Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
MBS sebagai model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih
besar terhadap sekolah, memberikan fleksibilitas, dan mendorong partisipasi stakeholder
secara langsung untuk meningkatkan mutu sekolah yang akan menciptakan keterbukaan,
kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. MBS dipahami sebagai
salah satu alternatif untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang
menempatkan sekolah sebagai unit utama peningkatan. MBS juga merupakan cara untuk
meningkatkan motivasi kepala sekolah agar tanggung jawab terhadap mutu peserta didik.
Untuk itu, kepala sekolah sebagai pemimpin sebaiknya mengembangkan program
pendidikan secara menyeluruh dalam melayani segala kebutuhan peserta didik.
Kepemimpinan sekolah yang kuat adalah kepemimpinan yang efektif, tangguh, mampu
menggunakan fakta, menciptakan visi, memotivasi orang, memberdayakan stafnya,
mampu memimpin dan memiliki keahlian dalam arti sebenarnya.
Dalam pelaksanaan MBS, tidak hanya factor kepemimpinan yang diperhatikan,
tetapi ada koordinasi dan komunikasi yang harus selalu terjalin di antara stakeholder yang
terkait dengan sekolah. Sekolah yang melaksanakan MBS juga perlu di evaluasi dan di
supervise untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang telah dicapai. Partisipasi
masyarakat dalam berbagai bidang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan MBS. Yang
perlu di monitor dan dievaluasi dalam MBS adalah konteks atau eksternal lsekolah yang
berupa tuntutan dan dukungan, yang di dalamnya ada evaluasi kebutuhan, input, proses,
output, dan outcome. Indicator keberhasilan MBS ditentukan oleh kualitas pendidikan,
pemerataan pendidikan, efektivitas dan efisiensi pendidikan, dan tata pengelolaan sekolah
yang baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai organisasi MBS dengan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam MBS ?
2. Bagaimana koordinasi dan komunikasi dalam MBS ?
3. Apa saja yang harus di supervisi dalam MBS ?
4. Apa yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam MBS ?
5. Bagaimana peran masyarakat dan komite dalam MBS ?
6. Apa saja yang menjadi indicator keberhasilan dalam MBS ?
PEMBAHASAN

A. KEPEMIMPINAN DALAM MBS


1. Pengertian
a. Menurut Sutisna, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan
seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi
tertentu. (Mulyasa,2009:107)
b. Menurut Soepardi, kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan,
mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing,
menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta
membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja
dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.
(Mulyasa,2009:107)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah


kemampuan untuk mempengaruhi kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan dalam
situasi tertentu secara efektif dan efisien. Kepemimpinan mencakup 3 hal yang saling
berhubungan, yaitu pemimpin dan karakter, pengikut, serta adanya situasi kelompok
tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.

