Anda di halaman 1dari 9

A.

Pendahuhuluan
Manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyarakat
dan saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan
untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan
dasar manusia yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian
manusia merupakan makhluk sosial (Homo Socius). Aristoteles (seorang
filsuf yunani) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu hidup
bermasyarakat. (zoon politicon). Manusia sebagai makhluk sosial memiliki
2 keinginan:
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya
(Masyarakat).
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk hidup saling
berinteraksi dengan manusia lain dan saling membantu dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan sebuah organisasi.
Sebuah organisasi yang baik bergantung pada individu-individu yang berada
di dalamnya. Individu-individu yang ada berada di dalam suatu organisasi
akan ditentukan oleh kualitas pemimpin dan gaya kepemimpinan yang
digunakan.
Terdapat berbagai macam teori/gaya kepemimpinan, pada kesempatan
kali ini kami berkesempatan memaparkan tiga gaya kepemimpinan,
diantaranya:
1. Model Kontingensi Kepemimpinan Fiedler
2. Model Kepemimpinan Vroom & Yetton
3. Model Path Goal Theory

B. Pembahasan
1. Teori Kepemimpinan Fiedler (Contingency of Leadership)
Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa efektivitas suatu
kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian
pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dengan dua karakteristik:
a. Derajat situasi di mana pemimpin menguasai, mengendalikan dan
mempengaruhi situasi
b. Derajat situasi yang

menghadapkan

pemimpin

dengan

ketidakpastian.
Fiedler mengidentifikasikan ketiga unsur dalam situasi kerja ini
untuk membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan
efektif yaitu hubungan pimpinan anggota, struktur tugas, dan posisi
kekuasaan pemimpin yang didapatkan dari wewenang formal. Studi
Fiedler ini tidak melibatkan variabel-variabel situasional lainnya, seperti
motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman pemimpin, dan anggota
kelompok.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan
pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task
situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinan, kepribadian,
dan pendekatan yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan
lain, menurut Fiedler seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat
daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya
interaksi antara pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan

yang

efektif

dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the


performance of the group is contingen upon both the motivasional system
of the leader and the degree to which the leader has control and
influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler,
1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu
kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh
mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi
tertentu.

Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus


mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu
skala yang terdiri dari 16 butir kata sifat yang bersifat kontras. Skor yang
diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh
peminpin antara dia sendiri dengan rekan kerja yang paling tidak
disenangi (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi
menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin
dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship
oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat
kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat
bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya
tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi
ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok
baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan
pemimpin. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang
berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam
situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sedangkan untuk hal yang kedua ditentukan oleh tiga variable
sitiuasi:
a. Task structure
Keadaan tugas yang di hadapi apakah structured task atau
unstructured task
b. Leader member relationship
Hubungan antara pemimpin dengan bawahan, apakah kuat (saling
percaya, saling menghargai)
c. Position power
Ukuran aktual pemimpin, ada beberapa power yaitu :

Legitimate power
Adanya kekuatan legal pemimpin

Reward power
Kekuatan yang berasal imbalan yang di berikan pemimpin

Coersive power
Kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman

Expert power
Kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinanya

Referent power
Kekuatan

yang

muncul

karena

bawahan

menyukai

pemimpinanya

Information power
Pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya

2. Teori Kepemimpinan Vroom & Yetton


Vroom & Yetton mengembangkan tujuh gaya (dari A sampai G)
pembuatan keputusan manajemen dengan memberikan 13 alternatif saran
mana yang cocok diterapkan dalam situasi yang berbeda. Artinya, dengan
melihat situasi disarankan keputusan gaya yang cocok.
Berikut ini disajikan lima gaya pengambilan keputusan yang
disarankan Vroom & Yetton lengka dengan tingkat partisipasi
bawahannya.
a. Gaya 1. Tetapkan keputusan sendiri dengan menggunakan informasi
yang ada saat itu. Partisipasi bawahan tidak ada.
b. Gaya 2. Dapatkan informasi dari bawahan dan selesaikan masalah
oleh kita sendiri. Tidak perlu memberitahukan kepada bawahan apa
yang menjadi masalah ketika meminta informasi kepada mereka,
peran yang diharapkan dari bawahan hanya merupakan sumber
informasi

dan

bukan

mengemban

alternative

penyelesaian.

