id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
induk ” dari semua cabang olahraga dan sering disebut juga Mother of Sport.
Karena gerakan atletik sudah tercermin pada kehidupan manusia purba,
mengingat jalan, lari, lompat dan lempar secara tidak sadar sudah mereka
lakukan dalam usaha mempertahankan dan mengembangkan hidupnya bahkan
mereka menggunakannya untuk menyelamatkan diri dari gangguan alam
sekitarnya (Eddy Purnomo dan Dapan, 2011: 3).
Jadi dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian atletik
sebagai salah satu cabang olahraga yang di dalamnya terdapat berbagai
nomor pertandingan seperti jalan, lari, lompat, loncat, dan lempar.
b. Fungsi Pembelajaran Atletik
Atletik merupakan aktivitas jasmani yang terdiri dari gerakan gerakan
dasar yang dinamis dan harmonis, yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar. Atletik
juga merupakan sarana untuk pendidikan jasmani dalam upaya meningkatkan
kemampuan biomotorik, misalnya kekuatan, daya tahan, kecepatan,
kelenturan, koordinasi, dan sebagainya. Selain itu juga sebagai sarana untuk
penelitian bagi para ilmuan (Eddy Purnomo dan Dapan, 2011: 1)
Jadi dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan fungsi pembelajaran
atletik di sekolah yaitu agar siswa mampu memberdayakan kemampuan
biomotorik, kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelenturan, dan koordinasi
melalui aktivitas pendidikan jasmani.
c. Tujuan Pembelajaran Atletik
Dalam pembelajaran pasti terdapat sesuatu yang akan dicapai. Hal ini
juga terjadi dalam pembelajaran atletik. Tujuan dari diselenggarakannya
pembelajaran atletik di sekolah dasar ditujukan dalam beberapa hal yang
lebih khusus yaitu :
(1) membantu pertumbuhan dan bertambahnya tinggi dan berat badan secara
harmonis, (2) mengembangkan kesehatan, kesegaran jasmani, dan memiliki
ketrampilan atletik, (3) mengerti dan memahami akan pentingnya kesehatan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kesegaran jasmani, dan mental, dan (4) mampu mengisi waktu luang dengan
aktivitas jasmani yaitu atletik. (Djumidar , 2004: VIII)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini disimpulkan
pembelajaran atletik di sekolah mempunyai banyak tujuan yaitu untuk
membuat siswa aktif, menguasai materi yang di sampaikan, dan menghayati
nilai-nilai kepribadian yang terkandung dalam materi tersebut.
3. Lompat Tinggi
a. Pengertian Lompat Tinggi
Menurut Djumidar (2004: 6.13) lompat adalah suatu gerakan
mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau tinggi
dengan ancang ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu satu kaki dan
mendarat dengan kaki/anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang
baik. Menurut Eddy Purnomo dan Dapan (2011: 65) tujuan dari lompat tinggi
adalah si pelompat berusaha untuk menaikkan pusat masa tubuhnya (center of
gravity) setinggi mungkin dan berusaha untuk melewati mistar lompat tinggi
agar tidak jatuh.
Selanjutnya menurut Djumidar (2004: 6.41) lompat tinggi merupakan
suatu rangkaian gerak untuk mengangkat tubuh ke atas dengan melalui proses
lari atau awalan, menumpu, melayang dan mendarat. Dengan demikian yang
dimaksud lompat tinggi dalam penelitian ini adalah gerakan ancang-ancang
dengan lari cepat atau lambat kemudian menumpu dengan hentakan satu kaki,
kemudian tubuh melayang di udara setinggi-tingginya dan mendarat dengan
keseimbangan yang baik.
b. Analisis Tehnik Lompat Tinggi
Tujuan utama dari lompat tinggi adalah mengangkat badan setinggi
mungkin agar dapat melewati mistar. Tingginya lompatan menurut
Soedarminto (2004: 6.7) bergantung kepada tiga faktor yaitu pertama,
pelompat harus mengembangkan daya angkat sebesar mungkin agar dapat
melemparkan badan ke udara dengan dengan kecepatan yang sebesar-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
besarnya. Tinggi yang dicapai oleh badan sesuai dengan kecepatan yang
digunakan untuk meninggalkan tanah. Kedua, sudut tolakan sedapat mungkin
mendekati tegak lurus agar dapat memusatkan gaya untuk mencapai
ketinggian, namun sudut tolakan itu harus cukup untuk membawa badan dari
sebelah mistar ke sebelah yang lain. Ketiga, jarak di mana titik berat badan
dapat diangkat terbatas.
