Anda di halaman 1dari 4

Reading Report Komunitas Ekonomi ASEAN

NPM : 1906290522
Bahan Bacaan : Chalermpalanupap, T. (2009), “Institutional Reform: One Charter, Three
Communities, Many Challenges?” dalam Donald K. Emerson (eds.) Hard Choices, Stanford
University dan ISEAS: Stanford dan Singapore (hal. 91-131).

Menuju Integrasi dan Komunitas: Arah Baru ASEAN


Pada 40 tahun setelah berdirinya, ASEAN tengah berada di ambang perubahan. Perubahan baik
di level struktur internasional abad ke-21 sekaligus perubahan dari segi institusional ASEAN
sebagai sebuah organisasi regional. Wacana mengenai reformasi institusional sebagai langkah
menuju pendalaman ASEAN menjadi sebuah agenda penting menyongsong pembentukan
komunitas ASEAN dalam menjawab tantangan di masa depan. Tulisan ini akan membahas
argumen dari Termsak Chalermpalanupap mengenai pentingnya melakukan introspeksi antar
sektor sebagai pijakan arah baru ASEAN. Tulisan ini akan dibagi ke dalam tiga bagian, yakni (1)
pendahuluan, (2) ringkasan bahan, dan (3) kesimpulan.

Pentingnya Integrasi dan Pembentukan Komunitas ASEAN


Sejak berdirinya ASEAN pada 1967, organisasi regional ini telah mengalami sejumlah
pertumbuhan di berbagai sektor—yang kini terejawantahkan ke dalam tiga pilar kerja sama,
yakni kerja sama ekonomi, politik-keamanan, dan sosio-kultural. Namun, di samping semua
pencapaian tersebut, Chalermpalanupap berargumen bahwa setidaknya hingga Pertemuan
ASEAN pada 2007, interaksi antar anggota ASEAN belum mencapai titik di mana organisasi ini
mampu menggalakkan integrasi yang menyeluruh, alih-alih hanya sekadar ajang membangun
kepercayaan (confidence building).1 ASEAN telah melakukan serangkaian upaya untuk
melakukan reformasi dalam menyongsong komunitas ASEAN, seperti misalnya pembentukan
tim Emminent Person Group (EPG) pada 2005 untuk melakukan kajian dan mengusulkan
rekomendasi perubahan bagi Piagam ASEAN dan juga pembentukan parlemen ASEAN (AIP)
meskipun posisinya hanya menjadi partner ASEAN2. Lalu, Chalermpalanupap juga
menggarisbawahi keuntungan dari proses integrasi tersebut bagi ASEAN, seperti misalnya
jaminan keamanan kawasan, peningkatan daya saing dalam ekonomi sekaligus pemberantasan

1 T. Chalermpalanupap,(2009), “Institutional Reform: One Charter, Three Communities, Many Challenges?”


dalam Donald K. Emerson (eds.) Hard Choices, Stanford University dan ISEAS: Stanford dan Singapore, hlmn 92.
2 Ibid., hlmn 103.
ketimpangan, dan jaminan keamanan manusia (human security) di tengah keberagaman lanskap
sosio-kultural.3

Tiga Pilar Kerja Sama ASEAN: Tantangan dan Prospek


Meskipun negara-negara ASEAN tidak pernah terlibat perang, tercatat sejumlah konflik
keamanan pernah terjadi di kawasan ASEAN, mulai dari isu perbatasan hingga perang proksi di
era Perang Dingin. Chalermpalanupap melihat bahwa reformasi institusi ASEAN menjadi perlu
untuk menyusun sebuah konsensus politik-keamanan yang lebih konkret lebih dari sekadar
konsensus mengenai prinsip non intervensi sebagaimana yang termaktub pada Treaty and Amity
of Cooperation (TAC) pada 1976 lalu. Sejak saat itu, belum pernah ada sebuah konsensus yang
mengikat secara hukum sebab perjanjian yang lahir di tahun-tahun selanjutnya, seperti misalnya
Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) pada 1995. Namun, sejak pertemuan
ke-9 ASEAN di Bali pada 2003, arah perbincangan semakin menuju kepada pembentukan
sebuah komitmen politik-keamanan yang konkret namun tidak serta merta melanggar kedaulatan
negara anggota.4
Lalu, selain bidang politik-keamanan, kerja sama ekonomi ASEAN juga patut ditinjau
kembali. Integrasi ekonomi regional ASEAN hingga kini terus berlangsung meskipun perbedaan
birokrasi domestik kerap menjadi tantangan untuk integrasi yang lebih kuat. Chalermpalanupap
melihat bahwa meskipun ASEAN telah merasakan keuntungan dari perdagangan bebas—seperti
misalnya lewat AFTA dan kerja sama ekonomi inter-regional—absennya otoritas sentral menjadi
penyebab beberapa hambatan domestik tersebut masih terjadi. Chalermpalanupap melihat bahwa
hambatan mulai dari birokrasi hingga disparitas pembangunan yang cukup dominan membuat
integrasi ekonomi ASEAN belum berlangsung secara sempurna.5
Pilar ketiga dari kerja sama ASEAN adalah sosio-kultural. Chalermpalanupap
berargumen bahwa beberapa sektor isu sosio-kultural, terutama yang menyangkut dengan
keamanan manusia (human security), seperti misalnya pendidikan, kesejahteraan sosial,
ketenagakerjaan, dan lingkungan perlu menjadi perhatian bagi masing-masing pemerintah. Hal
ini menjadi kunci untuk mewujudkan rasa kebersamaan dan komunitas negara-negara anggota
ASEAN. Menurut Chalermpalanupap, komunikasi dan kesadaran publik menjadi faktor penting

3 Ibid., hlmn 107-110.


4 Ibid., hlmn 108.
5 Ibid., hlmn 112-114.
mewujudkan “caring societies” dalam kerja sama sosio-kultural ASEAN. Kesadaran publik dan
sosialisasi isu-isu lintas sektor menjadi implementasi konkret sekaligus simbol “komunitas
ASEAN” dalam ranah sosio-kultural sendiri.6

Saatnya Mereformasi ASEAN


Secara umum, pertemuan yang membahas mengenai isu-isu lintas sektor oleh ASEAN terus
meningkat. Oleh karena itu, menurut Chalermpalanupap badan-badan kementerian akan segera
terbentuk di masa depan sebagai sebuah keniscayaan seiring meningkatnya pembahasan lintas
sektor. Pembentukan badan kementerian atau dewan di masing-masing pilar kerja sama akan
membuat strategi dan rancangan kedepannya semakin konkret, terlebih bila negara anggota
ASEAN memiliki delegasi langsung di masing-masing pertemuan dalam dewan atau
kementerian.7 Di samping badan kementerian, Chalermpalanupap juga menekankan pentingnya
pembentukan mekanisme sengketa sebagai upaya menjadikan ASEAN sebagai sebuah organisasi
regional yang mampu menanggulangi sejumlah konflik yang selama ini luput dari jangkauan
ASEAN.8 Selain reformasi institusi, Chalermpalanupap juga menekankan pentingnya
merumuskan rancangan “people-oriented” yang selama ini belum terlaksana dengan
komprehensif. Chalermpalanupap berargumen bahwa di samping sejumlah reformasi institusi di
tingkat pemerintahan, mewujudkan perbaikan hidup bagi masyarakat di bidang ekonomi, politik,
kesehatan, dll juga menjadi hal penting yang harus diwujudkan dalam rangka membuktikan
keberhasilan ASEAN. 9

Kesimpulan
Di tengah perubahan dan tantangan di abad ke-21, ASEAN terus berkembang secara
institusional. Namun, terlepas dari semua perkembangan tersebut integrasi dan implementasi
konkret ASEAN sebagai sebuah komunitas regional menjadi tujuan yang fundamental. Lewat
tulisan ini Chalermpalanupap memaparkan pandangannya mengenai sejumlah hal yang perlu
diperhatikan bahkan diperbaiki dalam rangka mewujudkan penguatan integrasi ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA

6 Ibid., hlmn 120.


7 Ibid., hlmn 117. .
8 Ibid., hlmn 126.
9 Ibid., hlmn 121.
Chalermpalanupap, T. (2009), “Institutional Reform: One Charter, Three Communities, Many
Challenges?” dalam Donald K. Emerson (eds.) Hard Choices, Stanford University dan
ISEAS: Stanford dan Singapore (hal. 91-131).

Anda mungkin juga menyukai