluar
dari kelompok sosial ekonomi rendah. Seorang yang menderita
skizofrenia akan bergantung kepada lingkungan sekitarnya, kehilangan
pekerjaan, dan berkurangnya penghasilan. Penelitian lain yang
dilakukan Erlina, dkk (2010) menyatakan bahwa faktor yang paling
dominan mempengaruhi kejadian skizofrenia pada responden rawat
jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat
adalah faktor status ekonomi. faktor lingkungan juga diyakini
berkontribusi pada perkembangan skizofrenia. Sulitnya mendapatkan

Poltekkes Kemenkes
pekerjaan dan kurangnya kemampuan untuk mempertahankan aktivitas
yang diarahkan oleh diri sendiri juga membuat klien sulit membina
hubungan interpersonal. Perbedaan budaya dan tingkatan ekonomi serta
kecenderungan untuk mengikuti trend yang ada di daerah mereka juga
berperan pada perkembangan skizofrenia. Ketika mereka tidak mampu
untuk mengikuti arus budaya yang ada, maka mereka cenderung akan
menarik diri dari lingkungan sosial dan mengalami hambatan dalam
mengelola kemampuan emosionalnya.

Penelitian yang dilakukan pada partisipan 2 (Tn. Y) didapatkan faktor


predisposisi (psikologis) yang memperberat terjadinya gangguan jiwa
pada klien dimana kemampuan dalam menghadapi stress yang diterima
partisipan tidak baik, seperti pasien menemui hambatan karna tidak
adanya pekerjaan yang mengakibatkan pasien stres yang menyebabkan
pasien kehilangan kendali atas dirinya dan mengamuk, serta riwayat
gangguan jiwa dimasa lalu. Dari data yang di temukan tindakan pasien
terjadi sebagai hasil akumulasi dari frustasi. Teori ini mengatakan
bahwa pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan
terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat (Kemenkes RI,2012)

Menurut hasil penelitian Hasmila dan Wildan (2015) menunjukkan


faktor psikologi tertinggi yang menyebabkan skizofrenia di Poliklinik
Rawat Jalan BLUD RSJ Aceh Tahun 2014 adalah trauma sebanyak 73
orang responden (71,6%). Keadaan yang dapat menimbulkan gangguan
kejiwaan (stres pasca trauma) yaitu trauma masa kecil, kekerasan,
hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima. Factor psikologi
telah mempengaruhi orang menderita skizofrenia. Ketika dibawah
tekanan atau situasi membingungkan, termasuk perhatian yang
berlebihan dapat memunculkan penyakit ini. Seseorang yang awalnya

Poltekkes Kemenkes
mengalami keputusasaan dapat merasa depresi karena suatu keadaan
tertentu, yang jika lama-kelamaan tanpa pengobatan dan penanganan
tertentu dapat memicu munculnya halusinasi. Tekanan hidup yang
berkepanjangan serta tidak adanya dukungan dari keluarga dapat
menjadikan individu tersebut semakin terpuruk dengan gangguannya
sehingga memicu terjadinya skizofrenia.

Menurut Frisch dalam Suryani (2015) penyebab gangguan jiwa karena


gangguan struktur dan fungsi otak dimana hipoaktifitas lobus frontal
telah menyebab kan afek menjadi tumpul, isolasi sosial, dan apatis.
Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait
dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidakmampuan mengenal
objek. Sedangkan menurut Hunter dalam Suryani (2015) gangguan
prefrontal pada pasien skizofrenia berhubungan dengan terjadinya
gejala negative seperti apati, afek tumpul serta miskinnya ide dan
pembicaraan. Sedangkan pada bipolar disorder, gangguan prefrontal
telah menyebabkan munculnya episode depresi, perasaan tidak
bertenagan dan sedih serta menurunnya kemampuan kognitif dan
konsentrasi. Disfungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya
waham, hlusinasi, serta gangguan emosi dan prilaku.

Hasil survey yang dilakukan oleh Whitfield, dkk dalam Suryani (2015)
di sandiego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50.000 pasien
psychosis menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami
trauma waktu kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and
substance abuse. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hardy et al dalam
Suryani (2015) di UK terhadap 75 pasien psychosis menemukan bahwa
ada hubungan antara kejadian halusinasi dengan pengalaman trauma.
30,6% meraka yang mengalami halusinasi pernah mengalami trauma
waktu masa kecil mereka.

Poltekkes Kemenkes
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shofiyah (2015) menunjukkan
bahwa hampir seluruh dari pasien gangguan jiwa yang menjalani rawat
jalan di RSU Wahidin Sudiro Husodo mengalami harga diri rendah, hal
ini disebabkan karena pengalaman penyakit masa lalu atau pernah
mengalami gangguan kejiwaan yang merupakan salah satu penyebab
terbentuknya harga diri rendah pada klien, hal ini membuat klien
melihat dirinya hanya dari segi negatifnya saja. Perasaan kurang
percaya diri pada diri klien membuat mereka sulit untuk kembali
bersosialisasi dengan masyarakat dan cenderung menutup diri.
Sehingga diperlukan dukungan penghargaan terhadap klien dengan
gangguan jiwa akan membantu klien dalam menjalani masa
penyembuhannya karena dengan diberikannya dukungan penghargaan
ini klien akan merasa masih dibutuhkan. Asumsi peneliti harga diri
rendah yang terjadi pada kedua partisipan karena adanya penilaian hal
negatif terhadap dirinya sendiri yang berkepanjangan sehingga
partisipan kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas yang berarti.

Hasil pengkajian pada partisipan 1 merasa tidak puas menjadi kepala


keluarga bagi anak-anaknya karena tidak berhasil memberikan
pendidikan yang baik pada anaknya. Ia merasa malu terhadap dirinya
sendiri. Pada partisipan 2 merasa tidak dihargai sebagai anak pertama
oleh saudara kandunganya dan merasa tidak berhasil menjadi kakak
yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga. Partisipan 2 juga
mengatakan tidak berguna dlam keluarga karena tidak memiliki
pekerjaan.
Asumsi peneliti adalah tidak terdapat perbedaan antara teori dan
praktek yang peneliti temukan di lapangan. Peneliti menemukan bahwa
faktor predisposisi yang menyebabkan kedua pasien Tn.K dan Tn.Y
gangguan jiwa adalah faktor sosio kultur dan faktor psikologis.

Poltekkes Kemenkes
c. Status Mental
Pada status mental terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara
Partisipan 1 dan Partisipan 2 diantaranya penampilan kedua partisipan
tidak rapi rambut dan kumis sudah panjang, tidak berbau, berpakaian
sudah tepat dan sesuai. Pembicaraan kedua partisipan berbeda dimana
partisipan 1 cukup kooperatif sehingga pasien mampu menjawab
semua pertanyaan yang diberikan dan nada berbicara keras, sedangkan
partisipan 2 tidak kooperatif, banyak diam dan tidak mampu memulai
pembicaraan namun nada berbicara keras. Alam perasaan kedua
partisipan takut lama keluar dari rumah sakit, interaksi Selma
wawancara partisipan 1 tidak mudah tersinggung, sedangkan partisipan
2 tampak curiga dengan orang lain. Persepsi kedua partisipan sama-
sama melihat bayangan dan suara aneh, proses piker kedua partisipan
berbeda dimana partisipan 1 sering mengulang-ulang pembicaraan
sedangkan partisipan 2 sering terhenti dari satu topic ke topic lain. Isi
piker kedua pasien berbeda dimana parisipan 1 mengatakan bahwa dia
merasa ada yang di masukkan dalam pikiran sehingga sering terulang
dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan pasien curiga dengan orang lain
sedangkan partisipn 2 mengatakan merasa ada orang yang akan
menyakitinya dan gelisah menunggu keluarga membesuk pasien,
tampak pasien selalu berdiri didekat pintu masuk untuk melihat siapa
yang datang. Menurut Muhith (2015) prilaku yang berhubungan dengan
verbal yaitu mengacam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta
perhatian, bicara keras dan menunjukkaan adanya delusi pikiran
paranoid.

Aktivitas motorik partisipan 1 yaitu tampak tatapan tajam, tangan


mengepal, banyak diam dan senang sendiri, sedangkan aktivitas
motorik partisipan 2 yaitu tampak gelisah, tegang, klien suka mondar
mandir diruangan, berjalan kaku, sering membuat gerakan mengepalkan
tangan dan gerakan meninju. Menurut Muhith (2015) prilaku yang
berhubungan dengan agitasi motorik adalah bergerak cepat, tidak

Poltekkes Kemenkes
mampu duduk diam, memukul dengan tinjuan kuat, mengepalkan
tangan kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-
tiba.

Afek kedua partisipan berbeda dimana pada Partisipan 1 adalah afek


tumpul, karena hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat, yaitu
dia akan kesal apabila ada pasien lain yang mengganggunya, seperti :
merebut makanannya.. Sedangkan pada Partisipan 2 afek nya labil
karena karena pasien suka marah tiba- tiba tanpa penyebab, emosi bisa
berubah-ubah. Afek adalah prilaku yang berhubungan dengan agresi,
yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah pembicaraan, marah,
permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang dan berlebih-
lebihan (Muhith, 2015).

Tingkat kesadaran kedua partisipan sama-sama bingung namun pada


partisipan 2 bicara ngawur dan sering mondar- mandir diruangan,
memori kedua partisipan mampu mengingat kejadian yang lalu dan
kegiatan yang telah dilakukan. Tingkat konsentrasi kedua partisipan
berbeda dimana partisipan 1 dapat berkonsentrasi dalam berinteraksi
sedangkan partisipan 2 mudah berganti topic ketika berinteraksi.
Kemampuan penilaian kedua partisipan mampu mengambil keputusan
ang sederhana. Daya tilik kedua partisipan menerima penyakitnya dan
tidak menyalahkan hal- hal diluar. Menurut Muhith (2015) prilaku yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran yaitu bingung, satatuss mental
berubah tiba-tiba, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.

Berdasarkan data yang didapatkan pada kedua partisipan sesuai dengan


teori yang ada namun asumsi peneliti terdapat perbedaan antara teori
dan kasus yang ditemukan selama penelitian dimana teori mengatakan
akan mengalami kerusakan memori, saat penelitian pasien mampu
mengingat kejadian yang lalu dan kegiatan yang telah dilakukan.

Poltekkes Kemenkes
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah pada kedua pasien yang diteliti yaitu
Partisipan 1 dan Partisipan 2. Pada Partisipan 1 dan partisipan 2 ditemukan
diagnosa perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah. Menutut
Prabowo (2014) pohon masalah pada pasien dengan perilaku kekerasan
yaitu harga diri yang rendah sebagai penyebab, perilaku kekerasan sebagai
core problem, dan resiko bunuh diri sebagai akibatnya. Sementara itu
prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu perilaku kekerasan.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa. perilaku kekerasan
pada Partisipan 1 dan Partisipan 2 yaitu dengan data objektif, subjektif,
dan alasan masuk Rumah Sakit Jiwa seperti pasien merusak barang atau
benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku
kekerasan, pandangan tajam, nada suara tinnggi adanya ungkapan ingin
memukul/ melukai dan mengancam secara verbal dan fisik. Pernyataan
dan respon pasien tersebut sesuai dengan teori menurut Kemenkes RI
(2012) tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Prioritas kedua diagnosa keperawatan yang diambil pada Partisipan 1 dan


Partisipan 2 yaitu halusinasi. Data yang memperkuat penulis mengangkat
diagnosa halusinasi yaitu data subjektif seperti pasien mengatakan melihat
bayangan-bayangan dan suara- suara aneh yang tidak tahu dari mana
asalnya Temuan peneliti pada diagnosa prioritas kedua sesuai dengan teori
yang dikemukakan Dermawan (2013) bahwa masalah keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan salah satunya
adalah halusinasi.

Prioritas ketiga diagnosa keperawatan yang diambil pada Partisipan 1 dan


Partisipan 2 yaitu harga diri rendah. Data yang memperkuat penulis
mengangkat diagnosa harga diri rendah yaitu data subjektif seperti pasien
mengatakan semenjak sakit pasien dikucilkan oleh saudara kandung dan
masyarakat, pasien mengatakan gagal dalam menjalankan perannya dalam
keluarga dan masyarakat, pasien mengatakan malu dengan dirinya, pasien

Poltekkes Kemenkes
mengatakan tidak mendapat pekerjaan yang tetap sehingga pasien merasa
tidak berguna dalam keluarga.