Pada sargent jump, batas jarak ini antara 2 dan 3 kaki di mana seorang
pelompat yang terbaik dapat menolakkan titik beratnya ke atas dari sikap
berdiri dengan lengan di samping badan. Pelompat harus menggunakan tehnik
yang dapat mengatasi keterbatasan ini. Daya lompat ke atas banyak berasal
dari kecepatan konstraksi dan kekuatan otot-otot kaki, dan tapak kaki untuk
dapat menahan gaya tolak yang besar. Kecepatan bukanlah faktor yang
terpenting dalam lompat tinggi, yang utama adalah kemampuan melenting.
Lance yang dikutip Soedarminto (2004: 6.7) mempelajari 18 orang
pelompat tinggi yang terlatih dan 14 orang yang tidak terlatih. Ia menemukan
bahwa waktu yang digunakan untuk melakukan lompatan berbanding terbalik
dengan tinggi lompatan. Ini berarti bahwa explosive power dalam melompat
sangat penting di dalam mencapai tinggi maksimum. Oleh karna itu, pelompat
mendekati mistar dengan berlari dengan lompatan pelan dari jarak tidak lebih
dari 25 kaki, hingga ia mencapai tiga atau empat langkah dari tanda tolakan.
Pada langkah langkah terakhir ini ia bergerak agak cepat dengan
membungkuk dan melompat pada langkah terakhir agar dapat menolakkan
kaki dengan kuat, sehingga dorongan ke atas akan menjadi sekuat mungkin.
Besarnya pembungkukan akan berbanding terbalik dengan kekuatan otot-otot
betis dan quadriceps.Membungkuk dan melenting sebelum lompatan juga
memungkinkan kaki ayun mengayun kuat ke atas. Pada waktu yang sama
lengan mengayun kuat ke atas. Kedua gerakan ini menambah gaya angkat
badan, prinsip pemindahan momentum dari bagian keseluruhan. Titik berat
harus langsung di atas kaki tumpu pada saat tolakan kuat ke atas dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ini untuk meyakinkan bahwa arah gaya tolakan lebih mendekati vertikal.
Ketika pelompat mendekati mistar, kaki pada langkah terakhir sebelum
melompat harus di depan titik beratnya agar gerak majunya terkontrol. Sudut
tolakan akan bergantung kepada jarak titik tolak dari mistar. Jarak itu
bergantung kepada bentuk gaya dan ukuran besarnya pelompat. Untuk
lompatan yang baik tidak lebih dari lima kaki, pelompat hendaknya bertolak
sedekat mungkin dengan mistar.
Tolakan yang lebih dekat pada mistar akan menghasilkan gaya tolak
yang lebih besar. Makin dekat tolakan kepada mistar, makin besar gaya efektif
ke arah vertikal. Untuk mengatasi keterbatasan badan dalam menolakkan titik
berat ke arah vertikal, ada dua prinsip yang harus diambil. Pertama, carilah
atlet yang tinggi badannya, titik beratnya tinggi letaknya dan yang berkaki
panjang, juga kekuatan kakinya besar. Penelitian menunjukan bahwa
pelompat-pelompat tinggi merupakan sekelompok atlit yang lebih tinggi dari
pada atlit-atlit lain. Kedua, mengambil bentuk-bentuk gaya untuk lompatan
yang memerlukan kenaikan titik berat minimum di atas mistar.
