Anda di halaman 1dari 8

Gaya Kepemimpinan Kontinum

Perilaku atau gaya kepemimpinan menurut Tannenbaum dan Schmidt memiliki tiga
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan kepemimpinan yang efektif. Faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut1[2]:
1. Kekuatan pemimpin, yang dimaksud adalah kondisi diri seorang pemimpin yang mendukung
dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang pendidikan, pribadi, pengalaman
dan nilai-nilai dalam pandangan hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam
berfikir, merasakan, bersikap dan berperilaku).
2. Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan, yang dimaksud adalah kondisi diri pada
umumnya yang mendukung pelaksanaan kepemimpinan seorang pemimpin sebagai atasan,
seperti pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, motivasi kerja/ berprestasi, dan tanggung jawab
dalam bekerja.
3. Kekuatan situasi, yang dimaksud adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota
organisasi sebagai bawahan, seperti suasana atau iklim kerja, suasana organisasi secara
keseluruhan termasuk budaya organisasi dan tekanan waktu dalam bekerja.
Berdasarkan ketiga kekuatan tersebut, Tannenbaum dan Schmidt mengembangkan model
kontinum perilaku atau gaya kepemimpinan berupa suatu garis yang diawali dari titik yang
menunjukkan perilaku yang terpusat pada pemimpin dan diakhiri pada titik yang menunjukkan
perilaku yang terpusat pada bawahan. Perilaku tersebut berpengaruh pada pengambilan
keputusan dalam kepemimpinan.