Asumsi peneliti adalah tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek
yang peneliti temukan di lapangan. Harga diri rendah sebagai penyebab
sehingga terjadi halusinasi dan mengakibatkan prilaku kekerasan pada diri
partisipan yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan 1 dan
partisipan 2 yaitu prilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah.
Perawat membuat rencana keperawatan yang terstandar dengan membuat
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap pasien.

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa prioritas


pertama perilaku kekerasan pada partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu, pada
strategi pelaksanaan 1 pasien, perawat membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan penyebab prilaku kekerasan, mendiskusikan akibat dari
prilakukan dan perawat menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara latihan fisik napas dalam dan memukul bantal,
Strategi pelaksanaan 2 pasien, mengevaluasi kemampuan melakukan
latihan fisik dan beri pujian, perawat melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara 6 benar minum obat. Strategi pelaksanaan 3 pasien,
mengevaluasi kemampuan patuh minum obat dan beri pujian, perawat
melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal:
mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik dan benar. Strategi
pelaksaan 4 pasien, mengevaluasi kemampuan melakukan latihan sosial
dan verbal dan beri pujian, perawat melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual: beribadah, mengaji, berdzikir, berdoa.

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa prioritas kedua


pada partisipan 1 dan partisipan 2 adalah halusinasi. Strategi pelaksanaan

Poltekkes Kemenkes
tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien terdiri dari empat,
yaitu strategi pelakasaan pertama perawat membantu pasien mengenal
halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi, strategi pelakasaan
kedua perawat mengevaluasi kemampuan menghardik halusinasi dan beri
pujian, perawat melatih pasien minum obat secara teratur, strategi
pelakasaan ketiga perawat mengevaluasi kemampuan patuh minum obat
dan beri pujian, perawat melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama orang lain, strategi pelakasaan keempat perawat
mengevaluasi kemampuan melakukan bercakap-cakap dan beri pujian,
perawat melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal.

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa ketiga pada


partisipan 1 dan partisipan 2 adalah harga diri rendah. Strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien terdiri dari empat,
yaitu pertama perawat membantu pasien memilih beberapa kegiatan yang
dapat dilakukannya, pilih salah satu kegiatan yang dapat dilatih saat ini
dan beri pujian, kedua yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan
kedua dan beri pujian, latih kegiatan kedua, ketiga yaitu perawat
membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga dan beri
pujian, keempat yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan
keempat, latih kegiatan keempat dan beri pujian.

Penyusunan rencana keperawatan pada telah sesuai dengan rencana


teoritis yang sudah terstandar menurut Keliat dkk (2012). Namun, tetap
disesuaikan kembali dengan kondisi pasien sehingga tujuan dan kriteria
hasil yang diharapkan dapat tercapai. Peneliti juga mengikuti langkah-
langkah perencanaan yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas
masalah sampai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dalam perencanaan
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam memprioritaskan
masalah dan perencanaan tindakan keperawatan. Disini peneliti berusaha

Poltekkes Kemenkes
memprioritaskan masalah sesuai dengan pohon masalah yang telah ada
baik itu dari penyebab maupun akibat yang muncul.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Hasil
penelitian pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan diagnosa perilaku
kekerasan telah dilaksanakan pada Senin, 19 Februari 2018 latihan 1
perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam
dan pukul bantal. Pada hari Selasa, 20 Februari 2018 dilaksanakan
kegiatan latihan 2 perilaku kekerasan yaitu mengajarkan 6 cara benar
minum obat. Pada hari Rabu, 21 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan
latihan 3 perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara verbal.
Dan pada hari Kamis, 22 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan latihan 4
perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara spiritual.

Pada Partisipan 1 latihan mengontrol marah dengan latihan nafas dalam


dan pukul bantal perlu berulang kali di latih karena pasien sering lupa
untuk melakukan latihan tersebuat apabila marah, tiga kali pertemuan
dilakukan latihan napas dalam dan pasien sudah mengingat dan paham
dengan latihan tersebut. Untuk latihan patuh minum obat pasien sudah
paham dalam 2 kali pertemuan, karena pasien tahu apa saja nama obat
yang diminum pasien, sedangkan untuk latihan sosial verbal dan spiritual
dapat di latih dalam 2 kali pertemuan, dan pasien merasa dengan latihan
spiritual mampu cepat meredam marah pasien.

Pada partisipan 2 latihan mengontrol marah dengan latihan nafas dalam


dan pukul bantal dilakukan dua kali pertemuan dan pasien sudah
mengingat dan paham dengan latihan tersebut. Untuk latihan patuh minum
obat pasien sudah paham dalam 2 kali pertemuan, karena pasien tahu apa
saja nama obat yang diminum pasien, sedangkan untuk latihan sosial
verbal dan spiritual dapat di latih dalam 2 kali pertemuan pasien sudah
paham engan kegunaan latihan tersebut.

Poltekkes Kemenkes
Pada diagnosa halusinasi pada partisipan 1 dan partisipan 2 dilaksanakan
pada hari Kamis, 22 Februari 2018 latihan 1 halusinasi yaitu menghardik
halusinasi. Pada hari Jumat, 23 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan
latihan 2 halusinasi yaitu patuh minum obat. Pada hari Sabtu, 24 Februari
2018 dilaksanakan latihan 3 halusinasi yaitu bercakap-cakap. Pada hari
Minggu, 25 Februari 2018 dilaksanakan latihan 4 halusinasi yaitu
melakukan aktifitas sehari-hari.

Pada Partisipan 1 latihan mengontrol halusinasi dengan latihan


menghardik perlu berulang kali di latih karena pasien sering lupa untuk
melakukan latihan tersebut. Latihan dilakuakn tiga kali pertemuan dan
pasien mengatakan sudah paham dengan cara menghardik dan kegunaan
latihan tersebut. Untuk latihan patuh minum obat pasien sudah paham
dalam 2 kali pertemuan, karena pasien tahu apa saja nama obat yang
diminum pasien, sedangkan untuk latihan bercakap- cakap dan aktifitas
sehari-hari pasien mampu di latih dalam sekali pertemuan namun pasien
mengatakan malas untuk bercakap- cakap dengan pasien lain dan pasien
mampu melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri.

Pada Partisipan 2 latihan mengontrol halusinasi dengan latihan


menghardik dilakukan dua kali pertemuan, pasien mengatakan sudah
paham dengan latihan tersebut dan tekadang pasien luap melakukannya
namun apabila pasien mengingatnya pasien melakukan latihan tersebut.
Untuk latihan patuh minum obat pasien sudah paham dalam 2 kali
pertemuan, karena pasien tahu apa saja nama obat yang diminum pasien,
sedangkan untuk latihan bercakap-cakap dan aktifitas sehari-hari pasien
mampu di latih dalam sekali pertemuan namun pasien mengatakan malas
untuk bercakap- cakap dengan pasien lain dan pasien mampu melakukan
aktifitas sehari-hari dengan mandiri.

Pada diagnosa harga diri rendah pada partisipan 1 dan partisipan 2


dilaksanakan pada Minggu, 25 Februari 2018 latihan 1 harga diri rendah

Poltekkes Kemenkes
melakasanakan kegiatan pertama. Pada hari Senin, 26 Februari 2018
dilaksanakan kegiatan latihan 2 harga diri rendah melakasanakan kegiatan
kedua. Pada Selas, 27 Februari 2018 dilaksanakan latihan 3 harga diri
rendah melakasanakan kegiatan ketiga. Pada hari Rabu, 28 Februari 2018
dilaksanakan latihan 4 harga diri rendah melakasanakan kegiatan
melakasanakan kegiatan keempat.

Pada Partisipan 1 dan 2 latihan meningkatkan harga diri rendah dengan


latihan kegiatan aktifitas sehari- hari dapat dilakukan dalam ssekali
pertemuan karena pasen sudah paham dari kegunaan dari latiha
tersebut.Dalam pemberian implementasi perawat juga memberikan
reinforcement positif kepada pasien. Dengan itu pasien tampak lebih
bersemangat dalam melakukan strategi pelaksanaan yang dilakukan.
Penulis tidak menemukan kesulitan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap Partisipan 1 dan Partisipan 2, pasien kooperatif dan
mau bekerjasama dengan perawat dalam pelaksanaan tindakan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
yang telah dilaksanakan. Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang digunakan untuk mengukur apakah tujuan dan
kriteria sudah tercapai. Pada teori maupun kasus dalam membuat
evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin
dicapai. Dimana pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan
keperawatan yang dilakukan selama 9 hari. Ketiga masalah Partisipan 1
dan Partisipan 2 dapat teratasi.

Menurut Muhith (2015), evaluasi mengukur apakah tujuan dan kriteria


sudah tercapai dan mengobservasi prilaku pasien dengan
mengidentifikassi situasi yang dapat membangkitkat kemarahan pasien,
bagaimana keadaan pasien saat marah dan benci pada orang tersebut,
sudahkan pasien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada

Poltekkes Kemenkes
yang lain, apakah pasien sudah mempu mengekspresikan yang berbeda,
pasien mampu menggunakan aktivitas fisik untuk mengurangi perasaan
marah, mampu mentoleransi rasa marahnya, konsep diri pasien sudah
meningkat, dan kemandirian dalam berfikir dan aktivitas meningkat.

Evaluasi yang penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya antara


perawat dan pasien tercapai ditandai dengan pasien bersedia duduk
berhadapan dengan penulis, pasien bersedia berkenalan dan menjabat
tangan penulis, pasien bersedia menyebutkan nama dan nama panggilan
yang disukai yaitu Tn. K (Partisipan 1) dan Tn. Y (Partisipan 2), pasien
bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, selain itu
pasien juga bersedia diajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
pasien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan
benar dan mampu melakukan nya secara mandiri.

Berdasarkan hasil penelitian Saswati (2016), sebelum penerapan standar


asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia klien belum mampu untuk
mengontol perilaku kekerasannya dimana pada pasien skizofrenia
terjadi gangguan pada system saraf diotak yang mempengaruhi daya
fikir pasien. Selain itu juga pasien belum mengerti tentang bagaimana
cara mengontrol perilaku kekerasan terhadap pengaruh penerapan
standar asuhan keperawatan hal ini dapat dilihat bahwa tingginya
persentase klien yang tidak mampu. Setelah penerapan standar asuhan
keperawatan perilaku kekerasan mengalami peningkatan yang
signifikan dalam mengontrol perilaku kekerasan. Dengan demikian
dapat membuat klien tetap pada keadaan tenang dan rilek disaat klien
kambuh ulang. Pada kelompok kontrol mengalami sedikit peningkatan
setelah mendapatkan terapi obat dari ruangan namun belum optimal
dalam mengontrol perilaku kekerasannya.

Hasil penelitian yang dilakukan Sumirta, dkk (2014) menunjukkan


bahwa kemampuan mengendalikan marah klien dengan prilaku

Poltekkes Kemenkes
kekerasan pasien gangguan jiwa sebelum diberikan perlakuan teknik
relaksasi nafas dalam paling bnayak dalam kategori rendah (85 %).
Setelah diberikan latihan napas dalam terjadi peningkatan kemampuan
mengendalikan prilaku kekerasan dalam kategori sedang (71%). Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan antara teknik
relaksasi napas dalam terhadap tingkat emosi klienn prilaku kekerasan
di RS. Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Partisipan 1 mengatakan latihan spriritual shalat dan zikir dapat


meredam rasa marah pasien. Hal ini didukung dengan hasil penelitain
yang dilakukan oleh Dwi dan Prihantini (2015) menunjukkan bahwa
Terapi Psikoreligius berpengaruh terhadap penurunan perilaku
kekerasan pada pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta, Ada perbedaan
penurunan perilaku kekerasan pada respon verbal, respon emosi dan
respon fisik pada pasien yang diberi terapi psikoreligi dan yang tidak
diberi terapi psikoreligius, Dengan demikian terapi Psikoreligi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan perilaku
kekerasan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Surakarta.