Partisipasi bawahan rendah.


c. Gaya 3. Ikut sertakan bawahan yang bersangkutan dengan masalah,
minta ide dan sarannya secara sendiri-sendiri. Kemudian ambil
keputusan, baik sendiri atau tidak disertai pengaruh dan saran-saran
bawahan. Partisipasi bawahan sedang.

d. Gaya 4. Ikut sertakan bawahan sebagai satu kelompok, dapatkan ide


dan saran dari mereka. Kemudian ambil keputusan sendiri disertai
pengaruh dan saran bawahan. Partisipasi bawahan tinggi.
e. Gaya 5. Ikut sertakan bawahan sebagai suatu kelompok dalam
memecahkan masalah. Bersama mereka kembangkan dan evaluasi
alternatif. Usahakan mencapai consensus. Anda sebagai pemimpin
berperan sebagai ketua. Tidak dibenarkan mempengaruhi kelompok
dengan apa yang hendak anda putuskan dan anda bersedia untuk
menerima dan melaksanakan setiap keputusan kelompok. Partisipasi
bawahan sangat tinggi.
3. Teori Kepemimpinan Path-Goal
Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House
(1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang
tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan
bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory,
berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara
tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan
dalam 4 kelompok:
a. Supportive
leadership
kesejahteraan

bawahan

(menunjukkan
dan

menciptakan

perhatian
iklim

terhadap
kerja

yang

bersahabat.
b. Directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai
dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada),
c. Participative leadership (konsultasi dengan bawahan

dalam

pengambilan keputusan)
d. Achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi
yang

menantang

dan

menekankan

perlunya

kinerja

yang

memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat
menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya
peraturan dan prosedur yang ada.
5

Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih


sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami
aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari : Seorang direktur akan
mengadakan rapat terlebih dahulu jika akan menjalin hubungan kerja
dengan perusahaan lain. Sehingga dengan demikian sang direktur akan
meminta bawahannya untuk mengadakan rapat dan membahas tentang
apa yang akan dipresentasikan di depan kliennya. Dan setelah itu sang
direktur pun akan memutuskan dan memberikan perintah kepada
bawahannya untuk bekerja semaksimal mungkin akan pekerjaan tersebut
dan sesuai apa yang telah diperintahkan.
4. Perbandingan antara beberapa pendekatan situasional
Tiga model kepemimpinan dengan pendekatan situasional yang
telah kami sebutkan diatas mempunyai kesamaan dan perbedaan. Modelmodel tersebut mempunyai persamaan antara lain:
a. Memusatkan perhatian pada dinamika kepemimpinan,
b. Telah mendorong riset mengenai kepemimpinan, dan
c. Tetap merupakan masalah controversial karena masalah-masalah
pengukurannya, terbatasnya pengujian riset, dan/atau hasil riset yang
saling bertentangan.

Perbedaan antara beberapa pendekatan situasional, yaitu :


a. Model fiedler adalah model yang banyak diuji dan mungkin yang
paling kontroversial. Pandangannya mengenai perilaku pemimpin
terpusat pada kecenderungan berorientasi pada tugas dan hubungan
dan bagaimana kecenderungan ini mempengaruhi dengan tugas dan
kekuatan posisi.

b. Vroom dan Yetton, memandang perilaku dari segi gaya yang


otokratis, konsultatif atau gaya kelompok.
c. Jalan tujuan, menekankan tindakan penolong (instrumental actions)
dari pemimpin dan empat gaya tindakan ini antara lain direktif,
partisipasif dan yang berorientasi pada prestasi.

C. Kesimpulan
Setiap pemimpin pada suatu organisasi menerapkan teori, gaya, atau
pendekatan kepemimpinan yang berbeda bergantung pada situasi dan kondisi,
serta pada apa yang diyakini sang pemimpin.
Setiap gaya, teori, maupun pendekatan kepemimpinan memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Seorang pemimpin boleh jadi
harus menggabungkan beberapa teori kepemimpinan untuk menciptakan
sebuah gaya kepemimpinan yang baik, adil, dan manusiawi.
Pada akhirnya, penyusun berpendapat bahwa apapun teori atau gaya
kepemimpinan yang digunakan, tidak ada yang mampu menyaingi teori atau
gaya kepemimpinan dengan hati. Gaya kepemimpinan yang menjadikan
individu-individu dalam organisasi menjadi fokus utama dan senantiasa
amenjunjung tinggi norma-norma serta nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.

Daftar Pustaka
Nintiyas.

2009.

Teori

Kepemimpinan

Vroom

&

Yetton.

(http://nintiyas.blog.com/2009/11/03/kepemimpinan, diakses tanggal 3 April


2015)
Rahmiami.

2009.

Teori

Kepemimpinan

Fiedler.

(https://rahmiami.wordpress.com/2009/11/17/teori-kepemimpinan-fiedlercontigensi-of-leadhership, diakses tanggal 3 April 2015)


Afandi,

Rizki.

2012.

Path

Goal

Theory.

(http://rizkiafandi.blogspot.com/2012/04/teori-kepemimpinan-kontingensipath.html, diakses tanggal 3 April 2015.

Anda mungkin juga menyukai