c. Gaya Dan Teknik Lompat Tinggi
Menurut Eddy Purnomo dan Dapan (2011: 67-92) dalam lompat tinggi
terdapat 4 macam gaya, yaitu: gaya scots/ortodox, gaya guling sisi (western
roll), gaya guling perut (straddle), dan gaya flop. Pada tulisan ini peneliti
hanya mengambil sampel lompat tinggi gaya scots/ortodox saja yang relatif
mudah untuk diajarkan bagi anak usia sekolah dasar. Meskipun gaya lompatan
dalam lompat tinggi bermacam macam, namun secara teknis pada semua gaya
lompat tinggi terdapat unsur pokok yang harus dikuasai agar dapat melakukan
lompat tinggi dengan baik, unsur unsur atau tahapan tersebut menurut Eddy
Purnomo dan Dapan (2011: 65-67) terdiri dari, awalan, tumpuan (take off),
melayang dan cara pendaratan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dengan kaki kiri awalan dari samping kanan dan bila bertumpu dengan kaki
kanan, arah awalan dari samping kiri. Sudut awalan sekitar 30 sampai 35
derajat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
benar tepat di atas dan ditengah tengah mistar. Pada saat menumpu
dilakukan secara eksplosive dan menapak dengan tumit terlebih dahulu dan
berakhir pada ujung jari kaki sehingga terciptanya pelurusan dari ujung
kaki sampai ke badan yang disebut full extension. Pada saat ini posisi
lengan dapat diayunkan serentak. Pada gaya ortodox tumpuan dilakukan
dengan kaki yang terjauh dengan mistar, kaki ayun diayunkan lurus ke
depan atas untuk melewati mistar.
3) Melayang.
Gerakan melayang di udara terjadi saat kaki tumpu lepas dari tanah. Sikap
badan dan gerakan kaki maupun lengan saat melayang melewati mistar
tergantung dari masing masing gaya. Tiga prinsip yang perlu diperhatikan
pada saat melayang adalah: saat melewati mistar kedudukan titik berat
badan sebaiknya sedekat mungkin dengan mistar. Dalam ilmu kinesiologi
di katakan bahwa titik berat badan manusia terletak di depan dataran tulang
sacrum (pinggul) bagian atas atau sekitar bagian belakang pusar. Titik
ketinggian lambung maksimal harus tepat di atas dan di tengah tengah
mistar. Dilakukan dengan tenaga sedikit mungkin dan sadar, agar dapat
menghindari gerakan gerakan yang tidak perlu. Pada gaya ortodox saat
melewati mistar sikap badan tegak atau sedikit condong ke depan. Setelah
kaki ayun bergerak turun (sudah melewati mistar), kaki tumpu diayunkan
lurus ke depan untuk melewati mistar. Pada saat itulah seolah-olah si
pelompat duduk telunjur diatas mistar diteruskan dengan kedua kaki saling
menyilang dengan petama kali diturunkan adalah kaki ayun kemudian
diikuti kaki tumpu.
4) Pendaratan (landing).
Pendaratan merupakan proses terakhir rangkaian gerakan beruntun suatu
lompatan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan waktu mendarat yaitu
pendaratan dilakukan secara sadar dan pendaratan dilakukan dengan posisi
badan harus sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rasa sakit atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
cidera. Pada gaya ortodox pendaratan dilakukan dengan kaki ayun terlebih
dahulu kemudian diikuti kaki tumpu.
Dengan demikian yang dimaksud lompat tinggi gaya ortodox/scots dalam
penelitian ini adalah lari awalan dari samping mistar, kemudian menolak
dengan kaki yang terkuat dan terjauh pada titik tumpu, saat di udara posisi
badan seperti duduk, pada saat mendarat menggunakan kaki ayun terlebih
dahulu dengan keseimbangan yang baik.
4. Pengertian Belajar, Mengajar, Pembelajaran, dan Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut I G.A.K. Wardani, dkk (2004: 2.4) belajar ialah suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. S. Nasution yang dikutip
Sugiyanto (2003: 7.34) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan urat
urat, perubahan pengetahuan, yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Robert Gagne yang
dikutip Ngalim Purwanto (1997: 84) mengemukakan bahwa belajar terjadi
apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatanya (performance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
Witherington yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1997: 84) mengemukakan
bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan
diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Hilgard dan Bower yang dikutip
Ngalim Purwanto (1997: 84) mengemukakan belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pemberian latihan dan perubahan yang terjadi akibat latihan relatif permanen.
Penyampaian informasi ini sebagai awal dari proses belajar gerak atau sebagai
dasar dari belajar gerak, penyampai informasi dalam belajar gerak dapat berupa
penjelasan dan pemberian contoh gerakan. Proses selanjutnya dari belajar gerak
adalah pemberian latihan, dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan belajar pada
umumnya, karena dalam belajar pada umumnya pemberian pengalaman atau
latihan lewat latihan-latihan soal atau yang sifatnya teori, sedangkan pada belajar
gerak prosesnya tidak jauh berbeda melainkan latihan-latihan yang digunakan
berupa praktik atau yang berhubungan dengan gerak.