Pada diagnosa keperawatan halusinasi, pasien menunjukan perbaikan


yang cukup signifikan. Pasien jarang mendengarkan suara-suara yang
muncul dan pasien menunjukan kemajuan pasien mengatakan merasa
tenang, pasien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih
dengan benar sehingga diharapkan halusinasi tidak terjadi lagi pada
kedua partisipan dan kedua partisipan dapat melakukan kegiatan strategi
pelaksanaa secara mandiri tanpa bantuan perawat atau orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian Kamahi, dkk (2015), pengaruh penerapan


asuhan keperawatan terhadap sikap dalam mengontrol halusinasi,
menjelaskan bahwa pada penerapan asuhan keperawatan yang baik
terdapat 13 responden (40,6%) yang memiliki sikap baik dan 7
responden (21,8%) yang memiliki sikap cukup sedangkan pada

Poltekkes Kemenkes
penerapan asuhan keperawatan yang cukup terdapat 3 responden (9,4%)
yang memiliki sikap baik dan 9 responden (28,1%) yang memiliki sikap
cukup, Dengan mengacu pada hasil penelitian dan teori-teori diatas
maka peneliti Kamahi dapat menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan pemberian asuhan keperawatan terhadap sikap dalam
mengontrol halusinasi.

Pada diagnosa harga diri rendah yang dialami partisipan 1 dan


partisipan 2 juga menunjukan perbaikan yang cukup signifikan. Pasien
tidak malas melakukan kegiatan sehari-hari yang bisa ia lakukan. Dan
kedua partisipan dapat melakukan kegiatan strategi pelaksanaan secara
mandiri tanpa bantuan perawat atau orang lain. Berdasarkan hasil
penelitian Wahyuni (2016), Setelah penerapan asuhan keperawan
terjadi peningkatan harga diri yang dapat dilihat dari berkurangnya
respon maladaptif yang ditampilkan oleh pasien. Kondisi ini dapat
dilihat khususnya dari respon psikologis pasien yaitu meningkatnya
kemampuan pasien menghargai orang lain dan menunjukkan rasa cinta
pada orang lain. Hambatan yang paling besar pada harga diri rendah
ditemukan adalah kesulitan melaksanakan tindakan apabila pasien
sudah merasa tidak termotivasi. Kurangnya motivasi pasien karena
kurangnya dukungan dari keluarga, seperti keluarga membesuk hanya
pada saat hendak membayar tagihan, dan kadangkadang tidak bertemu
dengan pasien dengan berbagai alasan. Namun secara keseluruhan
terlihat perubahan yang signifikan pada pasien. Perubahan yang
ditampilkan oleh pasien menunjukkan bahwa pasien mampu beradaptasi
dengan kondisi sakitnya, dengan tetap memanfaatkan kemampuan
tertinggi yang masih dimiliki.

Evaluasi akhir menurut peneliti setelah dilakukan tindakan strategi


pelaksanaan pada masing-masing partisipan, mereka dapat melakukan
tindakan secara mandiri tetapi, didapatkan partisipan 1 (Tn. K) lebih
lambat dalam menangkap atau merespon tindakan strategi pelaksanaan

Poltekkes Kemenkes
yang telah diajarkan hal ini didukung oleh afek partisipan yang tumpul,
hal ini sejalan dengan teori Dermawan (2013), mengatakan bahwa afek
adalah mengacu kepada ekpresi emosi yang dapat diamati dalam ekpresi
wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu
menceritakan perasaannya sehingga untuk strategi pelaksanaan prilaku
kekerasan pada Tn. K harus di ulang berkali-kali karena Tn K
mengatakan lupa cara mengontrol marah dengan strategi yang telah
diberikan, dan pasien juga mengatakan dari semua startegi pelaksanaan
yang diajarkan spiritual (melaksankan shalat) yang bisa meredam rasa
marah pasien

Rencana tindak lanjut pada kedua partisipan adalah perawat tetap harus
mengevaluasi kegiatan strategi pelaksanaan yang sudah diajarkan pada
kedua partisipan dan pada saat pasien pulang peran keluarga juga harus
dilibatkan dalam evaluasi kegiatan partisipan dan anjurkan memberikan
penguatan positif. Hal ini sesuai dengan teori Prabowo (2014),
menyatakan pada evaluasi sangat diperlukan reinforment untuk
menguatkan perubahan yang positif. Pasien dan keluarga juga
dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement.

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR PUSTAKA

Abd.Nasir, dkk. 2011. Metodologi penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing interventions Classification.USA:


Elservier Mosby

Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta : EGC

Dermawan, Deden .2013. Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan


Jiwa.Yogyakarta: Tim Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Program Kesehatan Jiwa Kota
Padang periode Januari s/d Desember tahun 2015. Padang.

Dwi, A.S., dan Prihantini. 2015. Pengaruh Terapi Psikoreligi Terhadap


Penurunan Prilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Daerah Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Vol 4, No 1, 72-77,
Mei 2015. Diambil dari: http://.portalgaruda.org/article.doc. (8 April
2018)

Erlina, dkk. 2010. Determiana Terhadap Timbulnya Skizofrenia Pada Pasien


Rawat Jalan Di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang Sumbar. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. 26 (2): 63-70. (8 April 2018)

Hasmila, dan Wildan. 2015. Faktor Predisposisi Penderita Skizofrenia Di Poli


Klinik Rumah Sakit Jiwa Aceh. Idea Nursing Journal, Vol. VI No. 2,
2015. (8 April 2018)

Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Instalasi Rekam Medis. 2016. Laporan Kegiataan Tahun 2016 dan Program
Kerja Tahun 2017. Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang

Kamahi, P., dkk. 2015. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Halusinasi Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Di
RSKD DADI Makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5
Nomor 6 Tahun 2015. (5 April 2018)

Keliet, B. A. 2009. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Poltekkes Kemenkes
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Modul Pelatihan
Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

. 2016. Peran Keluarga


Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi


Offset

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification. USA: Elservier


Mosby

Prabowo, Ade. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika

Puja, Yeka. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Prilaku Kekerasan


Diruangan Merpati Rumah Sakit Jiwa Hb Saanin Padang. Politeknik
kesehatan Padang

Rikesdas. 2013. Badan Peneitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian


Kesehatan RI

Rifi. Susansi, dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Pasien


Gangguan Jiwa di RSUD Karimu Riau. E-Journal keperawatan
Universitas Riau 9 januari 2018

Shofiyah, Erni. 2015. Harga Diri Pada Klien Gangguan Jiwa yang Menjalani
Rawat Jalan Di RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto.
Laporan Penelitian. (8 April 2018)

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D.


Bandung: Alfa Beta

Sumiarta, Dyah, dkk. 2013. Penurunan Prilaku Kekerasan Pada Klien


Skizofrenia. http://ejournal.ui.Id/index.php/jkp/article/view. Diakses pada
tanggal 22 Desember 2017 pukul 13.30 WIB

Sumirta, I.N., dkk. 2014. Relaksasi Napas dalam Terhadap Pengendalian


Marah klien dengan Prilaku Kekerasan. Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar

Suryni. 2015. Mengenal Gejala dan Penyebab Gangguan Jiwa. Disampaikan


pada Seminar Nasional “Stigma Terhadap Orang Gangguan Jiwa” Bem
Psikologi UNJANI. (8 April 2018)

Poltekkes Kemenkes
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

UU Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1 (ayat 1 & 3) Tentang Kesehatan Jiwa.

Wahyuni, Sri. 2016. Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Harga Diri
Rendah. Repositori Universiti Of Riau. Diambil dari:
Http:///responsitory. Unri.ac.id/ (5 April 2018)

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa, Jakarta : Salemba Medika.

Poltekkes Kemenkes
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. Pengkajian
Ruang Rawat: Merpati Tanggal Dirawat: 13 Februari 2018
I. Identitas Klien
Inisial Klien : Tn. K
Umur :50 Tahun
No. Rekam Medik 030282
Tanggal Pengkajian :19 Februari 2018
Informan :Klien, Status dan Perawat Ruangan
Alamat Lengkap :Simpang Duku, Jorong Kelabu, Simpang
Tonang, Duo Koto Pasaman
II. Alasan Masuk
Tn. K masuk Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tanggal 13
Februari 2018 pukul 18.20 WIB melalui IGD. Pasien diantar oleh
keluarganya untuk kelima kalinya. Pasien sudah pernah dirawat terakhir
bulan Mei 2017. pasien masuk dikarenakan sejak 2 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien gelisah, tidak mau minum obat,
mengamuk dan memukul orang lewat dengan batu, emosi labil, marah
tanpa sebab, melempar alat- alat rumah tangga , bicara dan tertawa sendiri,
banyak bicara ngawur, mengancam keluarga, curiga pada istri dan anak-
anak, merasa paling benar, mendengar suara- suara dan melihat bayangan,
susah tidur, klien masuk karena menggangu lingkungan
III. Faktor Predisposisi
1. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2018 pasien
mengatakan menderita penyakit ini sejak tahun 2010, pasien
mengatakan awalnya diguna- guna oleh orang kampungnya karena
tidak suka dengan keluarga Tn. K sehingga memicu terjadinya masalah
dengan istri dan anak- anaknya dan dirumah Tn. K menghancurkan
alat- alat rumah tangga. Pasien mengatakan beberapa kali masuk rumah

Poltekkes Kemenkes
sakit kerena keinginan yang tidak dipenuhi keluarga sehingga ia
mengancam keluarga
2. Pengobatan Sebelumnya
Tn. K mengatakan terakhir dirawat Mei 2017 mengatakan kontrol teratur ke
puskesmas, pasien mengatakan dapat beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat namun gejala- gejala gangguan jiwa masih ada, seperti
cepat marah, namun dalam 2 bulan ini tidak minum obat
3. Trauma
a. Aniaya Fisik
Tn. K mengatakan pada umur 49 tahun pernah menjadi pelaku aniaya
fisik, dimana saat partisipan 1 (Tn. K) marah maka pasien akan
mengamuk dengan melempar tetangga dengan batu.
b. Aniaya Seksual
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi aniaya
seksual sebelumnya.
c. Penolakan
Tn. K mengatakan pada umur 43 tahun, sejak sakit jiwa klien dikucilkan
tetangga
d. Kekerasan Dalam Keluarga
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku atau korban kekerasan
dalam keluarga sebelumnya.
e. Tindakan Kriminal
Tn. K mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi
tindakan kriminal sebelumnya
4. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tn. K mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang mengalami
gangguan jiwa.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Tn. K mengatakan pengalaman yang tidak menyenangkan adalah kegagalan
dalam menjaga anak ke tiga Tn. K yang sakit.

Poltekkes Kemenkes
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital : TD : 130/80 mmHg, N: 85 x/ menit,
S: 36,8 0C, P: 20 x/ menit.
2. Ukuran : TB: 170 cm, BB: 60 kg.
3. Keluhan Fisik : Tn. K mengatakan badan terasa lelah
V. Psikososial
1. Genogram

= Perempuan
= Laki-laki
= Meninggal
= Pasien
= Orang tinggal serumah

Keterangan :
Tn. K merupakan anak ke empat dari 4 bersaudara, klien sudah menikah,
pasien memiliki 6 orang anak, pasien serumah dengan istri dan 4
anaknnya. Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami
gangguan jiwa, pasien menjalani komunikasi yang baik dengan keluarga
dan dalam pengambilan keputusan adalah anak pertama pasien.

Poltekkes Kemenkes
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Tn. K menyatakan menyukai semua anggota tubuhnya dan tidak ada
terdapat kecacatan
b. Identitas Diri
Tn. K mengatakan ia anak terakhir, ia hanya tamat SD, klien mengatakan
puas jadi seorang laki-laki dan mensyukuri apa yang diberikan
Tuhan kepadanya.
c. Peran Diri
Tn. K mengatakan ia bekerja sebagai petani, pasien mengatakan tidak
puas dengan perannya sebagai kepala keluarga. Pasien mengatakan
tidak berhasil memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya
d. Ideal Diri
Tn. K mengatakan ingin sembuh dan ia akan berusaha memberikan yang
terbaik untuk anaknya.
e. Harga Diri
Tn. K mengatakan dirinya tidak berharga lagi karena sakitnya dan merasa
malu dengan tetangga, pasien mengatakan hubungannya dengan
saudaranya dan anak pertama kurang baik semenjak berulang masuk
rumah sakit.
3. Hubungan Sosial
a. Orang Terdeka
Tn. K mengatakan dekat dengan anak keduanya dan anaknya merupakan
tempat ia sering bercerita.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Tn. K mengatakan jarang atau tidak pernah berinteraksi atau ikut dalam
kegiatan kelompok/ masyarakat disekitar rumahnya (seperti : gotong
royong, dll).
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. K mengatakan lebih senang menyendiri dan tidak mau berinteraksi
dengan pasien
4. Spiritual

Poltekkes Kemenkes
a. Nilai dan Keyakinan
Tn. K mengatakan beragama islam dan percaya dengan Tuhan dan
penyakit yang dideritanya merupakan ujian dari Tuhan.
b. Kegiatan Ibadah
Tn. K mengatakan jarang menjalankan ibadah shalat 5 waktu selama
dirumah dan selama di rumah sakit pasien menjalankan ibadah
shalat 5 waktu.
VI. Status Mental
1. Penampilan
Selama dirumah sakit penampilan klien tidak rapi, rambut bersih, namun
rambut dan kumis sudah panjang, tangan bersih dan kuku pendek,
tubuh tidak berbau dan pakaian bersih serta cara berpakaian sudah tepat
dan sesuai.
2. Pembicaraan
Saat di kaji cukup kooperatif, nada berbicara keras, pasien mampu
menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan pasien bicara apabila
ditanya dan pasien jarang bicara dengan pasien lain dan kontak mata
kurang
3. Aktivitas motorik
Tn. K tampak, tatapan tajam kearah lawan bicara, mengepalkan tangan
apabila kesal dengan pasien lain, banyak diam, dan pasien lebih senang
menyendiri.
4. Alam Perasaaan
Tn. K mengatakan apabila ia ingat anaknya ia akan merasakan sedih dan
pasien ditakut lama keluar dari rumah sakit.
5. Afek
Afek Tn. K selama berinteraksi afek tumpul karena hanya bereaksi bila ada
stimulus emosi yang kuat, yaitu dia akan kesal apabila ada pasien lain
yang mengganggunya, seperti : merebut makanannya.

6. Interaksi selama wawancara

Poltekkes Kemenkes
Selama berinteraksi Tn. K kooperatif, tidak mudah tersinggung, kontak
mata kurang, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diberikan.
7. Persepsi
Pasien mengatakan melihat bayangan dan mendengar suara aneh yang tidak
tahu darimana asalnya, muncul ketika pasien bermenung dan
menyendiri, pasien tampak berbicara dan tertawa sendiri.
8. Proses pikir
ketika berinteraksi Tn. K pembicaraan sering di ulang- ulang
9. Isi pikir
Isi pikir Tn. K adalah sisip pikir, setiap ditanya berinteraksi dengan Tn. K
sering mengatakan bahwa dia merasa ada yang di masukkan dalam
pikiran sehingga sering terulang dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan
pasien curiga dengan orang lain.
10. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Tn. K tampak bingung, Tn. K mengetahui orientasi
tempat, waktu, dan orang.
11. Memori
Tn. K tidak ada masalah dalam gangguan daya ingat baik dalam kejadian
jangka panjang atau kejadian jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tn. K dapat berkonsentrasi saat berinteraksi dan dalam berhitung.
13. Kemampuan penilaian
Tn. K dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain,
masih mampu melakukan penilaian akan hal yang sederhana, seperti:
pasien menyadari bahwa suatu masalah yang dilakukan dilakukan
dengan marah-marah sangat merugikan dirinya dan orang lain.
14. Daya tilik diri
Tn. K menerima penyakitnya dan tidak menyalahkan ha-hal diluar dirinya.

VII. Kebutuhan Pasien Pulang


1. Makan

Poltekkes Kemenkes
Tn. K mampu makan secara mandiri, makan 3 kali/hari, habis satu porsi,
komposisi: nasi, sayur dan lauk pauk, klien tidak ada riwayat alergi
makanan, pasien minum lebih dari 8 gelas/ hari
2. BAB/BAK
Tn. K BAK/BAB pada tempatnya, klien bisa membersihkan setelah
BAB/BAK.
3. Mandi
Tn. K mandi 2 kali/hari, klien mandiri tanpa diarahkan.
4. Berpakaian/Berhias
Tn. K menganti pakaian sekali sehari, rambut acak-acakan.
5. Istirahat/tidur
Tn. K mengatakan selama dirumah susah tidur dan kadang- kadang tidak
tidur, selama dirumah sakit tidur cukup dan teratur 6- 8 jam.
6. Penggunaan obat
Tn. K minum obat 2 kali sehari dengan bantuan minimal oleh perawat.
7. Pemeliharaan kesehatan
Tn. K mengatakan bisa merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan jika
sudah pulang nanti klien akan melanjutkan minum obat secara teratur
dan jika habis akan kontrol rutin.
8. Kegiatan didalam rumah
Tn. K mampu mempersiapkan makanan, merapikan tempat tidur, mencuci
pakaian sendiri dan tidak dapat mengatur biaya sehari-hari sendiri.
9. Kegiatan/aktivitas di luar rumah
Tn. K mengatakan ia sebagai seorang petani, pasien mampu berbelanja
sendiri.
VIII. Mekanisme Koping
1. Koping adaptif
Tn. K mengikuti kegiatan didalan ruangan merpati yaitu olahraga.
2. Koping maldaptif
Tn. K jarang berbicara dengan orang lain didalam ruangan, Klien lebih
sering mencoba menghindari petugas.
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Poltekkes Kemenkes
1. Masalah dengan Dukungan Kelompok
Tn. K mengatakan jarang ikut dalam kegiatan kelompok, pasien lebih
senang sendiri dan pasien mengatakan dikucilkan oleh orang kampong.
2. Masalah Berhubungan dengan Lingkungan
Tn. K mengatakan ketika marah pasien akan melempar batu ketika ada
yang lewat di depan rumah pasien.
3. Masalah dengan Pendidikan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan pendidikan karena tidak
sekolah.
4. Masalah dengan Pekerjaan
Tn. K mengatakan ia seorang petani, terkadang hasil tani Tn. K tidak
mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari.
5. Masalah dengan Perumahan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan perumahan, Tn. K tinggal
dengan istri dan anak- anaknya.
6. Masalah Ekonomi
Tn. K mengatakan ada masalah dengan ekonomi, karena penghasilan Tn. K
tidak tetap.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan.
X. Pengetahuan
Tn. K menyadari akan penyakit yang dideritanya klien kurang mengetahui
kegunaan obat yang didapatkannya dan mengetahui nama obat yang
dikonsumsinya. Klien berharap kesembuhan untuknya.
XI. Aspek Medik
1. Diagnosa Medik :Skizofrenia paranoid.
2. Terapi Medik :Risperidon 2x2 mg
Chlorpromazine 1x2 mg
XII. Analisa Data
o Data Masalah
Data Subjektif: aku kekerasan
- Pasien mengatakan dibawa ke RSJ

Poltekkes Kemenkes
karena mengamuk dan memukul
orang dengan batu
- pasien mengatakan marah ketika
keinginan tidak dipenuhi dengan
mengancam keluarga
- pasien mengatakan ketika marah
sering melempar alat-alat rumah
tangga
- pasien merasa kesal bila diganggu
oleh pasien lain, seperti meminta
makanannya.
Data Objektif:
- pasien masih tegang, pandangan
tajam kearah lawan bicara,
mengepalkan tangan, nada suara
keras
ta Subjektif: usinasi
- pasien mengatakan melihat
bayangan dan mendengar suara-
suara aneh
- pasien mengatakan ia menyadari
ketika ia bicara dan tertawa sendiri
bila melihat bayangan dan suara
tersebut
- Pasien mengatakan bayangan dan
suara tersebut akan muncul ketika
pasien sendiri
ta Objektif:
- Pasien tampak bicara sendiri dan
tertawa sendiri, terkadang banyak
bicara yang diulang-ulang, curiga
dengan orang lain

Poltekkes Kemenkes
a subjektif: ga Diri Rendah
- pasien megatakan tidak berhasil
memberikan pendidikan terbaik
untuk anaknya sehingga ia merasa
tidak menjalankan perannya
sebagai seorang ayah.
- Pasien mengatakan tidak mau
berinteraksi dengan pasien lain
- Pasien mengatakan lebih senang
sendiri
- Pasien mengatakan malu dengan
dirinya
- pasien merasa tidak berguna dan
selalu membuat masalah
- Pasien mengatakan semenjak sakit
Tn. K dikucilkan tetangga
ata Objektif :
- Pasien tampak tidak mau
berinteraksi dengan pasien lain
- Pasien tampak mengasingkan diri
- Kontak mata pasien kurang

1. Daftar Masalah
a. prilaku kekerasan
b. pengobatan tidak efektif
c. respon pasca trauma
d. Harga diri rendah
e. Gangguan proses pikir
f. Ansietas
g. Halusinasi
h. Gangguan komunikasi verbal
i. Waham curiga

Poltekkes Kemenkes
j. Kurang pengetahuan

2. Pohon Masalah

Resiko

Prilaku
menciderai

Harga Diri

3. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Prilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama klien :Tn.K
No. MR : 030282
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kepe (umum dan khusus)
rawa
tan
Prilaku Tujuan Umum: Setelah rategi Pelaksanaan
Keke Pasien mampu mengontrol melakukan
rasa prilaku kekerasan dan 4X P 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan
n mengungkapkan pertemuan, memukul bantal
kemarahan secara asertif pasien
Tujuan Khusus: mampu a. Membina hubungan saling percaya
a. Pasien mampu membina mengontrol 1) Mengucapkan salam setiap berinterakssi
hubungan saling percaya marah dengan pasien
b. Pasien mampu menjelaskan dengan 2) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang
penyebab marah strategi perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
c. Pasien mampu menjelaskan pelaksanan panggilan yang disukai pasien
perasaan saat terjadinya keperawatan: 3) Gunakan pendekatan yang tanang dan
marah/ prilaku kekerasan a. Mengontrol menyakinkan dengan menanyakan perasaan
d. Pasien mampu menjelaskan marah dengan dan keluhan pasien saat ini
prilaku yang dilakukan saat latihan nafas 4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan
marah dalam dan pukul lakukan bersama pasien, berapa lama akan
e. Pasien mampu menyebutkan bantal dikerjakan dan tempatnya dimana
cara mengontrol rasa marah/ b. Minum obat 5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan
prilaku kekerasan dengan prinsip 6 informasi yang diperoleh untuk kepentingan
f. Pasien mampu melatih benar minum obat terapi

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

kegiatan fisik dalam c. Mengontrol 6) Tunjukkan sikap empati, gunakan pendekatan


menyalurkan kemarahan marah secara yang tenang dan tidak menghukum pada saat
g. Pasien mampu memakan obat verbal menghadapi prilaku menyakiti diri
secara teratur d. Mengontrol 7) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
h. Pasien mampu melatih bicara marah dengan membatasi akses terhadap situasi yang
yang baik saat marah cara spiritual membuat frustasi sampai pasien dapat
i. Pasien mampu melatih mengekskpresikan kemarahan dengan cara
kegiatan ibadah untuk adaptif
mengendalikan rasa marah. b. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah
yang menyebabkan prilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu, bantu pasien mengidentifikasikan
sumber dari kemarahan serta tanda dan gejala
marah
c. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang
dilakukan
d. Dikusikan akibat dari prilaku kekerasan
e. Menjelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan:
fisik, obat, verbal dan spiritual.
f. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan secara
fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal dengan
mengatur pengalaman emosi yang sangat kuat
yaitu relaksasi.
g. Beri pujian dan masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik

P 2 pasien: latih patuh minum obat


a. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik dan
beri pujian

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

b. latih cara mengontrol prilaku kekerasan dengan


obat
c. jelaskan 6 benar: benar nama, benar jenis, benar
dosis, benar waktu, benar cara, kontinuitas minum
obat dan dampak jika tidak kontinu minum obat,
d. masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik dan
minum obat

P 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal


a. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik dan
minum obat, beri pujian
b. Bantu dalam mengembangkan metode yang tepat
untuk mengekspresikan kemarahan pada orang
lain misanya asertif dan mengunakan pernyataan
mengungkapkan perasaan
c. latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar)
d. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik minum obat, dan verbal.