2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Thoha (Mulyasa,2009) mengartikan sebagai norma
perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
a. Pendekatan Sifat
Menurut Sutisna, pada pendekatan terdapat sifat – sifat tertentu, seperti
kekuatan fisik atau keramahan yang esensil pada kepemimpinan yang efektif.
Pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin
yaitu : (a) kekuatan fisik dan susunan syaraf; (b) penghayatan terhadap arah dan
tujuan; (c) antusiasme; (d) keramah tamahan; (e) integritas; (f) keahlian teknis;
(g) kemampuan mengambil keputusan; (h) inteligensi; (i) Zketerampilan
memimpin; (j) ketrampilan memimpin; (k) kepercayaan (Tead). Namun
sayangnya, pendekatan ini tidak mampu menjawab pertanyaan di sekitar
kepemimpinan.
b. Pendekatan Perilaku
1) Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Ada 2 dimensi utama dari perilaku pemimpin, yaitu pembuatan inisiatif
(initiating structure) dan perhatian ( consideration). Inisiatif, artinya pemimpin
memberi batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya
untuk mencapai tujuan. Konsiderasi, diartikan derajat dan corak hubungan
seorang pemimpin dengan bawahannya yang ditandai saling percaya,
menghargai dan menghormati dengan bawahannya. Kombinasi 2 dimensi
tersebut akan menghasilkan 4 gaya kepemimpinan.
2) Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Hersey & Blanchard mengidentifikasi dua konsep, yaitu bawahan dan
produksi. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan menganggap
setiap karyawan penting dan menerimanya sebagai pribadi. Sedangkan
pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi dan aspek kerja, bawahan
dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Ini sama dengan tipe
otoriter (task) dan demokrasi (relationship).
3) Jaringan Manajemen (Managerial Grid)
Dikembangkan oleh Blake & Mouton, menurut mereka manajemen
berhubungan dengan 2 hal, yaitu (a) perhatian menekankan pada produksi /
tugas : menekankan mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah
pengeluaran ; (b) perhatian pada orang – orang : memperlihatkan keterlibatan
anak buah untuk mencapai tujuan (aspek yang menyangkut harga diri anak
buah, tanggung jawab berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang
menyenangkan, dan hubungan yang harmonis).
4) Sistem Kepemimpinan Likert
Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi
tugas dan individu. Ia merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut :
a. Sistem 1 : sangat otokratis →kepercayaan pada bawahan sedikit, suka
mengeksploitasi bawahan, bersikap paternalistic, memotivasi dengan
ketakutan dan hukuman, penghargaan diberikan secara kebetulan
(occasional rewards), komunikasi turun ke bawah serta membatasi
pengambilan keputusan di tingkat atas.
b. Sistem 2 : otokratis baik hati (Benevolent Authoritative) → kepercayaan
terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah dan
ketakutan berikut hukuman, membolehkan adanya komunikasi ke atas,
mendengarkan pendapat / ide dari bawahan, dan membolehkan delegasi
wewenang dalam proses keputusan.
c. Sistem 3 : Manajer konsultatif → sedikit kepercayaan pada bawahan, mau
melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukumanyang kebetulan dan
berkehendak melakukan partisipasi, hubungan komunikasi ke atas dank e
bawah, membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas,
tetapi keputusan mengkhususkan pada tingkat bawah.
d. Sistem 4 : Partisipatif (Partisipative Group) → kepercayaan yang sempurna
terhadap bawahan, mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide /
pendapat serta mempunyai niat untuk menggunakan pendapat bawahan
secara konstruktif, penghargaan bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi
kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, mendorong untuk ikut
tanggung jawab buat keputusan dan melaksanakan keputusan dengan
tanggung jawab yang benar.
c. Pendekatan Situasional
o Teori Kepemimpinan Kontingensi
Menurut Fiedler & Chemers, menjadi pemimpin bukan karena faktor
kepribadian tetapi karena berbagai factor situasi (saling berhubungan antara
pemimpin dengan situasi). Tiga factor yang harus diperhatikan yaitu
hubungan antara pemimpin dengan bawahan, struktur tugas, dan kekuasaan
yang berasal dari organisasi. Dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat
yang menyenangkan adalah mengutamakan tugas dan hubungan
kemanusiaan.
o Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi (Reddin, dari Universitas New
Brunswick, Canada)
Menurutnya ada 3 dimensi yang dipakai untuk menentukan gaya
kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi/tugas, perhatian pada orang,
dimensi efektifitas. Ini sama dengan jaringan manajemen yang memiliki 4
dasar kepemimpinan yaitu integrated, related, separated, dan dedicated.
Apabila dilihat dari segi efektif dan tidak efektif akan menjadi 7 gaya
kepemimpinan, yaitu :
 Gaya integrated, dikembangkan secara efektif → Gaya eksekutif.
 Gaya integrated, dikembangkan tidak efektif → Gaya compromiser.
 Gaya separated, dikembangkan secara efektif → Gaya bureaucrat.
 Gaya separated, dikembangkan tidak efektif → Gaya deserter.
 Gaya dedicated, dikembangkan secara efektif → Gaya benevolent
authocrat.
 Gaya related, dikembangkan secara efektif → Gaya developer.
 Gaya related, dikembangkan tidak efektif → Gaya missionary.