Proses belajar gerak ini akan menuju pada keterampilan gerak atau
penampilan geraknya akan meningkat. Proses kematangan dan pertumbuhan dapat
meningkatkan kemampuan seseorang tanpa melalui latihan, misalkan keterampilan
anak dalam berlari, tanpa berlatih dalam hal yang sebenarnya, kemampuan berlari
akan berkembang dengan sendirinya karena adanya pengaruh kematangan.
Perubahan keterampilan anak dalam hal ini bukan merupakan belajar gerak karena
perubahan tersebut bukan dari hasil latihan. Perubahan yang terjadi relatif
permanen, pemberian latihan atau pengalaman gerak ini akan masuk pada sistem
memori otak, proses ini akan menyebabkan perubahan yang relatif permanen.
Kejadian semacam ini tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi perubahan-
perubahan yang terjadi lewat penampilan geraknya dapat diamati secara langsung.
Kemampuan akibat latihan ini akan tersimpan dalam memori otak sehingga
sewaktu-waktu di butuhkan akan dapat digunakan.
6. Tinjauan Permainan
a. Teori Permainan
“Anak bermain berarti anak mengerjakan sesuatu permainan, sedang
permainan merupakan sesuatu yang dikenai kerja bermain” (Sukintaka, 1991:
1) Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak dapat dihindarkan penggunaan
ke dua istilah itu sekaligus. Menurut I G.A.K Wardani (2004: 2.27) bermain
merupakan salah satu sisi dari kehidupan anak secara keseluruhan. Kehidupan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pertandingan kontak 10) Pengajaran dan bagian latihan dalam skill, pengertian
elemen fitness, pertumbuhan dan kemampuan anak pada masa puber 11) Ingin
mempunyai kelompok dengan beberapa ketetapan, membuat peraturan,
keputusan dan berada pada keputusan grup, masa yang lama dari anggota pada
satu regu atau tim 12) Partisipasi pada penyusunan peraturan, kesempatan
untuk kapten atau ketua regu, membuat pilihan dalam kegiatan 13)
Menginginkan untuk memelihara kelenturan dalam batas struktural 14)
Tertarik pada pemeliharaan postur tubuh yang bagus, tingkat kesegaran,
membangun sikap yang baik melalui kegiatan dan lebih cakap bagi anak
perempuan, pengetahuan metode peningkatan kekuatan dan daya tahan.
(Evelyn l Schurr dalam Syamsir Azis , 2003: 9.5)
Dari beberapa ciri diatas tampak bahwa karakteristik siswa kelas 5 - 6
sekolah dasar adalah dalam karakter bermain dan guru harus menyesuaikan
tahap tahap pembelajaran dengan karakteristik anak yang lebih suka bermain.
Berdasarkan observasi dalam pembelajaran atletik, pada umumnya kurang
adanya unsur permainan di dalam proses pembelajarannya, keadaan semacam
ini dapat menimbulkan suatu kejenuhan dalam diri anak atau siswa.
Kejenuhan-kejenuhan ini dapat berdampak pada pembelajaran, sehingga siswa
menjadi malas dalam beraktivitas. Pemberian variasi pembelajaran berupa
permainan-permainan yang mengarah pada teknik dapat menjadi solusi.
Misalnya pada pembelajaran atletik nomor lompat tinggi, permainan yang
digunakan berupa permainan-permainan yang mengandung unsur melompat
di dalamnya. Menurut Eddy Purnomo dan Dapan (2011: 40) tahap bermain
dalam pembelajaran atletik maksudnya adalah penambahan unsur bermain
dalam pembelajaran atletik. Pada tahap bermain bertujuan mengenalkan
masalah gerak (movement problem). Bermain dalam hal ini sebagai
pendekatan ke teknik yang akan dilaksanakan atau permainannya disesuaikan
dengan materi yang akan dilaksanakan. Misalkan dalam materi lompat, contoh
bermainnya adalah memindahkan benda ke tempat yang lain dengan lari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dalam segala situasi. Lawrence Jacks dalam Soetoto Pontjopoetro dkk, (2004:
1.4) mengemukakan bahwa kepentingan bermain juga terletak pada sifat atau
unsur perangsang terhadap keinginan belajar atau pendidikan. Berdasarkan
pendapat dari beberapa para ahli tentang definisi bermain, dapat disimpulkan
bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang menarik, menantang dan
menimbulkan kesenangan yang unik sehingga dapat merangsang kreativitas serta
daya fikir anak secara optimal tanpa anak tersebut merasa terpaksa untuk
melakukannya. Kegiatan bermain untuk bagi anak-anak dapat memberi pelajaran
atau pengalaman bagaimana beradaptasi baik itu dengan lingkungan, orang lain,
maupun dengan dirinya sendiri. Dalam kegiatan bermain anak-anak tidak
sungguh-sungguh, melainkan bertindak sesuai perannya, akan tetapi walaupun
demikian bermain merupakan suatu hal yang serius bagi mereka. Dalam
penelitian ini digunakan karet gelang dan kardus bekas yang dipakai sebagai
rintangan dalam pembelajaran lompat tinggi melalui pendekatan permainan.
Rintangan yang dijadikan alat harus sesuai dengan tingkat kesulitan anak atau
siswa, yaitu tinggi rendahnya dan jauh dekatnya agar anak bisa lebih mudah
untuk melompatinya, supaya terhindar dari sesuatu yang dapat membahayakan.
Menurut I G.A.K Wardani (2004: 2.39) menyatakan bahwa syarat media
pembelajaran yang baik yaitu fleksibel (dapat digunakan dalam berbagai situasi),
tahan lama (tidak rusak dalam beberapa kali pakai), dan kenyamanan dalam
penggunaanya. Karet dan kardus bekas merupakan alat yang nyaman dan tidak
membahayakan, apabila bagian tubuh siswa bersentuhan tidak akan merasa sakit.
Karet dan kardus bekas juga bersifat fleksibel yaitu dapat digunakan dalam
berbagai situasi juga tahan lama apabila tersentuh akan cepat bergeser dan
terjatuh hal ini tidak akan membahayakan siswa apabila melompatinya. Selain itu
menurut Depdikbud (1991: 5) keuntungan penggunaan alat bantu karet dan
kardus bekas adalah mudah di dapat disekitar lingkungan sekolah, dapat
disiapkan sendiri oleh guru dan siswa, dan memanfaatkan barang barang yang
tidak terpakai yang ada di lingkungan sekolah juga dapat disiapkan sesuai dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kebutuhan siswa karna harganya yang murah. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
digunakan karet dan kardus bekas sebagai alat bantu untuk pendekatan
permainan dalam pembelajaran lompat tinggi, karena tidak akan membahayakan
siswa dan mudah untuk mendapatkannya.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teoritis, penulis mengajukan kerangka pemikiran
penelitian ini adalah sebagai berikut: bahwa dengan pendekatan permainan melompat
yang menarik dan terdapat unsur perlombaan seperti melompati karet, dan kardus
siswa akan aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Secara nyata siswa
bermain tetapi sebenarnya mereka sedang melakukan latihan, tahap-tahap dalam
lompat tinggi yang terdiri dari awalan, tolakan, saat di udara dan pendaratan.
Permainan disini tentunya bukan permainan yang tidak terarah, tetapi permainan
untuk mencapai tujuan yaitu hasil proses pembelajaran lompat tinggi siswa
meningkat. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan serta
menghibur.
Permainan melompati karet dan kardus akan lebih menarik sebab didalamnya
ada unsur kompetisi. Siswa antar kelompoknya akan berlomba-lomba untuk
mencapai kemenangan, di sini siswa akan mengerahkan kemampuan dan
kemahirannya untuk meraih kemenangan, sehingga permainan akan lebih menarik.
Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar. Seperti
diketahui belajar yang baik adalah adalah belajar yang aktif. Permainan mempunyai
kemampuan melibatkan siswa dalam proses belajar secara aktif. Dalam proses
kegiatan pembelajaran yang menggunakan permainan, peranan guru tidak kelihatan,
tetapi interaksi antara siswa atau warga belajar lebih mendominasi. Oleh sebab itu
model pembelajaran lompat tinggi dengan pendekatan permainan dikembangkan,
salah satunya dengan tujuan supaya siswa dalam melakukan gerakan lompatan tidak
merasa terbebani. Melalui pendekatan permainan ini secara tidak sengaja siswa telah
melakukan tahap-tahap dalam lompat tinggi, yaitu mulai dari awalan, tolakan, saat
melayang dan pendaratan. Pelaksanaan model pembelajaran ini akan dilaksanakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user