4 pasien: latiahan cara spiritual


a. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik,
minum obat, verbal dan beri beri pujian
b. latih mengontrol marah dengan cara spiritual
c. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik minum obat, verbal dan spiritual.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Halusinas juan Umum: elah dilakukan Pasien


i ien mampu pertemuan 4 x klien
ngontrol halusinasi sesuai strategi mampu mengontrol 1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
pelaksanaan tindakan halusinasi dengan d) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya dan
keperawatan sehingga pasien cara: pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi, waktu
merasa nyaman a. Menghardik terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon pasien,
juan Khusus: hakusianasi serta upaya yang telah dilakukan pasien untuk
a. pasien mampu membina b. Minum obat mengontrol halusinasi
hubungan saling percaya dengan prinsip 6 e) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan
b. pasien mampu menyadari benar minum menghardik
gangguan sensori persepsi obat f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
halusinasi c. Mengontrol menghardik
c. pasien mampu mengontrol halusinasi dengan
halusinasi dengan bercakap– cakap 2 pasien : 6 benar minum Obat
menghardik d. Melakukan a. Evalusi tanda dan gejala halusinasi
d. pasien mampu mengontrol aktivitas yang b. Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi
halusinasi dengan enam terjadwal yang dialami dan kemampuan pasien mengontrol
benar minum obat halusinasi dengan menghardik, berikan pujian
e. pasien mampu mengontrol c. Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan
halusinasi dengan bercakap- caramenghardik
cakap d. Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh
f. pasien mampu mengontrol minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dosis,
halusinasi dengan melakukan frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
aktivitas sehari- hari e. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat
sesuai jadwal
Berikut ini tindakan keperawatan yang harus dilakukan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

agar pasien patuh minum obat :


1) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
2) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai
program
3) Jelaskan akibat bila putus obat
4) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
5) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip
6 benar (jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)

3 pasien : Bercakap cakap


f) Evaluasi gejala halusinasi
g) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat,
berikan pujian
h) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan
menghardik, minum obat sesuai jadwal
i) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap
cakap saat terjadi halusinasi
j) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan

4 pasien : Melakukan aktifitas sehari-hari


Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk
beberapa kegiatan harian. Semakin banyak
kegiatan yang dilakukan semakin sedikit
kemungkinan berhalusinasi. Kegiatan yang
akan dilakukan adalah menyapu ruangan.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

e) Evalusi tanda dan gejala halusinasi


f) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat, dan
bercakap cakap dengan orang lain, berikan pujian
g) Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan
harian
h) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk melakukan
kegiatan harian
Harga juan Umum elah 2-4x pertemuan Pasien
diri ien memiliki konsep diri yang :
renda positif en mampu 1 Pasien: Pengkajian dan latihan kegiatan pertama
h juan Khusus: meningkatkan harga a. Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tentang
a. Pasien dapat membina diri dengan cara: diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan
hubungan saling percaya a. Mengkaji dengan orang lain, harapan yang telah dan belum
b. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan yang tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai
kemampuan dan aspek positif dimiliki pasien, harapan yang belum terpenuhi
yang dimilikinya membantu pasien b. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
c. Pasien dapat menilai memilih beberapa aspek positif paasien ( buat daftar kegiatan)
kemampuan yang kegiatan yang c. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat
digunakannya dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana
d. Pasien dapat menetapkan dan dilakukannya serta kegiatan yang dapat dilaksanakan)
merencanakan kegiatann melatih kegiatan d. Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
sesuai dengan kemampuan pertama e. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang
yang dimiliki b. Memilih kegiatan dapat dilakukan saat ini untuk dilatih
e. Pasien dapat melakukan kedua, latih f. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
kegiatan sesuai kondisi sakit kegiatan kedua. melakukannya)
dan kemampuannya c. Membantu pasien g. Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal
memilih kegiatan kegiatan untuk latihan
ketiga, latih
Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

kegiatan ketiga.
d. Membantu pasien
memilih kegiatan
keempat, latih SP 2 Pasien: Strategi pelaksanaan pertemuan 2
kegiatan keempat. pada pasien
a. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b. Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan
pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
c. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
dilatih
e. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kegiatan

SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3


pada pasien
a. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b. Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama,
dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian
c. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan
kedua
d. Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan
dilatih
e. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
f. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga
kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4


pada pasien
(1) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Validasi kemampuan melakukan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih
dan berikan pujian
(3) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama,
kedua dan ketiga
(4) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang
akan dilatih
(5) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
(6) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
empat kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Nama : Tn.K Ruangan : Merpati No. MR : 030282


HARI/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI TAND
TANGG KEPERAWAT KEPERAWATAN KEPERAWATAN A
AN TANG
AL A
N
Senin rilaku Kekerasan 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan S:
19 Februari memukul bantal - Pasien mengatakan masuk ke
RS karena mengamuk dan
2018 a. Membina hubungan saling percaya memukul orang dengan batu,
1) Mengucapkan salam setiap berinterakssi - pasien mengatakan akan
dengan pasien marah ketika keinginan tidak
terpenuhi dengan mengancam
2) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan
keluarga
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan - pasien mengatakan ketika
nama panggilan yang disukai pasien marah akan membanting alat-
alat rumah tangga.
3) Gunakan pendekatan yang tanang dan
O:
menyakinkan dengan menanyakan perasaan - Pasien tampak tegang,
dan keluhan pasien saat ini pandangan tajam,
4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan mengepalkan tangan, nada
suara keras.
lakukan bersama pasien, berapa lama akan
- marah masih ada, SP 1

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

dikerjakan dan tempatnya dimana tercapai pasien mampu


5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan membina hubungan saling
percaya, pasien dapat
informasi yang diperoleh untuk kepentingan
memperagakan cara tarik
terapi nafas dalam dan pukul bantal
6) Tunjukkan sikap empati, gunakan P:
- Lanjutkan SP 2 perilaku
pendekatan yang tenang dan tidak
kekerasan, evaluasi kegiatan
menghukum pada saat menghadapi prilaku SP 1
menyakiti diri
7) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
membatasi akses terhadap situasi yang
membuat frustasi sampai pasien dapat
mengekskpresikan kemarahan dengan cara
adaptif
b. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa
marah yang menyebabkan prilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu, bantu pasien
mengidentifikasikan sumber dari kemarahan
serta tanda dan gejala marah
c. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang
dilakukan
d. Dikusikan akibat dari prilaku kekerasan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

e. Menjelaskan cara mengontrol prilaku


kekerasan: fisik, obat, verbal dan spiritual.
f. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan
secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal
dengan mengatur pengalaman emosi yang
sangat kuat yaitu relaksasi.
g. Beri pujian dan masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik
Selasa, 2 pasien: latih patuh minum obat S:
20 Februari e. Evaluasi tanda marah dan kemampuan - Pasien mengatakan masih
mudah marah dan sering lupa
2018 melakukan latihan fisik dan beri pujian
untuk mengontrolmarah
f. latih cara mengontrol prilaku kekerasan dengan dengan tarik napas dalam dan
obat memukul bantal
- pasien mengetahui obat yang
g. jelaskan 6 benar: benar nama, benar jenis,
didapatkannya : respiridone
benar dosis, benar waktu, benar cara, dan CPZ
kontinuitas minum obat dan dampak jika tidak O:
- Pasien tampak menyendir,
kontinu minum obat,
pasien bisa menyebutkan
h. masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik dan obatnya
minum obat A:
- Perilaku kekerasan masih
ada, SP 2 optimalkan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

P:
- Lanjutkan SP 3, evaluasi
kegiatan SP 1 dan 2
Rabu, 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal S:
21 Februari e. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik - Pasien mengatakan setelah
minum obat badan pasien
2018 dan minum obat, beri pujian
terasa letih
f. Bantu dalam mengembangkan metode yang - pasien mengatakan tidak mau
tepat untuk mengekspresikan kemarahan pada berinteraksi dengan pasien
lain
orang lain misanya asertif dan mengunakan
O:
pernyataan mengungkapkan perasaan - Pasien tampak
g. latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara mempraktekkan cara
meminta dan menolak
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,
dengan baik pada perawat
meminta, menolak dengan benar) A:
h. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Marah masih ada, SP 3 belum
fisik minum obat, dan verbal. optimal
P:
- Lanjutkan SP 4, evaluasi
kegiatan SP 1, 2 dan 3
Kamis, 4 pasien: latiahan cara spiritual S:
22 Februari d. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik, - Pasien mengatakan tidak mau
berinteraksi dengan pasien
2018 minum obat, verbal dan beri beri pujian
lain, lebih suka sendiri
e. latih mengontrol marah dengan cara spiritual O:
f. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Pasien tampak sudah tenang,
pasien mampu melakukan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

fisik minum obat, verbal dan spiritual. shalat 5 waktu


A:
- Gejala prilaku kekerasana
masih marah ada
P:
- Optimalkan SP 4 dan
evaluasi kegiatan SP 1 2 dan
3
Strategi pelaksanakan
mengontrol prilaku
kekerasan perlu di
ulang berkali-kali

Halusinasi 1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi


S:
g) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya
- Pasien mengataan melihat
dan pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi, bayangan dan mendengar
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon suara- suara aneh
pasien, serta upaya yang telah dilakukan pasien - pasien mengatakan ia
menyadari ketika ia bicara
untuk mengontrol halusinasi
dan tertawa sendiri bila
h) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melihat bayangan dan
menghardik suara tersebut
- pasien mengatakan bayangan
i) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
dan suara aneh muncul ketika
menghardik pasien sendiri.
O:
- Pasien tampak bicara dan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

tertawa sendiri, terkadang


banyak bicara yang diulang-
ulang
- pasien mampu
memperagakan menghardik
halusinasi
A:
- Halusinasi masih ada, SP 1
tercapai klien mampu
memperagakan cara
menghardik
P:
- Lanjutkan SP 2 halusinasi,
evaluasi kegiatan SP 1
Jumat, 2 pasien : 6 benar minum Obat S:
23 Februari f. Evalusi tanda dan gejala halusinasi - Pasien mengatakan suara
aneh masih ada namun pasien
2018 g. Validasi kemampuan pasien mengenal
lupa cara menghardik
halusinasi yang dialami dan kemampuan pasien - pasien mengetahui obat yang
mengontrol halusinasi dengan menghardik, didapatkannya: respiridone
dan CPZ
berikan pujian
O:
h. Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan - Pasien masih sering
caramenghardik tersenyum dan bicara sendiri.
A:
i. Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh
- Halusinasi masih ada, SP 1
minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dan 2 belum optimal
P:

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) - Lanjutkan SP 3, evaluasi


j. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum kegiatan SP 1 dan 2

obat sesuai jadwal


Berikut ini tindakan keperawatan yang harus
dilakukan agar pasien patuh minum obat :
6) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
7) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
8) Jelaskan akibat bila putus obat
9) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
10) Jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis, frekuensi,
cara, kontinuitas minum obat)
Sabtu, 3 pasien : Bercakap cakap S:
24 Februari k) Evaluasi gejala halusinasi - Pasien mengatakan suara
aneh dan melihat bayangan
2018 l) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
masih ada
halusiansi dengan menghardik, minum obat, - pasien mengatakan setelah
berikan pujian minum obat badan terasa
letih
m) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan
- pasien mengatakan tidak mau
menghardik, minum obat sesuai jadwal berinteraksi dengan orang
lain

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

n) Latih cara mengontrol halusinasi dengan O:


bercakap cakap saat terjadi halusinasi - pasien tampak hanya mau
berinteraksi dengan perawat .
o) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan A:
- Halusinasi masih ada, SP 3
Harga Diri belum optimal

rendah
Minggu, 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari-hari S:
25 Februari Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk - pasien mengatakan halusinasi
sudah jarang muncul dengan
2018 beberapa kegiatan harian. Semakin banyak
menghardik
kegiatan yang dilakukan semakin sedikit O:
kemungkinan berhalusinasi. - pasien tampak mengasingkan
diri, terkadang tampak
i) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
tersenyum sendiri
j) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol A:
halusiansi dengan menghardik, minum obat, dan - pasien dapat melakukan
kegiatan diruangan
bercakap cakap dengan orang lain, berikan
P:
pujian - Optimalkan SP 4 dan
k) Latih cara mengontrol halusinasi dengan evaluasi kegiatan SP 1 2 dan
3
kegiatan harian
l) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Strategi pelaksanakan
melakukan kegiatan harian mengontrol halusinasi
m) Melakukan aktifitas sehari hari : Menyapu lantai perlu di ulang berkali-
kali