Yang termasuk gaya efektif yaitu (a) executive : perhatian pada tugas
maupun hubungan kerja dalam kelompok; (b) developer : perhatian tinggi
terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minim terhadap
tugas dan pekerjaan; (c) benevolent authocrat : perhatian tinggi terhadap tugas
dan rendah dalam hubungan kerja; (d) birokrat : perhatian rendah terhadap
tugas maupun hubungan. Sedangkan gaya tidak efektif yaitu (a)
compromiser : perhatian tinggi pada tugas maupun hubungan kerja; (b)
missionary : perhatian tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas; (c)
autocrat : perhatian tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan; (d) deserter
perhatian rendah pada tugas dan hubungan kerja.

o Teori Kepemimpinan Situasional


Teori ini di dasarkan pada hubungan 3 faktor, yaitu perilaku tugas
(Task behavior) yang merupakan pemberian petunjuk, perilaku hubungan
(Relationship behavior) adalah ajakan melalui komunikasi zarah, serta
kematangan (Maturity) yang merupakan kemampuan dan kemauan anak buah
dalam mempertanggung jawabkan. Kematangan (maturity) merupakan factor
dominan.
Menurut teori ini, gaya yang tepat untuk diterapkan adalah : (a) Gaya
mendikte (Telling) : diterapkan pada anak buah dengan tingkat kematangan
rendah; (b) Menjual (Selling) : diterapkan pada anak buah taraf rendah hingga
moderat; (c) Melibatkan diri ( Participating) : diterapakan pada anak buah
moderat hingga tinggi; (d) Mendelegasikan (Delegating) : diterapkan pada
anak buah yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi.

3.      Kepemimpinan Dalam Peningkatan Kinerja


a.          Pembinaan disiplin (self-disipline)
Disiplin merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa
hormatterhadap kewenangan, menanamkan kerja sama dan merupakan kebutuhan
untuk berorganisasi serta untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain.
Soelaeman mengemukakan bahwa pemimpin berfungsi sebagai pengemban
ketertiban yang patut diteladani, tetapi tidak di harapkan sikap yang otooriter.
Taylor dan User, strategi umum membina disiplin antara lain :
      Konsep diri : factor penting setiap perilaku. Untuk menumbuhkan,
pemimpin bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka sehingga pegawai
dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
      Ketrampilan berkomunikasi : pemimpin harus menerima semua perasaan
pegawai dengan teknik komunikasi yang dapt menimbulkan kepatuhan dari
dalam dirinya.
                              Konsekuensi logis dan alami.
      Klarifikasi nilai : membantu pegawai menjawab pertanyaan sendiri tentang
nilai dan membentuk system nilai sendiri.
      Latihan keefektifan pemimpin : tujuannya untuk menghilangkan metode
represif dan kekuasaan.
      Terapi realitas : pemimpin bersikap positif dan tanggung jawab untuk
menerapkan perlu melihat situasi dan paham factor yang mempengaruhi.
b.         Pembangkitan motivasi
Merupakan factor dominan kearah efektivitas kerja. Menurut Maslow,
motivasi adalah tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia
berbuat sesuatu atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Ada 2 jenis
motivasi menurut Owen, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik
adalah motivasi yang dating dari dalam diri seseorang, sedangkan ekstrinsik
adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Istilah motivasi sering
digunakan secara bergantian dengan istilah kebutuhan (need), keinginan (want),
dorongan (drive), dan gerak hati (impuls). Berikut ini adalah teori – teori
motivasi :
a)   Teori Maslow : teori hierarkhi kebutuhan
Maslow membagi kebutuhan manusia dalam 5 kategori :
  Kebutuhan fisiologis (psysiological needs) : merupakan kebutuhan paling
rendah, memerlukan pemenuhann yang paling mendesak (contoh :
makanan, minuman).
  Kebutuhan rasa aman (safety needs) : memperoleh ketentraman, kepastian
dan keteraturan dari keadaan lingkungan (contoh : pakaian, rumah)
  Kebutuhan kasih sayang (belongingness & love needs) : mengadakan
hubungan afektif / ikatan emosional dengan individu lain, sesame jenis
maupun lain jenis.
  Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs) : penghargaan dari diri
sendiri dan dari orang lain.
  Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization) : kebutuhan
paling tinggi, akan muncul jika kebutuhan di bawahnya terpenuhi.
b)   Teori Dua Faktor
Dikembangkan oleh Fredrick Herzberg. Dia berpendapat ada dua factor
penting, yaitu hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri).
Factor hygiene bersifat preventif terhadap ketidakpuasan dan tidak memotivasi
karyawan dalam bekerja.
c)   Teori Alderter
Alderter membedakan 3 kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan akan
keberadaan (existence), kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan
untuk bertumbuh (growth need).
d)                                         Teori Prestasi McCelland
McCelland mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk
melakukan karya yang berprestasi / yang lebih baik dari karya orang lain. Ada
3 kebutuhan manusia, yaitu berprestasi, berafilisasi, dan kekuasaan. Ketiganya
merupakan unsur penting dalam menentukan prestasi seorang pekerja.
e)   Teori X dan Teori Y
Dikembangkan oleh McGregor. Menurutnya, cirri organisasi tradisional
pada dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia.
Teori X menganggap sebagian manusia lebih suka di perintah dan tidak
tertarik rasa tanggung jawab, masih bersifat anak – anak, tidak suka bekerja,
berkemampuan kecil untuk mengatasi masalah organisasi, dan hanya butuh
motivasi fisiologi. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat.
Teori Y menganggap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan
mempunyai kemampuan untuk berkreativitas. Oleh karena itu, tidak perlu
diawasi ketat.
Kebutuhan terbagi menjadi dua jenis, primer (fisiologis) dan sekunder
(sosio psikologis). Ada beberapa prinsip untuk memotivasi pegawai untuk
meningkatkan kinerja, yaitu kegiatan yang menarik dan menyenangkan, tujuan
kegiatan disusun jelas dan di informasikan, pegawai juga dilibatkan dalam
penyusunan tujuan, pemberitahuan hasil kerja, pemberian hadiah lebih baik
dari hukuman, memanfaatkan sikap, cita-cita,dan rasa ingin tahu pegawai,
memperhatikan perbedaan individual pegawai, memenuhi kebutuhan dengan
memperhatikan kondisi fisik, member rasa aman, menunjukkan bahwa
pemimpin memperhatikan mereka, dan mengatur pengalaman sedemikian rupa
sehingga pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan.
Castetter mengemukakan 4 kriteria kinerja yaitu : karakteristik personil
(kinerja meliputi kemampuan, ketrampilan, kepribadian, motivasi), proses
(kecocokan dengan standar kinerja yang telah ditentukan), hasil (hasil nyata
kualitas / kuantitas), serta kombinasi ketiganya. Menurut Mitchell criteria
kinerja dalam Area Performance adalah kualitas kerja, ketepatan, inisiatif,
kemampuan, dan komunikasi. Sedangkan Steers menggunakan 3 faktor untuk
menilai kinerja yaitu kemampuan dan minat pegawai, kejelasan penerimaan
atas peranan pegawai, dan tingkat motivasi pegawai. Kriteria menilai kinerja
pegawai dalam MBS antara lain, pemahaman tentang tugas dan tanggung
jawab, kemampuan dan keterampilan, semangat yang tinggi, serta berinisiatif
dan berkemampuan tinggi.
c.          Penghargaan (rewards)
Penghargaan penting untuk meningkatkan kegiatan produktif dan mengurangi
kegiatan yang kurang produktif. Penggunaannya sebaiknya secara efektif dan
efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.

Anda mungkin juga menyukai