Dalam perilaku ini terdapat tujuh perilaku atau gaya kepemimpinan yang dilakukan
dalam bentuk pengambilan keputusan dalam kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:2[3]
1. Pemimpin sebagai pengambil keputusan, yang berarti berperan aktif dalam mengelola dan
mengendalikan anggota/ organisasi.
2. Pemimpin menjual (menawarkan) keputusan, dalam arti pemimpin berperan membuat alternatif
keputusan yang ditawarkan pada anggota organisasi untuk dipilih tanpa diubah,
3. Pemimpin menyampaikan gagasan dan meminta anggota organisasi menyampaikan pernyataan-
pernyataan atau membahasnya sebelum ditetapkan menjadi keputusan,
4. Pemimpin menawarkan keputusan yang boleh didiskusikan dan dapat diubah sebelum ditetapkan,
\
5. Pemimpin menyampaikan masalah, menerima saran, dan membuat keputusan,
6. Pemimpin menyerahkan pembuatan keputusan kepada kelompok, dengan didahului memberikan
batas-batas yang tidak boleh dilampaui, dan
7. Pimpinan mempercayakan pada anggota organisasi sebagai bawahan untuk menjalankan fungsi-
fungsinya dalam batas-batas yang ditetapkan pimpinan sebagai atasan.
B. Gaya Kepemimpinan Grid
Blake dan Mounton di dalam Fred Luthans mengetengahkan suatu usaha untuk
mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif di dalam managemen yang
disebut dengan managerial Grid. Pendekatan ini berdasarkan perilaku kepemimpinan yang
memiliki dua dimensi. Dimensi yang mengutamakan produktifitas (concern for production)
ditempatkan pada sumbu horisontal, dan dimensi yang mengutamakan karyawan (concern for
people) yang ditempatkan pada sumbu vertikal. Tinggi rendahnya dua dimensi itu tadi
dinyatakan dengan angka 1 sampai dengan angka 9. Angka satu menunjukkan perhatian
minimum, angka lima menunjukkan tingkat perhatian medium, dan angka sembilan
menunnjukkan perhatian maksimum. Menurut teori ini dimensi perhatian terhadap produk dan
dimensi perhatian terhadap karyawan, dapat dikombinasikaiin menjadi 8 kemungkinan perilaku
atau gaya kepemimpinan. Namun teori ini memberikan penekanan dengan dibatasi dengan lima
perilaku atau gaya kepemimpinan saja. Empat gaya terletak di sudut dan satu macam gaya
terletak di tengah manajerial grid, berikut ini gambar diagram grid-nya.3[4]
Keterangan:
1) Pada grid 1.1 gaya kepemimpinan menunjukkan bahwa pemimpin sangat sedikit memikirkan
karyawan dan produksi yang dihasilkan oleh organisasinya.
2) Pada grid 9.9 gaya kepemimpinan ditandai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam
memikirkan anggotanya dan mewujudkan produktifitas organisasi yang tinggi
3) Pada grid 1.9 gaya kepemimpinan menunjukkan tanggung jawab yang tinggi terhadap anggota
organisasi tetapi rendah dalam memikirkan produktifitasnya.
4) Pada grid 9.1 gaya kepemimpinan ditampilkan dengan memberikan perhatian yang besar pada
produktifitas, tetapi kurang dalam memperhatikan anggota organisasi.
5) Pada grid 5.5 gaya kepemimpinan berada di tengah-tengah, yang berarti pemimpin memikirkan
secara berimbang secara medium baik sisi produktifitas maupun perhatian kepada anggota
organisasinya.
C. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi.
Menurut Reddin (dalam hawari: 2003) menyatakan ada tiga pola dasar yang dapat
dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu:
1. Berorientasi pada tugas (task orriented)
2. Berorientasi pada hubungan (relationship orriented)
3. Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented)
Oleh karena tolok ukur yang umum digunakan adalah kepemimpinan yang efektif dan
tidak efektif, maka berikut ini akan dijelaskan pendapat Reddin yang mengembangkan ketiga
orientasi kepemimpinan menjadi delapan gaya kepemimpinan berdasarkan tolok ukur
tersebut.4[5]
1. Perilaku/ gaya kepemimpinan yang tidak efektif terdiri dari:
a. Deserter (pembelot), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tidak ada rasa
keterlibatan dengan anggota dan organisasi, moral rendah, tindakannya sukar diprediksi.
b. Missionary (pelindung dan penyelamat), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan sebagai
penolong yang lemah dan menggampangkan masalah yang dihadapi.
c. Autocrat (otokrasi), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan yang keras kepala dan bandel
karena merasa benar sendiri.
d. Compromisser (kompromis), menunjukkan perilaku kepemimpinan tidak tetap pendirian,
menunda-nunda dan bahkan tidak membuat keputusan, berwawasan/ pandangan dangkal.
2. Gaya kepemimpinan yang efektif terdiri dari:
a. Bureaucrat (birokrat), menunjukkan perilaku kepemimpinan patuh dan taat pada peraturan,
memiliki kemampuan berorganisasi (manusia organisasi), dan cenderung lugu.
b. Developer atau pembangun dalam memajukan dan mengembangkan organisasi, yang
menunjukkan perilaku kepemimpinan kreatif, melimpahkan wewenang, dan menaruh
kepercayaan yang tinggi pada anggota sebagai bawahan.
c. Benevolent autocrat (otokrasi yang lunak/ disempurnakan), menunjukkan perilaku
kepemimpinan dalam bekerja lancar dan tertib, ahli dalam pengorganisasian, dan memiliki rasa
keterlibatan diri dalam menggunakan kewenangan atau kekuasaan pemimpin.
d. Executive (eksekutif), menunjukkan perilaku bermutu tinggi, memiliki kemampuan memberikan
motivasi pada anggota organisasi sebagai bawahan dan berpandangan luas.
D. Gaya Kepemimpinan Situasional
Setiap organisasi dalam perjalanan sejarahnya tentu akan menemui situasi-situasi yang
berbeda dari masa kemasa, oleh karena itu organisasi dengan sistem kepemimpinan tunggal tidak
mungkin bisa merespon semua kondisi yang berubah tersebut secara keseluruhan. Dengan kata
lain, tidak mungkin suatu organisasi hanya dipimpin dengan perilaku atau gaya kepemimpinan
tunggal untuk segala situasi terutama apabila organisasi tersebut terus berkembang menjadi besar
dengan jumlah anggota yang semakin bertambah.5[6]
Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat bahwa dalam menghadapi situasi
yang berbeda diperlukan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula, hal ini sering disebut
dengan Teori Kontingensi (Contingency Approach). Disamping itu karena perilaku
kepemimpinan harus sesuai dengan situasi yang dihadapi seorang pemimpin, maka teori ini juga
disebut dengan Teori Situasional (Situasional Approach).
1. Kepemimpinan situasional dari Fiedler
Menurut fiedler terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang dapat
mempengaruhi kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi. Ia mengatakan pula bahwa
terdapat tiga dimensi di dalam situasi yang dihadapi oleh pemimpin.
a. Hubungan pemimpin-anggota (the leader-member relationship)
Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan situasi yang
menguntungkan.
b. Derajat dari susunan tugas (the degree of task structure)
Dimensi ini merupakan variabel ke dua yang sangat penting dalam menentukan situasi yang
menguntungkan.
c. Posisi kekuasaan pemimpin (the leader’s position power)
Dimensi ini yang diperoleh melalui kewenangan formal merupakan variabel yang sangat penting
ketiga dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
Situasi yang menguntungkan dalam menjalankan kepemimpinan adalah hubungan baik antara
pimpinan dengan bawahan dalam arti pemimpin dapat diterima oleh orang-orang yang
dipimpinnya atau sebaliknya. Dalam hubungan yang serasi antara kedua belah pihak, terbina
suasana persahabatan, tidak ada perselisihan, setiap ada masalah bisa diselesaikan antara kedua
belah pihak.
2. Kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard
Paul Hersey dan K.H. Blanchard telah mengembangkan suatu teori tentang gaya
kepemimpinan situasional (situasional leadership theory). Teori ini menyatakan bahwa
keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan dan
kematangan) anggota organisasi atau bawahan dalam menerima atau menolak pemimpin.
Berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan itu gaya kepemimpinan dibagi menjadi
empat perilaku:
a) Telling Style (gaya mengatakan/ memerintah/ mengarahkan )
Gaya ini berorientasi tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota atau bawahan.
b) Selling Style (menawarkan/ menjual)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang
keduanya tinggi.
c) Participating Style (gaya partisipasi)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas rendah dan hubungan dengan
anggota tinggi.
d) Deligating Style (gaya pendelegasian wewenang)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendah dan hubungan dengan
anggota juga rendah.

TEORI KEPEMIMPINAN LIKERT


Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi untuk mengarahkan orang lain agar
mengerahkan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
Rensis Likert dari Universitas Michigan:
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi
dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat
Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan
dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter,
mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui
ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down

2. Sistem Otokratis Paternalistic


Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai
fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat
tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan
memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan
mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan
pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e. Adanya delegasi wewenang

3. Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah
hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan –
keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan
balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau
hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas

4. Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat
oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan
setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi
bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi
juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk
memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)

Anda mungkin juga menyukai