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan


pertama S:
- Pasien mengatakan merasa
h. Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tentang tidak puas menjalankan peran
diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan sebagai kepala keluarga.
dengan orang lain, harapan yang telah dan - Pasien mengatakan kegagalan
dalam menjaga anak
belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
ketiganya yang sakit
mencapai harapan yang belum terpenuhi - pasien megatakan tidak
i. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan berhasil memberikan
pendidikan terbaik untuk
dan aspek positif pasien ( buat daftar kegiatan)
anaknya sehingga ia merasa
j. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat tidak menjalankan perannya
dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan sebagai seorang ayah.
- Pasien mampu menyebutkan
mana kegiatan yang dapat dilaksanakan)
kegiatan sehari yang dapat
k. Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat dilakukannya
ini O:
l. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang - pasien mau menyebutkan
kegiatan sehari- hari yang
dapat dilakukan saat ini untuk dilatih
dapat dilakukan di ruangan
n) Melakukan aktifitas sehari hari : merapikan A:
tempat tidur - pasien melakukan kegiatan
tanpa arahan perawat
m. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
P:
melakukannya) - Optimalkan kemampuan SP 1
n. Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

jadwal kegiatan untuk latihan


Senin, SP 2 Pasien: latihan kegiatan kedua S:
26 Februari g. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah
melakukan kegiatan pertama
2018 h. Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan
yaitu merapikan tempat tidur,
pertama yang telah dilatih dan berikan pujian - pasien dapat menyebutkan
i. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama alat untuk kegiatan kedua
mengepel lantai
j. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
O:
dilatih - pasien tampak sudah bisa
k. Latih kegiatan kedua (alat dan cara) melakukan kegiatan, kontak
mata kooperatif
a. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
A:
dua kegiatan
- Harga diri rendah masih ada,
klien melakukan dengan
arahan perawat
P:
- Optimalkan kegiatan SP 1
dan 2
Selasa, SP 3 Pasien : latihan kegiatan ketiga S:
27 Februari a. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan dirinya
senang dapat melakukan
2018 b. Validasi kemampuan melakukan kegiatan
kegiatan, pasien mengatakan
pertama, dan kedua yang telah dilatih dan bisa mengalihkan bayangan
berikan pujian dengan kegiatan sehari- hari
O:
c. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
- pasien tampak sudah bisa
menyiapkan makanan, pasien

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

dan kedua tampak bersemangat


d. Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan
A:
dilatih
- pasien mampu melakukan
e. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) kegiatan tanpa arahan
f. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan perawat
P:
tiga kegiatan
- Optimal kegiatan SP 3,2 dan
1

Rabu, SP 4 Pasien : latihan kegiatan keempat S:


28 Februari (7) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah
jarang mendengat suara
2018 (8) Validasi kemampuan melakukan kegiatan
tersebut
pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih O:
dan berikan pujian - pasien bisa melakukan
kegiatan mencuci piring,
(9) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan
klien tampak bersemangat
pertama, kedua dan ketiga A:
(10) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang - pasien mampu melakukan
kegiatan tanpa arahan
akan dilatih
perawat
(11) Latih kegiatan keempat (alat dan cara) P:
(12) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk - Optimalkan kegiatan SP 4
latihan empat kegiatan dan evaluasi kegiatan SP 1, 2
dan 3

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

B. Pengkajian
Ruang Rawat: Merpati Tanggal Dirawat: 14 Februari 2018
XIII. Identitas Klien
Inisial Klien : Tn. Y
Umur :46 Tahun
No. Rekam Medik :015401
Tanggal Pengkajian :19 Februari 2018
Informan :Klien, Status dan Perawat Ruangan
Alamat Lengkap : Jalan Watas No 12C RT02/01 Pisang Pauh Padang
XIV. Alasan Masuk
Tn. Y masuk Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tanggal 14
Februari 2018 pukul 15.20 WIB melalui IGD. Pasien diantar oleh
keluarganya untuk ketujuh kalinya. Pasien sudah pernah dirawat terakhir
bulan Desember 2017. Pasien masuk dikarenakan sejak 2 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau minum obat dan marah-
marah tanpa sebab dengan membanting barang- barang di rumah,marah
tanpa sebab pada tetangga, marah ketika keinginan tidak dipenuhi, emosi
labil, mengikuti keinginan sendiri, mengancam akan memukul orang tua,
bicara dan ketawa sendiri tanpa sebab, curiga dengan keluarga dan orang
lain, merasa ada yang memanggil, mendengar bisikan dan melihat ada
bayangan yang mengejar.
XV. Faktor Predisposisi
6. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2018 pasien
mengatakan menderita penyakit ini sejak tahun 1996, pasien
mengatakan awalnya karena stress mengerjakan skripsi untuk
menyelesaikan kuliah S1 nya dan ada masalah didalam keluarga
7. Pengobatan Sebelumnya
Tn. K mengatakan terakhir dirawat Desember 2017 mengatakan kontrol
teratur, pasien mengatakan dapat beradaptasi dengan lingkungan
(Lanjuta

masyarakat namun gejala- gejala gangguan jiwa masih ada, seperti


cepat marah, curiga dengan orang lain dan dalam 2 hari ini tidak
minum obat
8. Trauma
f. Aniaya Fisik
Tn. Y mengatakan pada umur 14 tahun pernah menjadi korban dan saksi
aniaya fisik, dimana Tn. K mengatakan berkelahi dengan temannya
karena saling mengejek nama orang tua.
g. Aniaya Seksual
Tn. Y mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi aniaya
seksual sebelumnya.
h. Penolakan
Tn. Y mengatakan pada umur 24 tahun, sejak sakit jiwa pasien merasa
tidak diperhatikan lagi oleh keluarga dan dikucilkan oleh tetangga
i. Kekerasan Dalam Keluarga
Tn. Y mengatakan pada umur 20 tahun pernah menjadi saksi kekerasan
dalam keluarga yaitu ayah memukul ibu pasien.
j. Tindakan Kriminal
Tn. Y mengatakan tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi
tindakan kriminal sebelumnya
9. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tn. Y mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang mengalami
gangguan jiwa.
10. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Tn. Y mengatakan pengalaman yang tidak menyenangkan adalah kegagalan
dalam mendapapat pekerjaan sehingga Tn. Y beranggapan tidak mampu
membahagiakan orang tua dan kegagalan dalam berumah tangga.
XVI. Pemeriksaan Fisik
4. Tanda-tanda Vital : TD : 120/80 mmHg, N: 80 x/ menit, S: 36,3 0C, P:
19 x/ menit.
5. Ukuran : TB: 174 cm, BB: 56 kg.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

6. Keluhan Fisik : Tn. K mengatakan badan terasa lelah dan ingin


mencabut gigi
XVII. Psikososial
5. Genogram

= Perempuan
= Laki-laki
= Meninggal
= Pasien
= Orang tinggal serumah

Keterangan :
Tn. Y merupakan anak pertama dari 5 bersaudara, pasien seorang duda,
pasien serumah dengan ibu dan adek bungsu Tn. Y. Tidak ada anggota
keluarga pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa, pasien
menjalani komunikasi yang baik dengan keluarga dan dalam
pengambilan keputusan adalah ibu pasien.
6. Konsep Diri
f. Citra Tubuh
Tn. Y menyatakan menyukai semua anggota tubuhnya, dan tidak ada
terdapat kecacatan.
g. Identitas Diri

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Tn. K mengatakan ia anak pertama dari 5 bersaudara, ia tamat S1, pasien


mengatakan puas jadi seorang laki-laki dan mensyukuri apa yang
diberikan Tuhan kepadanya.
h. Peran Diri
Tn. Y mengatakan tidak puas dengan perannya sebagai anak pertama.
Pasien mengatakan tidak berhasil menjadi kakak untuk adik- adiknya
dan tidak mampu menjadi tulang punggung keluarga karena tidak
mendapatkan pekerjaan yang tetap sehingga Tn. Y merasa tidak
berguna dalam keluarga, didalam masyarakat pasien di jauhi karena
mudah emosi.
i. Ideal Diri
Tn. Y mengatakan ingin sembuh dan mempunyai pekerjaan yang tetap
j. Harga Diri
Pasien mengatakan hubunganya dengan saudara kandunganya tidak baik,
adik Tn. Y cuek dengan kesehatan Tn. Y, dan hubungan pasien
dengan tetangga tidak baik karena tetangga takut dengan pasien.
7. Hubungan Sosial
d. Orang Terdeka
Tn. Y mengatakan dekat dengan ibu dan ibunya merupakan tempat ia
sering bercerita.
e. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Tn. Y mengatakan jarang atau tidak pernah berinteraksi atau ikut dalam
kegiatan kelompok/ masyarakat disekitar rumahnya (seperti: ronda
malam)
f. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. Y mengatakan tidak dapat mengontrol emosi sehingga orang sekitar
takut berinteraksi dengan pasien.

8. Spiritual
c. Nilai dan Keyakinan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Tn. Y mengatakan beragama islam dan percaya dengan Tuhan dan


penyakit yang dideritanya merupakan ujian dari Tuhan.
d. Kegiatan Ibadah
Tn. Y mengatakan semenjak sakit klien tidak ada beribadah.
XVIII. Status Mental
15. Penampilan
Selama dirumah sakit penampilan klien tidak rapi, pakaian tidak bau, gigi
pasien bersih, tangan bersih dan kuku pendek, cara berpakaian sudah
sesuai dan tepat.
16. Pembicaraan
Saat di kaji tidak kooperatif, nada berbicara keras, klien tidak mampu
memulai percakapan terlebih dahulu lebih banyak diam dan disela-sela
percakapan klien sering bicara sendiri.
17. Aktivitas motorik
Tn. Y tampak gelisah, tegang, klien suka mondar mandir diruangan,berjalan
kaku, sering membuat gerakan mengepalkan tangan dan gerakan
meninju.
18. Alam perasaaan
Tn. Y mengatakan perasaannya takut lama keluar dari rumah sakit ini.
19. Afek
Afek Tn. Y selama berinteraksi afek labil karena pasien suka marah tiba-
tiba tanpa penyebab, emosi bisa berubah-ubah
20. Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi Tn. Y tidak kooperatif, kontak mata kurang, pasien
tampak curiga dengan orang lain
21. Persepsi
Pada saat sebelum masuk rumah sakit Tn. Y mengatakan halusinasi
pendengaran dan penglihatan dengan melihat bayangan laki-laki besar
dan mendengar suara- suara yang tidak tahu darimana asalnya.
22. Proses pikir
ketika berinteraksi Tn. Y pembicaraan pasien sering terhenti dari satu topic
ke topic lainnya.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

23. Isi pikir


Isi pikir Tn. Y adalah curiga, Tn Y mengatakan merasa ada orang yang akan
menyakitinya dan gelisah menunggu keluarga membesuk pasien,
tampak pasien selalu berdiri didekat pintu masuk untuk melihat siaapa
yang datang.
24. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Tn Y tampak bingung, bicara ngawur dan sering mondar-
mandir diruangan, mengetahui orientasi tempat, waktu, dan orang.
25. Memori
Tn Y tidak ada masalah dalam gangguan daya ingat baik dalam kejadian
jangka panjang atau kejadian jangka pendek. Pasien mampu mengingat
kejadian yang lalu dan kegiatan yang telah dilakukan.
26. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Perhatian Tn Y mudah berganti ke topic lain namun dapat berkonsentrasi
dalam berhitung.
27. Kemampuan penilaian
Tn. Y mengalami gangguan ringan dimana dibantu dalam mengambil
keputusan, saat ditanya apabila mendengar suara-suara yang tidak ada
orangnya menyuruh untuk minggat apa yang pasien lakukan, pasien
menjawab mengusir suara-suara tersebut dengan menutup telinga
28. Daya tilik diri
Tn. Y mengatakan mampu mengenali penyakit yang dideritanya dan tidak
mengingkari terhadap penyakitnya karena klien mampu menyebutkan
kenapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit
jiwa.

XIX. Kebutuhan Pasien Pulang


10. Makan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Tn. Y mampu makan secara mandiri, makan 3 kali/hari, habis satu


porsi,komposisi: nasi, sayur dan lauk pauk, klien tidak ada riwayat
alergi makanan, pasien minum lebih dari 8 gelas/ hari.
11. BAB/BAK
Tn. Y BAK/BAB pada tempatnya, klien bisa membersihkan setelah
BAB/BAK.
12. Mandi
Tn. Y mandi 2 kali/hari, klien mandiri tanpa diarahkan.
13. Berpakaian/Berhias
Tn. Y mengganti pakaian sekali sehari sehabis mandi pagi dan mandiri
dalam mengganti pakaian.
14. Istirahat/tidur
Tn. Y mengatakan selama dirumah susah tidur karena suka minum capucino
dan kadang- kadang tidak tidur, selama dirumah sakit tidur cukup dan
teratur
15. Penggunaan obat
Tn. Y minum obat 2 kali sehari dengan bantuan minimal oleh perawat.
16. Pemeliharaan kesehatan
Tn. Y mengatakan mampu merawat dirinya sendiri, Klien mengatakan jika
sudah pulang nanti klien akan melanjutkan obat secara teratur dan jika
habis akan kontrol rutin.
17. Kegiatan didalam rumah
Tn. K mampu mempersiapkan makanan, merapikan tempat tidur, mencuci
pakaian sendiri dan tidak dapat mengatur keuangan sendiri.
18. Kegiatan/aktivitas di luar rumah
Tn. K mampu berbelanja sendiri.
XX. Mekanisme Koping
3. Koping adaptif
Tn. K mengikuti kegiatan didalan ruangan merpati yaitu olahraga

4. Koping maldaptif
Tn. K jarang berbicara dengan orang lain didalam ruangan.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

XXI. Masalah Psikososial dan Lingkungan


8. Masalah dengan dukungan kelompok
Tn. Y mengatakan tetangga takut dengan Tn. Y
9. Masalah berhubungan dengan
lingkungan Tn. Y mengatakan suka merusak
lingkungan
10. Masalah dengan pendidikan
Tn. Y mengatakan tidak ada masalah dengan pendidikan karena sudah
tamat.
11. Masalah dengan pekerjaan
Tn. Y mengatakan ia tidak bekerja, karena tidak mendapatkan pekerjaan
yang tetap.
12. Masalah dengan perumahan
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan perumahan, Tn. Y tinggal
dengan ibu dan adeknya.
13. Masalah ekonomi
Tn. K mengatakan tidak ada masalah dengan ekonomi, semua kebutuhan
Tn. Y dipenuhi oleh adek Tn Y.
14. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Tn. K tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan.
XXII. Pengetahuan
Tn. K menyadari akan penyakit yang dideritanya klien mengetahui kegunaan
obat yang didapatkannya dan mengetahui nama obat yang dikonsumsinya.
Klien berharap kesembuhan untuknya..
XXIII. Aspek Medik
3. Diagnosa Medik :Skizofrenia paranoid.
4. Terapi Medik :Risperidon 2x2 mg
Lorazepam 1 x 0,25 mg
trihexyphenidyl 2x2 mg

XXIV. Analisa Data

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

o Data Masalah
Data Subjektif: aku kekerasan
- Pasien mengatakan akan marah
ketika keinginan tidak dipenuhi,
dan mengancam akan memukul
orang tua
- Pasien mengatakan dibawa ke RSJ
karena yaitu membanting barang-
barang dirumah.
- pasien mengatakan sering marah
tanpa sebab pada tetangga
Data Objektif:
- pasien tampak mondar-mandir,
suara keras, mengatupkan rahang
dengan kuat, mengepalkan tangan,
bersikap curiga
ta Subjektif: usinasi
- pasien mengatakan mendengar
suara-suara memanggil pasien
yang tidak tahu darimana asalnya
- Pasien mengatakan melihat
bayangan laki- laki besar
- Pasien mengatakan merasa ada
yang mengejar
ta Objektif:
- Pasien tampak bicara sendiri dan
tertawa sendiri, curiga dengan
orang lain
a subjektif: ga Diri Rendah
- Pasien mengatakan semenjak sakit
pasien di kucilkan oleh saudara
kandung pasien dan tetangga

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

- Pasien mengatakan tidak dapat


kerja yang tetap, sehingga pasien
marasa tidak berguna dalam
keluarga
ata Objektif :
- Pasien tampak tidak mau
berinteraksi dengan pasien lain
- Persepsi klien merasa tidak
berguna dan selalu membuat
masalah

1. Daftar Masalah
a. Resiko prilaku kekerasan
b. Harga diri rendah
c. Distress spiritual
d. Gangguan proses pikir
e. Ansietas
f. Gangguan komunikasi verbal
g. Halusinasi
h. Waham curiga
i. Kurang pengetahuan
2. Pohon Masalah

Resiko

Prilaku
menciderai

Harga Diri
3. Daftar Diagnosa Keperawatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

a. Prilaku Kekeasan
b. Halusinasi
c. Harga Diri Rendah

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama klien :Tn.Y
No. MR : 015401
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kepe (umum dan khusus)
rawa
tan
Prilaku Tujuan Umum: Setelah rategi Pelaksanaan
Keke Pasien mampu mengontrol melakukan
rasa prilaku kekerasan dan 3X P 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam
n mengungkapkan pertemuan, dan memukul bantal
kemarahan secara asertif pasien
Tujuan Khusus: mampu h. Membina hubungan saling percaya
j. Pasien mampu membina mengontrol 8) Mengucapkan salam setiap berinterakssi
hubungan saling percaya marah dengan pasien
k. Pasien mampu menjelaskan dengan 9) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan
penyebab marah strategi yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan
l. Pasien mampu menjelaskan pelaksanan nama panggilan yang disukai pasien
perasaan saat terjadinya marah/ keperawatan: 10) Gunakan pendekatan yang tanang dan
prilaku kekerasan e. Mengontrol menyakinkan dengan menanyakan perasaan
m. Pasien mampu menjelaskan marah dengan dan keluhan pasien saat ini
prilaku yang dilakukan saat latihan nafas 11) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan
marah dalam dan pukul lakukan bersama pasien, berapa lama akan
n. Pasien mampu menyebutkan bantal dikerjakan dan tempatnya dimana

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

cara mengontrol rasa marah/ f. Minum obat 12) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan
prilaku kekerasan dengan prinsip 6 informasi yang diperoleh untuk kepentingan
o. Pasien mampu melatih benar minum obat terapi
kegiatan fisik dalam g. Mengontrol 13) Tunjukkan sikap empati, gunakan pendekatan
menyalurkan kemarahan marah secara yang tenang dan tidak menghukum pada saat
p. Pasien mampu memakan obat verbal menghadapi prilaku menyakiti diri
secara teratur h. Mengontrol 14) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
q. Pasien mampu melatih bicara marah dengan membatasi akses terhadap situasi yang
yang baik saat marah cara spiritual membuat frustasi sampai pasien dapat
r. Pasien mampu melatih mengekskpresikan kemarahan dengan cara
kegiatan ibadah untuk adaptif
mengendalikan rasa marah. i. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah
yang menyebabkan prilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu, bantu pasien mengidentifikasikan
sumber dari kemarahan serta tanda dan gejala
marah
j. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang
dilakukan
k. Dikusikan akibat dari prilaku kekerasan
l. Menjelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan:
fisik, obat, verbal dan spiritual.
m. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan
secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal
dengan mengatur pengalaman emosi yang

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

sangat kuat yaitu relaksasi.


n. Beri pujian dan masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik

P 2 pasien: latih patuh minum obat


i. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik
dan beri pujian
j. latih cara mengontrol prilaku kekerasan dengan
obat
k. jelaskan 6 benar: benar nama, benar jenis, benar
dosis, benar waktu, benar cara, kontinuitas
minum obat dan dampak jika tidak kontinu
minum obat,
l. masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik dan
minum obat

P 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal


i. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik
dan minum obat, beri pujian
j. Bantu dalam mengembangkan metode yang
tepat untuk mengekspresikan kemarahan pada
orang lain misanya asertif dan mengunakan
pernyataan mengungkapkan perasaan
k. latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,


meminta, menolak dengan benar)
l. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik minum obat, dan verbal.

4 pasien: latiahan cara spiritual


g. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik,
minum obat, verbal dan beri beri pujian
h. latih mengontrol marah dengan cara spiritual
i. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik minum obat, verbal dan spiritual.

Halusinas juan Umum: elah dilakukan Pasien


i ien mampu pertemuan 2 – 4 x
ngontrol halusinasi sesuai strategiklien mampu 1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
pelaksanaan tindakan keperawatan mengontrol halusinasi j) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya
sehingga pasien merasa nyaman dengan cara : dan pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi,
a. Menghardik suara waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon
juan Khusus: yang palsu pasien, serta upaya yang telah dilakukan pasien
g. pasien mampu membina b. Minum obat untuk mengontrol halusinasi
hubungan saling percaya dengan prinsip 6 k) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan
h. pasien mampu menyadari benar minum obat menghardik
gangguan sensori persepsi c. Mengontrol l) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
halusinasi halusinasi dengan menghardik

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

i. pasien mampu mengontrol bercakap – cakap 2 pasien : 6 benar minum Obat


halusinasi dengan menghardik d. Melakukan k. Evalusi tanda dan gejala halusinasi
j. pasien mampu mengontrol aktivitas yang l. Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi
halusinasi dengan enam benar terjadwal yang dialami dan kemampuan pasien mengontrol
minum obat halusinasi dengan menghardik, berikan pujian
k. pasien mampu mengontrol m. Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan
halusinasi dengan bercakap- caramenghardik
cakap n. Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh
l. pasien mampu mengontrol minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu,
halusinasi dengan melakukan dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
aktivitas sehari- hari. o. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum
obat sesuai jadwal
Berikut ini tindakan keperawatan yang harus
dilakukan agar pasien patuh minum obat :
11) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
12) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
13) Jelaskan akibat bila putus obat
14) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
15) Jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis, frekuensi,
cara, kontinuitas minum obat)

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

3 pasien : Bercakap-cakap
p) Evaluasi gejala halusinasi
q) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat,
berikan pujian
r) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan
menghardik, minum obat sesuai jadwal
s) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap cakap saat terjadi halusinasi
t) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan

4 pasien : Melakukan aktifitas sehari-hari


Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk
beberapa kegiatan harian. Semakin banyak
kegiatan yang dilakukan semakin sedikit
kemungkinan berhalusinasi.
o) Evalusi tanda dan gejala halusinasi
p) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat, dan
bercakap cakap dengan orang lain, berikan pujian
q) Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan)
r) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
melakukan kegiatan harian

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Harga juan Umum elah 2-4x pertemuan Pasien


diri ien memiliki konsep diri yang positif :
renda juan Khusus: en mampu 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan
h f. Pasien dapat membina meningkatkan harga pertama
hubungan saling percaya diri dengan cara : o. Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tentang
g. Pasien dapat mengidentifikasi a. Mengkaji diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan
kemampuan dan aspek positif kemampuan yang dengan orang lain, harapan yang telah dan belum
yang dimilikinya dimiliki pasien, tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai
h. Pasien dapat menilai membantu pasien harapan yang belum terpenuhi
kemampuan yang digunakannya memilih beberapa p. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
i. Pasien dapat menetapkan dan kegiatan yang aspek positif paasien ( buat daftar kegiatan)
merencanakan kegiatann sesuai dapat dilakukannya q. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat
dengan kemampuan yang serta melatih dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana
dimiliki kegiatan pertama kegiatan yang dapat dilaksanakan)
j. Pasien dapat melakukan b. Memilih kegiatan r. Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat
kegiatan sesuai kondisi sakit dan kedua, latih ini
kemampuannya kegiatan kedua. s. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang
c. Membantu pasien dapat dilakukan saat ini untuk dilatih
memilih kegiatan t. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
ketiga, latih melakukannya)
kegiatan ketiga. u. Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada
d. Membantu pasien jadwal kegiatan untuk latihan
memilih kegiatan SP 2 Pasien: Strategi pelaksanaan pertemuan 2

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

keempat, latih pada pasien


kegiatan keempat. l. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
m. Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan
pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
n. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
o. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
dilatih
p. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
q. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
dua kegiatan

SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3


pada pasien
g. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
h. Validasi kemampuan melakukan kegiatan
pertama, dan kedua yang telah dilatih dan berikan
pujian
i. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
dan kedua
j. Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan
dilatih
k. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
l. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
tiga kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4


pada pasien
(13) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(14) Validasi kemampuan melakukan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih
dan berikan pujian
(15) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga
(16) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang
akan dilatih
(17) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
(18) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
empat kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Nama : Tn.Y Ruangan : Merpati No. MR : 015401


HARI/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI TAND
TANGG KEPERAWAT KEPERAWATAN KEPERAWATAN A
AN TANG
AL A
N
Senin rilaku Kekerasan 1 Pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan S:
19 Februari memukul bantal - Pasien mengatakan akan marah
ketika keinginan tidak
2018 a. Membina hubungan saling percaya terpenuhi, ketika marah akan
8) Mengucapkan salam setiap berinterakssi mengepalkan tangan dan
dengan pasien mengatupkan rahang
- pasien mengatakan ketika
9) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan
marah akan membanting
yang perawat sukai, serta tanyakan nama barang- barang disekitar
dan nama panggilan yang disukai pasien pasien, dan akibat dari marah
pasien dibawa kembali RSJ
10) Gunakan pendekatan yang tanang dan
O:
menyakinkan dengan menanyakan perasaan - pasien tampak curiga, kesal
dan keluhan pasien saat ini bila ditanya terlalu banyak,

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

11) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat mengatup rahang dengan kuat.
akan lakukan bersama pasien, berapa lama A:
- marah masih ada, SP 1
akan dikerjakan dan tempatnya dimana
tercapai pasien mampu
12) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan membina hubungan saling
informasi yang diperoleh untuk percaya, pasien dapat
memperagakan cara tarik nafas
kepentingan terapi
dalam dan pukul bantal
13) Tunjukkan sikap empati, gunakan P:
pendekatan yang tenang dan tidak - Lanjutkan SP 2 perilaku
kekerasan, evaluasi kegiatan
menghukum pada saat menghadapi prilaku
SP 1
menyakiti diri
14) Penuhi kubutuhan dasar pasien dengan
membatasi akses terhadap situasi yang
membuat frustasi sampai pasien dapat
mengekskpresikan kemarahan dengan cara
adaptif
b. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa
marah yang menyebabkan prilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu, bantu pasien
mengidentifikasikan sumber dari kemarahan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

serta tanda dan gejala marah


c. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang
dilakukan
d. Dikusikan akibat dari prilaku kekerasan
e. Menjelaskan cara mengontrol prilaku
kekerasan: fisik, obat, verbal dan spiritual.
f. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan
secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal
dengan mengatur pengalaman emosi yang
sangat kuat yaitu relaksasi.
g. Beri pujian dan masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik
Selasa, 2 pasien: latih patuh minum obat S:
20 Februari m. Evaluasi tanda marah dan kemampuan - pasien mengatakan masih
mudah marah dan kadang
2018 melakukan latihan fisik dan beri pujian
pasien lupa mengontrol
n. latih cara mengontrol prilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam
dengan obat dan pukul bantal
- pasien mengetahui obat yang
o. jelaskan 6 benar: benar nama, benar jenis,
didapatkannya : respiridone
benar dosis, benar waktu, benar cara, dan THP

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

kontinuitas minum obat dan dampak jika tidak O:


kontinu minum obat, - pasien tampak mondar -
mandir, pasien bisa
p. masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik menyebutkan obatnya
dan minum obat A:
- perilaku kekerasan masih ada,
SP 2 optimalkan
P:
- Lanjutkan SP 3, evaluasi
kegiatan SP 1 dan 2

Rabu, 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal S:


21 Februari m. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik - paien mengatakan akan
melakukan cara mengontrol
2018 dan minum obat, beri pujian
marah dengan meminta dan
n. Bantu dalam mengembangkan metode yang menolak dengan baik
tepat untuk mengekspresikan kemarahan pada O:
- pasien tampak mempraktekkan
orang lain misanya asertif dan mengunakan
cara meminta dengan baik
pernyataan mengungkapkan perasaan A:
o. latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara - Marah masih ada, SP 3 belum
optimal
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan,
P:
meminta, menolak dengan benar) - Lanjutkan SP 4, evaluasi

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

p. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan SP 1, 2 dan 3


fisik minum obat, dan verbal.
Kamis, 4 pasien: latiahan cara spiritual S:
22 Februari j. Evaluasi kemampuan melakukan latihan fisik, - pasien mengatakan sudah
mulai berinteraksi dengan
2018 minum obat, verbal dan beri beri pujian
pasien lain namun pasien
k. latih mengontrol marah dengan cara spiritual mudah tersinggung dengan
l. masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan pertanyaan pasien lain.
- Pasien mengatakan akan
fisik minum obat, verbal dan spiritual.
memulai beribadah lagi.
O:
- pasien tampak sudah tenang
tidak mondar- mandir lagi, dan
berbicara dengan orang lain.
A:
- gejala marah masih ada
P:
- Optimalkan SP 4 dan evaluasi
kegiatan SP 1 2 dan 3

Strategi pelaksanakan
mengontrol prilaku
kekerasan perlu di ulang
berkali-kali

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

alusinasi
1 pasien : pengkajian dan mengenal halusinasi
m) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya
S:
dan pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi, - pasien mengatakan mendengar
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, suara-suara yang memanggil
pasien yang tidah tahu dimana
respon pasien, serta upaya yang telah
asalnya dan melihat bayangan
dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi laki- laki besar, pasien
n) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi mengatakan suara dan
bayangan tersebut sering
dengan menghardik
muncul disaat dirinya sedang
o) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan sendiri
menghardik O:
- pasien tampak bicara dan
tertawa sendiri, pasien mampu
memperagakan menghardik
halusinasi

A:
- Halusinasi masih ada, SP 1
tercapai klien mampu
memperagakan cara
menghardik

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

P:
- Lanjutkan SP 2 halusinasi,
evaluasi kegiatan SP 1
Jumat, 2 pasien : 6 benar minum Obat S:
23 Februari p. Evalusi tanda dan gejala halusinasi - pasien mengatakan suara yang
memanggil masih sering
2018 q. Validasi kemampuan pasien mengenal
muncul dan pasien bisa
halusinasi yang dialami dan kemampuan mengontrol dengan cara
pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik, pasien
mengetahui obat yang
menghardik, berikan pujian
didapatkannya: respiridone
r. Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan dan THP
caramenghardik O:
- pasien masih sering tersenyum
s. Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh
dan bicara sendiri.
minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, A:
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) - Halusinasi masih ada, SP 2
t. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum belum optimal
P:
obat sesuai jadwal - Lanjutkan SP 3, evaluasi
Berikut ini tindakan keperawatan yang harus kegiatan SP 1 dan 2
dilakukan agar pasien patuh minum obat :
16) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

gangguan jiwa
17) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
18) Jelaskan akibat bila putus obat
19) Jelaskan cara mendapatkan obat atau
berobat
20) Jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
Sabtu, 3 pasien : Bercakap cakap S:
24 Februari u) Evaluasi gejala halusinasi - pasien mengatakan suara yang
memanggil manggil sudah
2018 v) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol
jarang terdengar namun
halusiansi dengan menghardik, minum obat, bayangan masih ada ketika
berikan pujian pasien sendiri
- Pasien mencoba bicara dengan
w) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi
pasien lain
dengan menghardik, minum obat sesuai O:
jadwal - pasien tampak mulai
berinteraksi dengan pasien lain
x) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
dengan menayakan nama dan
bercakap cakap saat terjadi halusinasi asal pasien.

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

y) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan A:


- Halusinasi masih ada, SP 3
belum optimal

- Optimalkan SP 3 dan evaluasi


kegiatan 1 dan 2

Minggu, 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari-hari S:


25 Februari Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk - pasien mengatakan halusinasi
sudah jarang muncul dengan
2018 beberapa kegiatan harian. Semakin banyak
berinteraksi dengan pasien lain
kegiatan yang dilakukan semakin sedikit O:
kemungkinan berhalusinasi. Berikut - pasien tampak berinteraksi
dengan pasien lain,
beberapa kegiatan yang dapat dilatih
- pasien masih tampak
s) Evalusi tanda dan gejala halusinasi tersenyum sendiri
t) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol A:
- pasien dapat mengontrol
halusiansi dengan menghardik, minum obat,
dengan melakukan kegiatan
dan bercakap cakap dengan orang lain, berikan diruangan
pujian P:
- Optimalkan SP 4 dan evaluasi
u) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
kegiatan SP 1 2 dan 3
kegiatan harian

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

v) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk


melakukan kegiatan harian
arga Diri Rendah w) Melakukan aktifitas sehari hari : Menyapu
lantai
1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan
S:
pertama
- Pasien mengatakan merasa
v. Identifikasi pandangan/ penilaian pasien tidak berguna dalam keluarga .
tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap pasien mengatakan kegagalan
dalam mendapapat pekerjaan
hubungan dengan orang lain, harapan yang
sehingga tidak mampu
telah dan belum tercapai, upaya yang membahagiakan orang tua dan
dilakukan untuk mencapai harapan yang kegagalan dalam berumah
belum terpenuhi tangga.
- Pasien mampu menyebutkan
w. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan kegiatan sehari yang dapat
dan aspek positif pasien ( buat daftar kegiatan) dilakukannya
x. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat O:
- pasien mau menyebutkan
dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan
kegiatan sehari- hari yang
mana kegiatan yang dapat dilaksanakan) dapat dilakukan di ruangan
y. Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat A:
- pasien melakukan kegiatan
ini

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

z. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang tanpa arahan perawat
dapat dilakukan saat ini untuk dilatih P:
- Optimalkan kemampuan SP 1
aa. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
melakukannya)
bb. Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada
jadwal kegiatan untuk latihan
Senin, SP 2 Pasien: latihan kegiatan kedua S:
26 Februari r. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah
melakukan kegiatan pertama
2018 s. Validasi kemampuan pasien melakukan
yaitu merapikan tempat tidur,
kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pasien dapat menyebutkan alat
pujian untuk kegiatan kedua
mengepel lantai
t. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
O:
u. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang - pasien tampak sudah bisa
akan dilatih melakukan kegiatan, kontak
mata kooperatif
v. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
A:
w. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - Harga diri rendah masih ada,
dua kegiatan klien melakukan dengan
arahan perawat
P:
- Optimalkan kegiatan SP 1 dan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

2
Selasa, SP 3 Pasien : latihan kegiatan ketiga S:
27 Februari g. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan dirinya
senang dapat melakukan
2018 h. Validasi kemampuan melakukan kegiatan
kegiatan
pertama, dan kedua yang telah dilatih dan - pasien mengatakan bisa
berikan pujian mengalihkan bayangan dengan
kegiatan sehari- hari
i. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
O:
dan kedua - pasien tampak sudah bisa
j. Bantu pasien memilih kegitan ketiga yang akan menyiapkan makanan, pasien
tampak bersemangat
dilatih
A:
k. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) - pasien mampu melakukan
l. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan tanpa arahan
tiga kegiatan perawat P :
- Optimal kegiatan SP 3,2 dan 1
Rabu, SP 4 Pasien : latihan kegiatan keempat S:
28 Februari (19) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah - pasien mengatakan sudah ingin
cepat keluar dari rumah sakit
2018 (20) Validasi kemampuan melakukan kegiatan
dan mencari pekerjaan
pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih O:
dan berikan pujian - pasien bisa melakukan
kegiatan mencuci piring, klien
(21) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

pertama, kedua dan ketiga tampak bersemangat


(22) Bantu pasien memilih kegiatan keempat A:
- pasien mampu melakukan
yang akan dilatih
kegiatan tanpa arahan
(23) Latih kegiatan keempat (alat dan cara) perawat P :
(24) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk - Optimalkan kegiatan SP 4 dan
evaluasi kegiatan SP 1, 2 dan 3
latihan empat kegiatan

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjuta

Poltekkes Kemenkes
(Lanjutan)

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai