Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar
utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan
Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang
masing-masing

sangat

spesifik

sesuai

dengan

kapasitasnya.

Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998), dari


ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru
perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang "jalannya
paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah
(bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di
dalam

sistem

perekonomian

Indonesia.

Sebagai

soko

guru

perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan


dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan
bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan
bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan
itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal
tersebut.1
Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering
dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi
adalah juga kekeluargaan. Untuk lebih menata organisasi koperasi,
pada tahun 1967 pemerintah Indonesia (Presiden dan DPR)
mengeluarkan UU no. 12 dan pada tahun 1992 UU tersebut direvisi
1

Dalam Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi
Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai koperasi.
Dalam wacana sistem ekonomi dunia, koperasi disebut juga sebagai the third way, atau "jalan ketiga", istilah yang akhirakhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai "jalan tengah" antara kapitalisme dan
sosialisme (Rahardjo, 2002b).

menjadi UU no. 25. Di banding UU no.12, UU no 25 lebih


komprehensif tetapi juga lebih berorientasi ke pemahaman "kapitalis".
Ini disebabkan UU baru itu sesungguhnya memberi peluang koperasi
untuk

bertindak

sebagai

sebuah

perusahaan

yang

memaksimalisasikan keuntungan (Widiyanto, 1998).


Tantangan untuk menjadi soko guru perekonomian Indonesia
masih belum dapat dijawab dengan baik oleh koperasi. Meskipun saat
krisis melanda Indonesia pada periode 1997-1998 koperasi mampu
bertahan dengan baik, tidak semerta-merta koperasi dapat menjawab
tantangan sebagai soko guru perekonomian Indonesia begitu saja.
Terdapat banyak hal yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan
rencana besar ini. Melalui makalah ini, kami akan coba menjabarkan
hal-hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjawab
beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah

perkembangan

dan

kondisi

perkoperasian

Indonesia hingga saat ini?


2. Mengapa koperasi dapat bertahan di tengah terpaan badai krisis
moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998,
sementara pelaku ekonomi skala besar justru mengalami masalah
hingga kebangkrutan?
3. Mengapa hingga saat ini koperasi belum dapat menjawab
tantangan sebagai soko guru perekonomian Indonesia?
C. Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan penyusunan makalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

dalam

rumusan

masalah.
2. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ekonomi Koperasi.
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Sejarah Koperasi
Ropke (1987) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis
yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelanggan utama
perusahaan tersebut (kriteria identitas). Kriteria identitas suatu
koperasi merupakan dalil atau prinsip identitas yang membedakan unit
usaha koperasi dari unit usaha yang lainnya. Berdasarkan definisi
tersebut, menurut Hendar dan Kusnadi (2005), kegiatan koperasi
secara ekonomis harus mengacu pada prinsip identitas (hakikat
ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai
pelanggan. Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang
mengelola perusahaan bersama yang diberi tugas untuk menunjang
kegiatan ekonomi individu para anggotanya. Koperasi adalah
organisasi otonom, yang berada di dalam lingkungan sosial ekonomi,
yang menguntungkan setiap anggota, pengurus, dan pemimpin dan
setiap anggota, pengurus, dan pemimpin merumuskan tujuantujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bersama-sama
(Hanel, 1989).
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh
dorongan
Belanda

pemerintah,
telah

bahkan

sejak

pemerintahan

mulai diperkenalkan. Gerakan

penjajahan

koperasi

sendiri

mendeklarasikan diri sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak


tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya.
Pengalaman di tanah air kita sangat unik karena koperasi lahir dan
tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah
kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat
tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah

kemudian

melahirkan

berbagai

penafsiran

bagaimana

harus

mengembangkan koperasi (Soetrisno, 2003).


B. Kondisi Koperasi di Indonesia Saat ini
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia
memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan
ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah
kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena
tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu
menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang
terhadap pilar ekonomi lainnya.
Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai
dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya
terkandung

muatan

menolong

diri

sendiri,

kerjasama

untuk

kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral


lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski
belum tentu memiliki pemahaman yang seragam, apalagi juga hanya
sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi
secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi
koperasi

selalu

memperoleh

tempat

sendiri

dalam

struktur

perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.


Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari
sisi usianya yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif
matang. Sampai dengan bulan Desember 2013, berdasarkan data
Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah
koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 203.701 unit lebih,
dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 35.258.176 orang. Jumlah
koperasi aktif per-Desember 2013 sebanyak 143.117 unit (70,0%),
sedangkan yang menjalani rapat tahunan anggota (RAT) hanya 47,2%
koperasi saja.
4

Tabel 1: Perkembangan Usaha Koperasi, 2007-2013


Koperasi Aktif
RAT
Jumlah
Anggota
Periode
% (dari koperasi
Unit
(Juta orang) Jumlah
%
Jumlah
aktif)
2007
149.793
28.888.067 104.999 70,0% 48.262
45,9%
2008
154.964
27.318.619 108.930 70,2% 47.150
43,2%
2009
170.411
29.240.271 120.473 70,6% 58.534
48,5%
2010
177,482
30,461,121 124,855 70,3% 55,818
44,7%
2011
188,181
30,849,913 133,666 71.0% 58,004
43,3%
2012
194.295
33.869.439 139.321 71,7% 65.986
47.3%
2013
203.701
35.258.176 143.117 72,2% 67.672
47.2%
Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM

Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur


kinerja koperasi adalah perkembangan volume usaha dan sisa hasil
usaha (SHU). Seperti halnya profit perusahaan, SHU sangat
dipengaruhi oleh sisi permintaan (harga dan volume penjualan efektif)
dan penawaran (biaya produksi). Jadi, SHU mencerminkan tingkat
efisiensi yang berbanding lurus dengan tingkat produktivitas di
koperasi. Data yang ada menunjukkan bahwa kedua indikator tersebut
mengalami peningkatan selama periode 2007-2013. Untuk volume
usaha, nilainya naik dari hampir 63 triliun rupiah tahun 2007 ke hampir
125 triliun rupiah tahun 2013; sedangkan SHU dari 3,4 triliun rupiah
tahun 2007 ke 8,1 triliun rupiah tahun 2013 (Tabel 2).
Tabel 2: Perkembangan Usaha Koperasi, 2007-2013
Modal Sendiri
Modal Luar
Volume usaha
SHU
Periode
(Rp Juta)
(Rp Juta)
(Rp Juta)
(Rp Juta)
2007
20.231.699,45
23.324.032,14
63.080.595,81 3.470.459,45
2008
22.560.380,03
27.271.935,23
68.446.249,39 3.964.818,55
2009
28.348.727,78
31.503.882,17
82.098.587,19 5.303.813,94
2010
30,102,013.90
34,686,712.67
76,822,082.40 5,622,164.24
2011
35,794,284.64
39,689,952.51
95,062,402.21 6,336,480.97
2012
51.422.621,07
51.403.537,20
119.182.690,08 6.661.925,53
2013
89.536.290,61
80.840.572,48
125.584.976,19 8.110.179,69
Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM

C. Koperasi dan Krisis Moneter 1997/1998


Usaha Kecil dan Menengah yang sebagian besar pelakunya
merupakan koperasi memiliki pertahanan yang sangat baik dalam
menghadapi krisis yang terjadi di Indonesia pada 1997. Periode ini
merupakan momen yang sangat menakutkan bagi perekonomian
5

Indonesia. Krisis ini telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku


sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena
bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang
meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang
menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut
memperparah

sektor

industri

dari

sisi

permodalan.

Banyak

perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat


bunga yang tinggi. Berbeda dengan koperasi dan UKM yang sebagian
besar tetap bertahan, bahkan cendrung bertambah.
Alasan mengapa koperasi dan UKM dapat bertahan di tengah
krisis moneter 1997 lalu antara lain:
1. Sebagian

besar koperasi dan UKM memproduksi barang

konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap


pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata
masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan
barang yang dihasilkan.
2. Sebagian besar koperasi dan UKM tidak mendapat modal dari
bank. Di Indonesia, koperasi dan UKM mempergunakan modal
sendiri dari simpanan para anggotanya dan aksesnya terhadap
perbankan sangat rendah.
D. Koperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional Indonesia
Sebagai salah satu badan usaha dalam sistem perekonomian
Indonesia,

koperasi

diharapkan

dapat

berperan

aktif

dalam

mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun di era


reformasi ini keberadaan koperasi banyak mendapat sorotan.
Beberapa

kalangan

berpendapat

koperasi

mulai

kehilangan

identitasnya sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi


dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, berubah
menjadi badan usaha dengan jumlah modal yang disetor seperti

badan usaha lainnya. Padahal koperasi diharapkan menjadi soko guru


(tulang punggung) perekonomian nasional.
Pada

awal

mulanya

koperasi

dibentuk

oleh

masyarakat

Indonesia yang dimulai di Purwokerto dan terus berkembang pula di


Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya. Namun dalam perjalanan
selanjutnya

inisiatif

perkembangannya

banyak

dilakukan

oleh

pemerintah, sehingga timbul kesan bahwa koperasi hanya merupakan


alat pemerintah untuk kepentingan politiknya. Sejak adanya Lembaga
Menteri Muda Urusan Koperasi yang meningkat menjadi Kementrian
Koperasi dan saat ini menjadi Kementrian Koperasi dan UKM,
koperasi dikembangkan dengan sistem top down bottom up
memberikan fasilitas dan kemudahan dari atas, bahkan ada kalanya
yang mengatakan perjalanan koperasi saat itu berjalan secara tuntas
(dituntun dari atas).
Hal itu dengan harapan adanya pertumbuhan kelembagaan dari
bawah. Ternyata harapan tersebut tidak tercapai walaupun telah
diupayakan melalui program Koperasi Mandiri. Kelembagaan koperasi
seperti rapuh karena mengutamakan fasilitas usaha yang banyak
dimanfaatkan oleh sekelompok pengurusnya tanpa ada keterkaitan
usaha dengan anggotanya, titik jenuh pengembangan koperasi
nasional terjadi diawal reformasi karena pengembangan usaha yang
berlebihan, yang tidak didukung dengan kekuatan kelembagaan yang
memadai. Koperasi semakin surut dan tidak menarik lagi bagi media
masa untuk bahan pemberitaannya, di sisi lain harapan untuk
mensinergikan usaha kecil dan menengah dengan koperasi dirasakan
malah meminggirkan koperasi, perbincangan nasional mengenai
pembinaan pengusaha kecil terus berkembang menjadi usaha kecil
menengah bahkan pimpinan Kementrian Koperasi dan UKM jarang
berbicara koperasi, terdapat kecenderungan yang ditampilkan hanya
UKM yang terus berkembang menjadi Usaha Mikro Kecil dan

Menengah. Melihat kondisi demikian ini rasanya koperasi semakin


terpinggirkan.
Kekuatan modal sering kali dipermasalahkan oleh beberapa
kalangan, padahal kekuatan Koperasi mengutamakan kumpulan
orang dalam kebersamaan bukannya kekuatan modal. Presiden
Republik Indonesia kedua Jenderal Besar H.M. Soeharto (Alm)
pernah berkata bahwa, masih ada yang berpendapat bahwa koperasi
tertinggal jauh dibandingkan BUMN dan perusahaan swasta, karena
tidak ada koperasi yang memiliki bangunan megah atau usaha
berskala besar. Padahal tujuan koperasi bukanlah untuk mendirikan
usaha besar serta gedung mewah. Tetapi yang jelas tugas utama
koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran anggotanya. Karena itu masalah utama sulitnya
perkembangan koperasi di Indonesia sangat terkait erat sekali dengan
kualitas sumber daya manusianya, yaitu yang sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikannya.
Data tentang kuantitas masyarakat yang dapat mengenyam
pendidikan dapat dikembangkan dari berbagai aspek kehidupan yang
harus dihadapi masyarakat Indonesia, di sini yang kita lihat aspek
ekonomi yang erat kaitannya dalam pengembangan koperasi sebagai
organisasi ekonomi masyarakat yang demokratis berdasarkan rasa
dan komitmen kebersamaan untuk menghadapi pelaku ekonomi lain
yang lebih kuat. Keterbatasan kemampuan masyarakat di dalam
melaksanakan aktivitas ekonomi sehingga tidak jarang akhirnya
mereka

dikuasai

oleh

orang

pintar

yang

memanfaatkan

kesederhanaan tindakannya.
Atas dasar itu seharusnya koperasi dibangun karena koperasi
merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan
ekonomi rakyat, yaitu mereka yang terdiri orang kecil-kecil dan lemah,
yang jika bergabung bersama dapat menjadi kekuatan yang besar.
Tugas pemerintah adalah bagaimana memampukan mereka secara
8

kelembagaan, dari kemampuan orang perorang secara sendiri-sendiri


maupun berkelompok untuk mampu secara mandiri bertindak dalam
kegiatan ekonomi dalam wadah usaha yang berbentuk Koperasi.
Kalau terus menerus diberikan fasilitas usaha, baik SDM pengelola
maupun kelembagaannya tidak mampu memikul bebannya. Jadi,
tugas pemerintah adalah membina masyarakat agar mereka mampu
membuat pancing, bukan hanya sekedar mengajari mereka cara
memancing ikan.
Tampaknya

pembinaan

koperasi

saat

ini

belum

banyak

membawa perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan pola


lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM
yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa
setengah hati, akibatnya kegiatan koperasi seperti samar-samar
keberadaannya.
Prioritaskan pembinaan koperasi di tiga bidang yaitu: Koperasi
Pedesaan, Koperasi Perkotaan, dan Koperasi Karyawan. Di perkotaan
lebih diutamakan pada Koperasi distribusi. Sementara itu, penduduk
pedesaan yang posisi tawarnya selalu lemah karena kualitas SDMnya

lebih

rendah

dari

masyarakat

perkotaan,

pembinaannya

memerlukan perlakuan khusus. Koperasi harus dapat mengarahkan


anggota yang bergerak di sektor informal menjadi yang bergerak pada
sektot formal. Hal ini dapat ditempuh melalui program kerjasama
sistem anak dan bapak angkat yang saling membutuhkan dalam
kemitraan yaitu seperti Koperasi menghimpun produksi anggota untuk
kemudian didistribusikan melalui perusahaan yang bertindak sebagai
bapak angkatnya. Jadi utamakan di pedesaan dikembangkan
Koperasi Produksi, disamping memberikan lapangan pekerjaan dapat
pula

mencegah

urbanisasi.

Koperasi

Karyawan

lebih

mudah

dikembangkan karena kualitas SDM-nya relatif lebih baik dan


keberhasilan Koperasi Karyawan dapat membantu kesejahteraan dan
ketenangan bekerja. (Mukhaelani, 2011)
9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Koperasi merupakan salah satu badan usaha Indonesia yang
dianggap memiliki karakter yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia. Sebagai lembaga yang diharapkan mampu menjadi soko
guru

perekonomian

Indonesia,

koperasi

telah

membuktikan

ketangguhannya melewati beberapa periode krisis ekonomi yang


melanda Indonesia. Pemerintah sudah selayaknya memberikan
perhatian yang lebih. Namun, bentuk perhatian pemerintah kepada
lembaga koperasi yang ada masih belum tepat. Bentuk bantuan
berupa kemudahan fasilitas justru membuat lembaga koperasi seperti
disuapi

terus

menerus

sehingga

tidak

muncul

kemandirian.

Pemerintah seharusnya memberikan bantuan agar para insan


koperasi mampu untuk membuat pancing sendiri, bukan hanya
sekedar mampu memancing ikan.
Kuallitas SDM koperasi hingga saat ini dirasa masih belum
merata. Banyak sekali SDM koperasi tidak dapat berkoperasi dengan
baik, dilihat dari kecilnya presentase jumlah koperasi yang melakukan
RAT. Hal ini juga mengakibatkan harapan agar koperasi dapat segera
menjadi soko guru perekonomian Indonesia menjadi terhambat.
B. Rekomendasi
a. Capacity building di koperasi adalah suatu keharusan, terutama
dalam pengembangan teknologi dan sumber daya manusia.
Perhatian terhadap pengembangan kedua faktor tersebut harus
lebih besar daripada terhadap penyaluran modal. Pelatihan SDM
di

dalam

koperasi

tidak

hanya

menyangkut

bagaimana

menjalankan sebuah koperasi yang baik, tetapi juga dalam


pemahaman

mengenai

peluang

pasar,

teknik

produksi,
10

pengawasan kualitas (seperti bagaimana mendapatkan ISO),


meningkatkan efisiensi, dll. Misalnya, pengurus koperasi pertanian
harus paham betul mengenai perkembangan perdagangan
pertanian di pasar dunia, termasuk ketentuan-ketentuan dalam
konteks WTO, FAO, dll.
b. Sudah waktunya pemerintah, dalam hal ini Kementrian Koperasi
dan UKM, mempunyai database koperasi yang komprehensif,
misalnya jumlah koperasi produsen menurut komoditi, daerah dan
bentuk serta orientasi pasar.
c. Dalam menghadapi persaingan, koperasi harus melakukan
strategi-strategi

yang

umum

dilakukan

oleh

perusahaan-

perusahaan modern (non-koperasi) atau bahkan yang dilakukan


oleh koperasi-koperasi di negara maju seperti penggabungan dua
(lebih) koperasi, akuisisi, atau kerjasama dalam bentuk joint
ventures dan aliansi strategis, tidak hanya antar koperasi tetapi
juga dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi; diversifikasi
produksi, spesialisasi, penerapan teknologi informasi, terutama
untuk manajemen operasi dan komunikasi elektronik dengan
pembeli dan pemasok. Pemerintah bisa memfasilitasi upayaupaya tersebut.

11

DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Tulus. Prospek Perkembangan Koperasi di Indonesia ke
Depan: Masih Relevankah Koperasi di dalam Era Modernisasi Ekonomi?.
Pusat Studi Industri dan UKM Universitas Trisakti. 2008
http://mademoiselle9201.wordpress.com/2012/10/23/wajah-koperasisaat-ini/
http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2013/04/definisi-koperasiindonesia.html?m=1
http://dewirahmiati.blogspot.com/2011/11/perkembangan-koperasi-diindonesia.html
http://www.depkop.go.id/
http://www.damandiri.or.id/file/buku/subiaktobukukoperasibab3.pdf
Mukhaelani.http://dinkopumkm.grobogan.go.id/artikel/62-harapankoperasi-sebagai-soko-guru-ekonomi.html
http://www.damandiri.or.id/file/buku/subiaktobukukoperasibab3.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai